“Bagaimana kabarmu, Nira? Lama kita tidak bertemu,” sapa Jillian.
“Sangat lama.” Mata Nira berkaca-kaca.
“Dia istriku, Arina Katsuko. Masih belajar bahasa Indonesia.”
Pertemuan terakhir Jillian dengan Nira adalah 10 tahun yang lalu, hari di mana dia pergi bersama ayahnya menuju Australia. Kini perasaan malu, bersalah dan cinta bercampur menjadi kekacauan. Ia mengira Nira akan ada di Jakarta untuk memenuhi undangan para korban keluarga hunter. Dugaannya salah dan Jillian harus menghadapi hal yang tidak pernah ia ingin jumpai.
Nira berlari untuk memeluk teman masa kecil dengan penuh rindu.
“Kenapa baru pulang?” tangis haru Nira.
“Banyak gates yang harus aku urus. Aku sendiri tidak mengira akan bisa pulang.” Itu jawaban yang sudah Jillian siapkan bertahun-tahun. Jillian membalas pelukan Nira dengan satu tangan karena tangan yang lain memegang sepiring buah kersen. Jantungnya berdegup lebih kencang saat ia memeluk cinta pertamanya itu.
“Bodoh. Aku sudah menikah, aku tidak ingin bercerai,” bisik Jillian saat melihat Arina yang memalingkan muka.
“Aku lupa. Aku juga sudah menikah. Dasar Jillian!” Nira mengusap air matanya.
Nira berbalik, “Maafkan aku. Aku hanya teman masa kecilnya, tidak perlu salah paham.”
“She’s sorry. She is my childhood friend. Please don’t divorce me,” terjemah Jillian. Arina mengangguk dan tersenyum kecil.
“Namaku Nira.” Nira mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Arina.
Mereka bertiga duduk di beranda rumah menanti putra Nira yang sedang pergi bermain dengan Lalla. Pada akhir percakapan, Nira mengundang Jillian beserta istrinya untuk makan malam bersama. Jillian tidak keberatan karena lusa juga tidak ada hal yang ingin ia lakukan. Tak lama dua bocah yang ditunggu-tunggu pulang dengan pakaian kotor dan penuh keringat. Nira dan anaknya pulang.
***
Jillian mengenakan baju pinjaman Aditya dengan warna sesuai dengan selera orang Indonesia. Sedangkan Arina terlihat cantik dengan baju blus lengan panjang yang hangat. Ia membetulkan kerah baju Jillian dan memastikan bahwa suaminya tidak bau.
“What’s wrong? Why are you silent?” tanya Jillian.
Arina menggelengkan kepala.
Jillian menyentuh dagu Arina dengan lembut, “I know, you never shook the head and be quite.”
“I also know.... You love Nira, right?” Mata Arin berkaca-kaca saat Jillian tidak segera menjawab.
“She was my past. How can you think like that?”
Arina memeluk Jillian, “The day when you raped me.You said her name, Nira.”
Jillian menelan ludah pahit saat mendengar perkataan istrinya. Air mata menetes di pipi Arina. Dua tahun yang lalu wanita itu menangis ketakutan tetapi saat ini dia menangis karena tidak ingin kehilangan suaminya.
“I’m sorry. But you are only my love, Honey. I love you and Mulan. You two are... the only life I have,” bisik Jillian dengan rangkulan hangatnya.
“Promise?” Arina mengusap tetes air mata.
“I promise,” ucap Jillian sebelum mencium kening istrinya.
Jillian datang ke rumah Nira dengan berjalan kaki, ia mengendong Mulan dan Arina menggandeng Lalla. Matahari sedang tenggelam dan hari mulai malam, lampu-lampu jalan mulai menyalah, dan Jillian tahu bahwa waktu ini tidak akan banyak orang yang berpapasan dengan mereka. Rumah Nira tidak pindah dari susunan rapi perumahan dengan gaya perkotaan.
“Selamat sore.” Jillian mengetuk pintu.
“Mr. Jillian, welcome.... I am Roman, Nira’s husband,” sapa ramah laki-laki yang membukakan pintu.
“Terima kasih undangannya, ini istri saya, Arina. Maaf membawa Mulan dan Lalla,”
“Halo paman,” sapa Lalla yang jarang bertemu dengan ayah sahabatnya.
“Jadi kamu Lalla? Sana panggil Rafa di atas,” minta Roman.
“Baik Paman,” jawab Lalla semangat.
Di ruang tamu, Roman tak henti-hentinya kagum dan merasa beruntung bisa bertemu dengan seorang pemimpin organisasi hunter tingkat internasional. Dia yakin bahwa pertemuan ini akan membuahkan relasi yang baik bagi dirinya yang seorang ketua guild.
“Ya Tuhan, mengapa istriku tidak pernah cerita kalau kamu teman masa kecilnya. Rafa juga tidak cerita jika paman temannya adalah hunter nomor satu di dunia. Apa mereka sengaja menyembunyikan sesuatu dariku. Hahaha...”
“Aku dengar kamu mengurus guild ayah Nira?” basa-basi Jillian.
“Ya, hunter kami juga menghadiri konferensi kemarin. Jika Nira bilang sejak awal kalian berteman mungkin aku yang akan datang, tetapi demi Tuhan. Banyak sekali pekerjaan yang perlu aku urus. Banyak gates yang muncul mendadak di pulau Jawa, Itu benar-benar gila.”
“Ya, aku dengar kabar itu,”
“Sudahlah, kalian tidak akan pernah selesai jika terus membahas gates. Bagaimana kabarmu Arina? Apakah kamu betah tinggal di Indonesia,” Nira datang membawa teh hangat.
“Do you like living in Indonesia,” Jilian menerjemahkan.
“Makanan Indonesia seperti di Jepang.” Arina menjawab dengan aksen kaku.
“Bukankah kalian tinggal di London?” tanya Roman.
“Ya, kantor organisasi WH ada di sana. Aku juga resmi berwarganegara Jepang.”
“Pasti ini menarik untuk diceritakan. Akan aku panggil anak-anak dan mari makan malam.” Nira langsung melangkah menuju tangga rumah.
Makan malam mereka nikmati dengan bertukar cerita-cerita yang menarik. Jillian dengan segudang cerita monster dan gates selalu membuat anak-anak kagum. Nira menceritakan perkembangan belajar dua anak itu, bahkan dia mengenal Lalla sama seperti anaknya. Arina dengan kosakata bahasa Indonesia terkadang menceritakan pengalaman barunya di Indonesia atau cerita tentang Jillian sebagai suami.
Jillian meminta izin keluar untuk merokok, meninggalkan Roman yang sedang menerima panggilan telepon. Perasaannya masih setengah menganjal. Setengah perasaan Jillian lega kini karena kini Nira telah memiliki keluarga baru yang bahagia. Sedangkan setengah perasaan yang lain, Jillian masih merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan ayahnya Nira 10 tahun yang lalu.
“Jillian, ini asbak jika kamu mencari.” Nira datang dengan asbak di tangannya.
“Maaf aku tak menepati janjiku yang dulu.”
“Kamu sudah menepatinya sekarang. Ayah pasti senang.”
Tapi perkataan Nira menusuk tajam ke hati Jillian, perasanya terasa getir saat mengingat hari itu.
Kabar tentang kemunculan puluhan gates tingkat A dan S yang muncul mendadak di benua Australia menggemparkan seluruh dunia. Dalam beberapa hari gelombang monster telah memorak-porandakan setiap kota di sana. Dengan sigap Samuel Manrov, pemimpin WH Organization kala itu menyampaikan dalam konferensi pres meminta bantuan seluruh hunter di dunia untuk menutup gates di sana. Bahkan Samuel Manrov tidak segan-segan menyebutnya sebagai perang, perang antara umat manusia dan monster.Surabaya kala itu menjadi salah satu kota tempat transit sebelum para hunter menuju Australia. Setelah menemui ibu dan kakaknya, Jillian langsung kembali ke bandara untuk persiapan keberangkatannya dalam beberapa jam. Sekembalinya di sana, ia berpapasan dengan teman satu SMP-nya, Nira.Jantung Jillian berdegup kencang kala itu, Nira selalu saja menjadi gadis manis yang dia cintai. Alasan dia ingin menjadi kuat, alasan dia ingin menjadi hunter, dan alasan dia harus berperang di Austarlia. Jik
“Jadi bagaimana rencana selanjutnya?”Mereka berdua mengambil makanan kaleng di rumah itu sebagai bekal, mengisi botol air mereka hingga penuh, dan memasukkan beberapa material mana yang didapat ke dalam tas. Perlengkapan armor atau baju hunter yang di rancang untuk mengurangi dampak dari serangan telah rusak, banyak retakan dan beberapa sisi telah hancur. Jadi Jillian dan Paman Nakti melepaskan armor mereka, meski dampak serangan bisa jadi fatal tetapi setidaknya mereka dapat bergerak lebih cepat dan gesit. Rencana mereka sederhana yaitu bertahan hidup untuk bertarung hari esok, mereka harus kembali setidaknya dapat berkumpul dengan sisa hunter lain untuk membentuk kekuatan lagi.Mereka di pinggir kota Tilpa kala itu, tak lagi mampu bergerak menuju kota Wilcannia di mana seharusnya tim Jillian dan guild Bumisakti menutup gates tingkat S di sana. Jadi mereka akan bergerak ke arah utara, menuju Port Douglas, sekitar sebelah utara Queensland di mana salah sat
Pukul 2 pagi Jillian terbangun dari tidurnya. Suatu perasaan yang susah dijelaskan muncul, gates tingkat tinggi mungkin akan muncul. Ia berjalan ke jendela memandang langit malam yang tertutup awan tetapi dengan jelas ada setitik bintang yang bersinar.Jika itu cuma para elf akan kubunuh mereka, ucap Jillian dalam hati. Kemudian ponsel Jillian berdering dengan layar berubah menjadi nama William.Sialan. Jillian tahu mengapa sekretarisnya menelepon selarut ini.[Bos, ada gates tingkat S yang muncul di Indonesia.]“Dimana?”[Pulau Bali... Kota Denpasar... Sekitar pantai.]“Carikan aku tiket pesawat,” Jillian menutup telepon. Tidak banyak gates tingkat S yang bisa ditangani oleh setiap negara. Bahkan Indonesia, gate tingkat ini biasanya di tangani oleh Jillian dan timnya. Tetapi jika pemerintah Indonesia bersikap egois untuk mendapatkan material mana, WH Organization hanya bisa menunggu hingga para hunter berjatuhan.
Jillian mematikan ponsel. Ia kecewa pada sikap pemerintah Indonesia yang tidak segera menyelesaikan keputusan guild untuk menangani gate di depannya. Di bandingkan dengan Inggris dan Jepang, kurang dari satu jam setelah gates muncul mereka sudah siap dengan para hunternya.“Jillian. Kamu sepertinya tidak sabar untuk masuk,” seorang menyapanya dengan aksen bahasa Inggris yang berbeda.“Prikodov. Sedang apa kau disini?” Jillian berbalik.“Berlibur seperti kamu. Sepertinya liburanmu akan mengasyikkan karena ada gate tingkat S yang muncul. Apa adikku akan datang juga?”“Anatasia Prikodov? Tidak. Aku tidak memanggil squad utama.”“Sungguh sayang, Harusnya kamu lebih banyak memasukkannya ke makam. Satu hunter Rusia lagi mati di negara lain maka akan aku pastikan Rusia keluar dari organisasi sucimu.” Perkataan Prikodov yang lembut perlahan-lahan semakin tajam. Jillian tahu bahwa pemerintah Rusia
Jillian masuk ke dunia yang berbeda, langit telah berbuah menjadi malam, pasir pantai berubah menjadi tanah tandus. Aroma busuk menyebar ke seluruh hutan disebabkan ratusan monster telah mati terbantai. Hanya ada sebuah kastel yang masih berdiri dengan gerbang hancur. Seharusnya monster pembuka gerbang berada di sana dan ratusan monster yang tewas seharusnya menjadi pasukan yang sedang bersiap. Jillian merasa beruntung timnya tidak perlu berperang dengan monster sebanyak ini. Tetapi kecurigaan mulai tumbuh tentang siapa pelaku sebenarnya.Gerbang kastel terbelah dengan tebasan melintang. Seekor monster bertubuh besar berjalan sempoyongan dengan satu lengan terpotong. Monster tersebut berwajah mirip kelelawar dengan mulut bersilang tiga.Khaaa... monster tersebut mengerang marah.Whuss... Kepala monster itu dipenggal oleh seorang kesatria berkuda dengan tombak panjang. Ia menunggangi kuda yang telah mati, tangan kanannya memegang tombak sabit berwarna
Ya Tuhan, Bos Jillian benar, ucap William dalam hati. “Pak William, mana dalam gates turun sangat cepat. Mungkin kurang dari dua jam gate akan tertutup sepenuhnya.” Seorang pegawai WH Organization mengkonfirmasi kondisi gate. Truk terakhir dari guild pengangkut keluar dengan mayat-mayat monster. Petugas dari guild pengangkut mengkonfirmasi tugas terakhirnya kepada petugas militer. Kolonel Haris pun memerintahkan pasukannya tetap berjaga hingga gate tertutup sepenuhnya. “Bos... ” William menahan kata-kata. “Aku akan pulang besok. Ya, aku juga...” Jillian mematikan ponselnya. “Aku harus menulis apa dalam laporan nanti?” “Kita bahas besok, aku lelah. Oh ya, carikan aku tiket untuk kembali ke Surabaya.” Jillian melemparkan tubuhnya ke ranjang hotel. Esok paginya William mendapat berita bahwa menteri pertahanan Indonesia telah menyampaikan konferensi pres tentang gate di kota Denpasar. Secara resmi mereka mengucapkan terima kasih te
.... Kekuatan mereka kini ada dalam kebijaksanaannya. Tujuh Tetua, veteran perang melawan Dark One, simbol dari kedamaian Anora...Arina membaca kalimat terakhir dari buku yang ditulis sahabatnya. Dunia elf, Anora, selalu menarik untuk dibaca bagaikan cerita pengantar tidurnya di masa kecil. Kini dia ingin segera mengganti buku untuk dibaca, kemampuannya telah meningkat menggunakan Bahasa Semesta— bahasa umum ras dunia lain.Ponsel berdering oleh panggilan sekretaris ayahnya, Sekretaris Toyoka.[Shido-sama memanggilmu ke kantor. Secepatnya.]“Ada apa?”Panggilan telepon berhenti.***“Aku tidak mau bekerja di WH Organization.” Arina menolak menandatangani surat rekomendasi dari ayahnya, Shido Katsuko. Cita-citanya adalah bekerja di kedutaan luar negeri Jepang, kemudian mengincar posisi di mana ia bisa mendatangi dunia Anora, Frat atau Zalen.“Ayah tidak menyekolahkan kamu hanya untuk membaca
....The One adalah entitas yang pertama, berdetak dalam dirinya sendiri hingga pecah dan dunia bersebaran. The One kemudian menjadi entitas baru yang lebih murni dan bersinar, Light One. Sedangkan sisa-sisa persebaran tersebut menjadi berbagai dunia yang tidak terhitung jumlahnya.Berbagai dunia hidup dalam damai, saling terikat, terhubung dan sangat sulit dijelaskan. Light One mengakui bahwa ada sisi lain yang muncul di sebuah dunia, entitas Dark One. Legenda kuno mengatakan, Light One dan Dark One sesungguhnya bukan sang tokoh baik atau jahat. Mereka hanya entitas yang ingin berpisah dan menyatu. Light One yang memberikan kehidupan pada seluruh dunia saat The One berdetak, sedangkan Dark One ingin kembali bersatu menjadi The One kembali. (Elma, Dunia Pertama: One)....Pertarungan besar terjadi, Light One dengan para Dewa dan Dark One dengan para Iblis saling bertarung. Tidak ada kemenangan dari peperangan tersebut. Cahaya dan kegelapan kembali ke tempat masing-masing
“Kita harus pergi ke sana,” ucap Jillian yang langsung melepaskan pelukannya. Akan tetapi, genggaman tangan Arina semakin kencang mencengkeram baju Jillian.“Aku mohon, jangan pergi,” ucap Arina yang menahan Jillian untuk bergerak. Dia mendongakkan kepalannya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kamu baru pulang. Kamu belum ada sehari di sini. Biarkan WH Organization yang mengurusnya. B-bahkan kamu tak memilik tim lagi, Sayang. A-aku khawatir kamu pergi sendiri,” ucap Arina mencari-cari alasan.Jillian menghela nafasnya, ia tiba-tiba senang melihat Arina yang penuh kepedulian. Akan tetapi, ia juga sedikit merasa bersalah karena membuat Arina khawatir. Beberapa ucapan istrinya benar, ia baru saja pulang dan lagi pula ia tak memiliki sebuah tim.“Apa ada kabar dari WH Organization?” tanya Jillian pada William.“Aku belum mendapat kabar jika mereka akan bergerak. Mereka baru saja kehilangan Eric Novic,
William menangis tanpa tersedu-sedu ketika mendengar cerita tentang Mika yang tewas. Air matanya hanya mengucur dengan deras, dia mencoba tetap tegar di hadapan Jillian, meski tak dipungkiri bahwa dia sangat merasa kehilangan atas Mika.“Maaf, aku tak bisa menyelamatkannya,” ucap Jillian yang masih merasa bersalah.“T-tidak, Bos. Ini bukan salahmu.” William mulai mengusap air matanya.“Jadi bagaimana soal Rusia, Anatasia, dan Issac?” tanya Jillian.Ponsel William tiba-tiba berdering, dengan masih mengusap sisa air matanya Willliam mengangkat panggilan di teleponnya. “Permisi, Bos. Ini dari Edbert.”Arina terlihat kembali bersedih, dia menempelkan tubuhnya pada suaminya. Jillian pun mulai merangkul Arina karena merasakan kesedihan istrinya. Jadi, ia mengecup rambut Arina. “Tak apa-apa,” bisik Jillian.“Tapi bagaimana dengan Ana dan Issac? Aku khawatir,” ucap Arina yang me
Anatasia bergegas lari ke belakang untuk menghampiri Presiden Alferov. Ia menyapanya dengan rasa kekhawatiran, “Tuan Presiden, apa yang sedang Anda lakukan di sini?”Presiden Alferov telah mengenakan pakaian hunternya, Anatasia tahu bahwa dulunya dia seorang hunter juga. Dia melepaskan helm hunter-nya. “Aku juga seorang hunter, Nona Prikodov.”“Tapi, tempat ini sangat berbahaya,” tutur Anatasia.“Di sini tempat terakhir kita bertahan. Kita gagal di sini, Rusia tidak akan terselamatkan. Apa kau pikir aku sudi berlarian dan bersembunyi dari kejaran monster?” ucap Presiden Alferov. Dia kemudian berbalik dan menghadap ke ribuan hunter lainnya.“Kita adalah hunter! Kita akan melawan!” teriak Presiden Alferov membangkitkan semangat juang setiap hunter di sana. Akan tetapi kehadiran Presiden Alferov membuat Antasia menjadi khawatir.Anatasia bergegas berbalik ke garis terdepan, ia mencari seseora
Lev Mashkov mengetuk pintu dan segera membuka pintu ruangan Presiden Alferov. Ia berdiri di hadapan Presiden Alferov yang sedang memandang layar gadgetnya, ia yakin presiden itu sama stresnya memikir bencana yang sedang melanda negara Rusia.“Aku kemari untuk melaporkan situasinya,” ucap Lev Mashkov.Presiden itu mulai memandang Lev Maskhov untuk mendengarkannya, “Apa sangat buruk?”“Dengan Alyesye Prikodov, kita baru saja kehilangan 4 hunter tingkat S. Zagoskin Prikodov, Artov Koneki, dan Alexander Gurvich.”“Bahkan Zagoskin Prikodov?” Mata Presiden Alferov membulat karena terkejut. Artinya pula hanya menyisakan Anatasia Prikodov sebagai hunter berkemampuan paling tinggi.Lev Mashkov mengangguk, “Kurang dari 4 jam lagi, gerombolan monster akan mencapai perimeter pertahanan di kota Pereslavl-Zalessky. Hal buruk akan terjadi, Tuan Alferov.”“B-bisakah kita menang atau mun
Suara mesin truk di jalan yang kasar membangunkan Anatasia. Bintang di langit malam tampak bergerak dan begitu indah. Langit tampak cerah meski malam masih gelap gulita. Ia mencoba bangkit, tapi kepalanya terasa pening dan badannya terasa remuk.‘Apa yang terjadi?’“S-seorang.” Bibir Anatasia terasa berat untuk berkata-kata.“Dia bangun. Kau baik-baik saja?” Suara seseorang menjawab. Anatasia mengenali suara dan wajah yang kemudian mendekat itu. Dia adalah Nestikov si hunter beastmaster.“Apa yang terjadi?”“Kamu pingsan, Nona Anatasia,” jawab Nestikov.“Di mana yang lain?” Anatasia mencoba bangkit tapi seluruh tubuhnya terasa kaku.Nestikov menjawab dengan raut wajah penuh kesedihan. “Kami semua mundur sesuai perintahmu. Ledakkan itu... menewaskan Pavel dan Grigory.”Perasaan Anatasia terasa tertusuk sangat dalam. Ia tak menyangka telah k
Mobil kembali melaju dengan kencang. Satu per satu monster babau mulai datang, dengan sigap Anatasia dan lainnya mengalahkan monster setengah kelelawar itu. Mereka belum terlihat kewalahan, akan tetapi gerak mobil tiba-tiba berkelok-kelok, dan Pytor diserang seekor monster babau tanpa bisa melawan.“Pytor!” teriak Anatasia.“Tolong aku!” Tubuh Pytor hampir tertarik keluar, genggamannya di setir telah terlepas. Dengan cepat, Anatasia menembakkan anak panahnya dan mengenai monster babau yang mencoba menarik tubuh Pytor.Brug! Mobil menabrak sebuah tiang listrik di pinggir jalan. Anatasia dan lainnya terpental dari mobil, sedangkan Pytor jatuh berguling sendirian. Pening dirasakan oleh Anatasia, tapi ia mencoba langsung bangkit.Zagoskin dan Nestikov tampak baik-baik saja, mereka berdua telah bangkit dan menghadapi monster-monster babau yang berdatangan. Sedangkan Pavel Prikodov, Grigory Lesky, dan Zhelesky mulai bangkit. Mereka
#131 Lebih Cepat!Hati Anatasia tertusuk oleh kesedihan yang cukup dalam. Lagi-lagi ia kehilangan seorang rekannya dan bahkan seorang anggota keluarga Prikodov-nya. Ia segera bangkit karena sadar tak bisa terus bersedih, ia menoleh ke arah barisan pasukan undead yang berbaris rapi. Undead itu tak lagi memegang dua tombaknya. Salah satu tombaknya hilang dan pastinya tombak yang menancap pada tubuh Nezhnov Prikodov.Sosok Komandan March kembali terbayang dalam undead itu. Anatasia kembali mengamati dengan serius undead berkuda itu. Ia tak mengenali wajahnya yang telah membusuk tapi dari paras tegapnya saat berkuda sangat mirip dengan Komandan March.‘Tidak mungkin itu Komandan March.’ Undead itu kembali mengangkat tangannya yang memegang tombak. Gerak pasukan undead di belakangnya tiba-tiba berubah, pasukkan undead bertombak mengarahkan tombaknya ke depan, beberapa undead yang lain menarik pedangnya. Ketika undead itu menurunkan tombaknya, ia seperti m
Zagoskin tampak sedang bergulat dengan salah satu monster yang menyerupai ular, Nestikov masih mencabik-cabik undead di baris depan. Zehelesky juga masih menghajar monster-monster yang muncul dengan belatinya. Pavel Prikodov dan Grigory Lesky pun masih menghunuskan tombak dan pedang untuk membunuh para undead. Sedangkan Anatasia, tangannya masih terus menarik tali busur dan menciptakan anak panah, akan tetapi pikirannya tak bisa fokus.‘Di mana Pytor dan Nezhnov Prikodov?’ Anatasia tidak melihat keberadaan mereka berdua.Dua puluh menit pertarungan berlalu, gerombolan monster undead pun tak terlihat berkurang sedikit pun. Puluhan hingga ratusan bangkai monster mulai bertumpuk, tapi gerombolan monster yang muncul dari arah barat tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Jika gerombolan monster itu menerjang seperti ombak laut, maka artinya para hunter hanya menciduk airnya dan membuangnya ke pasir pantai. Mereka membunuh para undead seperti membasahi pasir
Ivon Zhelesky yang merupakan seorang hunter tanker di tim itu, bersiaga di paling depan dengan perisai besarnya. Di balik tubuh besar Zhelesky, Ivan Nestikov berlari dengan tangan kosong dan menghadang ogre besar itu. Tongkat pemukul ogre itu diayunkan namun Nestikov dengan mudah menghindar.Tangan kosong Nestikov berubah sedikit membesar, lengannya menjadi berbulu putih, dan jemarinya menjadi cakar yang cukup panjang. Ia merupakan hunter dengan class beastmaster jadi wajar sebagian tubuhnya berubah menjadi monster. Ia pun langsung menyerang balik ogre itu. Tak butuh waktu yang lama, cakar-cakar Nestikov mengoyak tubuh ogre itu hingga membunuhnya.Beberapa orang bersorak penuh bangga ketika melihat pertarungan singkat itu. Rasa cemas dan khawatir mereka hilang untuk sesaat. Truk-truk militer pun mulai bergerak pergi meninggalkan warga-warga yang masih terkagum-kagum.“Pergi! Tinggalkan kami! Tempat ini berbahaya!” teriak Anatasia pada kerumunan itu,