Apa yang dilihat Mira membuat mata wanita itu terbelalak, sulit dipercaya. Perlahan wanita itu melangkahkan kakinya, mendekati sosok yang dilihatnya.
"Mas, sedang apa disini!?" tanya Mira, ternyata yang dilihatnya adalah suaminya.
"A-ku....." tergagap Bagas melihat Mira ada di depannya.
Mira melihat Bagas suaminya sedang memeluk gadis kecil yang dilihatnya tadi. Ada suatu rasa yang aneh saat melihat mereka, namun Mira mencoba menepis rasa itu jauh jauh.
"Siapa gadis kecil ini Mas!? Bukankah dia anak perempuan itu!? Lalu apa hubungannya denganmu, hingga kamu memeluknya sedemikian rupa!?" tanya Mira sambil menunjuk peroyan yang sedang berjalan membawa es krim.
"D-dia...." Bagas menjeda kalimatnya, lalu menatap bocah kecil dipelukannya.
"Bocah itu anaknya Mbak, dan aku istrinya," terdengar suara sahutan dari belakang Mira.
Mira sudah menduga dengan jawaban itu, jadi tak terkejut lagi.
"Jadi selama ini kamu membohongiku Mas!? Padahal selama ini aku tak pernah berbohong sedikitpun sama kamu!" ucap Mira dengan bibir sedikit bergetar menahan emosi.
"Kira pergi dari sini Mira, selesaikan masalahmu di rumah. Tak baik dilihat orang," tutur Damar pada Mira.
"Biar saja mereka melihatku, aku tak malu. Seharusnya merekalah yang malu!" tuding Mira.
"Untuk apa kamu malu, pernikahan kami saj menurut agama dan disaksikan oleh kedua keluarga. Harusnya kamu yang malu Mbak, tak bisa mengurus suami dengan baik dan memberi keturunan untuk keluarganya!" sahut wanita itu.
Mira terhenyak dengan jawaban itu, tak disangka ternyata mereka menikah diam diam tanpa sepengetahuannya.
"Ternyata selama ini kalian menipuku, pantas saja keluargamu tak pernah menganggapku menantunya. Semua karena wanita ini!" ujung jari telunjuk Mira tepat mengenai hidung wanita di depannya.
"Sudah Mira aku yang salah, Intan tak bersalah!" tutur Bagas lirih karena kini beberapa pasang mata mulai memperhatikan mereka.
"Sudah Mira, pulanglah! Selesaikan di rumah, jangan mempermalukan dirimu sendiri!" sahut Damar yang daritadi hanya diam saja melihat pertengkaran itu.
"Siapa kamu ikut campur urusan rumah tangga kami!?" tanya Bagas pada Damar.
"Aku teman dekatnya sejak sekolah dulu hingga kini, dan aku orang yang paling benci melihat Mira tersakiti!"
Bagas terdiam mendengar jawaban itu, mungkin dia sudah tahu apa maksud kalimat yang diucapkan Damar.
"Aku tunggu dirumah, dan selesaikan semuanya Mas!" kata Mira sambil melangkah meninggalkan mereka.
Damar mengikuti langkah Mira, dan hanya menoleh sekilas pada Bagas. Mira tak mempedulikan mereka lagi, lalu melajukan mobilnya dengan sangat kencang tanda wanita itu tak sedang baik baik saja.
"Kau pembohong Mas! Ternyata selama ini kau telah berbohong padaku, kau tega!" ucap Mira disela isak tangisnya.
Sampai di rumah, Mira menghempaskan tubuhnya di pembaringan, marah, kecewa juga menyesal menyergap relung hatinya.
Kriet....
Pintu terbuka, dan Mira sudah tahu siapa yang datang dan membuka pintu.
"Mira...."
Mira menoleh, menatap laki laki di depannya yang sudah menjadi suaminya selama tujuh tahun.
"Sekarang beri kejelasan padaku Mas, apa maksudmu melakukan ini semua padaku? Apa karena aku tak bisa memberimu anak? Atau karena keluargamu yang memaksa, dan diam diam menikahi wanita itu tanpa sepengetahuanku hingga kalian punya anak?" cecar Mira pada suaminya.
Bagas terdiam mendengar pertanyaan Mira yang bertubi tubi, wajahnya pucat pasi kebohongan yang di sembunyikannya terbongkar.
"Kamu ingin kejelasan yang bagaimana dariku Mira?"
"Beri keputusan padaku, apa yang sebaiknya aku lakukan? Bercerai darimu, atau tetap bertahan denganmu bersama semua kebohonganmu!?" tanya Mira, matanya sembab karena menangis.
"Aku tak ingin bercerai darimu Mira, aku mencintaimu sampai matipun aku tak mau bercerai darimu!"
"Lalu aku harus bagaimana menghadapi keluargamu Mas!? Mereka tak menganggapku menantu, apa aku harus diam saja? Apa aku harus menerima semua ini dengan lapang dada, meski hatiku sakit telah kau bohongi selama ini!?" keluh Mira di sela Isak tangisnya.
"Maafkan aku Mira, bukan maksudku untuk menyakitimu. Namun aku juga gak bisa menolak keinginan keluargaku, kerja terus mendesakku! Setiap bertemu selalu menanyakan anak, kau juga tahu sendiri bukan!?"
"Tapi tak seharusnya kamu berbohong padaku Mas, kau juga tahu kan dibohongi itu sakit? Tapi kenapa kamu lakukan itu padaku!?" imbuh Mira.
"Umurku sudah semakin bertambah Mira, aku harus menunggu sampai kapan untuk memiliki anak? Akhirnya aku setuju dengan usul mereka untuk menikah lagi, bahkan aku yang meminta syarat untuk tak memberitahumu. Aku tak mau kamu terluka jika mengetahuinya," tutur Bagas lirih.
"Dulu atau sekarang sama saja Mas, kebohongan yang tersimpan jika terbongkar juga akan tetap sakit! Bahkan lebih sakit!" sahut Mira sambil menepuk dadanya yang tiba tiba terasa sangat sesak, san pandangan matanya mengabur.
"Mira!" hanya suara itu yang sempat di dengar Mira, lalu tak terdengar apa apa lagi.
"Maafkan aku Mira...." ucap Bagas saat Mira membuka mata.Mira membuang muka melihat suaminya yang tengah bersimpuh di sisi tempat tidur, terasa muak melihatnya."Pergi saja kau Mas! Untuk apa kamu masih disini!?" seru Mira ketus."Jangan begitu Mira, maafkan aku telah membuatmu terluka.""Rasa sakit ini akan selalu kuingat Mas, apalagi saat kebogonganmu terbongkar! Harusnya kau mengatakannya dari awal, jadi aku bisa merasakan sakitnya dari awal. Tapi kenapa setelah sekian tahun aku baru tahu? Kau benar benar menyakitiku Mas!"Bagas terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan Mira. Raut wajahnya keruh, mungkin rasa sesal telah menyelimuti relung hatinya."Katakan saja satu hal padaku Mas, kita bercerai atau bagaimana!?" cecar Mira."Aku tak bisa mengatakannya sekarang Mira, beri aku waktu untuk berpikir!" sahut Bagas lirih.Mira tak menjawab, airmata mengalir deras membasahi pipi wanita itu."Kenapa, kenapa semua harus begini Mas? Apa hanya karena tak punya anak, keluargamu bersikap seperti
"Kenapa kau kemari!?" ucap Mira saat melihat siapa yang datang ke rumahnya."Aku datang untuk meminta maaf dengan kejadian tadi pagi, aku benar benar tidak tahu jika sebelumnya Bagas sudah menikah denganmu," ujar wanita tersebut.Mira menatap wanita di depannya, tak percaya dengan ucapannya begitu saja."Tak mungkin kamu tak tahu, memangnya status pernikahan kalian bagaimana saat ini?" tanya Mira ingin tahu."Hanya menikah siri, aku pernah bertanya tentang status pernikahan kami. Tapi keluarganya meyakinkanku, jika semua akan baik baik saja dan sudah disetujui olehmu," sahut wanita itu."Aku bahkan tak tahu kalian menikah dan punya anak, bahkan kebohongan itu berjalan hingga beberapa tahun lamanya."Wanita di depan Mira terkejut dengan penuturannya, dahinya berkerut."Mbak gak tahu soal ini!? bagaimana mungkin!? Apa Bagas tak pernah mengatakannya?"Mira menggeleng pelan, matanya menatap tajam dan lurus ke depan."Jadi selama ini keluarga Bagas membohongiku juga dirimu, sungguh egois!
Jam menunjuk angka sepuluh pagi, Mira sudah janji akan menemui Damar di sebuah kafe.Mira mengedarkan pandangan sesaat setelah sampai di tempat tujuan, ternyata sosok yang dicarinya belum datang."Aku duduk disini saja," ujar wanita itu lalu duduk, dipesannya minuman sambil menunggu Damar.Hampir sepuluh menit menunggu, akhirnya Damar datang juga."Sudah lama nunggunya? Maaf tadi ada sedikit kendala, ban motorku bocor," ujar Damar sambil duduk, raut mukanya tampak lelah."Gak apa apa, aku juga baru datang kok. Aku pesan minuman untukmu," dan tak lama pesanan Mira datang.Damar tampak sungkan, karena dia yang mengundang tapi dia juga yang terlambat datang."Sekali lagi aku minta maaf Mira, aku jadi merepotkanmu," gumam Damar.Mira hanya membalas dengan tersenyum, karena wanita itu tahu betul bagaimana sifat Damar."Aku gak nyangka kamu bisa datang, bagaimana kabarmu hati ini? Sudah lebih baik?" tanya Damar setelah menyeruput jus jeruk untuk menghilangkan dahaganya."Seperti yang kamu l
"Lagi dimana!?" "Dirumah, memangnya ada apa!?" jawab Mira setelah menerima telepon dari Bagas."Kamu bilang apa saja Mbak Ratna!?"Mira terdiam sejenak, lalu teringat kembali semua yang dia katakan pada kakak iparnya itu."Oh, soal itu. Aku tak bilang apapun sama dia, hanya bilang jika suatu saat aibnya juga akan terbongkar. Itu saja," jawab Mira."Memangnya kamu tahu apa tentang Mbak Ratna!?" tanya Bagas sedikit emosi."Banyak! Aku tahu banyak tentang Mbak Ratna, hanya saja aku tak pernah mengatakan itu pada kalian!""Mbak Ratna bilang memergoki kamu bersama laki laki lain di sebuah kafe, benar begitu!?""Iya, kenapa!? Toh kamu juga berselingkuh di belakangku, lalu apa bedanya!? Dan satu hal lagi yang harus kamu sampaikan pada kakak iparmu yang sok baik itu, jangan menuduh orang berselingkuh jika dia sendiri juga melakukannya!" sahut Mira lalu memutus sambungan teleponnya dengan Bagas.Ponsel kembali berdering, namun Mira enggan untuk menerimanya karena dia tahu siapa si penelepon.
Sejak bertemu Ratna waktu itu di kafe, membuat pikiran Mira tak tenang. Tuduhan Bagas padanya, ingin dimentahkannya, bukan dya yang berselingkuh tapi keluarganyalah tukang selingkuh!Pagi ini untuk menghilangkan suntuk, Mira pergi ke taman di mana dia bertemu dengan Damar.Suasana cukup ramai di Minggu pagi yang cerah, banyak anak kecil yang bermain begitu juga anak anak muda yang sedang duduk dan bermain gadget saja.Mira memilih duduk dibawah pohon Mahoni yang cukup rindang, membuatnya cukup nyaman. Pandangannya diedarkan ke sekeliling, dan tertumbuk pada dua gadis kecil yang sedang bermain.Mira ikut tersenyum melihat kelucuan mereka, sedikit menghibur hatinya yang sedang gundah."Mbak Ratna...." gumam Mira saat pandangannya terpaku pada satu sosok yang sedang duduk sendirian dikurai taman."Sedang apa dia disini!? Bukankah seharusnya menemani Mas Ramlan? Apa mungkin sedang menunggu seseorang?" Mira masih menatap lekat sosok yang dikenalnya itu dari kejauhan, memperhatikan setiap
Ternyata tak hanya saat itu saja bertemu Ratna, Mira bahkan mengenal salah satu laki laki yang pernah bersama wanita itu tanpa sengaja saat mereka bertemu."Mira!?""Kamu!? Sedang apa kamu disini!?" jawab Mira heran, karena melihat laki laki yang sangat dikenalnya saat sekolahnya dulu."Sedang menemani seseorang belanja, kamu juga belanja atau hanya sekedar jalan jalan?" kembali laki laki itu bertanya pada Mira."Jalan jalan saja sambil belanja. Oya, kenalin dong sama pacar kamu," pinta Mira pada temannya itu."Gampang, sebentar lagi juga selesai belanjanya. Oya, berapa lama ya kita gak ketemu? Kamu masih sama seperti dulu, gak banyak berubah hanya sedikit gemuk saja," canda laki laki teman Mira saat sekolah dulu."Kamu bisa saja Ren, kamu yang semakin ganteng dan terlihat mapan saja," puji Mira."Mapan bagaimana? Kerja saja gak kok mapan," jawab Rendi."Nah buktinya penampilanmu rapi, terlihat sedikit mentereng dan berduit pastinya he... he...." seloroh Mira."Kamu bisa saja Mira, ak
POV Bagas"Apa kabar Mas?" tanya Bagas pada kakak laki lakinya Ramlan, laki laki lumpuh sejak kecelakaan yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu."Baik, kamu sendiri bagaimana Gas?" jawab laki laki di depan Bagas sambil memeluk adiknya itu erat."Baik Mas, Mbak Ratna kemana kok daritadi aku gak melihatnya!?" sengaja Bagas memancing kakaknya."Oh Ratna, dia sedang menjenguk temannya yang sedang sakit. Kenapa!? Ada yang penting hingga mencari Mbakmu itu?" sahut kakaknya mulai curiga."Gak ada apa apa Mas, hanya saja setiap aku datang kemari dia gak ada di rumah. Begitu sibuknya sampai membiarkan suaminya sendirian bersama Mak Minah," sungutku kesal."Biarkan saja, mungkin dia juga jenuh di rumah terus. Oya, bagaimana kabar Mira sejak tahu kamu menikah dengan Dina dan punya anak?" tiba tiba saja mas Ramlan menanyakan. hal itu padaku.Aku terdiam, tak langsung menjawab apa yang ditanyakan ya padaku."Mira sangat kecewa Mas, dia membenciku sekarang. Dia juga enggan untuk bertemu, bahkan se
POV Ramlan"Assallamualaikum Mas," sebuah suara mengagetkanku dari arah pintu, gegas aku menoleh karena tahu siapa pemilik suara itu."Baru pulang? Bagaimana kabar temanmu, sudah sembuh?" ucapnya saat tangannya menyentuh jemariku."Sudah Mas, sudah lebih baik. Oya, Mas Ramlan sudah makan belum tadi?" sebuah pertanyaan yang selalu dilontarkannya padaku saat baru pulang dari luar rumah."Sudah tadi Bik Minah yang mengambilkan," jawabku sekenanya."Maafkan aku ya Mas, tak bisa merawatmu dengan baik," ujarnya sambil memeluk lenganku.Aku hanya tersenyum mendengar kalimat manis yang diucapkan istriku itu, sejenak terlupakan apa yang Bagas ucapkan tentang dirinya."Pergi saja siapa tadi?" aku sengaja memancingnya agar jujur."Oh, aku tadi pergi saja Dewi temanku. Mas ingat sama Dewi?" Ratna mencoba mengimbangi obrolanku.Sejenak aku pura pura mengingat Dewi yabg Ratna maksud, karena banyak nama Dewi yang aku kenal."Kenapa aku gak bisa mengingatnya ya, banyak sekali nama Dewi yang aku kenal