“Kamu cukup mengantarku di sini. Aku ada urusan dan akan pulang ke hotel sendiri,” ucap Jillian pada sopir.
“Ba... baik,” sopir yang ditugaskan kaget tetapi tidak berani menolak perintah seorang pejabat tinggi.
Laki-laki bertudung jaket itu tersenyum menanti Jillian keluar.
“Mengapa kau di sini?” tanya Jillian dengan perasaan tidak suka.
“Bisakah kita berbicara berdua?”
“Ikuti aku.” Jillian memandu Elma berjalan menuju hotel yang sudah tidak jauh.
Saat di dalam lift, Elma berkata, “Aku kemari tidak untuk bertemu dengan dia tapi bertemu dengan kamu. Perkembanganmu sangat mengkhawatirkan para tetua, kamu semakin kuat Jillian dan apa penyebabnya?”
Jillian mengerutkan alis, ia tak paham maksud Elma.
“Balkanji, mereka seharusnya tidak dibunuh oleh kita. Legenda mengatakan mereka berasal dari sisa Dark One dan seharusnya ditangkap hidup-hidup untuk dikembalikan ke Dunia Siklus. Makhluk yang membunuhnya akan tercemar hingga mereka benar-benar berubah menjadi monster.”
“Kau takut?” tantang Jillian.
“Para tertua hanya mengira para elf yang bisa tercemar, tetapi mereka mulai mengawasimu. Kekuatanmu jelas berkembang. Semakin awal....” Elma tiba-tiba berhenti berbicara.
Jillian menanti kelanjutan perkataan Elma.
“Semakin lama kekuatanmu berkembang, semakin berbahaya bila kamu berubah menjadi Makhluk Tercemar. Jika kamu seorang elf, tetua sudah pasti memberi hukuman mati. Tetapi kamu adalah seorang pahlawan di duniamu, mereka menunggumu berubah menjadi monster agar bisa dibunuh.”
“Kalau begitu aku tunggu kalian, Tujuh Tetua yang hanya diam saat tahu 20 juta makhluk tak berdosa mati. Lihatlah, siapakah monster sebenarnya,” balas Jillian.
Elma terdiam atas sindiran keras 10 tahun yang lalu.
“Itu kesalahan kami. Balkanji seharusnya tidak pernah searah dengan makhluk lain.”
Jillian menatap Elma semakin dekat, pisau dari sihir hitam muncul dan ia ulurkan untuk elf tersebut.
“Bagaimana kalau kau membunuhku sekarang. Lakukan demi Arina, wanita yang kau cinta.”
'Demi Arina, wanita yang aku cinta'. Tangan Elma gemetar saat pisau diserahkan, hatinya bertolak belakang, dialah yang akan menjadi monster di mata Arina saat membunuh suaminya. Dia akan menyelamatkan ras dari ancaman, disebut sebagai pahlawan, dan semua elf akan berduka saat dia menyerahkan diri setelah membunuh Jillian. Mana yang harus dipilih pengorbanan seorang untuk kehormatan menjadi pahlawan atau monster di mata Arina.
Elma teringat dua tahun yang lalu saat ia sangat ingin membunuh Jillian, orang yang memperkosa wanita yang ia cintai. Saat itu Jillian melebarkan tangan seolah sengaja agar Elma bisa dengan mudah membunuhnya. Untung saja Arina menghentikannya, wanita itu memeluknya untuk pertama dan terakhir kali.
'Hentikan! Aku baik-baik saja. Jillian tidak pernah menyakitiku,' perkataan Arina terngiang beserta sumpah Elma saat itu.
'Aku akan membunuhmu Jillian jika sekali saja kamu menyakiti atau membuat sedih Arina.'
“Argh...” Elma membanting pisau hitam hingga menancap di lantai lift. Jillian tersenyum penuh kemenangan.
Pintu lift terbuka dan Jillian melangkah keluar. Ia berbalik dan berkata, “Kau tidak datang untukku. Bagaimanapun juga kau datang untuk Arina.”
Perasaan Elma memuncak, niat baiknya ketahuan tercemar dan ia tak berani untuk melangkah keluar lift.
“Satu saranku, lebih baik kamu berhenti menjadi hunter, setidaknya bisa memperlambat kematianmu,” kemudian Elma menutup pintu lift.
***
William kembali ke hotel beberapa jam kemudian. Belum sempat ia mengganti baju, bosnya tiba-tiba datang menghampiri. Tangan Jillian memegang rokok yang menyala pertanda bahwa istri dan anaknya belum pulang. Dia memaksa William duduk untuk memandang kota.
“William, apa aku berubah?” basa-basi Jillian.
'Berubah? Berubah seperti apa,' jawab William dalam hati.
“Kamu sudah mengenalku sejak 10 tahun yang lalu, menurutmu apa ada sesuatu yang berubah pada diriku?”
Sejak pertama bertemu dengan Jillian hingga sekarang, William tidak yakin apa yang dimaksud berubah oleh bosnya. Satu hal yang dia tahu sejak pernikahan, Jillian sedikit berubah dan lebih sering tersenyum. Tetapi William mulai bergidik ngeri mengingat senyum Jillian karena itu pertanda bahwa dia melemparkan tumpukan laporan pada diri William.
“Kamu lebih bahagia, Bos. Sejak menikah dengan Arina, kamu lebih banyak tersenyum bukan untuk melempar laporan tai ke arahku.”
Jillian tersenyum kecil.
“Aku mau minta maaf padamu....” Jillian mulai bercerita tentang kejadian 10 tahun lalu di Australia. Ia mengenal orang yang menyelamatkan William dari kejaran monster, orang itu dari Indonesia. Lidah terasa pahit saat memberikan intonasi dalam cerita. Alasan Jillian tidak ingin hadir ke Monumen Hunter karena para keluarga korban diundang ke sana. Laki-laki tua yang melindungi dari serangan Balkanji saat itu adalah ayah dari teman masa kecilnya.
“Ikan?”Dalam gendongan ibunya, Mulan yang belum genap berumur 12 bulan meronta-meronta ke arah air mancur di lobi hotel. Putri kecilnya itu sangat menyukai ikan yang berwarna-warni. Arina duduk di tepi kolam menanti suaminya yang sedang berbicara dengan seorang pegawai kantor WH Organization. Suaminya terlihat berbicara serius atau mungkin itu memang kebiasaannya. Arina diminta menunggu di mobil tetapi putri kecilnya mengisyaratkan untuk pergi ke air mancur yang berisi ikan.“Ayo kita hitung ikannya. Satu... dua... tiga... empat... lima... Lihat itu, ikannya berwarna merah. Cantik bukan?”“Sudah selesai menghitung ikannya?” tiba-tiba Jillian sudah berada di belakangnya.“Kamu sudah selesai berbicara dengan orang tadi?”Jillian mengangguk, “Ada berapa ikannya?” Jillian berusaha mengajak bicara Mulan. Tetapi intonasi datar dan dingin sangat sulit Jillian rubah.“Ada lima,
Milati, Ibu Jillian terlihat lebih berkeriput dibandingkan terakhir saat mereka bertemu. Hampir dua tahun atau sejak pernikahan, Jillian tidak pernah mengunjungi ibunya. Terkadang dia merasa rindu tetapi masalah gates selalu menimbun di pikirannya. Tetapi saat ini ia ingin cuti beberapa minggu untuk keluarga, ibunya, Arina dan putri kecilnya.“Ibu sedang apa?” ucap Jillian saat Milati datang membawa teh hangat dan beberapa kue.“Ada pesanan dari Bu Lina, lima puluh kue lumpur untuk arisan. Jadi Aditya itu pergi menjemput kalian? Mengapa tidak bilang pada Ibu?”Jillian hanya tersenyum.“Adit, mengapa kamu tidak bilang menjemput Jillian? Ibu kan bisa siapkan makanan buat mereka.”“Itu minta Jillian biar tetangga tidak ada yang tahu. Kalau tetangga tahu mungkin di sini sudah ada wali kota. Hahaha...” canda Aditya membuat tawa di ruangan.“Apa istrimu tahu?”“Ya, tetapi dia
“Bagaimana kabarmu, Nira? Lama kita tidak bertemu,” sapa Jillian.“Sangat lama.” Mata Nira berkaca-kaca.“Dia istriku, Arina Katsuko. Masih belajar bahasa Indonesia.”Pertemuan terakhir Jillian dengan Nira adalah 10 tahun yang lalu, hari di mana dia pergi bersama ayahnya menuju Australia. Kini perasaan malu, bersalah dan cinta bercampur menjadi kekacauan. Ia mengira Nira akan ada di Jakarta untuk memenuhi undangan para korban keluarga hunter. Dugaannya salah dan Jillian harus menghadapi hal yang tidak pernah ia ingin jumpai.Nira berlari untuk memeluk teman masa kecil dengan penuh rindu.“Kenapa baru pulang?” tangis haru Nira.“Banyak gates yang harus aku urus. Aku sendiri tidak mengira akan bisa pulang.” Itu jawaban yang sudah Jillian siapkan bertahun-tahun. Jillian membalas pelukan Nira dengan satu tangan karena tangan yang lain memegang sepiring buah kersen. Jantungnya berdegup l
Kabar tentang kemunculan puluhan gates tingkat A dan S yang muncul mendadak di benua Australia menggemparkan seluruh dunia. Dalam beberapa hari gelombang monster telah memorak-porandakan setiap kota di sana. Dengan sigap Samuel Manrov, pemimpin WH Organization kala itu menyampaikan dalam konferensi pres meminta bantuan seluruh hunter di dunia untuk menutup gates di sana. Bahkan Samuel Manrov tidak segan-segan menyebutnya sebagai perang, perang antara umat manusia dan monster.Surabaya kala itu menjadi salah satu kota tempat transit sebelum para hunter menuju Australia. Setelah menemui ibu dan kakaknya, Jillian langsung kembali ke bandara untuk persiapan keberangkatannya dalam beberapa jam. Sekembalinya di sana, ia berpapasan dengan teman satu SMP-nya, Nira.Jantung Jillian berdegup kencang kala itu, Nira selalu saja menjadi gadis manis yang dia cintai. Alasan dia ingin menjadi kuat, alasan dia ingin menjadi hunter, dan alasan dia harus berperang di Austarlia. Jik
“Jadi bagaimana rencana selanjutnya?”Mereka berdua mengambil makanan kaleng di rumah itu sebagai bekal, mengisi botol air mereka hingga penuh, dan memasukkan beberapa material mana yang didapat ke dalam tas. Perlengkapan armor atau baju hunter yang di rancang untuk mengurangi dampak dari serangan telah rusak, banyak retakan dan beberapa sisi telah hancur. Jadi Jillian dan Paman Nakti melepaskan armor mereka, meski dampak serangan bisa jadi fatal tetapi setidaknya mereka dapat bergerak lebih cepat dan gesit. Rencana mereka sederhana yaitu bertahan hidup untuk bertarung hari esok, mereka harus kembali setidaknya dapat berkumpul dengan sisa hunter lain untuk membentuk kekuatan lagi.Mereka di pinggir kota Tilpa kala itu, tak lagi mampu bergerak menuju kota Wilcannia di mana seharusnya tim Jillian dan guild Bumisakti menutup gates tingkat S di sana. Jadi mereka akan bergerak ke arah utara, menuju Port Douglas, sekitar sebelah utara Queensland di mana salah sat
Pukul 2 pagi Jillian terbangun dari tidurnya. Suatu perasaan yang susah dijelaskan muncul, gates tingkat tinggi mungkin akan muncul. Ia berjalan ke jendela memandang langit malam yang tertutup awan tetapi dengan jelas ada setitik bintang yang bersinar.Jika itu cuma para elf akan kubunuh mereka, ucap Jillian dalam hati. Kemudian ponsel Jillian berdering dengan layar berubah menjadi nama William.Sialan. Jillian tahu mengapa sekretarisnya menelepon selarut ini.[Bos, ada gates tingkat S yang muncul di Indonesia.]“Dimana?”[Pulau Bali... Kota Denpasar... Sekitar pantai.]“Carikan aku tiket pesawat,” Jillian menutup telepon. Tidak banyak gates tingkat S yang bisa ditangani oleh setiap negara. Bahkan Indonesia, gate tingkat ini biasanya di tangani oleh Jillian dan timnya. Tetapi jika pemerintah Indonesia bersikap egois untuk mendapatkan material mana, WH Organization hanya bisa menunggu hingga para hunter berjatuhan.
Jillian mematikan ponsel. Ia kecewa pada sikap pemerintah Indonesia yang tidak segera menyelesaikan keputusan guild untuk menangani gate di depannya. Di bandingkan dengan Inggris dan Jepang, kurang dari satu jam setelah gates muncul mereka sudah siap dengan para hunternya.“Jillian. Kamu sepertinya tidak sabar untuk masuk,” seorang menyapanya dengan aksen bahasa Inggris yang berbeda.“Prikodov. Sedang apa kau disini?” Jillian berbalik.“Berlibur seperti kamu. Sepertinya liburanmu akan mengasyikkan karena ada gate tingkat S yang muncul. Apa adikku akan datang juga?”“Anatasia Prikodov? Tidak. Aku tidak memanggil squad utama.”“Sungguh sayang, Harusnya kamu lebih banyak memasukkannya ke makam. Satu hunter Rusia lagi mati di negara lain maka akan aku pastikan Rusia keluar dari organisasi sucimu.” Perkataan Prikodov yang lembut perlahan-lahan semakin tajam. Jillian tahu bahwa pemerintah Rusia
Jillian masuk ke dunia yang berbeda, langit telah berbuah menjadi malam, pasir pantai berubah menjadi tanah tandus. Aroma busuk menyebar ke seluruh hutan disebabkan ratusan monster telah mati terbantai. Hanya ada sebuah kastel yang masih berdiri dengan gerbang hancur. Seharusnya monster pembuka gerbang berada di sana dan ratusan monster yang tewas seharusnya menjadi pasukan yang sedang bersiap. Jillian merasa beruntung timnya tidak perlu berperang dengan monster sebanyak ini. Tetapi kecurigaan mulai tumbuh tentang siapa pelaku sebenarnya.Gerbang kastel terbelah dengan tebasan melintang. Seekor monster bertubuh besar berjalan sempoyongan dengan satu lengan terpotong. Monster tersebut berwajah mirip kelelawar dengan mulut bersilang tiga.Khaaa... monster tersebut mengerang marah.Whuss... Kepala monster itu dipenggal oleh seorang kesatria berkuda dengan tombak panjang. Ia menunggangi kuda yang telah mati, tangan kanannya memegang tombak sabit berwarna