Milati, Ibu Jillian terlihat lebih berkeriput dibandingkan terakhir saat mereka bertemu. Hampir dua tahun atau sejak pernikahan, Jillian tidak pernah mengunjungi ibunya. Terkadang dia merasa rindu tetapi masalah gates selalu menimbun di pikirannya. Tetapi saat ini ia ingin cuti beberapa minggu untuk keluarga, ibunya, Arina dan putri kecilnya.
“Ibu sedang apa?” ucap Jillian saat Milati datang membawa teh hangat dan beberapa kue.
“Ada pesanan dari Bu Lina, lima puluh kue lumpur untuk arisan. Jadi Aditya itu pergi menjemput kalian? Mengapa tidak bilang pada Ibu?”
Jillian hanya tersenyum.
“Adit, mengapa kamu tidak bilang menjemput Jillian? Ibu kan bisa siapkan makanan buat mereka.”
“Itu minta Jillian biar tetangga tidak ada yang tahu. Kalau tetangga tahu mungkin di sini sudah ada wali kota. Hahaha...” canda Aditya membuat tawa di ruangan.
“Apa istrimu tahu?”
“Ya, tetapi dia ada rapat ujian kenaikan kelas jadi tidak bisa mengambil cuti,” teriak Aditya dari dalam rumah.
“Ibu kira Jillian tidak akan pulang meski ada acara di Jakarta,” senyum Milati melebar.
Kemudian Jillian mulai bercerita cukup lama, sesuatu yang sudah lama tidak ia lakukan. Suatu perasaan terasa lepas dengan nyaman saat dia bercerita. Arina mungkin tidak mengerti tetapi dia ikut tersenyum dan tertawa bersama.
***
Siang ini ibunya dan Arina sedang memasak bersama. Arina suka memasak dan Milati memiliki usaha pemesanan makanan, pastilah mereka sangat cocok bersama meski komunikasi mereka terbatas. Aditya sedang ke rumah Bapak RW untuk memberi kabar bahwa seorang kepala WH Organization sedang ada di kampung mereka. Aditya punya rencana kecil untuk mencegah para wartawan datang. Sedangkan Jillian sedang memandang pohon buah kersen di halaman rumah, ia tebak bahwa setiap pagi ibunya selalu menyapu halaman. Kenangan masa kecil terlintas di pohon tersebut, Jillian dan teman-temannya sering memetik buah yang mirip beri itu, memancing ikan dan terkadang mencuri buah di kebun orang. Rumahnya tidak jauh berubah hanya sedikit tambahan atau penyesuaian karena keluarga baru kakaknya tinggal bersama ibunya.
“Sepertinya aku pernah melihat wajah Paman?” Seorang bocah perempuan entah dari mana bengong memandang Jillian.
Jillian tersenyum kecil pada keponakannya yang baru pulang sekolah.
“Nenekkk... Ada paman hunter...”teriaknya sambil berlari ke dalam rumah. Tak lama kemudian bocah itu kembali.
“Paman sedang apa?”
“Pulang.”
“Tapi rumah paman kan di Amerika.”
“London, Inggris. Tapi ini juga rumah Paman,” Jillian mengacak-acak poni gadis kecil itu.
Lalla, anak dari Aditya dan Villia, sangat mengagumi Jillian. Ia menjejali pamannya dengan berbagai pertanyaan tentang hunter, gates, elf, atau kekuatan hunternya. Jillian pun dengan senang hati menjawab pertanyaan Lalla dengan cerita yang menakjubkan. Kecuali pada bagian cerita elf ia menambahkan sedikit bumbu yang menjelekkan.
Tak lama makan siang pun siap dengan makanan khas rumah yang sudah lama tidak Jillian makan. Nasi hangat, ikan goreng, sup sayur, rolade dan gorengan. Mereka makan bersama kecuali Villia yang belum pulang bekerja. Sedangkan Mulan sedang tidur siang sehingga Arina bisa makan siang tanpa saling berebut.
“Bagaimana Arina, apakah kamu suka masakan Indonesia?” tanya Milati.
“Aku suka. Ini mirip kakiage di Jepang.” Arina menunjuk piring penuh bakwan goreng.
“Jillian kamu juga makan yang banyak. Kamu terlihat berubah. Sedikit kurus. Apa kamu tidak membawa bekal yang cukup ketika masuk ke gates.”
“Aku makan daging monster,” canda Jillian.
Tapi tak lama suara teriakan bocah laki-laki memanggil dan menghentikan tawa mereka, “Lalla... Lalla...”
“Itu Rafa.” Lalla buru-buru menelan suapan terakhirnya.
“Jangan pulang terlalu sore. Kamu harus menyelesaikan PR sebelum malam.” Aditya mengingatkan putrinya dengan tegas.
***
Hari semakin sore, Mulan yang baru saja bangun diajak untuk melihat koleksi burung milik Aditya dengan disuapi bubur bayi. Arina sudah menduga bahwa Mulan akan tertarik sama seperti melihat ikan. Sedangkan suaminya sedang mengambil piring untuk menaruh hasil memanen buah kersen.
“Permisi. Apakah Lalla dan Rafa ada di dalam?” sapa seorang wanita yang tidak dikenal.
“I’m sorry,” Arina tidak mengerti ucapan wanita tersebut.
“Saya ibunya Rafa, apakah kamu tamunya Bu Milati?” Wanita itu terlihat seumur dengan Arina dan dia sedang melepas helm motor.
Arina bingung untuk menjawab.
“Bukan. Dia istriku,” jawab Jillian di ambang pintu.
“Jillian?” Wanita itu kaget saat melihat Jillian.
“Bagaimana kabarmu, Nira? Lama kita tidak bertemu,” sapa Jillian.“Sangat lama.” Mata Nira berkaca-kaca.“Dia istriku, Arina Katsuko. Masih belajar bahasa Indonesia.”Pertemuan terakhir Jillian dengan Nira adalah 10 tahun yang lalu, hari di mana dia pergi bersama ayahnya menuju Australia. Kini perasaan malu, bersalah dan cinta bercampur menjadi kekacauan. Ia mengira Nira akan ada di Jakarta untuk memenuhi undangan para korban keluarga hunter. Dugaannya salah dan Jillian harus menghadapi hal yang tidak pernah ia ingin jumpai.Nira berlari untuk memeluk teman masa kecil dengan penuh rindu.“Kenapa baru pulang?” tangis haru Nira.“Banyak gates yang harus aku urus. Aku sendiri tidak mengira akan bisa pulang.” Itu jawaban yang sudah Jillian siapkan bertahun-tahun. Jillian membalas pelukan Nira dengan satu tangan karena tangan yang lain memegang sepiring buah kersen. Jantungnya berdegup l
Kabar tentang kemunculan puluhan gates tingkat A dan S yang muncul mendadak di benua Australia menggemparkan seluruh dunia. Dalam beberapa hari gelombang monster telah memorak-porandakan setiap kota di sana. Dengan sigap Samuel Manrov, pemimpin WH Organization kala itu menyampaikan dalam konferensi pres meminta bantuan seluruh hunter di dunia untuk menutup gates di sana. Bahkan Samuel Manrov tidak segan-segan menyebutnya sebagai perang, perang antara umat manusia dan monster.Surabaya kala itu menjadi salah satu kota tempat transit sebelum para hunter menuju Australia. Setelah menemui ibu dan kakaknya, Jillian langsung kembali ke bandara untuk persiapan keberangkatannya dalam beberapa jam. Sekembalinya di sana, ia berpapasan dengan teman satu SMP-nya, Nira.Jantung Jillian berdegup kencang kala itu, Nira selalu saja menjadi gadis manis yang dia cintai. Alasan dia ingin menjadi kuat, alasan dia ingin menjadi hunter, dan alasan dia harus berperang di Austarlia. Jik
“Jadi bagaimana rencana selanjutnya?”Mereka berdua mengambil makanan kaleng di rumah itu sebagai bekal, mengisi botol air mereka hingga penuh, dan memasukkan beberapa material mana yang didapat ke dalam tas. Perlengkapan armor atau baju hunter yang di rancang untuk mengurangi dampak dari serangan telah rusak, banyak retakan dan beberapa sisi telah hancur. Jadi Jillian dan Paman Nakti melepaskan armor mereka, meski dampak serangan bisa jadi fatal tetapi setidaknya mereka dapat bergerak lebih cepat dan gesit. Rencana mereka sederhana yaitu bertahan hidup untuk bertarung hari esok, mereka harus kembali setidaknya dapat berkumpul dengan sisa hunter lain untuk membentuk kekuatan lagi.Mereka di pinggir kota Tilpa kala itu, tak lagi mampu bergerak menuju kota Wilcannia di mana seharusnya tim Jillian dan guild Bumisakti menutup gates tingkat S di sana. Jadi mereka akan bergerak ke arah utara, menuju Port Douglas, sekitar sebelah utara Queensland di mana salah sat
Pukul 2 pagi Jillian terbangun dari tidurnya. Suatu perasaan yang susah dijelaskan muncul, gates tingkat tinggi mungkin akan muncul. Ia berjalan ke jendela memandang langit malam yang tertutup awan tetapi dengan jelas ada setitik bintang yang bersinar.Jika itu cuma para elf akan kubunuh mereka, ucap Jillian dalam hati. Kemudian ponsel Jillian berdering dengan layar berubah menjadi nama William.Sialan. Jillian tahu mengapa sekretarisnya menelepon selarut ini.[Bos, ada gates tingkat S yang muncul di Indonesia.]“Dimana?”[Pulau Bali... Kota Denpasar... Sekitar pantai.]“Carikan aku tiket pesawat,” Jillian menutup telepon. Tidak banyak gates tingkat S yang bisa ditangani oleh setiap negara. Bahkan Indonesia, gate tingkat ini biasanya di tangani oleh Jillian dan timnya. Tetapi jika pemerintah Indonesia bersikap egois untuk mendapatkan material mana, WH Organization hanya bisa menunggu hingga para hunter berjatuhan.
Jillian mematikan ponsel. Ia kecewa pada sikap pemerintah Indonesia yang tidak segera menyelesaikan keputusan guild untuk menangani gate di depannya. Di bandingkan dengan Inggris dan Jepang, kurang dari satu jam setelah gates muncul mereka sudah siap dengan para hunternya.“Jillian. Kamu sepertinya tidak sabar untuk masuk,” seorang menyapanya dengan aksen bahasa Inggris yang berbeda.“Prikodov. Sedang apa kau disini?” Jillian berbalik.“Berlibur seperti kamu. Sepertinya liburanmu akan mengasyikkan karena ada gate tingkat S yang muncul. Apa adikku akan datang juga?”“Anatasia Prikodov? Tidak. Aku tidak memanggil squad utama.”“Sungguh sayang, Harusnya kamu lebih banyak memasukkannya ke makam. Satu hunter Rusia lagi mati di negara lain maka akan aku pastikan Rusia keluar dari organisasi sucimu.” Perkataan Prikodov yang lembut perlahan-lahan semakin tajam. Jillian tahu bahwa pemerintah Rusia
Jillian masuk ke dunia yang berbeda, langit telah berbuah menjadi malam, pasir pantai berubah menjadi tanah tandus. Aroma busuk menyebar ke seluruh hutan disebabkan ratusan monster telah mati terbantai. Hanya ada sebuah kastel yang masih berdiri dengan gerbang hancur. Seharusnya monster pembuka gerbang berada di sana dan ratusan monster yang tewas seharusnya menjadi pasukan yang sedang bersiap. Jillian merasa beruntung timnya tidak perlu berperang dengan monster sebanyak ini. Tetapi kecurigaan mulai tumbuh tentang siapa pelaku sebenarnya.Gerbang kastel terbelah dengan tebasan melintang. Seekor monster bertubuh besar berjalan sempoyongan dengan satu lengan terpotong. Monster tersebut berwajah mirip kelelawar dengan mulut bersilang tiga.Khaaa... monster tersebut mengerang marah.Whuss... Kepala monster itu dipenggal oleh seorang kesatria berkuda dengan tombak panjang. Ia menunggangi kuda yang telah mati, tangan kanannya memegang tombak sabit berwarna
Ya Tuhan, Bos Jillian benar, ucap William dalam hati. “Pak William, mana dalam gates turun sangat cepat. Mungkin kurang dari dua jam gate akan tertutup sepenuhnya.” Seorang pegawai WH Organization mengkonfirmasi kondisi gate. Truk terakhir dari guild pengangkut keluar dengan mayat-mayat monster. Petugas dari guild pengangkut mengkonfirmasi tugas terakhirnya kepada petugas militer. Kolonel Haris pun memerintahkan pasukannya tetap berjaga hingga gate tertutup sepenuhnya. “Bos... ” William menahan kata-kata. “Aku akan pulang besok. Ya, aku juga...” Jillian mematikan ponselnya. “Aku harus menulis apa dalam laporan nanti?” “Kita bahas besok, aku lelah. Oh ya, carikan aku tiket untuk kembali ke Surabaya.” Jillian melemparkan tubuhnya ke ranjang hotel. Esok paginya William mendapat berita bahwa menteri pertahanan Indonesia telah menyampaikan konferensi pres tentang gate di kota Denpasar. Secara resmi mereka mengucapkan terima kasih te
.... Kekuatan mereka kini ada dalam kebijaksanaannya. Tujuh Tetua, veteran perang melawan Dark One, simbol dari kedamaian Anora...Arina membaca kalimat terakhir dari buku yang ditulis sahabatnya. Dunia elf, Anora, selalu menarik untuk dibaca bagaikan cerita pengantar tidurnya di masa kecil. Kini dia ingin segera mengganti buku untuk dibaca, kemampuannya telah meningkat menggunakan Bahasa Semesta— bahasa umum ras dunia lain.Ponsel berdering oleh panggilan sekretaris ayahnya, Sekretaris Toyoka.[Shido-sama memanggilmu ke kantor. Secepatnya.]“Ada apa?”Panggilan telepon berhenti.***“Aku tidak mau bekerja di WH Organization.” Arina menolak menandatangani surat rekomendasi dari ayahnya, Shido Katsuko. Cita-citanya adalah bekerja di kedutaan luar negeri Jepang, kemudian mengincar posisi di mana ia bisa mendatangi dunia Anora, Frat atau Zalen.“Ayah tidak menyekolahkan kamu hanya untuk membaca