POV Bagas
"Apa kabar Mas?" tanya Bagas pada kakak laki lakinya Ramlan, laki laki lumpuh sejak kecelakaan yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu.
"Baik, kamu sendiri bagaimana Gas?" jawab laki laki di depan Bagas sambil memeluk adiknya itu erat.
"Baik Mas, Mbak Ratna kemana kok daritadi aku gak melihatnya!?" sengaja Bagas memancing kakaknya.
"Oh Ratna, dia sedang menjenguk temannya yang sedang sakit. Kenapa!? Ada yang penting hingga mencari Mbakmu itu?" sahut kakaknya mulai curiga.
"Gak ada apa apa Mas, hanya saja setiap aku datang kemari dia gak ada di rumah. Begitu sibuknya sampai membiarkan suaminya sendirian bersama Mak Minah," sungutku kesal.
"Biarkan saja, mungkin dia juga jenuh di rumah terus. Oya, bagaimana kabar Mira sejak tahu kamu menikah dengan Dina dan punya anak?" tiba tiba saja mas Ramlan menanyakan. hal itu padaku.
Aku terdiam, tak langsung menjawab apa yang ditanyakan ya padaku.
"Mira sangat kecewa Mas, dia membenciku sekarang. Dia juga enggan untuk bertemu, bahkan sering beralasan jika tak ada di rumah," sahutku.
"Semua memang salah kita yang telah memaksamu menikah dengan Dina. Semua harus menurut apa yang ibu katakan, padahal saat itu aku sudah menolak usulnya itu."
"Sudahlah Mas, semua sudah aku jalani dan kemarahan Mira adalah suatu yang wajar buatku karena telah membohonginya," imbuhku sambil menyeruput kopi yang kubuat sendiri.
"Iya, padahal aku juga tak memiliki seorang anakpun tapi kenapa kau yang selalu dikejar oleh ibu. Hingga akhirnya, aku menyetujui usulnya demi penerus keluarga kita. Aku menyesal," ujarnya sambil menunduk.
Aku terdiam mendengar apa yang diucapkannya, dalam hati sebenarnya tak setuju namun bagaimana lagi.
"Sudahlah Mas tak usah dibahas lagi, semua sudah terlanjur. Pikirkan saja yang sekarang sedang kita jalani, tak perlu membicarakan yang tak penting," jawabku datar.
"Biasanya Mbak Ratna pulang jam berapa, sudah sore begini kok belum pulang?"
"Tak tentu, terkadang juga sore baru pulang."
Aku jadi semakin yakin, jika apa yang Mira tuduhkan pada Ratna adalah benar. Namun aku juga gak tega pada Masa Ramlan, meski hanya sekedar bertanya.
"Ada apa kok tiba tiba diam?"
"Jika aku katakan satu hal tentang Mbak Ratna, apa Mas Ramlan tak marah?" tanyaku sambil menatap netranya.
"Tentang apa? Memangnya kamu tahu apa tentang Ratna?" kembali dia bertanya padaku.
Kuhembuskan napas perlahan, lalu kucoba mengatur kalimat agar tak menyakiti perasaannya. Kuambil gawaiku, membuka galeri penyimpanan dan membuka diri Mbak Ratna bersama seorang laki laki.
"Mas Ramlan lihat sendiri, danaku ingin melihat apa tanggapanmu tentang ini," imbuhku sambil mengulurkan gawaiku pada Mas Ramlan.
Mas Ramlan menerima gawaiku, ditatapnya gambar yang terpampang disana. Sejenak kulihat dahinya mengernyit, seperti memastikan sesuatu.
"Kamu dapat darimana gambar ini?" tanya Mas Ramlan, pandangannya masih lekat pada gawaiku.
"Mira yang memberikannya padaku, menurut dia foto itu sudah lama disimpannya. Katanya tak sengaja melihat Mbak Ratna, lalu mengambil gambarnya," tuturku lirih.
"Apa mungkin Ratna seperti itu di belakangku Gas? Sedangkan selama ini aku melihat tak ada yang janggal darinya, sikapnya juga masih seperti dulu padaku," ucapnya lirih.
"Aku juga gak bisa menilai Mas, aku sendiri gak yakin. Namun aku busa memastikan jika orang yang di foto itu adalah Mbak Ratna," jawabku sambil menutup kembali layar gawaiku.
Kulihat Mas Ramlan termenung setelah melihat foto itu, entah apa yang dipikirkannya.
"Kamu baik baik saja Mas?" tanyaku sedikit khawatir.
"Aku baik baik saja, hanya satu hal yang aku pikirkan saat ini. Apa mungkin Mira balas dendam, karena tahu kamu menikah lagi? Lalu menggunakan Ratna sebagai pelampiasannya?" ucapnya sambil menatapku tajam.
"Aku rasa tak begitu Mas, karena aku tahu betul bagaimana sifat Mira tak mungkin dia tega menyakitimu. Mas tahu sendiri bukan, bagaimana Mira?"
"Iya, Mira memang wanita baik. Bukan aku memujinya, hanya saja aku bisa merasakan jika Mira dan Ratna memang berbeda."
Aku terdiam mendengar penuturannya,"hanya saja aku telah menyakitinya Mas."
"Bukan hanya kamu, tapi keluarga kita. Sebenarnya mandul bukankah satu alasan untuk menikah lagi, Kuta busa memilih alternatif lain. Tapi ibu tak bisa menerima hal itu, cucu kandung yang diharapkannya bukan cucu adopsi," tuturnya dingin.
"Sekarang ibu sedang berbahagia dengan kelahiran Angel, aku bisa merasakannya. Keluarga besar kita juga turut bahagia, meski ada tanya besar dalam hatiku."
Mas Ramlan menatapku, mencari jawaban atas kalimat yang baru saja aku ucapkan.
"Ada apa? Katakan padaku, mungkin aku mengetahui sesuatu?"
Aku bingung, bagaimana mengatakan pada Mas Ramlan tentang keraguanku.
"Katakan Gas, ada apa sebenarnya? Apa ada yang salah denganku?"
"Bukan kamu Mas, tapi aku meragukan Angel," jawabku lirih.
"Apa maksudmu!?"
POV Ramlan"Assallamualaikum Mas," sebuah suara mengagetkanku dari arah pintu, gegas aku menoleh karena tahu siapa pemilik suara itu."Baru pulang? Bagaimana kabar temanmu, sudah sembuh?" ucapnya saat tangannya menyentuh jemariku."Sudah Mas, sudah lebih baik. Oya, Mas Ramlan sudah makan belum tadi?" sebuah pertanyaan yang selalu dilontarkannya padaku saat baru pulang dari luar rumah."Sudah tadi Bik Minah yang mengambilkan," jawabku sekenanya."Maafkan aku ya Mas, tak bisa merawatmu dengan baik," ujarnya sambil memeluk lenganku.Aku hanya tersenyum mendengar kalimat manis yang diucapkan istriku itu, sejenak terlupakan apa yang Bagas ucapkan tentang dirinya."Pergi saja siapa tadi?" aku sengaja memancingnya agar jujur."Oh, aku tadi pergi saja Dewi temanku. Mas ingat sama Dewi?" Ratna mencoba mengimbangi obrolanku.Sejenak aku pura pura mengingat Dewi yabg Ratna maksud, karena banyak nama Dewi yang aku kenal."Kenapa aku gak bisa mengingatnya ya, banyak sekali nama Dewi yang aku kenal
Mira menepati janji untuk bertemu Mas Ramlan hari ini, dari pagi aku sudah bersiap untuk ke rumahnya.Mira melajukan motornya perlahan, menuju rumah kakak iparnya yang berjarak empat puluh lima menit dari rumahnya itu.Namun tak disangka, saat di traffic light Mira bertemu dengan Damar. "Hei mau kemana?" tanya Damar pada Mira.Sontak Mira menoleh, dan senyum menghiasi bibirnya saat tahu siapa yang menyapanya."Damar!? Mau kemana!?" sapa Mira pada teman sekolahnya itu."Mau survey job baru, kamu sendiri mau kemana sepagi ini?" sahut Damar sambil menepi ke trotoar agar tak mengganggu pengendara yang lain.Mira mengikuti apa yang Damar lakukan, lalu mereka berdiri sejenak di bawah pohon pinggir jalan."Kakak iparmu? Apa istrinya yang kita temui di mall itu?" sahut Damar mengerutkan dahi."Yap betul! Tapi ini suaminya, lebih tepatnya kakak suamiku Bagas," ucap Mira dengan suara sedikit keras karena bisingnya lalu lintas pagi itu."Oh begitu, aku kira mau kemana. Ada kepentingan pergi kes
"Sudah lama nunggunya?" sapa Mira pada Damar yang sedang duduk di sebuah cafe, seperti kesepakatan mereka kemarin."Gak juga, baru aja aku datang. Biasanya kamu yang lebih awal, tapi ternyata aku yang datang lebih dulu. Oya, mau minum apa buat aku panggil pelayan?" tanya Damar pada Mira."Apa saja boleh, orange jus aja deh! Sepertinya lebih segar, maklum cuacanya panas dan ingin minum yang segar segar," jawab Mira, dan tak lupa senyum manis menghiasi bibir wanita cantik itu.Damar setuju, lalu memanggil pelayan dan memesan apa yang Mira inginkan. Tak lama minuman yang dipesan Mirapun datang, wanita itu menyeruput sedikit jus orange dalam gelas besar itu."Segar sekali," gumam Mira lirih."Oya, tak seperti biasanya kamu terlambat. Ada kendala di jalan?" tanya Damar khawatir."Gak kok, hanya saja ban motorku sedikit kempes jadi berhenti dulu untuk menambah angin. Takut bocor," jawab Mira sambil kembali menyeruput jus orangenya."Oh, aku kira kenapa. Bagaimana kabar suamimu juga istrinya
"Kamu menuduhku ular, tapi justeru sebaliknya kamu sendiri yang ular Ratna!" ucap Mira, saat mengetahui perempuan itu tengah di gandeng seorang laki laki botak di sebuah pusat perbelanjaan.Perempuan yang dipanggil Ratna menoleh, namun tak terkejut dengan siapa berhadapan kini."Mira, lalu apa bedanya aku sama kamu!? Kamu juga sering bertemu dengan laki laki itu bukan!?" sahut Ratna."Kita berbeda Ratna! Kamu sengaja meninggalkan suamimu yang lumpuh demi kepuasan, sedang aku ditinggalkan suamiku demi sebuah keturunan. Jadi jangan samakan aku denganmu!" dengan kesal Mira menunjuk wajah Ratna."Siapa perempuan ini sayang?" tanya laki laki disamping Ratna."Oh dia, hanya perempuan yang menjadi gila karena ditinggal suaminya menikah lagi!" sahut Ratna sambil tersenyum mencibir."Pergi kau, jangan ganggu istriku!" hardik laki laki itu pada Mira.Mira yang mendengarnya tentu saja terkejut, tak menyangka dengan jawaban laki laki itu."Istri anda bilang!? Dengarkan ya, Ratna ini kakak iparku.
POV Bagas"Mas, ada acara tidak hari ini?" tanya dia saat aku bermain dengan Angel."Ada apa?" jawabku ingin tahu."Bisa tidak mengantarkan Angel periksa gigi? Beberapa hari ini Angel makannya sedikit sekali, itupun langsung di telan tanpa dikunyah," kata Dina sambil menyuapi Angel.Menang kulihat beberapa hari ini Angel makan bubur nasi, mungkin untuk memudahkannya mengunyah."Nanti aku antar, kamu buat janji dulu dengan dokter gigi jadi nanti kita tinggal berangkat saja," sahutku sambil menggendong Angel."Baik Mas, makasih," ucap Dina dan kembali menyuapi Angel.Bocah tiga tahun itu menelan bubur dalam mulutnya, mungkin benar yang dikatakan Dina ada masalah dengan gigi bocah itu.Aku masih menemani Angel makan saat ponselku berdering, kulirik sekilas ternyata dari Mira."Tak seperti biasanya Mira menelepon? Ada apa ya?" kataku dalam hati."Hallo Mira, ada apa?" tanyaku saat panggilan videonya aku angkat."Coba kamu lihat Mas, mungkin kamu mengenalnya," sahut Mira sambil memutar kam
"Ada waktu gak hari ini?" tanya Damar saat aku mengangkat teleponnya pagi ini."Sebentar, aku ingat ingat dulu," jawab Mira sambil berpikir sejenak."Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat jika kamu ada waktu," kembali terdengar suara Damar."Sepertinya aku longgar hari ini. Mau mengajakku kemana sih?" sahut Mira penasaran."Pokoknya itu aja, pasti kamu akan suka," imbuh Damar dan semakin membuat Mira penasaran."Oke deh, kita ketemu dimana?" "Aku jemput di rumah ya? Boleh?" pinta Damar."Jangan, biar aku tunggu kamu di taman saja ya? Bagaimana?""Boleh. Bersiaplah, jam sepuluh nanti aku menjemputmu!""Siap!" ucap Mira, dan Damar menutup panggilannya.Mira gegas ke kamar mandi, selesai dengan aktivitas mandinya wanita itu bersolek. Tak berani mencolok, natural saja takut jadi bahan omongan orang nanti.Jam dinding menunjuk angka sembilan pagi, Mira bersiap menuju taman setelah order mobil online.Sepuluh menit perjalanan menuju taman, akhirnya sampailah Mira di tempat yang sudah disepa
"Subhanallah!" pekik Mira saat pandangan matanya lurus ke depan.Sebuah view yang luar biasa! Pantai dengan pohon kelapanya yang melambai, dan ombak yang memutih di kejauhan. Terlihat anak anak bermain pasir pantai, dan beberapa wisatawan asing yang sedang berjemur."Indah bukan?""Sangat indah! Aku suka sekali! Sudah lama sekali aku tak mencium bau pantai," candaku pada Damar."Masa sih!? Suamimu tak pernah mengajakmu healing?" sahut Damar tak percaya, matanya menatap Mira tak berkedip."Masa aku bohong?" jawab Mira meyakinkan Damar."Aku sering ke pantai, istriku paling suka. Dan sekarang aku mengajakmu kemari, berharap kamu bisa melupakan sejenak semua bebanmu," kata Damar namun pandangannya jauh ke depan.Mira tak menyahut, hanya diam saja. Mungkin yang dikatakan Damar ada benarnya juga, membahagiakan diri sendiri itu nomor satu."Kita ke sana yuk! Aku melihat ada penjual souvenir, aku ingin membelikanmu sesuatu!" kata Damar sambil melangkah mendekati seorang bocah penjual sovenir
Bab 1"Apa yang kamu katakan Mas!? Jadi selama ini keluargamu hanya menganggapku sebagai pelengkap dirimu!?" ujar Mira emosi saat suaminya yang baru pulang kerja mengatakan kebenaran yang selama ini menjadi teka teki bagi Mira."Iya Mira, maafkan aku terlambat mengatakan semua ini sama kamu," jawab Bagas lirih."Apa pernikahan kita gak ada artinya hingga mereka mengganggapku seperti itu? Lalu untuk apa mereka menyetujui pernikahan ini!? Apa maksudnya!?" tanya Mira kesal, ditatap suaminya yang duduk terdiam tak berani melihat Mira."Maafkan aku Mira....""Kalian kejam Mas!" ucap Mira sambil berlari keluar kamar, meninggalkan suaminya seorang diri di kamar.Mira tak menyangka jika pernikahannya dengan Bagas hanya sebagai penutup rasa malu mereka. Malu? Ya! Karena Bagas perjaka tua, dan Mira menerima semua kekurangan itu dengan ikhlas. Tapi ternyata semua hanya untuk menutupi kehormatan mereka tanpa mempedulikan perasaan Mira.Mira melangkahkan kakinya menuju taman dekat tempat tinggalny