"Dengan ini aku mentalakmu." Seketika luruh sudah pertahanan dari Riri Permatasari. Suaminya, Ayus Luminto telah mentalaknya. Lelaki berusia 30 tahun itu lebih memilih istri keduanya yang telah dinikahinya secara siri. Ayus berpaling darinya hanya karena setelah menikah selama 4 tahun, Riri tak kunjung hamil. Seakan hal itu membenarkan jika Riri seorang yang mandul. "Mas! Aku bahkan telah rela kau madu. Mengapa kau masih tega mentalakku?" tanya Riri dengan berurai air mata. Wanita yang telah berusia 23 tahun itu merasa kini hidupnya hancur. "Kau mungkin mau aku madu, tetapi tidak dengan Nissa. Maafkan aku Riri. Surat gugatan perceraian kita telah aku layangkan ke meja pengadilan agama. Maafkan aku, aku harus pergi karena Nissa tengah hamil muda," ucapnya sembari pergi meninggalkan Riri yang ambruk dilantai.
View MoreRiri berjingkat saat menyadari sebuah pelukan dari belakang. Sepasang tangan kokoh melingkari perutnya yang ramping. Sesekali lelaki itu mencium aroma rambut Riri. Atau bahkan lebih intim dari hal itu. Arnold bahkan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher jenjang milik Riri."Tunggu sebentar," cicit Arnold saat Riri hendak bergerak menjauh. "Apa kau tidak bisa menerimaku?"Deg. Hati Riri bimbang. Mau seperti apapun dia adalah lelaki yang dengan teganya memaksa dirinya. Sampai kapanpun ia akan mengingat hal itu. Padahal baru pertama kali Riri bertemu dengan Arnold. Tetapi lelaki itu menganggapnya rendahan."Tolong, terima aku. Aku bisa gila tanpamu." Sekali lagi Arnold meyakinkan Riri."Maaf, entah sampai kapan aku juga tidak tau. Rasa sakit ini masih begitu terasa. Aku rasa, kau bisa mengerti aku bukan?" tanya Riri tanpa menoleh sedikitpun."Apa kau masih mencintainya?""Mencintai pria brengsek? Tidak. Tap
Riri kembali menatap lekat lelaki yang tengah duduk di sofa. Sekali lagi memeriksa kembali paper bag yang dibawa oleh Ryu, bodyguard milik Arnold. Satu-persatu, rasanya kini jantungnya seakan melompat keluar.Keringat dingin pun membasahi wajahnya yang terlihat kaget. Sesaat dirinya menemukan nota belanjaan di paper bag tersebut. Dimana nominal itu mencapai ratusan juta rupiah. Yang lebih membuatnya terkejut adalah, semua itu adalah perhiasan yang ia katakan cantik. Tetapi Riri hanya membeli yang menurutnya simple dan tidak mahal.Karena sebenarnya ia tidak berminat pada perhiasan. Wanita itu hanya meminta pada Arnold untuk sebuah kalung yang sederhana. Namun saat pulang dan telah sampai di rumah, ia menemukan hal yang diluar dugaan. Terlebih, ada 2 kalung berlian yang ia katakan cantik itu kini berpindah ke paper bag yang dibawa oleh Ryu."Ha, apa ini?" tanya Riri dengan lirih. Bahkan terlihat tangannya bergetar saat membuka sebuah
"Apa kau yakin?" tanya Riri dengan alis yang berkerut."Kau mau belanja atau tidak? Kenapa kau tidak yakin begitu?" tanya Ronald dengan kesal."Bagaimana aku yakin? Kau! Kenapa kau tidak bekerja hari ini? Kenapa malah mau nemenin aku belanja?" Riri semakin dongkol. Lihatlah lelaki angkuh didepannya itu. Dengan kacamata hitam yang ia kenakan, lelaki itu terlihat begitu angkuh. Apa katanya tadi? Menemaninya belanja? Riri memutar kedua bola matanya kesal. Pasti mereka berdua akan menjadi pusat perhatian orang-orang."Apa yang salah? Wanitaku akan berbelanja bukan? Sudah sepatutnya sebagai seorang kekasih aku harus menemaninya! Kenapa kau malah terlihat kesal begitu?" tanya Arnold."Nyonya, silahkan." Kei membuka pintu mobilnya.Mempersilahkan Riri untuk segera masuk ke dalam mobil. Jika saja Arnold tak bersikeras untuk ikut, mungkin dengan senang hati Riri akan masuk ke dalam mobil dengan senang hati. Bukan dengan r
Drrrtttt. Drrrttt.Ponselku berkali-kali bergetar. Riri yang saat itu masih terlelap, menggerakkan kedua kelopak matanya. Kemudian meraba nakas untuk mencari ponselnya. Dengan nyawa yang belum terkumpul, Riri menerima panggilan itu."Kau dimana dasar jalang!" teriakan itu seketika membuat dahi Riri mengerut. Sejenak Riri mencoba mengumpulkan nyawanya. Melihat nama yang tertera di panggilan itu, mood Riri hancur seketika. Ayus, sepagi ini dia menelfon dirinya setelah dirinya menghilang selama 1 minggu. Baru telpon tersambung, dia dipanggil jalang! Umpatan kasar itu tak lagi membuat hati Riri terasa sakit. Rasa cintanya seakan hilang semenjak kejadian tempo hari."Kenapa?" tanya Riri dengan santai. Ia ingin lihat. Seberapa jauh perbuatan Ayus dan Nisa nantinya. Jika dirasa mereka berdua sudah kelewatan, maka sudah waktunya Riri beraksi. Menggunakan kekuasaan Ronald untuk menekan saham perusahaan milik Ayus itu adalah hal yang mudah. Riri tersen
Brukkk.Tubuh Riri dihempaskan begitu saja saat mereka telah sampai di sebuah rumah mewah. Wanita itu memandangi sekelilingnya dengan tatapan nanar dan tubuh yang bergetar. Mengapa ia harus kembali ke rumah ini? Mengapa ia tak bisa hidup tenang dan damai?"Jika kau berani kabur dari sini, lihat apa yang akan aku lakukan padamu! Bukan hanya padamu, tetapi juga semua yang berhubungan denganmu. Entah itu keluargamu, atau mereka semua yang mengenalmu. Aku akan membalikkan hidup mereka semua!" desis lelaki itu dengan duduk di sofa dengan angkuhnya."Apa maksudmu? Mengapa kau begitu menginginkanku? Bukankah aku telah mengatakan jika aku telah bersuami?""Bersuami? Ha-ha-ha! Buka matamu lebar-lebar. Apakah dia masih pantas untuk kau sebut sebagai seorang suami?""A-apa maksudmu?" tanya Riri dengan terbata. Entah mengapa kini dirinya memasang kewaspadaan yang tinggi. Karena sadar, jika lelaki dihadapannya itu adalah lelaki gila."B
Ayus yang mulai kesal dan segera mengambil tindakan. Lelaki itu mulai mencari sesuatu di lemari milik Ririn. Ririn yang melihat kelakuan Ayus tersentak kaget. Seumur dirinya hidup bersama lelaki itu, sekalipun tak pernah melihat Ayus mengobrak-abrik lemari miliknya."Mas! Apa yang kamu lakukan?" tanya Ririn sembari mengusap air matanya dan mendekati Ayus."Nisa, kamu bantu cari. Hari ini harus bisa cairin uang itu. Setidaknya bisa mengganti sebagian gaji para pegawai di kantor," kata Ayus."Iya Sayang." Nisa pun mendekat. Dengan hati yang senang dirinya mulai membantu Ayus mencari buku tabungan dan ATM milik Ririn. Tentu saja dirinya bahagia, karna pada akhirnya Ayus tak lagi meminta uang miliknya."Mas! Hentikan! Itu uangku! Kamu nggaj berhak ambil uangku," ucap Ririn sembari memegang tangan Ayus.Ayus yang sudah kepalang buntu, lelaki itu segera menyentak tubuh Ririn. Hingga wanita itu terjatuh di lantai. Tanpa melihat Ririn yang t
Ririn menatap pintu kamar kosnya dengan sendu. Sudah pukul sepuluh malam tetapi batang hidung Ayus belum nampak juga. Tak pelak kekhawatiran dan kekalutan mulai menghinggapi hatinya. Wanita itu berjalan mondar-mandir sembari mengintip dari balik jendela kamar indekosnya."Apa mas Ayus menginap di rumah Nisa ya malam ini? Tetapi hari ini mas Ayus nggak ngasih pesan apapun. Astaga kenapa aku tidak tenang begini ya? Mas Ayus! Kenapa nggak ada kabar?"Ririn menyambar ponselnya yang berada di tepi ranjang. Mencoba untuk menghubungi nomor suaminya. Sayangnya, nomor ponsel Ayus bahkan tidak aktif. Membuat Ririn semakin gelisah. Wanita itu menghela nafas panjang. Sembari menangkupkan kedua tangannya, Ririn memejamkan kedua matanya. Berusaha untuk mencari ketenangan hatinya.*****Brak brak brak!Terdengar suara pintu kamar kos milik Ririn didobrak. Merasa terganggu, Ririn segera membuka kedua kelopak matanya. Dalam kondisi setengah sadar dan
Riri menangis dibawah selimut tipis miliknya. Tubuhnya terasa remuk dan inti miliknya terasa panas. Ya, hukuman yang diberikan oleh Ayus adalah bercinta. Sayangnya, Ayus yang biasanya memperlakukannya dengan lembut kini melakukannya dengan kasar. Bahkan lelaki itu langsung pergi meninggalkan kos-kosan milik Riri yang telah disewa oleh Ayus. Layaknya pelacur, setelah bermain maka akan ditinggalkan begitu saja bagai tak berarti."Salahkah aku memutuskan untuk kembali? Apakah setelah kau melihat tanda dari perbuatan orang lain, lantas kau marah? Hari ini aku tau, pandanganmu padaku hanya sekedar seorang pelacur yang tengah melayani tamunya. Tuhan, mengapa aku bak sampah yang menjijikkan? Apakah ini memang jalan takdirku? Mengapa suami dan lelaki asing itu senang sekali melecehkanku? Apakah memang karena aku begitu murahan? Hiks hiks. Aku lelah."Seminggu telah berlalu…Tok tok tok.Terdengar suara pintu kamar indekos milik Riri diketuk ses
Riri perlahan-lahan membuka kedua kelopak matanya. Pemndangan pertama yang menghampar dikedua netra matanya adalah ruangan bercat putih. Kemudian bau obat-obatan yang khas seperti di rumah sakit menyeruak masuk ke indra penciuman milik Riri. Sejenak wanita itu merenungkan apa yang sebelumnya terjadi. Bayangan-bayangan hitam rudapaksa dari lelaki asing, kemudian percobaan bunuh diri yang dilakukannya Riripun tersenyum miris."Ternyata aku masih diberi kesempatan untuk hidup. Apa gunanya? Sekarang tak ada lagi yang tersisa dariku. Sisa-sisa kesetiaan yang aku junjung tinggi untuk mas Ayus kini telah raib. Bahkan aku seakan tak memiliki harga diri. Lantas, mengapa aku masih hidup? Tuhan! Kenapa kau memberikan kehidupan yang menyedihkan untukku?"Riri kemudian menghentikan tangisannya. Menoleh kesisi kiri dan kanan untuk mengamati keadaan sekitar. Setelah dirasa sepi, wanita itu mencabut selang infus miliknya dengan kasar. Sehingga semburat darah kian menitik d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments