"Sentuhannya membuat darahku mendidih." Bermula dari pesta lajang yang diadakan oleh teman-temannya untuk merayakan detik-detik terakhir sebelum pernikahannya, Nayra Yovanka Salim justru terjebak dalam malam terlarang bersama dengan seorang pria asing. Pernikahannya dengan putra konglomerat dari keluarga Wiratama terancam hancur ketika Damian Sylvester datang dan mengaku sebagai kakak dari calon suami Nayra. Malam yang singkat telah berubah menjadi petaka bagi masa depan pernikahan Nayra bersama Julian Wiratama. Ketika harta, takhta dan wanita lah yang diinginkan oleh Damian Sylvester, akankah pernikahan Nayra bisa diselamatkan?
Lihat lebih banyakNayra membuka pintu ruang VIP di salah satu klub malam yang ia datangi dalam keadaan mabuk berat. Tubuhnya tersentak ke dalam seolah-olah ada seseorang yang mendorongnya dari luar. Jatuh tersungkur di lantai, seseorang di luar menutup pintu.
Nayra lantas berdiri, sedikit limbung karena memang sedang mabuk berat. Pandangannya yang mengabur menemukan seorang pria dengan setelan jas duduk menyilangkan kaki. "Ini orangnya?" gumam Nayra dalam hati. Nayra berjalan sedikit sempoyongan mendekati tempat pria itu. Tapi ketika sudah dekat, tubuhnya ambruk ke sofa dan kepalanya jatuh di atas pangkuan pria dengan wajah datar yang terheran-heran itu. "Saya tidak butuh jasa kamu," ujar pria itu, terdengar sangat dingin. Sempat memejamkan matanya karena pusing, Nayra perlahan bangkit. Berusaha untuk membuka matanya lebar-lebar. Tapi bahkan kesadarannya tak sampai lima puluh persen. "Maaf, Mas... boleh pinjem bibirnya Mas sebentar?" ujar Nayra, terdengar seperti tengah meracau. Nayra tiba-tiba meraih kedua bahu pria itu dan mendekat, tanpa ragu ia mencium pria asing di hadapannya dan membuat pria itu bergeming untuk sesaat. Nayra menarik dirinya sesaat untuk berbicara. "Lima menit, setelah itu saya keluar." Nayra tertunduk, satu tangannya memukul pelan kepalanya agar ia tetap sadar. Sedangkan pria itu meraih tas yang dibawa oleh Naira, ia mengambil dompet Nayra dan melihat kartu identitas dari wanita mabuk yang tengah menggodanya. Sebelah alis pria terangkat seperti menemukan sesuatu yang menarik. Ia kemudian melemparkan kartu identitas itu ke meja dan memandang wanita yang sepertinya akan segera pingsan itu. Pria itu mengangkat dagu Nayra, memperhatikan paras cantik dengan pipi merah karena tengah mabuk. "Wanita terhormat tidak seharusnya datang ke tempat ini. Kamu bilang lima menit? Saya bisa berikan satu malam untuk kamu." Dengan mudahnya pria itu memindahkan Nayra ke pangkuannya. Menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajah Nayra, pria itu lantas mendaratkan bibirnya yang sedikit terbuka pada bibir Nayra. Meraup bibir merah yang baru saja menggodanya. Dan Nayra langsung memberikan balasan yang setimpal. Tangan Nayra bergerak lembut ke belakang leher pria itu. Tubuhnya bergerak perlahan mengikuti irama dari bibir mereka yang saling mencari celah untuk mengisi kekosongan. Dan lima menit yang diminta oleh Nayra berakhir. Namun, sayangnya ia justru tak bisa berhenti setelah lima menit berlalu. Ciuman pria itu berhenti, bibirnya menyapu rahang Nayra, turun ke bawah mengarah ke leher. Membuat Nayra refleks mendongak dengan mata terpejam. "Eungh..." Sebuah lenguhan kecil keluar dari mulut Nayra ketika ia merasakan gigi pria itu mendarat pada permukaan kulit lehernya. Refleks ia memeluk pria itu dengan erat. Lima menit terabaikan ketika ia sudah terbuai di ambang batas kesadarannya. Jantungnya berdebar, darahnya seolah mendidih. Tapi anehnya ia menyukai sensasi itu. Rasa pertama yang pernah ia bayangkan dan kini ia rasakan secara nyata. Nayra melupakan alasan dan tujuannya datang untuk merayu pria matang yang bahkan tak ia ketahui siapa namanya dan semua itu bermula dari kesalahannya sendiri. ☆☆☆☆☆ Nayra terbangun di tempat ternyaman yang pernah singgahi. Bahkan pagi itu terasa lebih nyaman dibandingkan dengan kamarnya sendiri. Wajah Nayra mengernyit, ia langsung memegangi kepalanya saat masih merasakan pusing sisa semalam. "Bisa-bisanya mereka buat aku kayak gini," gumam Nayra. Menghela napas, Nayra tertegun ketika ia merasa ada sesuatu menempel pada perutnya. Padangan Nayra terjatuh, ia membuka selimut dan langsung tertegun ketika menemukan tangan seseorang memeluk perutnya. Terlebih lagi ia dalam keadaan tanpa busana. Detik itu juga sekelebat ingatan tentang kejadian semalam terlintas dalam benaknya. Ia langsung menutupi mulutnya menggunakan tangan. Nayra mengingatnya dengan jelas, bagaimana ini semua dimulai. Bermula saat teman-temannya membuat pesat lajang untuk dirinya dan membuat permainan saat ia mabuk. Nayra harus mencium pria yang ia temui di ruangan sebelah selama lima menit. Tapi sayangnya Nayra justru melupakan waktu lima menit itu dan berakhir di sini. "Aku udah—" Nayra ingin berteriak. Namun, ia sendiri yang memulai semua ini dan bahkan ia ingat setiap detail kecil yang ia lakukan. Nayra dengan hati-hati menyingkirkan tangan pria itu. Ia perlahan berbalik. Tapi netranya langsung membulat bersamaan tubuhnya yang tersentak ketika pria itu tiba-tiba menarik pinggangnya. Nayra melihatnya, tatapan dingin pria itu yang membuatnya tak berkedip untuk sesaat hingga sebuah ciuman mendarat pada bibirnya dan menyadarkannya. Nayra langsung mendorong pria itu menjauh. Ia hendak bangkit, tapi pria itu menahannya. "Kamu siapa?" tegur Nayra. "Kamu tidur tanpa tahu dengan siapa kamu tidur?" Pria itu balik bertanya, membuat Nayra kebingungan. "Ini kesalahan, semalam saya mabuk." "Dan sekarang kamu sudah sadar," timpal pria itu. Nayra memaksa untuk bangkit, menyingkirkan tangan pria itu dan menahan selimut di dadanya. "Saya minta maaf, ini di luar kendali saya." Sebelah alis pria itu terangkat, merasa heran kenapa Nayra minta maaf padahal ia yang sudah merampas keperawanan wanita itu. "Mari kita lupakan apa yang terjadi semalam dan hari ini. Sekalipun nanti kita bertemu lagi, kita akan tetap menjadi orang asing." Pria itu tiba-tiba tersenyum lebar. Nayra akui jika pria itu cukup tampan dan manis, tapi tatapan dinginnya membuatnya terlihat angkuh. Nayra sempat terperangah sesaat. "Tapi ini belum berakhir bagi saya," celetuk pria itu. Tubuh Nayra tersentak ketika pria itu tiba-tiba menariknya sehingga ia jatuh di atas pria itu. "Waktu yang saya habiskan dengan kamu, sepertinya terlalu singkat." Nayra mendorong dada pria itu, berusaha untuk bangkit. "Sepertinya anda salah paham. Sejak awal saya tidak punya niatan untuk menghabiskan malam dengan ini. Ini hanya kesalahan saya. Saya sudah minta maaf dan mari lupakan masalah ini." "Kamu yang datang ke ruangan saya, kamu yang mencium saya dan kamu yang menikmati sentuhan saya. Sekarang kamu mengatakan bahwa ini hanyalah kesalahan sesaat. Tapi bagaimana jika kesalahan ini terus berlanjut?" Nayra merasakannya, aura dominan yang dimiliki oleh pria itu. Hanya sekilas melihat, ia sudah tahu bahwa laki-laki itu sangat berbahaya. Nayra mendorong dada pria itu lebih kuat untuk bangkit, tapi tubuhnya justru dibanting ke ranjang. Pria itu mencengkram lengannya dengan kuat hingga menimbulkan rasa sakit. "Semalam kamu sudah puas bermain-main, sekarang giliran saya." Batin Nayra tersentak, ia hendak kabur tapi tentu saja pria itu tidak akan membiarkannya. "Saya akan membiarkan masalah semalam karena itu juga kesalahan saya. Tapi jika kamu macam-macam sekarang, saya akan menuntut kamu dengan tuduhan pelecehan." Pria itu tertawa kecil saat mendapatkan ancaman dari Nayra. "Silakan tuntut saya. Kita lihat siapa orang yang bisa memenjarakan saya." Pria itu meraup bibir Nayra, menciumnya dengan agresif ketika mendapatkan penolakan dari Nayra. Tapi semakin kuat perlawanan Nayra, pria itu semakin menindih Nayra dan mengunci pergerakan Nayra. Hanya butuh waktu satu menit sampai Nayra kehabisan napas. Ketika pria itu menjauhkan wajahnya, Nayra langsung menampar pria itu. "Saya akan benar-benar menuntut kamu! Kamu pikir saya tidak bisa memenjarakan kamu!" Nayra berteriak. "Silakan, lakukan setelah kamu keluar dari sini." “Bajingan!” gumam Nayra. Pria itu hendak kembali menyerang Nayra, tapi Nayra dengan panik menahan wajah pria itu. "S-sebentar. Saya minta tolong, tolong... kita selesai sampai di sini. Saya akan segera menikah, saya punya calon suami. Tanggal pernikahan saya sudah ditentukan." Pria itu justru tersenyum menyeringai dan mendatangkan mimpi buruk pada Nayra. "Saya tahu, Nayra Yovankan Salim."Tiga hari berlalu, baik Nayra maupun Damian belum ada yang meninggalkan rumah. Dan selama tiga hari pula, tak ada pembicaraan di antara mereka. Damian hanya akan berbicara untuk menyuruh atau melarang Nayra, sedangkan Nayra tetap bertahan dengan hubungan dingin mereka tanpa ada niatan untuk menjelaskan situasi yang terjadi.Nayra berpikir Damian akan menegurnya dengan keras, tapi laki-laki itu justru diam dan bersikap dingin. Malam itu sebuah panggilan datang dari Nadine ketika Nayra tengah berada di kamar."Halo, Ma.""Nayra, kamu sama suami kamu nggak ke kantor lagi?"Nayra terdiam sejenak, ia bahkan tak bisa memberitahu ibunya tentang situasinya saat ini."Nggak, Ma. Aku ada di rumah.""Kalian... bertengkar?" Nadine terdengar berhati-hati."Aku juga nggak tahu," gumam Nayra sembari sekilas menggaruk keningnya."Maksud kamu apa, Nayra? Bicara yang jelas."Nayra bingung harus menyebut situasinya bagaimana, pada nyatanya tidak ada pertengkaran di antara mereka."Udah tiga hari aku die
Pagi itu Nadine mengunjungi Sukma di penjara untuk kali pertama semenjak Sukma menjadi penghuni rutan."Mbak Nadine."Nadine bergeming, tetap duduk di tempat ia menunggu. Sempat merasa prihatin dan percaya jika Sukma tidak bersalah, kini pandangan Nadine berbeda setelah bertemu dengan Ibrahim."Saya datang ke sini hanya untuk menanyakan sesuatu pada kamu." Nadine membuka pembicaraan tanpa basa-basi."Mbak Nadine mau tanya soal apa?""Kemarin saya bertemu dengan Ibrahim."Sukma tampak kaget. "Ibrahim? Supir Mbak Nadine yang waktu itu?""Dia sudah bebas dan kamu tahu apa yang saya dengar dari orang itu?"Sukma terlihat was-was. "Dia bilang sesuatu ke Mbak Nadine?""Apa kamu terlibat dengan kecelakaan yang menimpa Mas Adi?"Sukma tertegun sesaat. "M-maksud Mbak Nadine apa?""Ibrahim mengatakan jika kamu yang menyuruh dia untuk mencelakai Mas Adi. Tolong kamu jangan berbohong.""Itu nggak masuk akal, Mbak. Mana mungkin aku mau mencelakai Mas Adi.""Itu cukup masuk akal. Bahkan suami kamu
"Damian?"Nayra mematung saat menemukan Damian sudah berdiri di hadapannya. Tentu saja ia bingung, bagaimana Damian bisa tahu jika dia ada di sana. Dalam kebingungan Nayra, Damian mendekat. Menarik tangan Nayra sedikit kasar hingga dompet milik Haedar terjatuh dari tangannya. Tak ada suara, hanya tatapan tajam yang sangat dingin menghakimi Nayra.Terlalu terkejut sekaligus takut, Nayra hanya berdiam diri ketika Damian menarik tangannya. Ia bahkan tak bisa mengkhawatirkan Haedar ketika ia menemukan sisi bengis Damian yang tiba-tiba kembali.Hening, tak ada yang berbicara di sepanjang perjalanan. Sikap dingin Damian dan diamnya kini menjadi hal yang lebih menakutkan dibandingkan dengan ucapan kasar pria itu. Bahkan sesampainya di rumah, tak ada satu kalimat pun yang keluar dari mulut Damian.Genggam pada pergelangan tangan Nayra sedikit menyakitkan, seolah datang sebagai peringatan. Dan ketika Damian membawa Nayra ke kamar, kala itu dari lantai bawah Julian memperhatikan keduanya."Mere
"Mau apa kamu datang kemari?!" Nadine langsung menghardik, ia baru ingat jika bulan ini hukuman Ibrahim berakhir."Saya datang ke sini karena ada hal yang harus kita bicarakan, Bu Nadine," ujar Ibrahim tanpa rasa malu."Tidak ada hal yang perlu saya bicarakan dengan kamu! Setelah apa yang kamu lakukan pada suami dan anak saya, kamu masih berani datang ke sini!"Ibrahim tersenyum tipis. "Saya minta maaf atas semua yang saya lakukan, Bu Nadine. Tapi Bu Nadine juga harus tahu cerita sebenarnya di balik kejadian itu.""Jika kamu ingin mengaku, seharusnya kamu lakukan dulu di pengadilan. Kamu hanya ingin mencari pembelaan yang terlambat, Ibrahim. Keluarga saya baik ke kamu, bahkan saya juga merestui hubungan Nayra dengan anak kamu. Tapi tega-teganya kamu melakukan hal sekeji itu. Apa alasan kamu? Bukan hanya menghancurkan keluarga saya, kamu juga sampai hati menghancurkan hidup anak kamu sendiri.""Saya mengakuinya, Bu Nadine. Itu adalah tindakan bodoh yang pernah saya lakukan. Tapi saya m
Damian turun ke bawah untuk mengambil sesuatu di mobilnya. Namun, kala itu ia tidak sengaja melihat Zizan."Nayra ada di sini?" gumam Damian yang lantas menghampiri Zizan yang kala itu tengah mengobrol dengan resepsionis."Wih, Big Bos." Zizan langsung menegur begitu melihat kedatangan Damian."Pagi menjelang siang, Big Bos.""Di mana istri saya?"Zizan menatap heran. "Loh? Kok tanya ke saya?""Maksud kamu?""Saya ke sini disuruh sama Bu Bos. Tadi Bu Bos telepon nggak usah dijemput, katanya ketemu di kantornya Big Bos aja. Saya kirain Bu Bos udah di sini."Mendengar penuturan Zizan, Damian pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Nayra. Tapi setelah beberapa saat, panggilan Damian tak mendapatkan respon."Kamu ambilkan berkas di mobil saya," ujar Damian pada Zizan."Siap, Big Bos." Pemuda itu langsung melenggang pergi.Damian kemudian menghubungi rumah dan pekerja harian yang ada di sana menjawab panggilan Damian."Bu, ini saya. Istri saya ada di rumah?""Nyonya udah pergi, Tuan. Ta
Pagi itu Nayra hendak pergi menyusul Nayra ke kantor karena hari itu ia ingin membuat kejutan untuk Damian. Baru saja keluar dari pekarangan rumah, Nayra menghentikan mobilnya saat melihat si Agen 1 berdiri bersandar pada pagar rumahnya. Melihat hal itu, si Agen 1 pun mendekat dan langsung masuk ke mobil Nayra, duduk tepat di samping Nayra."Mau apa kamu?" tegur Nayra."Jalan," gumam si Agen 1, terkesan menghindari kontak mata dengan Nayra."Semalam Haedar Ibrahim datang ke rumah saya," celetuk Nayra.Refleks si Agen 1, orang yang dibicarakan Nayra langsung memandangnya."Lo—""Saya tahu dari Julian, adik suami saya."Haedar tampak lega, ia pikir jika Nayra sudah tahu bahwa orang yang sedang dibicarakan berada tepat di sampingnya."Melihat dia berani datang ke rumah saya, itu berarti dia tahu jika saya sedang mencari tahu tentang dia. Itu berarti dia memang terlibat. Saya mau kamu—""Gue kerja buat suami lo, bukan buat lo." Haedar menyela. "Kalau lo butuh apa-apa, bilang ke suami lo."
"Haedar Ibrahim," panggil Damian.Ia sempat ragu jika orang yang dicari oleh Nayra adalah si Agen 1. Tapi setelah melihat informasi yang diberikan si Agen 1 pada Nayra, ia tahu bahwa Haedar Ibrahim adalah orang yang ia kenal dan saat ini berdiri di hadapannya."Saya butuh jawaban kamu," Damian kembali menegur."Tanya ke istri lo sendiri," si Agen 1, Haedar Ibrahim menyahut dengan jengah."Saya akan mengganti pertanyaan. Alasan kamu membuat sopir truk melakukan kesaksian palsu. Itu ada hubungannya dengan istri saya?"Bukan tidak tahu, Damian tahu sejak awal dari Agen 2 jika Haedar Ibrahim lah yang membuat si sopir truk mengubah kesaksiannya di hadapan polisi. Sejak awal Haedar Ibrahim menargetkan Evelyn dan ibunya seperti yang diucapkan oleh Evelyn. Seolah dendam pribadinya lebih penting, ia mengabaikan tugas yang diberikan oleh Damian."Saya memberi kamu uang bukan untuk memenuhi keinginan kamu sendiri."Si Agen 1 tetap bergeming, ia bahkan tak merasa telah melakukan kesalahan.Damian
Damian berada di ruang kerjanya di rumah saat Nayra datang menghampirinya. Dengan santai Damian menyingkirkan berkas tentang Haedar Ibrahim dari mejanya dan menyambut kedatangan istrinya."Masih sibuk?"Damian menggeleng, ia mengulurkan tangannya. Membawa Nayra duduk di pangkuannya, salah satu hal yang ia suka."Hari ini mau makan apa buat makan malam?""Terserah kamu.""Lagi banyak pikiran?""Memangnya ada apa?""Kamu kelihatan banyak pikiran." Nayra menatap penuh selidik. Wajah Damian terlihat sangat serius dan itu mengganggu pikirannya."Saya harus beradaptasi dengan tempat baru.""Paling nggak di sana nggak ada orang yang merendahkan kamu," sahut Nayra."Siapa yang memasak hari ini?""Saya.""Hanya untuk dua orang."Nayra mengangguk dengan senyuman tipis. Ia kemudian turun dari pangkuan Damian."Saya mau masak dulu."Damian bergeming, tak menahan Nayra dan hanya memperhatikan Nayra hingga tak lagi terlihat. Damian kemudian meraih ponselnya dan menghubungi seseorang."Datang ke rum
"Hai, Mas. Gimana kabar kamu?"Evelyn menegur Julian dengan wajah yang sumringah. Keduanya sebelumnya sudah membuat janji temu di salah satu restoran. Evelyn langsung duduk berhadapan dengan Julian. Ia tetap tersenyum meski melihat wajah suram Julian."Gimana kabar kamu, Mas? Baik-baik aja, kan setelah ceraiin aku?""Kamu mau apa lagi? Kamu udah dapat dua miliar," sahut Julian tanpa minat."Ya aku cuma mau tahu kabar kamu aja. Aku udah dengar, sekarang Wiratama Group jadi milik Salim Group."Julian memalingkan wajahnya, ia datang bukan untuk menerima penghinaan seperti ini."Aku itu sekarang kalau lihat kamu itu ngerasa kasihan, Mas. Gimana kalau kita rujuk aja?"Sudut bibir Julian tersungging. "Jangan bermimpi kamu.""Kamu itu jangan sok keras. Memangnya apa sih untungnya kamu menceraikan aku? Nggak ada, kan? Nayra juga udah nggak mau sama kamu. Coba aja kalau kamu dulu nggak gugat aku, kamu nggak perlu bayar penalti.""Buat apa aku menikahi wanita mandul seperti kamu. Bukan cuma itu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen