Share

Bab 2

Penulis: Dania Zahra
Mendengar perkataan itu, tangan Livy langsung gemetaran. Ponselnya tergelincir dari tangannya dan terjatuh ke lantai. Livy bahkan sempat curiga pendengarannya bermasalah.

Sambil memegang dadanya, Livy buru-buru memungut kembali ponselnya dan bertanya dengan terbata-bata, "Pak Preston, apa ... ada masalah?"

"Kamu tahu sendiri." Setelah melontarkan ucapan tersebut, Preston langsung menutup teleponnya. Wajah Livy memucat seketika.

Ini benar-benar gawat! Preston pasti mau buat perhitungan dengannya!

Setelah Livy meletakkan koper Preston di dalam apartemennya, dia segera pulang ke rumah dan mulai mengirimkan lamaran pekerjaan. Karena terlalu lelah, Livy tertidur di atas meja begitu selesai mengirimkan beberapa lamaran. Tiba-tiba, dering telepon membangunkannya.

Melihat nama Preston di layar, Livy langsung terkejut dan rasa kantuknya hilang seketika. Dia segera mengangkat telepon itu. "Pak ... Pak Preston."

"Di mana kamu?" Pertanyaan yang sederhana itu membuat bulu kuduknya berdiri.

Livy melirik jamnya sekilas. Saat ini sudah pukul setengah tujuh malam. "Maaf, Pak, saya ketiduran dan belum sempat ke sana," jawab Livy sambil buru-buru meminta maaf.

"Datang ke sini dalam waktu setengah jam," Preston memberi perintah singkat.

Setelah telepon ditutup, Livy langsung memesan taksi dan memohon kepada sopir untuk mempercepat laju kendaraannya. Sopir itu bahkan mengira dia sedang terburu-buru untuk memergoki orang yang berselingkuh.

Dengan napas tersengal-sengal, Livy akhirnya berhasil tiba tepat waktu. Rasanya hampir saja dia kehabisan napas. Kalau sampai pingsan di depan rumah Preston, mungkin pria itu benar-benar akan menghancurkan tubuhnya sampai tak bersisa!

Walaupun Livy sudah mengetahui kode pintu apartemen, dia tetap mengikuti aturan dan mengetuk pintu dengan sopan. Begitu pintu terbuka, di hadapannya muncul wajah tampan Preston.

Tak bisa dipungkiri, Preston benar-benar rupawan. Tak heran dia menjadi pria idaman dari semua wanita, baik di kota ini maupun di seluruh negeri.

"Pak Preston," sapa Livy dengan suara pelan sambil menundukkan kepala.

Preston yang memang jauh lebih tinggi darinya, hanya bisa melihat bagian belakang kepala Livy yang tertunduk. Dia menahan tawa kecil, lalu berkata, "Masuk."

Livy mengikutinya masuk ke apartemen tersebut. Dia menyadari bahwa suasana hati Preston tampaknya sangat baik. Sepertinya proyek resor yang mereka kunjungi sangat memuaskan.

Kalau begitu, apa dia boleh menggunakan kesempatan ini untuk minta maaf? Livy benar-benar tidak ingin kehilangan pekerjaan ini. Saat mencoba melamar pekerjaan di tempat lain tadi siang, Livy menyadari bahwa posisi yang ditawarkan tidak sesuai dan gajinya bahkan setengah dari yang dia terima di Grup Sandiaga.

Selain itu, Livy bukan sekretaris utama Preston, melainkan hanya salah satu sekretaris di departemen itu. Posisi Livy bisa digantikan kapan saja. Hanya dengan sebuah perintah dari Preston, Livy bisa langsung dipecat tanpa diberi kesempatan untuk membela diri.

Sebab bagaimanapun, Livy hanyalah orang yang tidak terlalu penting.

"Pak Preston, kumohon jangan pecat aku. Aku bersumpah, kalau Bapak nggak mau melihatku, aku bisa menghindari Bapak. Bapak bahkan boleh memindahkanku ke departemen yang jauh. Aku bisa melakukan pekerjaan apa pun. Aku nggak mau meninggalkan Grup Sandiaga ...."

Livy merasa seperti ingin menangis. Dia benar-benar tidak rela kehilangan pekerjaan yang menguntungkan ini!

"Siapa bilang aku mau pecat kamu?" Preston berbalik melihat wajah wanita ini yang merona dan matanya yang berkaca-kaca. Penampilannya tampak mudah sekali ditindas.

Pengalaman semalam meninggalkan kesan mendalam baginya. Kini, tenggorokan Preston terasa kering dan benaknya masih dipenuhi dengan apa yang telah terjadi.

"Ah?" Livy tiba-tiba mendongak menatap mata Preston yang tajam. Tatapan itu membuat jantung Livy berpacu kencang. Dia tidak bisa memahami apa yang tersembunyi di balik tatapan itu.

Tunggu! Apakah maksud Preston tadi, dia tidak berencana untuk memecatnya? Lalu, kenapa Preston memanggilnya ke sini? Apakah hanya untuk memarahinya secara pribadi?

"Kamu punya pacar?"

Pertanyaan yang mendadak itu menyadarkan Livy dari lamunannya. Dia menggelengkan kepala dengan bingung. "Nggak ada," jawabnya. Memang, Livy tidak punya pacar lagi setelah putus dari Stanley dan saat ini dia sedang dalam status lajang.

Preston mengangguk perlahan, seakan-akan sudah menduga jawabannya. Sebab, dia tahu bahwa kejadian semalam adalah pengalaman pertama bagi Livy dan dia bisa merasakannya.

"Besok pagi jam sembilan, ikut aku ke kantor catatan sipil," ucap Preston dengan tenang.

Livy terdiam selama beberapa detik dan pupil matanya langsung menyusut tajam. Tadinya dia mengira dirinya akan dibawa ke kantor polisi, tapi kenapa malah jadi ke kantor catatan sipil?

"Pak Preston, untuk apa kita ke kantor catatan sipil?" Livy masih bingung.

"Nikah."

Preston mendekati Livy, lalu mendorongnya dengan perlahan ke sofa. Livy kehilangan keseimbangan dan terjatuh di atasnya.

Tak lama kemudian, dia merasakan cahaya di depannya menjadi redup karena dihalangi oleh tubuh Preston. Dia tidak menyangka akan ada malam kedua bersama Preston. Mereka terus bergumul dari sofa hingga ke kamar tidur dengan pakaian yang berserakan di lantai.

....

Livy benar-benar tidak menyangka, Preston memberinya "pelajaran" secara pribadi. Namun, konteks "pelajaran" yang diberikannya ternyata berbeda dari yang dibayangkannya.

"Pak Preston, kenapa Bapak mau nikah denganku? Sebenarnya Bapak nggak perlu bertanggung jawab."

Livy sebenarnya ingin mengatakan bahwa dia memang sengaja menggoda Preston semalam. Namun, Preston tampaknya mengira semua itu adalah sebuah kecelakaan.

"Aku butuh seseorang untuk dinikahi dan kamu yang paling cocok."

....

Keesokan paginya, pukul setengah sepuluh.

Setelah mengambil dokumen-dokumennya dari apartemen, Livy dan Preston pergi ke kantor catatan sipil. Kini, Livy melangkah keluar dari kantor itu sambil menatap akta nikah di tangannya. Dia merasa seolah-olah baru saja bermimpi.

Apa benar dia baru saja menikah dengan Preston? Nikah mendadak sama atasannya?

Tentu saja, Livy sudah memahami tujuan Preston menikahinya. Ini bukan karena Preston ingin bertanggung jawab, tetapi lebih karena dia membutuhkan seseorang untuk menghadapi tekanan dari keluarganya. Apalagi, ayahnya terus memaksanya menikah.

Di perusahaan, Livy tetap hanya seorang sekretaris dan hubungan pernikahan mereka dirahasiakan dari publik. Selain itu, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sebenarnya, melainkan sebuah pernikahan kontrak. Mereka juga menandatangani perjanjian pernikahan.

Preston memberikan uang dan Livy menjalankan perannya sesuai permintaan. Keduanya memiliki kepentingan masing-masing.

"Kamu boleh libur setengah hari. Pulang dan kemas barang-barangmu, pindah ke Harmony Residence," kata Preston saat mengantarkan Livy ke apartemennya sebelum berangkat ke kantor.

Livy tidak punya banyak barang. Hanya dalam sekejap, dia telah selesai membereskan semuanya. Saat baru saja hendak memesan taksi untuk pindahan, dia melihat sebuah sosok yang tidak asing. Orang itu adalah asisten pribadi Preston, Bendy.

"Pak Bendy," sapa Livy dengan sedikit terkejut.

Bendy segera menghampirinya dan mengambil koper Livy sambil berkata, "Nyonya, Pak Preston memintaku untuk mengantarkanmu ke sana."

Livy merasa tidak nyaman mendengar panggilan itu. "Pak Bendy, panggil aku Livy saja atau Bu Livy. Pernikahanku dan Pak Preston harus dirahasiakan. Ini cuma sebuah transaksi," jawab Livy dengan senyum canggung.

Di perusahaan, Bendy memiliki otoritas satu tingkat di bawah Preston. Di antara para karyawan, mereka sering bercanda menyebutnya sebagai "pengawas utama". Meskipun begitu, posisinya sangat tinggi, sehingga semua orang tetap hormat padanya.

Sekarang, melihat Bendy bersikap sopan dan bahkan membantu membawakan barang-barangnya, Livy merasa sangat tidak nyaman.

"Baiklah, Bu Livy," jawab Bendy mengikuti permintaannya Namun, jelas terlihat bahwa sikap Bendy menjadi jauh lebih hormat terhadap Livy.

Livy mencoba bersikap lebih santai dan berkata, "Pak Bendy, bisa lebih santai saja ya ...."

"Baik," kata Bendy sambil mengangguk, tapi tetap dengan nada serius. Livy hanya bisa pasrah dengan keadaannya.

Setelah tiba di Harmony Residence, Livy sibuk membereskan kopernya. Namun, dia tiba-tiba mendapat pesan dari Stanley.

[ Livy, kamu sudah balik ke ibu kota? Kapan ada waktu? Kita ketemuan dan ngobrol sebentar, ya? ]

[ Hadiah pernikahannya sudah kusiapin, kamu nggak perlu keluar uang sepeser pun. Kuserahkan langsung waktu ketemu nanti ya? ]

[ Kamu cuma perlu hadir waktu hari pernikahan itu saja. Biar aku yang tanggung semua uang gaun dan keperluan lainnya! ]

Menanggung semuanya?

Livy merasa konyol. Dia langsung membalas pesan itu.

[ Boleh, jam 12 siang, di kafe Star. ]

Kebetulan dia bisa langsung berangkat kerja setelah bertemu dengan Stanley. Bagaimanapun, bosnya hanya memberi izin cuti setengah hari.

....

Saat Livy tiba di kafe, Stanley telah menunggunya di sana. Melihat Livy yang berjalan mendekatinya, Stanley buru-buru menyodorkan sebuah amplop ke hadapannya.

Livy berkata dengan nada tenang, "Stanley, terima kasih atas amplopnya. Kebetulan aku baru nikah hari ini. Hadiahmu ini memang pas sekali."

"Apa kamu bilang?" Stanley tampak tidak percaya.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rina Mustika
bagus dan menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 3

    Stanley bahkan mengira Livy sedang bercanda dengannya. Hingga saat dia melihat bekas berwarna merah di leher Livy, emosi Stanley langsung memuncak. "Pria mana itu? Livy, kamu mengkhianatiku!""Maling teriak maling nih? Stanley, kamu boleh menikahi wanita lain, tapi aku nggak boleh nikah duluan?" ucap Livy sambil mendengus dingin. Saat ini, Livy masih tidak ingin memberi tahu Stanley tentang Preston.Setelah Stanley menikahi Chloe nanti, Livy akan jadi bibinya. Livy sangat penasaran, bagaimana reaksi Stanley nantinya setelah mengetahui hal ini?"Nggak mungkin! Kamu nikah sama siapa? Siapa yang mau nikahin kamu? Kenapa aku nggak tahu sama sekali?" teriak Stanley dengan marah.Livy benar-benar heran mengapa dulu dia begitu mencintai Stanley. Apa pun yang Stanley katakan, dia percayai sepenuhnya. Namun pada akhirnya, dia hanya dipermainkan.Tiga bulan lalu saat mendengar berita pernikahan Stanley, Livy kehilangan berat badan hingga 10 kilogram dalam waktu 10 hari. Tubuhnya sangat lemah, se

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 4

    Wajah Livy memerah seketika. Dia berusaha untuk meronta sambil melirik ke arah pintu dengan panik karena takut ada yang tiba-tiba masuk."Kenapa cari aku?"Preston berusaha menenangkan diri dan bersikap lebih sopan. Namun, dia sendiri juga tidak mengerti mengapa bisa tergoda ketika melihat Livy. Seolah-olah kehilangan akal sehat, Preston yang seperti ini benar-benar berbeda dengan dirinya yang biasa.Livy berdiri tegak dan merapikan pakaiannya. "Aku ... akan dipecat. Seharusnya, itu bukan perintah darimu, 'kan?" tanya Livy dengan hati-hati.Bagaimanapun, mereka baru saja menikah pagi ini. Alasan mereka mendaftarkan pernikahan ini adalah karena Livy adalah karyawan perusahaan ini. Dengan demikian, Preston bisa lebih mudah mencari Livy dan memintanya untuk berakting kapan saja jika diperlukan.Itulah alasannya, Livy yakin bahwa pemecatannya ini tidak ada kaitannya dengan Preston. Lagi pula, Preston tidak pernah menyebutkan bahwa dia harus tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga."Apa y

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 5

    Menghadapi permintaan maaf yang mendadak dari Annie, Livy merasa kebingungan. Secara refleks, dia menatap ke arah Preston yang duduk di belakang meja, berharap bisa mendapatkan penjelasan dari ekspresinya.Ketika Preston melihat tatapan Livy yang bingung dan penuh kepolosan itu, tenggorokannya terasa kering sejenak. Dia langsung teringat bagaimana sorot mata itu menatapnya dengan malu-malu semalam.Setelah berusaha mengendalikan diri, Preston mengendurkan dasinya dan berkata, "Karena ini cuma salah paham, aku akan minta departemen HR untuk batalin pengajuan pemecatan.""Annie, kamu sudah berada di jajaran manajemen. Sebagai pemimpin, aku berharap kamu nggak melakukan kesalahan kecil seperti ini lagi. Jadilah teladan bagi bawahanmu."Meskipun Preston mengucapkan tiga kata "kesalahan kecil" dengan nada santai, Annie bisa merasakan teguran di balik ucapannya. Kekesalan yang mendalam terpancar dari matanya, tetapi dia tetap mengangguk sambil menjawab, "Akan saya ingat itu, Pak Preston."Me

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 6

    Livy tertegun seketika. Hanya karena masalah sekecil ini, Preston turun tangan langsung untuk memeriksanya sendiri? Pria ini benar-benar tegas! Kalau sampai Preston tahu bahwa kejadian di resor itu bukan sebuah kecelakaan, melainkan Livy yang memang sengaja menggodanya ....Livy bergidik ngeri, tidak berani membayangkan kemungkinan yang akan terjadi."Ini untukmu." Suara Preston yang berat tiba-tiba menarik Livy kembali ke kenyataan. Dia melihat sebuah kartu bank disodorkan di depannya. Livy berkedip beberapa kali dengan kaget."Di dalamnya ada 20 miliar, pakai saja sesukamu," ucap Preston.Mata Livy melebar seketika.Preston memang pernah menyebutkan akan memberikan uang saku dan bayaran untuk perannya dalam "drama" pernikahan mereka. Namun, hal itu dibicarakan ketika mereka sedang berada di ranjang. Saat itu, Livy dalam keadaan setengah sadar sehingga dia lupa menegosiasikan jumlahnya.Dia awalnya berpikir Preston hanya akan memberikan jumlah yang sebanding dengan gajinya di Grup San

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 7

    Annie sebenarnya datang dengan alasan mengantarkan dokumen, tapi tujuan utamanya adalah untuk meminta maaf lagi kepada Preston. Kesalahan kecil yang dia buat itu terlalu merusak citranya dan dia tidak ingin Preston menganggapnya sebagai orang yang ceroboh.Meskipun kesalahan itu memang sengaja dibuat untuk menjebak Livy, Annie terpaksa mengakui bahwa kejadian itu adalah ketidaksengajaan di hadapan Preston. Hanya saja, Annie tidak menyangka bahwa Livy berada di ruangan Preston selama itu."Kamu ngobrol apaan sama Pak Preston di dalam? Kenapa bisa selama itu?" Annie menatap Livy dengan tajam. Wajahnya tampak kesal dan hatinya merasa tidak nyaman.Saat teringat dengan Livy yang menggagalkan rencananya di resor malam itu, emosi Annie langsung memuncak. Orang yang seharusnya bersama Preston malam itu adalah dirinya, bukan Livy. Annie telah berusaha keras untuk melancarkan rencananya. Dia bahkan berhasil mencampurkan sesuatu ke dalam minuman Preston.Tepat pada saat Preston mulai bereaksi, A

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 8

    Livy mengucapkan terima kasih kepada petugas resepsionis dan langsung menuju kamar tempat neneknya sambil membawa buah-buahan dan hadiah di tangannya.Saat membuka pintu, Livy melihat neneknya yang tampak lesu di atas ranjang. Hidung Livy terasa kecut seketika dan air mata menggenang di pelupuk matanya."Nenek!" serunya sambil bergegas mendekat. Livy mencoba menahan emosinya sambil tersenyum manis dan berkata manja, "Aku kangen sekali sama Nenek.""Livy! Anak bodoh, Nenek juga kangen kamu," kata Winda seraya memegang wajah Livy dengan penuh kasih. "Dinasmu capek nggak? Kamu jadi kurusan."Livy tertawa dan menggelengkan kepala, "Sama sekali nggak capek.""Nenek, aku kerja di Grup Sandiaga. Gajinya tinggi, tunjangan dan fasilitasnya juga bagus. Lihat, aku bawa oleh-oleh ini buat Nenek. Ini semua hasil dari perjalanan dinasku, produk lokal yang diberikan gratis di resor baru perusahaan."Livy tidak berbohong. Memang benar bahwa semua barang itu adalah oleh-oleh dari resor yang dibagikan k

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 9

    Raut wajah Preston jadi lebih rileks dan suaranya juga jadi lebih lembut saat bertanya, "Perlu suruh Bendy untuk jemput kamu nggak?"Livy merasa terkejut dengan perhatian Preston. Dia jadi lupa dengan masalah Stanley dan buru-buru memanggil sebuah taksi. "Nggak usah, aku bisa pulang sendiri, kok." Setelah memeriksa waktu sejenak, dia kembali menimpali, "Jalanan agak macet, mungkin masih butuh sekitar satu jam."Khawatir bahwa Preston mungkin akan membutuhkan bantuannya, Livy terus mendesak sopir taksi untuk mempercepat laju kendaraan sepanjang perjalanan. Akhirnya, dia tiba di Harmony Residence sesuai waktu yang diperkirakan.Lampu di ruang tamu sedang menyala dan tercium aroma kopi yang khas memenuhi udara. Pencahayaan dan aroma ini membawa nuansa yang hangat dalam apartemen yang didekorasi dengan indah tersebut.Livy melangkah masuk dengan hati-hati dan menemukan Preston sedang berdiri di dekat bar dapur. Berbeda dengan penampilannya di kantor, saat ini Preston sedang mengenakan paka

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 10

    Jantung Livy terasa seakan berhenti berdetak sesaat. Dia berkedip dengan gugup, lalu menyapa dengan canggung, "Hai! Pak Preston, selamat pagi.""Hmm," Preston hanya menggumamkan jawabannya, lalu turun dari tempat tidur dan merapikan rambutnya yang acak-acakan sambil berjalan ke arah kamar mandi.Tirai jendela di kamar masih terbuka. Dari jendela besar di kamar utama, terlihat pemandangan indah dari taman pusat kota. Pakaian mereka berserakan di lantai dan udara di kamar itu masih samar-samar memancarkan aroma khas setelah berhubungan intim.Dengan wajah memerah, Livy turun dari tempat tidur dan mulai mengenakan pakaiannya. Setelah Preston keluar dari kamar mandi, Livy segera menyelinap masuk untuk mandi.Ketika dia selesai dan keluar dari kamar mandi, Preston sudah duduk mengenakan setelan jas dan menikmati secangkir kopi di meja makan. Sementara itu, Bendy sedang melaporkan urusan pekerjaan padanya. Setelah ragu-ragu sejenak, Livy memutuskan untuk berjalan mendekat."Duduk dan sarapan

Bab terbaru

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 383

    "Kenapa sih? Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu!"Zoey merasa Livy benar-benar tidak tahu berterima kasih. Dengan nada kesal, dia mengumpat, "Kamu sendiri nggak bisa mempertahankan Pak Preston, aku membantumu, tapi kamu malah bersikap begini!""Kamu sadar nggak, bahkan gelar Nyonya Sandiaga saja nggak diakui? Kalau sampai kalian bercerai, kamu bakal keluar tanpa sepeser pun! Asal kamu mau memperbesar masalah ini, bagaimanapun juga, kamu tetap nggak akan dirugikan!"Sebenarnya, Zoey juga tidak benar-benar ingin membantu Livy. Namun, setelah berdiskusi dengan ibunya, mereka menyadari bahwa hanya dengan membantu Livy, mereka bisa mendapatkan keuntungan.Lagi pula, dia sudah memegang kelemahan Livy. Kalau Livy tidak bekerja sama dengannya, dia akan benar-benar habis!"Aku sudah bilang, urusanku bukan urusanmu!"Livy berteriak hingga suaranya hampir serak, "Aku juga nggak pernah ingin jadi Nyonya Sandiaga yang diumumkan ke publik, dan aku nggak butuh orang lain memperlakukanku dengan b

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 382

    Grup itu adalah grup gosip perusahaan.Sebelumnya, Ivana pernah ingin memasukkan Livy ke dalamnya, tetapi Livy merasa grup itu terlalu ramai dan penuh dengan gosip yang tidak penting. Lagi pula, dia juga tidak tertarik membahas hal-hal seperti itu, jadi dia menolak untuk bergabung.Namun sekarang, setelah jam kerja usai, seseorang mengirimkan pesan yang memicu kehebohan di grup tersebut.Meskipun hanya ada satu orang yang memulai percakapan, Livy sudah cukup terkenal di perusahaan, jadi banyak orang yang ikut berkomentar.[ Pantas saja! Aku pernah beberapa kali melihat Livy naik mobilnya Pak Preston. Lagian, kalian nggak merasa aneh kalau dia bisa naik jabatan secepat itu? ][ Kalau nggak ada sesuatu di belakangnya, aku pasti nggak percaya! Tapi aku nggak nyangka, ternyata dia punya hubungan sama Pak Preston! ][ Aku nggak percaya! Pak Preston itu kaya, tampan, dan luar biasa! Mana mungkin dia tertarik sama wanita seperti Livy? ][ Pokoknya yang jelas, Livy sudah menikah dan suaminya p

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 381

    Pria itu memiliki proporsi tubuh yang nyaris sempurna. Mantel panjang hitam yang dia kenakan membingkai tubuhnya yang tinggi dengan sangat pas dan menampilkan sosok yang luar biasa gagah."Sayang, kamu ...."Livy ingin memanggil Preston untuk makan bersama, tetapi pria itu justru berjalan mendekat dengan ekspresi dingin. Dia menatap Livy dari atas ke bawah dengan mata hitam pekat yang dipenuhi dengan kejengkelan. Dengan suara marah, dia bertanya, "Apa lagi yang kamu lakukan?""Hah?"Livy tidak mengerti maksudnya, tetapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, tangan besar pria itu sudah mencengkeram bahunya dengan kuat dan menyeretnya ke atas.Cengkeramannya begitu kasar, membuat Livy terpaksa terseret menaiki tangga dengan terburu-buru. Bahkan, karena langkahnya yang terlalu cepat, lututnya terbentur sudut tangga dengan keras.Namun, Preston tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. Dia terus menyeret Livy hingga ke kamar, lalu mendorongnya ke sofa dengan kasar."Kamu begitu ingin

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 380

    Siapa yang peduli? Preston mengernyit. Apakah dia peduli pada Livy?Tangan yang menggenggam gelas tiba-tiba berhenti, lalu dia menuangkan lagi segelas minuman untuk dirinya sendiri dan berkata dengan nada dingin, "Dia cuma istri kontrakku, nggak lebih.""Iya, nih. David, kamu terlalu berlebihan. Bu Livy memang perempuan yang baik, tapi bagaimanapun juga, dia dan Preston berasal dari dunia yang berbeda."Sylvia menyela pembicaraan, lalu mendekati Preston dengan berpura-pura baik dan mengingatkan dengan lembut, "Preston, aku tahu kamu ingin memperlakukan Bu Livy dengan baik. Tapi bagaimanapun juga, dia berasal dari latar belakang yang berbeda dari kita. Kalau kamu terus memberinya barang-barang mewah, itu malah bisa membuatnya merasa terbebani."Perkataan itu membuat Preston sedikit penasaran. "Kenapa?""Karena bagi Livy, barang-barang itu sangat mahal, bahkan satu saja bisa setara dengan gajinya selama bertahun-tahun. Orang seperti dia akan merasa bahwa kesenjangan di antara kalian terl

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 379

    Kalau begitu, Livy juga jangan berharap hidupnya akan baik-baik saja!"Zoey, kalau mau gila, jangan cari aku!" Livy tidak ingin meladeni Zoey lagi dan segera pergi. Namun, setelah kembali ke kantornya, kelopak mata kanannya terus berkedut. Dia merasa seolah-olah sesuatu akan terjadi.Sebelum pulang, dia naik ke lantai atas untuk mencari Preston dan melaporkan perkembangan proyek. Namun, setelah mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada jawaban dari dalam. Akhirnya, dia menghubungi Preston lewat telepon."Ada apa?"Di seberang sana, suara Preston terdengar seakan dia sedang berada di tempat hiburan. Ada suara musik samar-samar dan yang lebih menyakitkan, Livy mendengar suara Sylvia yang begitu akrab di telinganya."Preston, bukannya sudah bilang hari ini jangan bahas pekerjaan?" Suara manja Sylvia terdengar cukup jelas, seolah-olah dia menempel di sisi Preston."Aku cuma bicara sebentar," jawab Preston dengan suara rendah, sebelum akhirnya beralih ke Livy, "Bu Livy, kalau soal pekerjaan,

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 378

    Karena kejadian semalam, Livy hampir terlambat masuk kerja pagi ini. Baru saja dia selesai absen, suara yang sudah lama tidak terdengar kembali menyapanya. "Livy!"Setelah sekian lama tidak bertemu, Zoey tampaknya menjalani hidup yang cukup baik.Pakaian bermerek yang dikenakannya semakin banyak dan di lehernya terlihat bekas merah yang sangat mencolok. Tanda bahwa hubungannya dengan Ansel semakin erat."Ada urusan apa?" Livy meliriknya dengan dingin, tidak ingin membuang waktu untuknya.Namun, Zoey sama sekali tidak merasa tersinggung dan justru berkata dengan percaya diri, "Aku butuh bantuanmu."Livy mengernyit, merasa Zoey benar-benar terlalu tidak tahu malu, lalu menolak mentah-mentah, "Aku nggak ada waktu.""Livy, kamu sok jual mahal apa sih? Apa kamu benar-benar mengira dirimu sudah jadi nyonya besar? Kaki Sylvia sebentar lagi sembuh, 'kan? Aku peringatkan kamu, begitu dia berhasil, kamu pasti akan dibuang sama Pak Preston!"Zoey menghalangi Livy di pintu masuk, kata-kata tajamny

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 377

    Charlene masih terus bergosip, "Ngomong-ngomong, Preston sudah nggak muda lagi, ya? Terus katanya dulu juga nggak pernah dekat sama cewek, nggak ada gosip macam-macam. Jangan-jangan dia nggak ada tenaga di ranjang? Kalau kamu ngerasa kurang, aku tahu nih ada obat yang ....""Nggak perlu, Charlene!"Livy buru-buru memotong, mencengkeram ponsel erat-erat, lalu menurunkan suaranya, "Dia di bagian itu sangat kuat.""Apa?"Suaranya terlalu kecil, Charlene di seberang sana tidak mendengarnya dengan jelas. "Maksudmu kamu masih mau? Atau jangan-jangan dia nggak bisa?""Bukan!" Livy hampir melonjak, suaranya langsung meninggi, "Preston sangat kuat, dia nggak butuh obat sama sekali!""Ohh ...." Charlene menarik nadanya dengan panjang, jelas sekali dia sedang menggoda.Livy benar-benar malu. Dia buru-buru mengganti topik. Setelah mengobrol tentang beberapa gosip ringan, akhirnya dia menutup telepon.Setelah merasa cukup berendam, Livy mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dia melirik pakaian tidur

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 376

    Tatapan Preston sedikit melunak, alisnya pun tampak lebih rileks. Lalu, dengan nada tenang, dia berkata, "Livy, aku kaya, tampan, dan selain temperamenku, aku bisa memberimu semua yang kamu inginkan.""Dalam pernikahan, pasangan seharusnya saling memahami. Lagi pula, aku nggak merasa sering marah. Kebanyakan waktu, itu karena kamu yang melakukan kesalahan."Hah?Livy semakin bingung.Bukankah tadi Preston ingin menceraikannya? Menghubungkan sikapnya tadi malam dan hari ini, sebuah pemikiran yang sulit dipercaya muncul di benaknya.Livy menatap Preston dengan ragu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kamu bersikap baik padaku hari ini karena aku bilang kamu mudah marah?"Tidak mungkin! Jadi, semua yang Preston lakukan adalah ... cara halus untuk menenangkannya?"Jadi, menurutmu aku benar-benar pemarah?" Preston menjepit sepotong daging panggang ke dalam mangkuknya, matanya menatapnya dengan tajam.Ini pertanyaan yang menentukan antara hidup atau mati.Livy buru-buru menggeleng. "S

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 375

    Livy menggelengkan kepala, sedikit ragu-ragu saat menjawab, "Pak Preston sangat sibuk setiap hari, kurasa dia nggak punya waktu untuk mengurusi hal seperti ini.""Jadi ... kita cuma bisa diam saja menerima ini?"Ivana tampak tidak terima, matanya penuh dengan kekesalan saat berkata, "Kamu sudah bekerja keras selama ini dan cuma dihargai sejuta? Bu Sherly benar-benar keterlaluan! Awalnya aku pikir dia cukup baik, tapi ternyata dia pencemburu sekali!"Livy terdiam sejenak. Dia merasa ini bukan sekadar masalah iri hati.Perasaan aneh yang dia rasakan semakin kuat. Seolah-olah Sherly menargetkannya bukan hanya karena iri, tetapi juga karena alasan lain yang tidak bisa dia jelaskan. Jika dia benar-benar ingin menyingkirkan Sherly, hanya mengandalkan masalah bonus proyek ini tidak cukup.Bagaimanapun juga, meskipun tindakan Sherly tidak etis, dia tetap mengikuti prosedur formal. Jadi, Livy tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menindaknya. Merasa frustrasi, Livy hanya bisa memfokuskan dir

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status