Julian kembali setelah jam makan siang berakhir. Karena memiliki janji lain yang mendadak, ia membatalkan janji makan siangnya dengan Nayra.Saat kembali ke ruang kerjanya, Julian dibuat kaget dengan keadaan meja kerjanya yang berantakan. Julian menutup pintu dan jauh lebih terkejut saat melihat siapa orang yang berdiri di dekat jendela kaca besar di ruangannya."Damian?"Terlihat marah, Julian mendatangi Damian."Apa-apaan ini? Apa yang kamu lakukan dengan ruangan saya?!"Damian menyahut dengan santai. "Anggap saja saya baru saja memberikan pelajaran pada seekor tikus kecil yang datang kemari."Julian menatap tak percaya dan berkacak pinggang. "Apa mau kamu? Tujuan kamu datang ke sini itu apa?"Damian tersenyum miring. "Dulu saat saya pergi, kamu masih setinggi ini." Damian mengangkat satu tangannya setinggi pinggang."Dulu saya berpikir, akan jadi seperti apa anak nakal ini jika sudah dewasa. Dan seperti inilah didikan dari wanita itu."Julian merasa terhina. "Keluar kamu dari ruan
Julian buru-buru memasuki rumah Nayra. Sepulang dari kantor ia langsung bergegas ke sana."Ma," tegur Julian pada ibu Nayra."Julian, kamu datang?""Nayra gimana, Ma?"Ibu Nayra menggeleng. "Dia masih belum mau keluar dari kamar, dia juga nggak mau makan dari pagi.""Ya udah, aku coba lihat Nayra dulu."Julian bergegas ke kamar Nayra. Beberapa hari terakhir Nayra bersikap aneh dan Julian menyadari perubahan itu. Bahkan beberapa hari terakhir mereka jarang berkomunikasi. Nayra juga lebih sering mengurung diri di dalam kamar.Julian membuka pintu, menemukan Nayra duduk tertelungkup di atas ranjang."Sayang."Julian langsung menghampiri Nayra. Duduk di tepi ranjang, Julian langsung memegang kedua kedua pundak Nayra."Kamu nggak sakit, kan? Nggak apa-apa, kan? Aku denger dari mama katanya kamu nggak mau keluar kamar. Kamu ada masalah apa?"Dengan wajah yang terlihat sedikit pucat, Nayra terdiam memandang Julian. Sorot matanya tak lagi menunjukkan minat. Kepercayaan dirinya sudah hilang, i
"Saya adalah orang yang menghamili wanita ini!"Ucapan Damian menjadi babak terakhir dari kejutan di malam resepsi pernikahan pengantin baru itu sekaligus kehancuran bagi Nayra yang sebenarnya."Damian, apa maksud kamu?" tegur Suganda, menyampaikan pertanyaan semua orang.Damian sejenak memandang Nayra lalu berbicara. "Jika wanita ini memang hamil, maka bayi yang berada di perutnya sudah pasti anak saya.""Bajingan," gumam Veronica tak percaya. "Bagaimana kalian bisa—"Veronica tak bisa melanjutkan, semua orang pasti terkejut. Kapan tepatnya mereka bertemu dan semua ini terjadi.Tawa kecil Julian kemudian menarik seluruh perhatian. Tampak sangat jelas di wajahnya bahwa dia adalah orang yang tersakiti di tempat itu."Dia..." Julian berbicara pada Nayra sembari menunjuk Damian."Bajingan ini yang menghamili kamu? Orang pincang ini... orang cacat ini!" Suara Julian meninggi, menunjukkan seberapa besar kemarahannya saat ini.Ibu Nayra sempat memegangi kepalanya. Tak lagi mampu mendengarka
Damian keluar dari kamar mandi, menemukan Nayra yang masih duduk di lantai, tepatnya di dekat ranjang. Sejak tiba di sana, seperti itulah posisi Nayra. Tangisnya sudah berhenti sejak Damian membawanya, tapi kini hanya ada penyesalan dalam sorot matanya yang sayu.Seseorang mengetuk pintu, Damian bergegas menuju pintu dan sempat berbicara dengan seseorang sebelum menutup pintu kembali dengan membawa kotak kecil di tangannya. Damian mendekati Nayra dan melemparkan kotak yang ia bawa ke lantai tepat di hadapan Nayra. Menunjukkan perhatiannya yang setengah hati dengan memberikan kotak obat agar Nayra mengobati luka goresan di wajah serta sudut bibirnya. Akan tetapi, Nayra tetap bergeming.Sempat berdiam diri, Damian menarik kursi ke hadapan Nayra dan duduk di sana. Mungkin karena kondisi kakinya ia tak ingin duduk di lantai atau mungkin harga dirinya yang terlalu tinggi untuk mengerti situasi.Damian kemudian meraih kotak obat itu dan menarik dagu Nayra agar wanita itu mengangkat wajah.
"Berikan saya uang dan kamu tidak perlu bertanggungjawab atas apapun yang terjadi pada saya," ujar Nayra dengan tegas ketika keduanya berdiri berhadapan di dalam kamar hotel.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Damian. "Sepertinya kamu belum paham.Satu tangan Damian yang terbebas terangkat menyentuh perut Nayra. Refleks Nayra melangkah mundur. Namun, kakinya menabrak ranjang hingga ia jatuh terduduk di atas ranjang.Damian mendekat, satu kakinya terangkat ke ranjang hingga Nayra refleks mencondongkan tubuhnya ke belakang dengan kedua tangan yang bertumpu pada ranjang.Pandangan Damian turun ke perut Nayra, ia kembali memegang perut wanita itu tanpa ada perlawanan dan barulah ia kembali memandang Nayra."Apa yang hidup di sini, adalah milik saya."Nayra mengambil napas dalam. Ia selalu merasa kesulitan untuk bernapas setiap kali Damian mengintimidasinya seperti ini.Tangan Damian kemudian beralih memegang dagu Nayra, laki-laki itu kembali memberikan peringatan."Akan lebih baik j
Damian memasuki kamar hotel dengan membawa sebuah paper bag. Berjalan mendekati Nayra yang berbaring dalam posisi di miring di ranjang, Damian menaruh paper bag tersebut di tepi ranjang."Kamu pakai ini sekarang, kita pergi setelah kamu siap."Tak mengatakan apapun, Nayra bangkit. Menyambar paper bag tersebut dan pergi ke kamar mandi. Di sana Nayra memeriksa baju yang dibawakan oleh Damian saat ini. Sebuah dress yang terlihat sedikit formal seolah-olah Damian ingin mengajaknya ke acara resmi."Dia mau ngajak aku ke mana sekarang?" gumam Nayra bertanya-tanya.Nayra bergegas mengganti pakaiannya. Memahami situasi, setelah keluar dari kamar mandi Nayra langsung duduk di depan meja rias untuk memperbaiki penampilannya. Agar terlihat lebih elegan, Nayra sengaja menggulung rambut panjangnya. Dan selama proses itu Damian yang duduk bersandar di sofa memperhatikan setiap gerak-gerik Nayra bahkan hal kecil sekalipun.Setelah selesai, Nayra mengambil flat shoes yang cocok dengan pakaiannya. Sel
Julian dan Evelyn meninggalkan restoran, tapi pada saat itu mereka melihat Nayra berdiri di luar mobil. Evelyn kemudiam berinisiatif mendatangi Nayra karena berpikir jika Nayra tengah menunggunya."Sebentar, Mas."Evelyn datang dengan senyum tanpa dosa."Apa maksud kamu, Lyn?" tegur Nayra ketika Evelyn berdiri di depannya.Evelyn mengendikkan bahunya. "Aku nggak ngerti maksud kamu.""Kamu dan Julian, sejak kapan?"Evelyn tersenyum simpul. "Kamu nggak berpikir kalau Mas Julian selingkuh sama aku, kan? Kamu jangan melimpahkan kesalahan ke Mas Julian. Di sini yang selingkuh itu kamu. Aku dan Mas Julian baru mulai setelah kamu pergi.""Itu semakin nggak masuk akal, semudah itu?" Nayra tak terima, tapi ia tetap berbicara dengan lembut."Ya kamu coba pikirkan sendiri gimana sakitnya Mas Julian waktu kamu permalukan seperti itu. Kalau kamu ada di posisinya Mas Julian—""Ini rencana kamu dari awal?" celetuk Nayra, menghentikan ucapan Evelyn.Evelyn tersenyum tak percaya. "Sekarang kamu mau ca
Nayra hanya bisa terperangah ketika kini ia sudah menginjakkan kaki di Australia. Tanpa persiapan dan tanpa membawa barang apapun, keduanya kini sudah berpindah ke negeri orang. Lebih tepatnya wilayah kekuasaan Damian karena sepertinya hanya Nayra lah orang baru di sana.Sebuah mobil berhenti di depan mereka. Seorang pria dengan setelan formal keluar, sekilas menundukkan kepala lalu membukakan pintu mobil. Tanpa berbicara apapun Damian masuk ke mobil dan Nayra pun juga langsung bergegas, tak ingin ditinggalkan di negeri orang tanpa modal apapun.Selama perjalanan tak ada satu pun yang berbicara. Nayra lebih memilih untuk menyimak jalanan dibandingkan dengan penasaran ke mana mereka akan pergi. Dan setelah perjalanan yang panjang, mobil yang ditumpangi keduanya memasuki sebuah pagar yang cukup tinggi.Nayra sedikit terperangah menemukan halaman rumput hijau yang sangat luas dan jauh di depan sana sebuah mansion berdiri dengan kokoh."Ini rumahnya orang ini di sini?" batin Nayra.Karena
"Hai, Mas. Gimana kabar kamu?"Evelyn menegur Julian dengan wajah yang sumringah. Keduanya sebelumnya sudah membuat janji temu di salah satu restoran. Evelyn langsung duduk berhadapan dengan Julian. Ia tetap tersenyum meski melihat wajah suram Julian."Gimana kabar kamu, Mas? Baik-baik aja, kan setelah ceraiin aku?""Kamu mau apa lagi? Kamu udah dapat dua miliar," sahut Julian tanpa minat."Ya aku cuma mau tahu kabar kamu aja. Aku udah dengar, sekarang Wiratama Group jadi milik Salim Group."Julian memalingkan wajahnya, ia datang bukan untuk menerima penghinaan seperti ini."Aku itu sekarang kalau lihat kamu itu ngerasa kasihan, Mas. Gimana kalau kita rujuk aja?"Sudut bibir Julian tersungging. "Jangan bermimpi kamu.""Kamu itu jangan sok keras. Memangnya apa sih untungnya kamu menceraikan aku? Nggak ada, kan? Nayra juga udah nggak mau sama kamu. Coba aja kalau kamu dulu nggak gugat aku, kamu nggak perlu bayar penalti.""Buat apa aku menikahi wanita mandul seperti kamu. Bukan cuma itu
Pagi itu di meja makan hanya ada Nayra dan Damian, tak ada Suganda atau pun Julian. Sedangkan Veronica memang tidak pernah bergabung di meja makan sejak mereka datang. Tapi meski begitu, Damian tak merasa terganggu. Ia justru menarik kursi Nayra agar lebih dekat dengannya."Ini hari pertama kamu di Salim Group," ujar Nayra seolah tak ada apapun yang terjadi kemarin.Damian tersenyum tipis sebagai tanggapan. Sebuah notofikasi pesan terdengar dari ponsel Damian. Nayra yang lebih dekat dengan ponsel Damian pun mengambil benda pipih itu."Dari papa.""Coba kamu buka."Nayra membuka pesan dari ayah mertuanya dan membaca isinya bersama Damian.'Damian, papa tidak sempat berpamitan. Papa dan mama akan menempati rumah yang lain. Sampaikan salam papa ke istri kamu.'"Papa udah pindah?" guman Nayra."Memang seharusnya seperti itu sejak awal.""Tapi saya jadi nggak bisa ngawasin Tante Veronica."Sebelah alis Damian terangkat. "Mengawasi?"Nayra mengangguk. "Untuk jaga-jaga kalau-kalau dia ada re
Rombongan Salim Group meninggalkan gedung. Mobil yang dikendarai mereka sudah berjajar di depan gedung. Namun, Damian langsung mengenali mobil yang digunakan oleh Nayra. "Mama akan kembali ke kantor," ujar Nadine yang diangguki oleh Damian. Seorang petugas keamanan memberikan kunci mobil pada Damian. "Silakan, Pak, kuncinya." "Ini mobil istri saya, sejak kapan ada di sini?" tegur Damian. "Sudah agak lama, Pak. Tapi tadi istri Bapak tidak masuk." "Lalu istri saya pergi ke mana?" "Tadi istri Bapak pergi bersama Pak Julian." "Ya sudah." Damian menggaruk keningnya. Ia hendak menghubungi Nayra, tapi sebuah panggilan lebih dulu masuk. Damian pun segera menerima panggilan dari Suganda tersebut. "Kamu belum pergi, kan? Papa harus berbicara." "Saya ke sana sekarang," sahut Damian yang langsung memutuskan sambungan dan kembali memasuki gedung. Damian masuk ke ruangan Suganda. "Kamu duduk." Keduanya duduk di sofa yang diperuntukkan bagi tamu. Suganda tampak canggung untuk memulai p
Julian duduk termenung di antara para petinggi perusahaan yang hadir di ruang rapat. Mereka duduk berjajar di meja panjang, menunggu para petinggi dari Salim Group datang. Hari itu akusisi akan berlangsung dan Julian tak bisa berbuat apa-apa meski ia menentang keputusan sang ayah. Ia pikir perusahaan baik-baik saja, tak menyangka jika perusahaan akan runtuh dengan begitu mudah. Satu helaan napas keluar dari mulut Julian. Ia seperti tengah mendapatkan kutukan, kehidupannya tak diberkati. Dan di saat ia tak bisa lagi berambisi, ia tiba-tiba teringat satu nama. "Haedar Ibrahim?" gumam Julian, menyadarkannya dari keterpurukan. "Kenapa Nayra tiba-tiba tanya soal orang itu kalau ingatannya belum kembali?" Julian bertanya-tanya dalam hati. Sebuah panggilan mengalihkan perhatian Julian. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Evelyn. Julian refleks menggaruk keningnya, ia beranjak dan hendak meninggalkan ruang rapat. Tapi sebelum ia menjangkau pintu, pintu terbuka dari luar. Para
Ponsel di atas meja berdering. Sebuah tangan meraih benda pipih itu. Damian melihat nama sang ayah tertulis di layar ponsel. Terhitung sudah tujuh kali Suganda menghubunginya pagi ini. Tapi seperti panggilan-panggilan sebelumnya, Damian kembali mengabaikan panggilan Suganda. Ia menggeletakkan ponselnya di tempat yang sama dan menikmati momen damai yang ia dapatkan di pagi hari yang menyejukkan. Duduk dengan nyaman di atas Cabin Cruiser yang mengapung di tengah lautan lepas. Damian menjadikan pelarian mereka sebagai peluang untuk pergi bulan madu ketika mereka sudah menerima satu sama lain. Di ujung sana, tampak Nayra yang berdiri di dekat besi pembatas. Terlalu menikmati hidup sebagai pengangguran yang kaya raya, Nayra ingin mencoba hobi para laki-laki. Yaitu memancing di lautan lepas. Meski Damian sudah mengatakan bahwa tidak ada ikan di sekitar sana, Nayra tetap ingin mencoba hal baru. Damian beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri Nayra dan memeluk istrinya dari belakang.
Tengah malam itu Veronica menginjakkan kaki di ruang tamu, berniat pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Tapi ia justru melihat Damian tengah duduk di ruang tamu sendirian. Awalnya Veronica berniat mengabaikan Damian, tapi saat kembali, ia justru mendatangi Damian. "Kamu bisa menganggap ini sebagai rumah kamu, tapi kamu juga harus mempedulikan kenyamanan orang lain yang tinggal di sini," tegur Veronica. Damian mengarahkan pandangannya pada Veronica dan menyahut dengan santai. "Orang yang tinggal di sini seharusnya lebih tahu diri dan menghormati pemilik rumah." Veronica menatap tak percaya. "Sampai kapan kamu akan menganggap bahwa kamu berkuasa di sini? Rumah ini bukan apa-apa. Ini hanya rumah tua yang tidak ada nilainya." "Jika begitu kenapa begitu sulit bagi anda untuk angkat kaki dari sini?" sarkas Damian yang sejenak berhasil membungkam Veronica. "Masa jabatan anda sebagai nyonya di rumah ini sudah berakhir, seharusnya anda cukup tahu malu untuk tetap bertahan di sini." V
"Di sini anda ditangkap bukan karena kasus penculikan." Batin Evelyn tersentak. Jika bukan tentang penculikan Nayra, lalu apa. Hanya itu kejahatan paling fatal yang dilakukan oleh Evelyn. "Kamu bunuh bayi aku?" tegur Nayra dengan tenang. Evelyn menggeleng pelan, bingung dengan situasi yang ada saat ini Damian mendekati petugas tersebut dan menegur. "Boleh kamu mengetahui detail tentang penangkapan Evelyn, Pak?" "Pak Damian Sylvester?" "Benar, dengan saya sendiri." Petugas itu kemudian memberikan penjelasan singkat. "Sopir truk yang menyebabkan kecelakaan Pak Damian sudah menyerahkan diri. Dan menurut kesaksian pelaku, saudari Evelyn adalah salah satu dari komplotan mereka." Lagi, semua orang terkejut. Evelyn kemudian mendekat sembari murka. "Maksud Bapak apa?! Jangan sembarangan!" "Anda bisa menjelaskan semuanya di kantor polisi, mari ikut kami." "Saya nggak mau! Mana buktinya kalau saya bersalah? Bapak jangan mengada-ada!" "Karena anda tidak bersedia untuk beke
"Psikopat," celetuk Nayra, mengambil alih perhatian si Agen 1 yang terlihat sedikit resah meski ia tampak tenang. "Lo pikir lo jadi orang yang penting di sini?" ujar pria itu. "Jelas bukan, sejak awal kalian berniat menghancurkan suami saya. Sekarang atau bahkan dua puluh satu yang lalu, tujuan kalian sama. Segitu besarnya keinginan kalian untuk mengambil alih Wiratama Group sampai-sampai nyawa orang lain tidak ada harganya lagi." "Jalang ini pinter ngomong juga," gumam pria itu. "Wiratama Group... sepertinya itu menjadi impian kalian. Jadi kamu dengarkan baik-baik. Mulai dari sekarang, saya akan menghancurkan impian kalian. Saya pastikan, Wiratama Group akan menjadi penebusan dari pengorbanan suami saya." "Nyonya Muda itu ternyata keren juga ya, Bos," celetuk si Agen 2. Si Agen 1 tak menyahut, ia tak mengalihkan pandangannya dari Nayra, tak pernah sedetik pun seolah menjaga keselamatan Nayra adalah prioritas utamanya saat ini. "Anda memanggil saya ke sini, itu berarti an
Pagi itu Nayra mengunjungi ibunya di kantor. Menjalani harinya tanpa Damian, kini Nayra menjadi wanita yang lebih mandiri. Ia mulai bersikap tegas pada lingkungan tempat ia berada. "Mama sudah dengar." Nadine membuka pembicaraan begitu keduanya duduk berhadapan. "Suami kamu diberhentikan dari jabatannya," lanjut Nadine. Nayra mengangguk. "Kamu menerima begitu saja?" "Memangnya aku harus gimana, Ma. Aku cuma seorang menantu. Damian juga belum siuman. Aku rasa ini juga bukan kemauan papa. Aku pikir Julian juga menekan papa." "Mama mendengar itu dari Pak Raymond, jika suami kamu nggak akrab dengan keluarganya." Nayra kembali mengangguk. "Itu sebabnya grandpa melarang mereka jenguk Damian." "Kamu yang sabar, kamu harus lebih kuat. Mama yakin Damian pasti akan segera siuman. Kamu nggak perlu memikirkan tentang pemecatan suami kamu. Setelah suami kamu pulih, bawa dia ke Salim Group. Sejak awal perusahaan ini adalah milik kamu, Nayra. Kamu sudah cukup ukur dan memiliki suami. Sudah wa