Beranda / Fantasi / Manusia Penakluk Dunia / 8. Dia Pasti Bangga

Share

8. Dia Pasti Bangga

“Jadi bagaimana rencana selanjutnya?”

Mereka berdua mengambil makanan kaleng di rumah itu sebagai bekal, mengisi botol air mereka hingga penuh, dan memasukkan beberapa material mana yang didapat ke dalam tas. Perlengkapan armor atau baju hunter yang di rancang untuk mengurangi dampak dari serangan telah rusak, banyak retakan dan beberapa sisi telah hancur. Jadi Jillian dan Paman Nakti melepaskan armor mereka, meski dampak serangan bisa jadi fatal tetapi setidaknya mereka dapat bergerak lebih cepat dan gesit. Rencana mereka sederhana yaitu bertahan hidup untuk bertarung hari esok, mereka harus kembali setidaknya dapat berkumpul dengan sisa hunter lain untuk membentuk kekuatan lagi.

Mereka di pinggir kota Tilpa kala itu, tak lagi mampu bergerak menuju kota Wilcannia di mana seharusnya tim Jillian dan guild Bumisakti menutup gates tingkat S di sana. Jadi mereka akan bergerak ke arah utara, menuju Port Douglas, sekitar sebelah utara Queensland di mana salah satu titik pengungsian didirikan.

Jillian baru sadar bahwa langit kala itu tampak berawan tebal, tak ada langit biru yang entah kenapa langit berwarna oren kemerah-merahan, dan hanya sesekali cahaya matahari yang menembus sekitar mereka. Mereka meninggalkan rumah tak berpenghuni itu dan terus bergerak menyusuri jalan dengan waspada untuk keluar kota. Tapi belum ada setengah jam perjalanan, mereka melihat sosok monster di kejauhan.

“Ada monster di depan,” Paman Nakti memberikan isyarat untuk berhenti.

Jillian dan pria tua itu menepi ke sebuah dinding bangunan, mengamati keadaan, ke mana monster itu bergerak dan bagaimana cara menghindari mereka. Ada tiga monster aneh yang tidak dikenali, tubuhnya sekilas mirip gorila dengan lengan besar, tinggi mereka mungkin sekitar 2 meter, dan jarak dari posisi Jillian sekitar 100 meter.

“Mungkin tingkat A,” bisik Jillian.

Tapi tiba-tiba monster itu menatap balik ke arah mereka. Bukan, monster-monster itu menatap ke seorang bocah berkulit hitam yang tiba-tiba muncul di jalan. Bocah itu gemetar, ia mencoba berlari malah terjatuh, dan monster itu semakin mendekat ke bocah itu.

“Sialan,” geram Paman Nakti.

“Kita tak bisa menyelamatkannya.” Jillian akui menyelamatkan bocah itu sangat tidak mungkin. Mungkin meraih bocah itu masih bisa, tapi akankah mereka bisa melawan monster yang kira-kira setingkat monster tingkat A. Itu mustahil, butuh setidaknya 3-4 hunter tingkat A untuk menghadapi satu monster tingkat A, sedangkan saat ini perbandingan mereka telah kalah telak.

“Tapi aku juga tidak bisa hidup dari kematian bocah itu,” Paman Nakti bergerak untuk menyelamatkan bocah itu.

***

Air mata penuh kenangan mengalir di pipi Nira, setidaknya dia harus tahu bagaimana perjuangan ayahnya yang penuh keberanian. Juga tahu bahwa Jillian tidak bisa melindungi ayahnya. Andai kala itu dia bisa meyakinkan Paman Nakti untuk tidak pergi, mungkin kemungkinan selamatnya lebih besar. Bahkan Jillian sendiri merasa bahwa dia harusnya mati di hari itu.

“Andai aku bisa meyakinkan Paman, mungkin....”

“Meyakinkan untuk apa? Aku.... aku bangga dengan keputusan Ayah. Dan aku berterima kasih padamu, sekarang aku mengenang Ayah lebih bangga lagi.” Nira mengusap air mata di pipinya, ia jelas mencoba melebarkan senyumnya agar terlihat bangga dan sesuai perkataannya.

Kemudian, tiba-tiba Arina keluar dengan mengendong Mulan yang sudah tertidur. Mata istrinya itu telah mengisyaratkan lelah dan Jillian sendiri juga tak berniat pulang terlalu malam.

“Kami akan segera pamit.” Jillian mengakhiri topik itu agar tidak didengar oleh Arina. Mungkin suatu hari akan Jillian ceritakan masa lalunya ketika di Australia, tapi tidak untuk hari ini karena Jillian sendiri masih berat mengenang hari-hari mengerikan itu.

“Aku akan memanggil Lalla,” ucap Arina kembali masuk ke dalam rumah.

“Aku juga akan memanggil Roman.” Tapi saat berbalik, Nira tidak melanjutkan langkahnya, ia berbalik lagi dan bertanya, “Apa bocah itu selamat?”

“Ya, dia masih hidup dan bahkan menjadi hunter hebat.”

Nira tersenyum, perasaan Jillian menjadi lega saat itu. Tidak hanya melihat senyum Nira lagi tapi mengatakan bocah itu selamat dan menjadi hunter seolah-olah merupakan buah kebanggaan bagi yang mengenal Paman Nakti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status