Ternyata tak hanya saat itu saja bertemu Ratna, Mira bahkan mengenal salah satu laki laki yang pernah bersama wanita itu tanpa sengaja saat mereka bertemu.
"Mira!?"
"Kamu!? Sedang apa kamu disini!?" jawab Mira heran, karena melihat laki laki yang sangat dikenalnya saat sekolahnya dulu.
"Sedang menemani seseorang belanja, kamu juga belanja atau hanya sekedar jalan jalan?" kembali laki laki itu bertanya pada Mira.
"Jalan jalan saja sambil belanja. Oya, kenalin dong sama pacar kamu," pinta Mira pada temannya itu.
"Gampang, sebentar lagi juga selesai belanjanya. Oya, berapa lama ya kita gak ketemu? Kamu masih sama seperti dulu, gak banyak berubah hanya sedikit gemuk saja," canda laki laki teman Mira saat sekolah dulu.
"Kamu bisa saja Ren, kamu yang semakin ganteng dan terlihat mapan saja," puji Mira.
"Mapan bagaimana? Kerja saja gak kok mapan," jawab Rendi.
"Nah buktinya penampilanmu rapi, terlihat sedikit mentereng dan berduit pastinya he... he...." seloroh Mira.
"Kamu bisa saja Mira, aku masih sama seperti dulu. Gak berubah, bahkan lebih kacau dari sebelumnya," jawab Rendi.
"Perasaan enggak deh Ren, kamu lebih rapi dan ganteng. Hilang tuh penampilan gembel dan urakan yang menjadi ciri khasmu dulu," jawab Mira sambil melihat Rendi dari atas sampai bawah.
"Ha... ha.... ternyata kamu masih ingat to, aku kira sudah lupa."
"Oya sebentar, aku lihat dulu dia sudah selesai belum belanjanya. Tadi sih masih memilih milih baju, makanya aku tinggal duduk disini. Bosan jika disuruh menunggu perempuan berbelanja, pasti lama banget milihnya," ucapnya sambil berdiri dan melangkah ke butik di samping Mira.
Mira melihat kemana Rendi melangkahkan kaki, dan mata wanita itu melotot saat tahu siapa yang sedang di ajak ngobrol sama Rendi.
"Mbak Ratna!? Apa mungkin Rendi menjadi simpanan Mbak Ratna?" ucap Mira dalam hati.
Mira langsung bersembunyi saat tahu Rendi dan Ratna melangkah menuju ke arahnya, karena wanita itu tak mau Ratna mengetahui jika dia mengenal Ratna.
"Kemana Mira, bukankah tadi dia duduk disini!?" Mira masih bisa mendengar suara Rendi yang mencarinya.
"Mira siapa!?" tahta Ratna devfan nada cemas.
"Mira teman sekolahku dulu, kok kamu kelihatannya kaget begitu?" sahut Rendi.
"Oh, aku kira...." ucap Ratna tak melanjutkan kalimatnya.
"Ayo pergi dari sini, dia mungkin sedang belanja," dan dari tempat persembunyiannya Mira bisa melihat mereka berdua memasuki sebuah resto sambil bergandengan tangan.
"Mungkin dugaanku benar jika Rendi menjadi simpanan Ratna, terbukti mereka bergandengan tangan dengan mesra saat jalan," gumam Mira lirih.
Mira kembali duduk di tempatnya semula, dari tempat itu wanita itu busa melihat mereka berdua. Tangannya meraih ponsel, lalu mengambil gambar keduanya.
Setelah mengambil gambar, Mira meraih tasnya dan berlalu dari tempat itu.
"Ternyata kau tak sebaik dan sesuci yang mereka katakan padaku Ratna, kau tak ubahnya musang berbulu domba," batin Mira berkata.
Ditatapnya gambar Ratna sedang bergandengan mesra dengan Rendi, pikiran Mira Hadi kacau melihatnya.
"Bagaimana jika Mas Ramlan melihat ini semua, sudah pasti akan sangat terpukul dan terluka. Sebaiknya aku simpan saja, jika suatu saat nanti Ratna macam macam aku jadikan tameng untukku."
Setelah berbelanja, Mira kembali melewati kafe di mall itu namun tak melihat mereka lagi. Dihembuskannya napas sesaat untuk menghilangkan rasa sesak di dada, namun ternyata tak bisa berkurang rasa itu.
"Mbak Mira?" sebuah suara membuat Mira menghentikan langkahnya, lalu berpaling untuk melihat suara yang menyebut namanya.
"Kamu?" sahut Mira karena tak tahu namanya, hanya saja Mira tahu jika wanita muda itu adalah istri siri Bagas.
"Sedang belanja Mbak?" ujarnya berbasa basi.
"Iya, biasa belanja bulanan," sahut Mira merasa tak nyaman."
Wanita itu mengangguk, lalu pandangan matanya tertuju pada barang bawaan Mira.
"Kok sedikit Mbak?" ujarnya ingin tahu.
Mira sudah tahu arah pertanyaan wanita itu, lalu dibalasnya dengan senyum.
"Ya jelas sedikit, aku kan hidup sendiri. Buat apa belanja banyak, gak ada suami juga anak," jawab Mira dengan santai.
Wanita di depan Mira tersenyum, meski Mira tahu wajah nya sedikit kesal namun Mira tak pedulikan hal itu.
"Benar juga ya, aku saja yang salah bertanya," sahutnya sedikit salah tingkah.
"Aku duluan ya, sudah siang. Salam buat Bagas," ucap Mira laku melangkah meninggalkan wanita itu sendirian.
"Kenapa juga bertemu dia disini, apa maksudnya menanyakan hal itu padaku? Menjebak atau menyindir?" keluh Mira kesal.
Mira tak memikirkan lagi ucapan wanita itu, meski dalam hati sedikit kesal juga. Sudah tahu, kenapa juga masih bertanya membuat kesal saja. Seharusnya, pertanyaan itu tak perlu ditanyakan jika memang tak berniat menyakiti hati Mira. Tapi memang mungkin dasar wanita itu saja yang ingin tahu, dan berniat menyakiti Mira. Tapi untungnya Mira bisa membalasnya dengan jawaban yang tepat!
POV Bagas"Apa kabar Mas?" tanya Bagas pada kakak laki lakinya Ramlan, laki laki lumpuh sejak kecelakaan yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu."Baik, kamu sendiri bagaimana Gas?" jawab laki laki di depan Bagas sambil memeluk adiknya itu erat."Baik Mas, Mbak Ratna kemana kok daritadi aku gak melihatnya!?" sengaja Bagas memancing kakaknya."Oh Ratna, dia sedang menjenguk temannya yang sedang sakit. Kenapa!? Ada yang penting hingga mencari Mbakmu itu?" sahut kakaknya mulai curiga."Gak ada apa apa Mas, hanya saja setiap aku datang kemari dia gak ada di rumah. Begitu sibuknya sampai membiarkan suaminya sendirian bersama Mak Minah," sungutku kesal."Biarkan saja, mungkin dia juga jenuh di rumah terus. Oya, bagaimana kabar Mira sejak tahu kamu menikah dengan Dina dan punya anak?" tiba tiba saja mas Ramlan menanyakan. hal itu padaku.Aku terdiam, tak langsung menjawab apa yang ditanyakan ya padaku."Mira sangat kecewa Mas, dia membenciku sekarang. Dia juga enggan untuk bertemu, bahkan se
POV Ramlan"Assallamualaikum Mas," sebuah suara mengagetkanku dari arah pintu, gegas aku menoleh karena tahu siapa pemilik suara itu."Baru pulang? Bagaimana kabar temanmu, sudah sembuh?" ucapnya saat tangannya menyentuh jemariku."Sudah Mas, sudah lebih baik. Oya, Mas Ramlan sudah makan belum tadi?" sebuah pertanyaan yang selalu dilontarkannya padaku saat baru pulang dari luar rumah."Sudah tadi Bik Minah yang mengambilkan," jawabku sekenanya."Maafkan aku ya Mas, tak bisa merawatmu dengan baik," ujarnya sambil memeluk lenganku.Aku hanya tersenyum mendengar kalimat manis yang diucapkan istriku itu, sejenak terlupakan apa yang Bagas ucapkan tentang dirinya."Pergi saja siapa tadi?" aku sengaja memancingnya agar jujur."Oh, aku tadi pergi saja Dewi temanku. Mas ingat sama Dewi?" Ratna mencoba mengimbangi obrolanku.Sejenak aku pura pura mengingat Dewi yabg Ratna maksud, karena banyak nama Dewi yang aku kenal."Kenapa aku gak bisa mengingatnya ya, banyak sekali nama Dewi yang aku kenal
Mira menepati janji untuk bertemu Mas Ramlan hari ini, dari pagi aku sudah bersiap untuk ke rumahnya.Mira melajukan motornya perlahan, menuju rumah kakak iparnya yang berjarak empat puluh lima menit dari rumahnya itu.Namun tak disangka, saat di traffic light Mira bertemu dengan Damar. "Hei mau kemana?" tanya Damar pada Mira.Sontak Mira menoleh, dan senyum menghiasi bibirnya saat tahu siapa yang menyapanya."Damar!? Mau kemana!?" sapa Mira pada teman sekolahnya itu."Mau survey job baru, kamu sendiri mau kemana sepagi ini?" sahut Damar sambil menepi ke trotoar agar tak mengganggu pengendara yang lain.Mira mengikuti apa yang Damar lakukan, lalu mereka berdiri sejenak di bawah pohon pinggir jalan."Kakak iparmu? Apa istrinya yang kita temui di mall itu?" sahut Damar mengerutkan dahi."Yap betul! Tapi ini suaminya, lebih tepatnya kakak suamiku Bagas," ucap Mira dengan suara sedikit keras karena bisingnya lalu lintas pagi itu."Oh begitu, aku kira mau kemana. Ada kepentingan pergi kes
"Sudah lama nunggunya?" sapa Mira pada Damar yang sedang duduk di sebuah cafe, seperti kesepakatan mereka kemarin."Gak juga, baru aja aku datang. Biasanya kamu yang lebih awal, tapi ternyata aku yang datang lebih dulu. Oya, mau minum apa buat aku panggil pelayan?" tanya Damar pada Mira."Apa saja boleh, orange jus aja deh! Sepertinya lebih segar, maklum cuacanya panas dan ingin minum yang segar segar," jawab Mira, dan tak lupa senyum manis menghiasi bibir wanita cantik itu.Damar setuju, lalu memanggil pelayan dan memesan apa yang Mira inginkan. Tak lama minuman yang dipesan Mirapun datang, wanita itu menyeruput sedikit jus orange dalam gelas besar itu."Segar sekali," gumam Mira lirih."Oya, tak seperti biasanya kamu terlambat. Ada kendala di jalan?" tanya Damar khawatir."Gak kok, hanya saja ban motorku sedikit kempes jadi berhenti dulu untuk menambah angin. Takut bocor," jawab Mira sambil kembali menyeruput jus orangenya."Oh, aku kira kenapa. Bagaimana kabar suamimu juga istrinya
"Kamu menuduhku ular, tapi justeru sebaliknya kamu sendiri yang ular Ratna!" ucap Mira, saat mengetahui perempuan itu tengah di gandeng seorang laki laki botak di sebuah pusat perbelanjaan.Perempuan yang dipanggil Ratna menoleh, namun tak terkejut dengan siapa berhadapan kini."Mira, lalu apa bedanya aku sama kamu!? Kamu juga sering bertemu dengan laki laki itu bukan!?" sahut Ratna."Kita berbeda Ratna! Kamu sengaja meninggalkan suamimu yang lumpuh demi kepuasan, sedang aku ditinggalkan suamiku demi sebuah keturunan. Jadi jangan samakan aku denganmu!" dengan kesal Mira menunjuk wajah Ratna."Siapa perempuan ini sayang?" tanya laki laki disamping Ratna."Oh dia, hanya perempuan yang menjadi gila karena ditinggal suaminya menikah lagi!" sahut Ratna sambil tersenyum mencibir."Pergi kau, jangan ganggu istriku!" hardik laki laki itu pada Mira.Mira yang mendengarnya tentu saja terkejut, tak menyangka dengan jawaban laki laki itu."Istri anda bilang!? Dengarkan ya, Ratna ini kakak iparku.
POV Bagas"Mas, ada acara tidak hari ini?" tanya dia saat aku bermain dengan Angel."Ada apa?" jawabku ingin tahu."Bisa tidak mengantarkan Angel periksa gigi? Beberapa hari ini Angel makannya sedikit sekali, itupun langsung di telan tanpa dikunyah," kata Dina sambil menyuapi Angel.Menang kulihat beberapa hari ini Angel makan bubur nasi, mungkin untuk memudahkannya mengunyah."Nanti aku antar, kamu buat janji dulu dengan dokter gigi jadi nanti kita tinggal berangkat saja," sahutku sambil menggendong Angel."Baik Mas, makasih," ucap Dina dan kembali menyuapi Angel.Bocah tiga tahun itu menelan bubur dalam mulutnya, mungkin benar yang dikatakan Dina ada masalah dengan gigi bocah itu.Aku masih menemani Angel makan saat ponselku berdering, kulirik sekilas ternyata dari Mira."Tak seperti biasanya Mira menelepon? Ada apa ya?" kataku dalam hati."Hallo Mira, ada apa?" tanyaku saat panggilan videonya aku angkat."Coba kamu lihat Mas, mungkin kamu mengenalnya," sahut Mira sambil memutar kam
"Ada waktu gak hari ini?" tanya Damar saat aku mengangkat teleponnya pagi ini."Sebentar, aku ingat ingat dulu," jawab Mira sambil berpikir sejenak."Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat jika kamu ada waktu," kembali terdengar suara Damar."Sepertinya aku longgar hari ini. Mau mengajakku kemana sih?" sahut Mira penasaran."Pokoknya itu aja, pasti kamu akan suka," imbuh Damar dan semakin membuat Mira penasaran."Oke deh, kita ketemu dimana?" "Aku jemput di rumah ya? Boleh?" pinta Damar."Jangan, biar aku tunggu kamu di taman saja ya? Bagaimana?""Boleh. Bersiaplah, jam sepuluh nanti aku menjemputmu!""Siap!" ucap Mira, dan Damar menutup panggilannya.Mira gegas ke kamar mandi, selesai dengan aktivitas mandinya wanita itu bersolek. Tak berani mencolok, natural saja takut jadi bahan omongan orang nanti.Jam dinding menunjuk angka sembilan pagi, Mira bersiap menuju taman setelah order mobil online.Sepuluh menit perjalanan menuju taman, akhirnya sampailah Mira di tempat yang sudah disepa
"Subhanallah!" pekik Mira saat pandangan matanya lurus ke depan.Sebuah view yang luar biasa! Pantai dengan pohon kelapanya yang melambai, dan ombak yang memutih di kejauhan. Terlihat anak anak bermain pasir pantai, dan beberapa wisatawan asing yang sedang berjemur."Indah bukan?""Sangat indah! Aku suka sekali! Sudah lama sekali aku tak mencium bau pantai," candaku pada Damar."Masa sih!? Suamimu tak pernah mengajakmu healing?" sahut Damar tak percaya, matanya menatap Mira tak berkedip."Masa aku bohong?" jawab Mira meyakinkan Damar."Aku sering ke pantai, istriku paling suka. Dan sekarang aku mengajakmu kemari, berharap kamu bisa melupakan sejenak semua bebanmu," kata Damar namun pandangannya jauh ke depan.Mira tak menyahut, hanya diam saja. Mungkin yang dikatakan Damar ada benarnya juga, membahagiakan diri sendiri itu nomor satu."Kita ke sana yuk! Aku melihat ada penjual souvenir, aku ingin membelikanmu sesuatu!" kata Damar sambil melangkah mendekati seorang bocah penjual sovenir