POV Bagas
"Mas, ada acara tidak hari ini?" tanya dia saat aku bermain dengan Angel.
"Ada apa?" jawabku ingin tahu.
"Bisa tidak mengantarkan Angel periksa gigi? Beberapa hari ini Angel makannya sedikit sekali, itupun langsung di telan tanpa dikunyah," kata Dina sambil menyuapi Angel.
Menang kulihat beberapa hari ini Angel makan bubur nasi, mungkin untuk memudahkannya mengunyah.
"Nanti aku antar, kamu buat janji dulu dengan dokter gigi jadi nanti kita tinggal berangkat saja," sahutku sambil menggendong Angel.
"Baik Mas, makasih," ucap Dina dan kembali menyuapi Angel.
Bocah tiga tahun itu menelan bubur dalam mulutnya, mungkin benar yang dikatakan Dina ada masalah dengan gigi bocah itu.
Aku masih menemani Angel makan saat ponselku berdering, kulirik sekilas ternyata dari Mira.
"Tak seperti biasanya Mira menelepon? Ada apa ya?" kataku dalam hati.
"Hallo Mira, ada apa?" tanyaku saat panggilan videonya aku angkat.
"Coba kamu lihat Mas, mungkin kamu mengenalnya," sahut Mira sambil memutar kamera belakang, dan aku terkesiap saat melihat siapa yang ada dalam video itu.
"Mbak Ratna? Benarkah Ratna!?" kataku tak percaya.
Dalam panggilan video yang sedang berlangsung, terlihat Ratna tengah menggandeng mesra seorang laki laki yang masih sangat muda.
"Aku gak bohong kan Mas?" dan kamera kembali berputar, memperlihatkan wajah Mira.
"Suatu kebetulan ataukah kamu sengaja mengikutinya!?" aku kembali bertanya pada Mira.
"Suatu kebetulan, saat aku sedang berbelanja. Lagipula buat apa menguntit perempuan ular itu? Sungguh malang nasib Mas Ramlan, dibohongi istri yang sangat dia percaya."
Aku terdiam menfebgar kalimat yang diucapkan Mira, kali ini aku benar benar percaya dengan apa yang dikatakannya karena aku melihat sendiri meski hanya panggilan video.
"Kamu dimana sekarang Mira?"
"Di mall tempat biasa aku berbelanja, entah kenapa bisa bertemu dia disini. Padahal jarak rumah Mas Ramlan kemari kan cukup jauh?" kembali Mira menanyakan itu padaku.
"Entahlah Mira, mungkin juga dia tak ingin ketahuan. Tapi mungkin juga dia punya alasan lain," sahutku lirih merasa tak enak hati.
"Ya sudahlah, yang penting aku bukan pembohong seperti yang kamu tuduhkan. Dan semoga ibumu tahu, jika menantu yang sangat di banggakannya itu tak lebih dari perempuan murahan!"
Klik! Mira menutup panggilan videonya, dan aku terdiam gak habis pikir dengan apa yang aku lihat.
"Kalimat yang diucapkan Mira ternyata bukan hanya omong kosong, semua terbukti benar. Maafkan aku yang sempat meragukanmu Mira," gumamk Bagas lirih.
"Ada apa Mas? Kok bengong begitu?" tanya Dina yang tiba tiba muncul.
"Gak apa apa, kamu sudah buat janji dfbfsn dokter?" elak Bagas, dia tak mau Dina tahu tentang Ratna.
"Sudah, kita diminta datang jam tujuh malam. Sepulangnya dari dokter, bolehkah mampir ke mini market untuk beli susu Angel?"
"Tentu saja, belilah untuk beberapa Minggu sekalian buat tak bolak balik," kataku sambil mengulurkan beberapa lembar uang berwarna merah padanya.
"Banyak sekali Mas? Uang yang Mas berikan kemarin masih ada kok buat beli susu Angel," ucap Dina, namun tangannya tak juga terulur untuk menerimanya.
"Sudah terima saja, ini buat keperluan Angel," kataku sambil meraih jemarinya dan memaksanya untuk menerima pemberianku.
"Makasih Mas," jawabnya sambil menggenggam uang itu.
Aku mengangguk, lalu melangkah ke ruang tamu. Disana kulihat bocah kecil itu tengah bermain sendirian, dan aku duduk disampingnya.
"Angel...."
"Papa," sahut bocah kecil itu, laku menggelayut manja dalam pelukanku.
Aroma wangi menyeruak di hidungku, membuatku gemas dan mencium keningnya.
"Wangi sekali, nanti kita ke dokter gigi dan Angel gak boleh menangis. Angel kan anak papa, jadi pantang menangis. Oke!"
Raut wajah bocah itu sedikit ketakutan saat aku menyebut dokter gigi, mungkin dalam pikirannya terlintas giginya akan di cabut.
"Sakit," rengeknya, dan tiba tiba saja dia menangis.
"Iya papa tahu gigi Angel sakit, makanya minta obat ke dokter biar sembuh. Nanti pulangnya kita beli es krim dan susu. Bagaimana? Angel mau kan?" kataku menghibur bocah itu.
"Mau! Hore beli es krim!" uxai Angel sambil memelukku erat.
"Makasih papa!"
Aku mengangguk, lalu mencium pipinya yang gembul. Gemas!
"Bersiaplah Dina, sebentar lagi mau Mahgrib. Aku mau shalat dulu sebelum berangkat, aku gak mau punya tanggungan," kataku sambil menyerahkan Angel padanya.
"Iya Mas," jawabnya.
Tak lama adzan Mahgrib terdengar, gegas aku mengambil wudhu dan menjalankan ibadahku.
Selesai dengan kewajibanku, kulihat Dina sudah bersiap di ruang tamu sambil menggendong Angel.
"Sudah siap?"
"Sudah Mas," jawabnya singkat. Dina memang begitu, selalu menjawab seperlunya saja. Mungkin wanita itu tahu posisinya hanya istri siri, jadi gak pernah bertanya ataupun menuntut dan aku merasa senang dengan sikapnya itu.
"Ada waktu gak hari ini?" tanya Damar saat aku mengangkat teleponnya pagi ini."Sebentar, aku ingat ingat dulu," jawab Mira sambil berpikir sejenak."Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat jika kamu ada waktu," kembali terdengar suara Damar."Sepertinya aku longgar hari ini. Mau mengajakku kemana sih?" sahut Mira penasaran."Pokoknya itu aja, pasti kamu akan suka," imbuh Damar dan semakin membuat Mira penasaran."Oke deh, kita ketemu dimana?" "Aku jemput di rumah ya? Boleh?" pinta Damar."Jangan, biar aku tunggu kamu di taman saja ya? Bagaimana?""Boleh. Bersiaplah, jam sepuluh nanti aku menjemputmu!""Siap!" ucap Mira, dan Damar menutup panggilannya.Mira gegas ke kamar mandi, selesai dengan aktivitas mandinya wanita itu bersolek. Tak berani mencolok, natural saja takut jadi bahan omongan orang nanti.Jam dinding menunjuk angka sembilan pagi, Mira bersiap menuju taman setelah order mobil online.Sepuluh menit perjalanan menuju taman, akhirnya sampailah Mira di tempat yang sudah disepa
"Subhanallah!" pekik Mira saat pandangan matanya lurus ke depan.Sebuah view yang luar biasa! Pantai dengan pohon kelapanya yang melambai, dan ombak yang memutih di kejauhan. Terlihat anak anak bermain pasir pantai, dan beberapa wisatawan asing yang sedang berjemur."Indah bukan?""Sangat indah! Aku suka sekali! Sudah lama sekali aku tak mencium bau pantai," candaku pada Damar."Masa sih!? Suamimu tak pernah mengajakmu healing?" sahut Damar tak percaya, matanya menatap Mira tak berkedip."Masa aku bohong?" jawab Mira meyakinkan Damar."Aku sering ke pantai, istriku paling suka. Dan sekarang aku mengajakmu kemari, berharap kamu bisa melupakan sejenak semua bebanmu," kata Damar namun pandangannya jauh ke depan.Mira tak menyahut, hanya diam saja. Mungkin yang dikatakan Damar ada benarnya juga, membahagiakan diri sendiri itu nomor satu."Kita ke sana yuk! Aku melihat ada penjual souvenir, aku ingin membelikanmu sesuatu!" kata Damar sambil melangkah mendekati seorang bocah penjual sovenir
Bab 1"Apa yang kamu katakan Mas!? Jadi selama ini keluargamu hanya menganggapku sebagai pelengkap dirimu!?" ujar Mira emosi saat suaminya yang baru pulang kerja mengatakan kebenaran yang selama ini menjadi teka teki bagi Mira."Iya Mira, maafkan aku terlambat mengatakan semua ini sama kamu," jawab Bagas lirih."Apa pernikahan kita gak ada artinya hingga mereka mengganggapku seperti itu? Lalu untuk apa mereka menyetujui pernikahan ini!? Apa maksudnya!?" tanya Mira kesal, ditatap suaminya yang duduk terdiam tak berani melihat Mira."Maafkan aku Mira....""Kalian kejam Mas!" ucap Mira sambil berlari keluar kamar, meninggalkan suaminya seorang diri di kamar.Mira tak menyangka jika pernikahannya dengan Bagas hanya sebagai penutup rasa malu mereka. Malu? Ya! Karena Bagas perjaka tua, dan Mira menerima semua kekurangan itu dengan ikhlas. Tapi ternyata semua hanya untuk menutupi kehormatan mereka tanpa mempedulikan perasaan Mira.Mira melangkahkan kakinya menuju taman dekat tempat tinggalny
Apa yang dilihat Mira membuat mata wanita itu terbelalak, sulit dipercaya. Perlahan wanita itu melangkahkan kakinya, mendekati sosok yang dilihatnya."Mas, sedang apa disini!?" tanya Mira, ternyata yang dilihatnya adalah suaminya."A-ku....." tergagap Bagas melihat Mira ada di depannya.Mira melihat Bagas suaminya sedang memeluk gadis kecil yang dilihatnya tadi. Ada suatu rasa yang aneh saat melihat mereka, namun Mira mencoba menepis rasa itu jauh jauh."Siapa gadis kecil ini Mas!? Bukankah dia anak perempuan itu!? Lalu apa hubungannya denganmu, hingga kamu memeluknya sedemikian rupa!?" tanya Mira sambil menunjuk peroyan yang sedang berjalan membawa es krim."D-dia...." Bagas menjeda kalimatnya, lalu menatap bocah kecil dipelukannya."Bocah itu anaknya Mbak, dan aku istrinya," terdengar suara sahutan dari belakang Mira.Mira sudah menduga dengan jawaban itu, jadi tak terkejut lagi."Jadi selama ini kamu membohongiku Mas!? Padahal selama ini aku tak pernah berbohong sedikitpun sama kam
"Maafkan aku Mira...." ucap Bagas saat Mira membuka mata.Mira membuang muka melihat suaminya yang tengah bersimpuh di sisi tempat tidur, terasa muak melihatnya."Pergi saja kau Mas! Untuk apa kamu masih disini!?" seru Mira ketus."Jangan begitu Mira, maafkan aku telah membuatmu terluka.""Rasa sakit ini akan selalu kuingat Mas, apalagi saat kebogonganmu terbongkar! Harusnya kau mengatakannya dari awal, jadi aku bisa merasakan sakitnya dari awal. Tapi kenapa setelah sekian tahun aku baru tahu? Kau benar benar menyakitiku Mas!"Bagas terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan Mira. Raut wajahnya keruh, mungkin rasa sesal telah menyelimuti relung hatinya."Katakan saja satu hal padaku Mas, kita bercerai atau bagaimana!?" cecar Mira."Aku tak bisa mengatakannya sekarang Mira, beri aku waktu untuk berpikir!" sahut Bagas lirih.Mira tak menjawab, airmata mengalir deras membasahi pipi wanita itu."Kenapa, kenapa semua harus begini Mas? Apa hanya karena tak punya anak, keluargamu bersikap seperti
"Kenapa kau kemari!?" ucap Mira saat melihat siapa yang datang ke rumahnya."Aku datang untuk meminta maaf dengan kejadian tadi pagi, aku benar benar tidak tahu jika sebelumnya Bagas sudah menikah denganmu," ujar wanita tersebut.Mira menatap wanita di depannya, tak percaya dengan ucapannya begitu saja."Tak mungkin kamu tak tahu, memangnya status pernikahan kalian bagaimana saat ini?" tanya Mira ingin tahu."Hanya menikah siri, aku pernah bertanya tentang status pernikahan kami. Tapi keluarganya meyakinkanku, jika semua akan baik baik saja dan sudah disetujui olehmu," sahut wanita itu."Aku bahkan tak tahu kalian menikah dan punya anak, bahkan kebohongan itu berjalan hingga beberapa tahun lamanya."Wanita di depan Mira terkejut dengan penuturannya, dahinya berkerut."Mbak gak tahu soal ini!? bagaimana mungkin!? Apa Bagas tak pernah mengatakannya?"Mira menggeleng pelan, matanya menatap tajam dan lurus ke depan."Jadi selama ini keluarga Bagas membohongiku juga dirimu, sungguh egois!
Jam menunjuk angka sepuluh pagi, Mira sudah janji akan menemui Damar di sebuah kafe.Mira mengedarkan pandangan sesaat setelah sampai di tempat tujuan, ternyata sosok yang dicarinya belum datang."Aku duduk disini saja," ujar wanita itu lalu duduk, dipesannya minuman sambil menunggu Damar.Hampir sepuluh menit menunggu, akhirnya Damar datang juga."Sudah lama nunggunya? Maaf tadi ada sedikit kendala, ban motorku bocor," ujar Damar sambil duduk, raut mukanya tampak lelah."Gak apa apa, aku juga baru datang kok. Aku pesan minuman untukmu," dan tak lama pesanan Mira datang.Damar tampak sungkan, karena dia yang mengundang tapi dia juga yang terlambat datang."Sekali lagi aku minta maaf Mira, aku jadi merepotkanmu," gumam Damar.Mira hanya membalas dengan tersenyum, karena wanita itu tahu betul bagaimana sifat Damar."Aku gak nyangka kamu bisa datang, bagaimana kabarmu hati ini? Sudah lebih baik?" tanya Damar setelah menyeruput jus jeruk untuk menghilangkan dahaganya."Seperti yang kamu l
"Lagi dimana!?" "Dirumah, memangnya ada apa!?" jawab Mira setelah menerima telepon dari Bagas."Kamu bilang apa saja Mbak Ratna!?"Mira terdiam sejenak, lalu teringat kembali semua yang dia katakan pada kakak iparnya itu."Oh, soal itu. Aku tak bilang apapun sama dia, hanya bilang jika suatu saat aibnya juga akan terbongkar. Itu saja," jawab Mira."Memangnya kamu tahu apa tentang Mbak Ratna!?" tanya Bagas sedikit emosi."Banyak! Aku tahu banyak tentang Mbak Ratna, hanya saja aku tak pernah mengatakan itu pada kalian!""Mbak Ratna bilang memergoki kamu bersama laki laki lain di sebuah kafe, benar begitu!?""Iya, kenapa!? Toh kamu juga berselingkuh di belakangku, lalu apa bedanya!? Dan satu hal lagi yang harus kamu sampaikan pada kakak iparmu yang sok baik itu, jangan menuduh orang berselingkuh jika dia sendiri juga melakukannya!" sahut Mira lalu memutus sambungan teleponnya dengan Bagas.Ponsel kembali berdering, namun Mira enggan untuk menerimanya karena dia tahu siapa si penelepon.