Lina, Steve, Roman, Kamal, Tom, Justin.... belasan nama terlintas dalam pikiran Jillian.
“Jillian.”
Jillian berlari meninggalkan laki-laki sekarat dan bocah yang menangis di belakangnya. Ia melompat dengan tangan kanan siap mengayunkan pedang hitam diikuti puluhan pedang hitam bagaikan sayap terbang. Satu monster Balkanji kepalanya terbelah dan dua yang lain tertusuk oleh belasan pedang hitam.
“Jillian.” Seorang menyebut namanya dengan lirih. Jillian berdiri memandang seorang laki-laki tua yang terbaring. Lubang di perut telah membentuk danau darah di sekeliling tubuh tua itu. Meski sekarat, laki-laki tua itu masih sadarkan diri.
“Paman!” isak Jillian.
Saat itu juga monster-monster terlihat berlari ke arah mereka. Bocah itu menangis, laki-laki tua itu terbaring sekarat, dan Jillian berlutut tanpa harapan.
“Khaaaaaaaaaaaa!!!” Lolongan keras dari monster Balkanji bergema di atmosfer hingga membangunkan kesadarannya.
***
“Hah, hah?” Jillian terbangun dari mimpi dengan keringat dan nafas setelah berlari berkilo-kilo meter.
“Oekkk,” tangis bayi mulai terdengar.
“Did Mulan wake you up, Honey?” suara halus Arina menyapanya. Jillian menggelengkan kepala.
“That’s dream?”
Jillian menganggukkan kepala. Arina kemudian keluar kamar mengendong Mulan yang masih menangis. Saat dia kembali, putri kecil mereka sudah tenang dan juga Arina membawakan segelas kopi.
Jillian keluar menuju balkon kamar hotel untuk merokok dan mengembalikan kesadarannya setelah bangun tidur. Jakarta, setelah bertahun-tahun tidak pulang ke Indonesia akhirnya dia kembali. Jadi inilah Kota Jakarta. Udara di pagi hari masih segar dan nikmat tetapi pemandangan sangat terlihat padat dan penuh sesak, sangat berbeda dari London. Orang mengatakan kota ini penuh polusi tetapi udara pagi selalu segar untuk dinikmati dengan secangkir kopi.
Ketika Arina mengetuk jendela, Jillian bisa melihat William dengan dua orang pegawai hotel menyiapkan makanan.
“Boss, your breakfast is ready with Indonesian food as your wish,” sapa William dengan senyum ramah. Sesekali memperkenalkan makanan Indonesia untuk Arina mungkin tidak buruk.
Istrinya yang seorang wanita Jepang dan suka memasak pasti akan senang mencicipi cita rasa baru dari masakan Indonesia. Di depan mereka terdapat sajian nasi, belahan telur, mi, suwiran ayam, sambal dan masing-masing dimasak berbeda. Itulah nasi uduk. Jillian mulai mengambil suapan pertama langsung dengan tangan kosong. William dan Arina membuka mata lebar-lebar.
“Some Indonesian food should eat by hand directly,” ucap Jillian.
Mereka mencobanya dengan canggung. Sesekali Mulan ikut merebut sarapan dari ibunya, itu sangat membahagiakan bagi Jillian untuk melupakan mimpi buruk. Sedangkan William terlihat sangat menikmati sarapannya. Sekretaris Jillian itu telah mengenakan pakaian rapi saat sarapan sedangkan Jillian dan Arina masih berpakaian baju tidur.
“I’ve found a tour guide for you, Arina,” ucap William.
“Is it true? We’ll go around Jakarta. Thank you Daddy, thank you Willy,” ucap Arina bersemangat dengan memainkan jemari Mulan. Jillian pun ingin mencoba berkeliling Jakarta, meskipun dia lahir Indonesia tetapi tak sekali pun memiliki kesempatan untuk datang ataupun berkeliling mengenal ibukota. Masa kecilnya ia habiskan di Surabaya dan sekali dia ke Jakarta hanya untuk mendaftar sebagai hunter.
“Ehmm, will Elma come?” bisik Arina saat merapikan dasi suaminya. Tak dipungkiri nama itu menyinggung Jillian yang membenci para elf.
“Maybe,” jawab Jillian dengan melakukan kecupan nakal ke leher istrinya. Arina tidak mencoba melepaskan diri karena sudah hafal sifat Jillian yang akan semakin menggila bila dia mencoba menolak. Tetapi selama beberapa menit Jillian masih belum mengendurkan serangannya, ini akan sangat buruk bila suaminya terlambat pergi.
Klek....
Pintu terbuka oleh William, “Boss, we should...” kata-katanya terhenti karena tidak enak mengganggu aksi bosnya. Tetapi Jillian terlanjur menoleh ke arah William dan memudarkan keinginannya.
Arina menahan lengan Jillian yang hendak pergi, “Don’t come home late.”
Jillian berbalik untuk mencium kening Arina dan segera pergi.
***
Selama dalam mobil, William menyiapkan berbagai teks pidato ataupun menjelaskan acara konferensi yang akan Jillian hadiri. Konferensi tahunan dari World Hunter Organization (WH Organizattion) diadakan setiap tahun untuk mengingat sejarah insiden gates yang terjadi di Australia. Ribuan hunter tewas dalam perang melawan monster-monster. Jutaan nyawa manusia di Benua Australia menjadi korban dari gerbang monster dunia lain yang muncul. Orc, Troll, Goblin, Balkanji, dan monster lainnya muncul bersamaan bagaikan invasi.
Para hunter di seluruh dunia mewakili guild dan negara mereka datang untuk melawan. Dari 3000 hunter yang berperang hanya 20 orang yang selamat, dari 23 juta jiwa warga Benua Australia hanya 10% penduduknya yang selamat, dan salah satu hunter yang berhasil mengakhiri perang tersebut adalah Jillian.
“Jadi acara ini akan selesai pukul 02.00 siang?” tanya Jillian.
“Benar, Boss.”William mengangguk.
Sepuluh tahun yang lalu yang lalu Jillian menyelamatkan William dari kejaran monster di Benua Australia. Setelah pembantaian tersebut berakhir, Jillian mengajak William untuk tinggal dan berlatih bersama. Lima tahun kemudian Jillian dinobatkan sebagai hunter terkuat di dunia dan diangkat menjadi kepala WH Organization. Sedangkan William mulai melekat sebagai adik, sahabat, dan orang terpercayanya.
Jillian membaca headline berita di ponselnya, ini bukan pertama kalinya langkahnya diberitakan dengan beragam judul dibuat-buat atau dibesar-besarkan. [Hunter Jillian, Hunter Terkuat Kelahiran Surabaya Pulang Kampung ke Negaranya....] [Jillian, Sosok Hunter Terkuat Yang Mengharumkan Nama Indonesia...] [10 Hunter Tertampan dan Terkuat dari Indonesia....] dengan thumbnail dirinya. [Arian Katsuko, Sosok Wanita Cantik Yang Menjadi Istri Hunter Terkuat di....] -papakuat: Jillian terkuat, jillian dari indonesia, indonesia = negara terkuat -lordhunter: LOLLL jililan sudah menjadi warga negara jepang. Jepang = negara terkuat @papahunter -mantankuhilangdigates: USA has Novic, Rusia has Prikodov, Japan has Jillian, Indo has GATESSSSSSSSSSS -elfkoplo009: cakep cuy istr
“Kamu cukup mengantarku di sini. Aku ada urusan dan akan pulang ke hotel sendiri,” ucap Jillian pada sopir.“Ba... baik,” sopir yang ditugaskan kaget tetapi tidak berani menolak perintah seorang pejabat tinggi.Laki-laki bertudung jaket itu tersenyum menanti Jillian keluar.“Mengapa kau di sini?” tanya Jillian dengan perasaan tidak suka.“Bisakah kita berbicara berdua?”“Ikuti aku.” Jillian memandu Elma berjalan menuju hotel yang sudah tidak jauh.Saat di dalam lift, Elma berkata, “Aku kemari tidak untuk bertemu dengan dia tapi bertemu dengan kamu. Perkembanganmu sangat mengkhawatirkan para tetua, kamu semakin kuat Jillian dan apa penyebabnya?”Jillian mengerutkan alis, ia tak paham maksud Elma.“Balkanji, mereka seharusnya tidak dibunuh oleh kita. Legenda mengatakan mereka berasal dari sisa Dark One dan seharusnya ditangkap hidup-hidup untuk di
“Ikan?”Dalam gendongan ibunya, Mulan yang belum genap berumur 12 bulan meronta-meronta ke arah air mancur di lobi hotel. Putri kecilnya itu sangat menyukai ikan yang berwarna-warni. Arina duduk di tepi kolam menanti suaminya yang sedang berbicara dengan seorang pegawai kantor WH Organization. Suaminya terlihat berbicara serius atau mungkin itu memang kebiasaannya. Arina diminta menunggu di mobil tetapi putri kecilnya mengisyaratkan untuk pergi ke air mancur yang berisi ikan.“Ayo kita hitung ikannya. Satu... dua... tiga... empat... lima... Lihat itu, ikannya berwarna merah. Cantik bukan?”“Sudah selesai menghitung ikannya?” tiba-tiba Jillian sudah berada di belakangnya.“Kamu sudah selesai berbicara dengan orang tadi?”Jillian mengangguk, “Ada berapa ikannya?” Jillian berusaha mengajak bicara Mulan. Tetapi intonasi datar dan dingin sangat sulit Jillian rubah.“Ada lima,
Milati, Ibu Jillian terlihat lebih berkeriput dibandingkan terakhir saat mereka bertemu. Hampir dua tahun atau sejak pernikahan, Jillian tidak pernah mengunjungi ibunya. Terkadang dia merasa rindu tetapi masalah gates selalu menimbun di pikirannya. Tetapi saat ini ia ingin cuti beberapa minggu untuk keluarga, ibunya, Arina dan putri kecilnya.“Ibu sedang apa?” ucap Jillian saat Milati datang membawa teh hangat dan beberapa kue.“Ada pesanan dari Bu Lina, lima puluh kue lumpur untuk arisan. Jadi Aditya itu pergi menjemput kalian? Mengapa tidak bilang pada Ibu?”Jillian hanya tersenyum.“Adit, mengapa kamu tidak bilang menjemput Jillian? Ibu kan bisa siapkan makanan buat mereka.”“Itu minta Jillian biar tetangga tidak ada yang tahu. Kalau tetangga tahu mungkin di sini sudah ada wali kota. Hahaha...” canda Aditya membuat tawa di ruangan.“Apa istrimu tahu?”“Ya, tetapi dia
“Bagaimana kabarmu, Nira? Lama kita tidak bertemu,” sapa Jillian.“Sangat lama.” Mata Nira berkaca-kaca.“Dia istriku, Arina Katsuko. Masih belajar bahasa Indonesia.”Pertemuan terakhir Jillian dengan Nira adalah 10 tahun yang lalu, hari di mana dia pergi bersama ayahnya menuju Australia. Kini perasaan malu, bersalah dan cinta bercampur menjadi kekacauan. Ia mengira Nira akan ada di Jakarta untuk memenuhi undangan para korban keluarga hunter. Dugaannya salah dan Jillian harus menghadapi hal yang tidak pernah ia ingin jumpai.Nira berlari untuk memeluk teman masa kecil dengan penuh rindu.“Kenapa baru pulang?” tangis haru Nira.“Banyak gates yang harus aku urus. Aku sendiri tidak mengira akan bisa pulang.” Itu jawaban yang sudah Jillian siapkan bertahun-tahun. Jillian membalas pelukan Nira dengan satu tangan karena tangan yang lain memegang sepiring buah kersen. Jantungnya berdegup l
Kabar tentang kemunculan puluhan gates tingkat A dan S yang muncul mendadak di benua Australia menggemparkan seluruh dunia. Dalam beberapa hari gelombang monster telah memorak-porandakan setiap kota di sana. Dengan sigap Samuel Manrov, pemimpin WH Organization kala itu menyampaikan dalam konferensi pres meminta bantuan seluruh hunter di dunia untuk menutup gates di sana. Bahkan Samuel Manrov tidak segan-segan menyebutnya sebagai perang, perang antara umat manusia dan monster.Surabaya kala itu menjadi salah satu kota tempat transit sebelum para hunter menuju Australia. Setelah menemui ibu dan kakaknya, Jillian langsung kembali ke bandara untuk persiapan keberangkatannya dalam beberapa jam. Sekembalinya di sana, ia berpapasan dengan teman satu SMP-nya, Nira.Jantung Jillian berdegup kencang kala itu, Nira selalu saja menjadi gadis manis yang dia cintai. Alasan dia ingin menjadi kuat, alasan dia ingin menjadi hunter, dan alasan dia harus berperang di Austarlia. Jik
“Jadi bagaimana rencana selanjutnya?”Mereka berdua mengambil makanan kaleng di rumah itu sebagai bekal, mengisi botol air mereka hingga penuh, dan memasukkan beberapa material mana yang didapat ke dalam tas. Perlengkapan armor atau baju hunter yang di rancang untuk mengurangi dampak dari serangan telah rusak, banyak retakan dan beberapa sisi telah hancur. Jadi Jillian dan Paman Nakti melepaskan armor mereka, meski dampak serangan bisa jadi fatal tetapi setidaknya mereka dapat bergerak lebih cepat dan gesit. Rencana mereka sederhana yaitu bertahan hidup untuk bertarung hari esok, mereka harus kembali setidaknya dapat berkumpul dengan sisa hunter lain untuk membentuk kekuatan lagi.Mereka di pinggir kota Tilpa kala itu, tak lagi mampu bergerak menuju kota Wilcannia di mana seharusnya tim Jillian dan guild Bumisakti menutup gates tingkat S di sana. Jadi mereka akan bergerak ke arah utara, menuju Port Douglas, sekitar sebelah utara Queensland di mana salah sat
Pukul 2 pagi Jillian terbangun dari tidurnya. Suatu perasaan yang susah dijelaskan muncul, gates tingkat tinggi mungkin akan muncul. Ia berjalan ke jendela memandang langit malam yang tertutup awan tetapi dengan jelas ada setitik bintang yang bersinar.Jika itu cuma para elf akan kubunuh mereka, ucap Jillian dalam hati. Kemudian ponsel Jillian berdering dengan layar berubah menjadi nama William.Sialan. Jillian tahu mengapa sekretarisnya menelepon selarut ini.[Bos, ada gates tingkat S yang muncul di Indonesia.]“Dimana?”[Pulau Bali... Kota Denpasar... Sekitar pantai.]“Carikan aku tiket pesawat,” Jillian menutup telepon. Tidak banyak gates tingkat S yang bisa ditangani oleh setiap negara. Bahkan Indonesia, gate tingkat ini biasanya di tangani oleh Jillian dan timnya. Tetapi jika pemerintah Indonesia bersikap egois untuk mendapatkan material mana, WH Organization hanya bisa menunggu hingga para hunter berjatuhan.
“Kita harus pergi ke sana,” ucap Jillian yang langsung melepaskan pelukannya. Akan tetapi, genggaman tangan Arina semakin kencang mencengkeram baju Jillian.“Aku mohon, jangan pergi,” ucap Arina yang menahan Jillian untuk bergerak. Dia mendongakkan kepalannya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kamu baru pulang. Kamu belum ada sehari di sini. Biarkan WH Organization yang mengurusnya. B-bahkan kamu tak memilik tim lagi, Sayang. A-aku khawatir kamu pergi sendiri,” ucap Arina mencari-cari alasan.Jillian menghela nafasnya, ia tiba-tiba senang melihat Arina yang penuh kepedulian. Akan tetapi, ia juga sedikit merasa bersalah karena membuat Arina khawatir. Beberapa ucapan istrinya benar, ia baru saja pulang dan lagi pula ia tak memiliki sebuah tim.“Apa ada kabar dari WH Organization?” tanya Jillian pada William.“Aku belum mendapat kabar jika mereka akan bergerak. Mereka baru saja kehilangan Eric Novic,
William menangis tanpa tersedu-sedu ketika mendengar cerita tentang Mika yang tewas. Air matanya hanya mengucur dengan deras, dia mencoba tetap tegar di hadapan Jillian, meski tak dipungkiri bahwa dia sangat merasa kehilangan atas Mika.“Maaf, aku tak bisa menyelamatkannya,” ucap Jillian yang masih merasa bersalah.“T-tidak, Bos. Ini bukan salahmu.” William mulai mengusap air matanya.“Jadi bagaimana soal Rusia, Anatasia, dan Issac?” tanya Jillian.Ponsel William tiba-tiba berdering, dengan masih mengusap sisa air matanya Willliam mengangkat panggilan di teleponnya. “Permisi, Bos. Ini dari Edbert.”Arina terlihat kembali bersedih, dia menempelkan tubuhnya pada suaminya. Jillian pun mulai merangkul Arina karena merasakan kesedihan istrinya. Jadi, ia mengecup rambut Arina. “Tak apa-apa,” bisik Jillian.“Tapi bagaimana dengan Ana dan Issac? Aku khawatir,” ucap Arina yang me
Anatasia bergegas lari ke belakang untuk menghampiri Presiden Alferov. Ia menyapanya dengan rasa kekhawatiran, “Tuan Presiden, apa yang sedang Anda lakukan di sini?”Presiden Alferov telah mengenakan pakaian hunternya, Anatasia tahu bahwa dulunya dia seorang hunter juga. Dia melepaskan helm hunter-nya. “Aku juga seorang hunter, Nona Prikodov.”“Tapi, tempat ini sangat berbahaya,” tutur Anatasia.“Di sini tempat terakhir kita bertahan. Kita gagal di sini, Rusia tidak akan terselamatkan. Apa kau pikir aku sudi berlarian dan bersembunyi dari kejaran monster?” ucap Presiden Alferov. Dia kemudian berbalik dan menghadap ke ribuan hunter lainnya.“Kita adalah hunter! Kita akan melawan!” teriak Presiden Alferov membangkitkan semangat juang setiap hunter di sana. Akan tetapi kehadiran Presiden Alferov membuat Antasia menjadi khawatir.Anatasia bergegas berbalik ke garis terdepan, ia mencari seseora
Lev Mashkov mengetuk pintu dan segera membuka pintu ruangan Presiden Alferov. Ia berdiri di hadapan Presiden Alferov yang sedang memandang layar gadgetnya, ia yakin presiden itu sama stresnya memikir bencana yang sedang melanda negara Rusia.“Aku kemari untuk melaporkan situasinya,” ucap Lev Mashkov.Presiden itu mulai memandang Lev Maskhov untuk mendengarkannya, “Apa sangat buruk?”“Dengan Alyesye Prikodov, kita baru saja kehilangan 4 hunter tingkat S. Zagoskin Prikodov, Artov Koneki, dan Alexander Gurvich.”“Bahkan Zagoskin Prikodov?” Mata Presiden Alferov membulat karena terkejut. Artinya pula hanya menyisakan Anatasia Prikodov sebagai hunter berkemampuan paling tinggi.Lev Mashkov mengangguk, “Kurang dari 4 jam lagi, gerombolan monster akan mencapai perimeter pertahanan di kota Pereslavl-Zalessky. Hal buruk akan terjadi, Tuan Alferov.”“B-bisakah kita menang atau mun
Suara mesin truk di jalan yang kasar membangunkan Anatasia. Bintang di langit malam tampak bergerak dan begitu indah. Langit tampak cerah meski malam masih gelap gulita. Ia mencoba bangkit, tapi kepalanya terasa pening dan badannya terasa remuk.‘Apa yang terjadi?’“S-seorang.” Bibir Anatasia terasa berat untuk berkata-kata.“Dia bangun. Kau baik-baik saja?” Suara seseorang menjawab. Anatasia mengenali suara dan wajah yang kemudian mendekat itu. Dia adalah Nestikov si hunter beastmaster.“Apa yang terjadi?”“Kamu pingsan, Nona Anatasia,” jawab Nestikov.“Di mana yang lain?” Anatasia mencoba bangkit tapi seluruh tubuhnya terasa kaku.Nestikov menjawab dengan raut wajah penuh kesedihan. “Kami semua mundur sesuai perintahmu. Ledakkan itu... menewaskan Pavel dan Grigory.”Perasaan Anatasia terasa tertusuk sangat dalam. Ia tak menyangka telah k
Mobil kembali melaju dengan kencang. Satu per satu monster babau mulai datang, dengan sigap Anatasia dan lainnya mengalahkan monster setengah kelelawar itu. Mereka belum terlihat kewalahan, akan tetapi gerak mobil tiba-tiba berkelok-kelok, dan Pytor diserang seekor monster babau tanpa bisa melawan.“Pytor!” teriak Anatasia.“Tolong aku!” Tubuh Pytor hampir tertarik keluar, genggamannya di setir telah terlepas. Dengan cepat, Anatasia menembakkan anak panahnya dan mengenai monster babau yang mencoba menarik tubuh Pytor.Brug! Mobil menabrak sebuah tiang listrik di pinggir jalan. Anatasia dan lainnya terpental dari mobil, sedangkan Pytor jatuh berguling sendirian. Pening dirasakan oleh Anatasia, tapi ia mencoba langsung bangkit.Zagoskin dan Nestikov tampak baik-baik saja, mereka berdua telah bangkit dan menghadapi monster-monster babau yang berdatangan. Sedangkan Pavel Prikodov, Grigory Lesky, dan Zhelesky mulai bangkit. Mereka
#131 Lebih Cepat!Hati Anatasia tertusuk oleh kesedihan yang cukup dalam. Lagi-lagi ia kehilangan seorang rekannya dan bahkan seorang anggota keluarga Prikodov-nya. Ia segera bangkit karena sadar tak bisa terus bersedih, ia menoleh ke arah barisan pasukan undead yang berbaris rapi. Undead itu tak lagi memegang dua tombaknya. Salah satu tombaknya hilang dan pastinya tombak yang menancap pada tubuh Nezhnov Prikodov.Sosok Komandan March kembali terbayang dalam undead itu. Anatasia kembali mengamati dengan serius undead berkuda itu. Ia tak mengenali wajahnya yang telah membusuk tapi dari paras tegapnya saat berkuda sangat mirip dengan Komandan March.‘Tidak mungkin itu Komandan March.’ Undead itu kembali mengangkat tangannya yang memegang tombak. Gerak pasukan undead di belakangnya tiba-tiba berubah, pasukkan undead bertombak mengarahkan tombaknya ke depan, beberapa undead yang lain menarik pedangnya. Ketika undead itu menurunkan tombaknya, ia seperti m
Zagoskin tampak sedang bergulat dengan salah satu monster yang menyerupai ular, Nestikov masih mencabik-cabik undead di baris depan. Zehelesky juga masih menghajar monster-monster yang muncul dengan belatinya. Pavel Prikodov dan Grigory Lesky pun masih menghunuskan tombak dan pedang untuk membunuh para undead. Sedangkan Anatasia, tangannya masih terus menarik tali busur dan menciptakan anak panah, akan tetapi pikirannya tak bisa fokus.‘Di mana Pytor dan Nezhnov Prikodov?’ Anatasia tidak melihat keberadaan mereka berdua.Dua puluh menit pertarungan berlalu, gerombolan monster undead pun tak terlihat berkurang sedikit pun. Puluhan hingga ratusan bangkai monster mulai bertumpuk, tapi gerombolan monster yang muncul dari arah barat tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Jika gerombolan monster itu menerjang seperti ombak laut, maka artinya para hunter hanya menciduk airnya dan membuangnya ke pasir pantai. Mereka membunuh para undead seperti membasahi pasir
Ivon Zhelesky yang merupakan seorang hunter tanker di tim itu, bersiaga di paling depan dengan perisai besarnya. Di balik tubuh besar Zhelesky, Ivan Nestikov berlari dengan tangan kosong dan menghadang ogre besar itu. Tongkat pemukul ogre itu diayunkan namun Nestikov dengan mudah menghindar.Tangan kosong Nestikov berubah sedikit membesar, lengannya menjadi berbulu putih, dan jemarinya menjadi cakar yang cukup panjang. Ia merupakan hunter dengan class beastmaster jadi wajar sebagian tubuhnya berubah menjadi monster. Ia pun langsung menyerang balik ogre itu. Tak butuh waktu yang lama, cakar-cakar Nestikov mengoyak tubuh ogre itu hingga membunuhnya.Beberapa orang bersorak penuh bangga ketika melihat pertarungan singkat itu. Rasa cemas dan khawatir mereka hilang untuk sesaat. Truk-truk militer pun mulai bergerak pergi meninggalkan warga-warga yang masih terkagum-kagum.“Pergi! Tinggalkan kami! Tempat ini berbahaya!” teriak Anatasia pada kerumunan itu,