Mira menepati janji untuk bertemu Mas Ramlan hari ini, dari pagi aku sudah bersiap untuk ke rumahnya.
Mira melajukan motornya perlahan, menuju rumah kakak iparnya yang berjarak empat puluh lima menit dari rumahnya itu.
Namun tak disangka, saat di traffic light Mira bertemu dengan Damar.
"Hei mau kemana?" tanya Damar pada Mira.
Sontak Mira menoleh, dan senyum menghiasi bibirnya saat tahu siapa yang menyapanya.
"Damar!? Mau kemana!?" sapa Mira pada teman sekolahnya itu.
"Mau survey job baru, kamu sendiri mau kemana sepagi ini?" sahut Damar sambil menepi ke trotoar agar tak mengganggu pengendara yang lain.
Mira mengikuti apa yang Damar lakukan, lalu mereka berdiri sejenak di bawah pohon pinggir jalan.
"Kakak iparmu? Apa istrinya yang kita temui di mall itu?" sahut Damar mengerutkan dahi.
"Yap betul! Tapi ini suaminya, lebih tepatnya kakak suamiku Bagas," ucap Mira dengan suara sedikit keras karena bisingnya lalu lintas pagi itu.
"Oh begitu, aku kira mau kemana. Ada kepentingan pergi kesana?" kembali Damar bertanya pada Mira.
"Aku sendiri juga gak tahu, tapi dia memintaku datang kesana. Ya, aku turuti saja sekalian menjenguknya," kata Mira sambileleias helmnya karena gerah.
"Oh ya sudah kalau begitu, hati hati di jalan. Aku juga mau berangkat, karena sudah ada janji takut terlambat!"
"Oke! Kamu juga hati hati!" jawab Mira, laku kembali memakai helmnya.
Mira dan Damar akhirnya berpisah, melanjutkan tujuan masing masing.
Mira kembali melajukan motornya dengan santai, karena tak mau terburu buru. Tanpa sengaja ekor matanya melihat mobil kakak iparnya sedang menepi di sebuah butik, dengan sedikit penasaran Mira menghentikan laju motornya. Diambilnya ponsel miliknya, laku di ambilnya gambar untuk disimpannya. Bukan untuk mengadu domba, tapi untuk bukti jika di perlukan.
"Kenapa mobil Mas Ramlan ada disitu? Apa mungkin Ratna yang membawanya? Atau malah dijual? Ah nanti saja aku tanyakan pada Mas Ramlan setelah sampai nanti," gumam Mira dalam hati.
Baru saja wanita itu akan melanjutkan perjalanan, matanya melihat dua sosok yang dikenalnya keluar dari butik tersebut.
"Ratna? Rendi? Jadi benar dugaanku, jika mobil itu Ratna yang memakainya," ucap Mira lirih.
Mira masih melihat dua sosok itu, dan mereka berlalu meninggalkan toko itu tanpa mereka sadari ada yang sedang mengawasi.
"Kamu benar benar perempuan licik Ratna, perempuan ular! Kamu manfaatkan Mas Ramlan demi kepuasanmu!"
Setelah puas melihat mereka, Mira kembali melajukan motornya ke rumah kakaknya itu yang tak terlalu jauh lagi.
Akhirnya sampai juga Mira di sebuah rumah yang sangat luas dan megah, namun terlihat sepi karena hanya ditinggali olah Ramlan dan Ratna saja.
"Assalamuaikim Mas Ramlan...." Mira mencoba memanggil kakak iparnya itu.
Dan benar saja, tak lama kemudian pintu terbuka namun Bik Minah yang membuka pintu.
"Lho, ada Mbak Mira to. Ayo masuk Mbak, Mas Ramlan sedang di teras samping. Mungkin sedang menunggu Mbak Mira," ujar perempuan paruh baya itu.
Mira mengangguk, melangkahkan kaki perlahan menuju teras samping dimana kakak iparnya itu sedang menunggunya.
"Mas...." sapa Mira, dan laki laki itu menoleh lalu tersenyum pada Mira.
Ramlan tersenyum saat mengetahui siapa yang menyapanya, laku mengayuh kursi rodanya mendekati Mira.
"Baru datang? Ayo duduk!" sambut Ramlan senang.
Mira duduk di sofa ruang tengah, terasa adem karena angin leluasa masuk melalui ventilasi rumah. Disebelah kanan terdapat taman bunga yang asri, juga aneka buah yang ditanam dalam pot.
"Mas Ramlan sendirian saja? Mbak Ratna kemana?" tanya Mira membuka obrolan, padahal sebenarnya tahu dimana Ratna kini.
"Ratna pergi arisan bersama teman temannya, baru saja berangkat. Apa kamu gak bertemu dia di pertigaan depan?" Mira menggeleng, agar laki laki itu bertanya lebih jauh lagi. Karena Mira tak mau semakin merasa berdosa dengan berbohong pada kakak iparnya itu.
"Oya, Mas Ramlan memintaku datang apa ada yang membuatmu khawatir?" tanya Mira setelah sekian detik mereka saling diam.
"Bagas beberapa hari yang lalu kemari, dan memperlihatkan sebuah gambar seseorang padaku. Pada awalnya aku gak yakin, namun adikku itu mencoba meyakinkanku. Setelah kutanya padanya, katanya gambar itu dari kamu. Apa benar?" Mas Ramlan lalu memperlihatkan sebuah gambar pada Mira, dan wanita itu mengangguk.
"Iya Mas, gambar itu dariku. Setelah ini, apa yang akan Mas Ramlan lakukan pada Ratna?" tahta Mira pada Ramlan, ditatapnya mata laki laki itu dengan rasa iba.
"Entahlah Mira, aku bingung!" sahut kakaknya itu.
"Bukan niatku menghancurkan rumah tanggamu Mas, tapi sebenarnya aku sudah lama melihat Ratna seperti itu. Hanya saja aku menutupinya, demi kamu," sahut Mira lirih.
"Beruntung sebenarnya Bagas memilikimu, hanya saja kami yang egois terhadapmu."
"Sudahlah Mas, tak usah dibahas lagi. Aku ikhlas...." jawab Mira lirih.
"Sudah lama nunggunya?" sapa Mira pada Damar yang sedang duduk di sebuah cafe, seperti kesepakatan mereka kemarin."Gak juga, baru aja aku datang. Biasanya kamu yang lebih awal, tapi ternyata aku yang datang lebih dulu. Oya, mau minum apa buat aku panggil pelayan?" tanya Damar pada Mira."Apa saja boleh, orange jus aja deh! Sepertinya lebih segar, maklum cuacanya panas dan ingin minum yang segar segar," jawab Mira, dan tak lupa senyum manis menghiasi bibir wanita cantik itu.Damar setuju, lalu memanggil pelayan dan memesan apa yang Mira inginkan. Tak lama minuman yang dipesan Mirapun datang, wanita itu menyeruput sedikit jus orange dalam gelas besar itu."Segar sekali," gumam Mira lirih."Oya, tak seperti biasanya kamu terlambat. Ada kendala di jalan?" tanya Damar khawatir."Gak kok, hanya saja ban motorku sedikit kempes jadi berhenti dulu untuk menambah angin. Takut bocor," jawab Mira sambil kembali menyeruput jus orangenya."Oh, aku kira kenapa. Bagaimana kabar suamimu juga istrinya
"Kamu menuduhku ular, tapi justeru sebaliknya kamu sendiri yang ular Ratna!" ucap Mira, saat mengetahui perempuan itu tengah di gandeng seorang laki laki botak di sebuah pusat perbelanjaan.Perempuan yang dipanggil Ratna menoleh, namun tak terkejut dengan siapa berhadapan kini."Mira, lalu apa bedanya aku sama kamu!? Kamu juga sering bertemu dengan laki laki itu bukan!?" sahut Ratna."Kita berbeda Ratna! Kamu sengaja meninggalkan suamimu yang lumpuh demi kepuasan, sedang aku ditinggalkan suamiku demi sebuah keturunan. Jadi jangan samakan aku denganmu!" dengan kesal Mira menunjuk wajah Ratna."Siapa perempuan ini sayang?" tanya laki laki disamping Ratna."Oh dia, hanya perempuan yang menjadi gila karena ditinggal suaminya menikah lagi!" sahut Ratna sambil tersenyum mencibir."Pergi kau, jangan ganggu istriku!" hardik laki laki itu pada Mira.Mira yang mendengarnya tentu saja terkejut, tak menyangka dengan jawaban laki laki itu."Istri anda bilang!? Dengarkan ya, Ratna ini kakak iparku.
POV Bagas"Mas, ada acara tidak hari ini?" tanya dia saat aku bermain dengan Angel."Ada apa?" jawabku ingin tahu."Bisa tidak mengantarkan Angel periksa gigi? Beberapa hari ini Angel makannya sedikit sekali, itupun langsung di telan tanpa dikunyah," kata Dina sambil menyuapi Angel.Menang kulihat beberapa hari ini Angel makan bubur nasi, mungkin untuk memudahkannya mengunyah."Nanti aku antar, kamu buat janji dulu dengan dokter gigi jadi nanti kita tinggal berangkat saja," sahutku sambil menggendong Angel."Baik Mas, makasih," ucap Dina dan kembali menyuapi Angel.Bocah tiga tahun itu menelan bubur dalam mulutnya, mungkin benar yang dikatakan Dina ada masalah dengan gigi bocah itu.Aku masih menemani Angel makan saat ponselku berdering, kulirik sekilas ternyata dari Mira."Tak seperti biasanya Mira menelepon? Ada apa ya?" kataku dalam hati."Hallo Mira, ada apa?" tanyaku saat panggilan videonya aku angkat."Coba kamu lihat Mas, mungkin kamu mengenalnya," sahut Mira sambil memutar kam
"Ada waktu gak hari ini?" tanya Damar saat aku mengangkat teleponnya pagi ini."Sebentar, aku ingat ingat dulu," jawab Mira sambil berpikir sejenak."Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat jika kamu ada waktu," kembali terdengar suara Damar."Sepertinya aku longgar hari ini. Mau mengajakku kemana sih?" sahut Mira penasaran."Pokoknya itu aja, pasti kamu akan suka," imbuh Damar dan semakin membuat Mira penasaran."Oke deh, kita ketemu dimana?" "Aku jemput di rumah ya? Boleh?" pinta Damar."Jangan, biar aku tunggu kamu di taman saja ya? Bagaimana?""Boleh. Bersiaplah, jam sepuluh nanti aku menjemputmu!""Siap!" ucap Mira, dan Damar menutup panggilannya.Mira gegas ke kamar mandi, selesai dengan aktivitas mandinya wanita itu bersolek. Tak berani mencolok, natural saja takut jadi bahan omongan orang nanti.Jam dinding menunjuk angka sembilan pagi, Mira bersiap menuju taman setelah order mobil online.Sepuluh menit perjalanan menuju taman, akhirnya sampailah Mira di tempat yang sudah disepa
"Subhanallah!" pekik Mira saat pandangan matanya lurus ke depan.Sebuah view yang luar biasa! Pantai dengan pohon kelapanya yang melambai, dan ombak yang memutih di kejauhan. Terlihat anak anak bermain pasir pantai, dan beberapa wisatawan asing yang sedang berjemur."Indah bukan?""Sangat indah! Aku suka sekali! Sudah lama sekali aku tak mencium bau pantai," candaku pada Damar."Masa sih!? Suamimu tak pernah mengajakmu healing?" sahut Damar tak percaya, matanya menatap Mira tak berkedip."Masa aku bohong?" jawab Mira meyakinkan Damar."Aku sering ke pantai, istriku paling suka. Dan sekarang aku mengajakmu kemari, berharap kamu bisa melupakan sejenak semua bebanmu," kata Damar namun pandangannya jauh ke depan.Mira tak menyahut, hanya diam saja. Mungkin yang dikatakan Damar ada benarnya juga, membahagiakan diri sendiri itu nomor satu."Kita ke sana yuk! Aku melihat ada penjual souvenir, aku ingin membelikanmu sesuatu!" kata Damar sambil melangkah mendekati seorang bocah penjual sovenir
Bab 1"Apa yang kamu katakan Mas!? Jadi selama ini keluargamu hanya menganggapku sebagai pelengkap dirimu!?" ujar Mira emosi saat suaminya yang baru pulang kerja mengatakan kebenaran yang selama ini menjadi teka teki bagi Mira."Iya Mira, maafkan aku terlambat mengatakan semua ini sama kamu," jawab Bagas lirih."Apa pernikahan kita gak ada artinya hingga mereka mengganggapku seperti itu? Lalu untuk apa mereka menyetujui pernikahan ini!? Apa maksudnya!?" tanya Mira kesal, ditatap suaminya yang duduk terdiam tak berani melihat Mira."Maafkan aku Mira....""Kalian kejam Mas!" ucap Mira sambil berlari keluar kamar, meninggalkan suaminya seorang diri di kamar.Mira tak menyangka jika pernikahannya dengan Bagas hanya sebagai penutup rasa malu mereka. Malu? Ya! Karena Bagas perjaka tua, dan Mira menerima semua kekurangan itu dengan ikhlas. Tapi ternyata semua hanya untuk menutupi kehormatan mereka tanpa mempedulikan perasaan Mira.Mira melangkahkan kakinya menuju taman dekat tempat tinggalny
Apa yang dilihat Mira membuat mata wanita itu terbelalak, sulit dipercaya. Perlahan wanita itu melangkahkan kakinya, mendekati sosok yang dilihatnya."Mas, sedang apa disini!?" tanya Mira, ternyata yang dilihatnya adalah suaminya."A-ku....." tergagap Bagas melihat Mira ada di depannya.Mira melihat Bagas suaminya sedang memeluk gadis kecil yang dilihatnya tadi. Ada suatu rasa yang aneh saat melihat mereka, namun Mira mencoba menepis rasa itu jauh jauh."Siapa gadis kecil ini Mas!? Bukankah dia anak perempuan itu!? Lalu apa hubungannya denganmu, hingga kamu memeluknya sedemikian rupa!?" tanya Mira sambil menunjuk peroyan yang sedang berjalan membawa es krim."D-dia...." Bagas menjeda kalimatnya, lalu menatap bocah kecil dipelukannya."Bocah itu anaknya Mbak, dan aku istrinya," terdengar suara sahutan dari belakang Mira.Mira sudah menduga dengan jawaban itu, jadi tak terkejut lagi."Jadi selama ini kamu membohongiku Mas!? Padahal selama ini aku tak pernah berbohong sedikitpun sama kam
"Maafkan aku Mira...." ucap Bagas saat Mira membuka mata.Mira membuang muka melihat suaminya yang tengah bersimpuh di sisi tempat tidur, terasa muak melihatnya."Pergi saja kau Mas! Untuk apa kamu masih disini!?" seru Mira ketus."Jangan begitu Mira, maafkan aku telah membuatmu terluka.""Rasa sakit ini akan selalu kuingat Mas, apalagi saat kebogonganmu terbongkar! Harusnya kau mengatakannya dari awal, jadi aku bisa merasakan sakitnya dari awal. Tapi kenapa setelah sekian tahun aku baru tahu? Kau benar benar menyakitiku Mas!"Bagas terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan Mira. Raut wajahnya keruh, mungkin rasa sesal telah menyelimuti relung hatinya."Katakan saja satu hal padaku Mas, kita bercerai atau bagaimana!?" cecar Mira."Aku tak bisa mengatakannya sekarang Mira, beri aku waktu untuk berpikir!" sahut Bagas lirih.Mira tak menjawab, airmata mengalir deras membasahi pipi wanita itu."Kenapa, kenapa semua harus begini Mas? Apa hanya karena tak punya anak, keluargamu bersikap seperti