Share

Bab 5

Author: Dania Zahra
Menghadapi permintaan maaf yang mendadak dari Annie, Livy merasa kebingungan. Secara refleks, dia menatap ke arah Preston yang duduk di belakang meja, berharap bisa mendapatkan penjelasan dari ekspresinya.

Ketika Preston melihat tatapan Livy yang bingung dan penuh kepolosan itu, tenggorokannya terasa kering sejenak. Dia langsung teringat bagaimana sorot mata itu menatapnya dengan malu-malu semalam.

Setelah berusaha mengendalikan diri, Preston mengendurkan dasinya dan berkata, "Karena ini cuma salah paham, aku akan minta departemen HR untuk batalin pengajuan pemecatan."

"Annie, kamu sudah berada di jajaran manajemen. Sebagai pemimpin, aku berharap kamu nggak melakukan kesalahan kecil seperti ini lagi. Jadilah teladan bagi bawahanmu."

Meskipun Preston mengucapkan tiga kata "kesalahan kecil" dengan nada santai, Annie bisa merasakan teguran di balik ucapannya. Kekesalan yang mendalam terpancar dari matanya, tetapi dia tetap mengangguk sambil menjawab, "Akan saya ingat itu, Pak Preston."

Meski Livy belum sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi, dia mulai menyadari satu hal. Sepertinya dia tidak akan dipecat.

Kegembiraan mulai membanjiri dirinya. Sepanjang sore, Livy merasa seperti berada di ujung tanduk dan bahkan sudah bersiap untuk menghadapi skenario terburuk. Namun tak disangka, situasinya malah berbalik.

Livy terlalu senang hingga tidak menyadari tatapan penuh kebencian dan kecemburuan dari Annie saat meninggalkan ruangan.

Setelah pintu tertutup, hanya Livy dan Preston yang tersisa di kantor itu. Livy menghimpun keberanian untuk berjalan mendekati Preston dan bertanya dengan hati-hati, "Pak Preston, jadi aku benar-benar nggak akan dipecat?"

Mendengar panggilan Livy yang sopan, Preston samar-samar mengangkat alisnya. Dengan suara tenang dan dingin, dia berkata, "Buatkan aku secangkir kopi."

Livy terdiam sejenak.

Semua orang di departemen sekretaris tahu bahwa Preston sangat pemilih. Biasanya, dia hanya minum kopi yang dibuat oleh Bendy atau Annie. Hanya mereka berdua yang bisa memenuhi standar suhu dan kekentalan yang diinginkan Preston.

Jadi, ketika Preston tiba-tiba memintanya untuk membuatkan kopi, Livy merasa agak gugup. Dia khawatir kopi buatannya tidak sesuai dengan selera Preston dan akhirnya membuat Preston marah.

Namun karena Preston telah menyuruhnya, Livy tentu tidak bisa menolak. Setelah ragu sejenak, dia berbalik dan pergi keluar.

Saat berdiri di depan mesin kopi di pantri, pikiran Livy bercampur aduk. Diam-diam, dia merasa menyesal telah menikahi Preston dengan gegabah. Meskipun pekerjaannya dulu memang melelahkan, setidaknya Livy bisa bebas setelah jam kerja selesai. Namun sekarang, dengan adanya hubungan "kerja sama" ini, Livy merasa hari-harinya ke depan akan lebih terbatas.

Sepertinya dia tidak perlu sampai mengorbankan masa depannya hanya demi membuat Stanley marah. Namun sampai di titik ini, Livy juga tidak bisa mundur lagi. Setelah selesai menyeduh kopi, Livy membawa cangkir itu dan masuk kembali ke kantor Preston.

"Ini kopi Anda ...." Dia meletakkan kopi panas di atas meja Preston. Saat ujung jarinya baru saja terlepas dari cangkir panas tersebut, pergelangan tangan Livy tiba-tiba dicengkeram oleh sebuah tangan yang hangat.

Tenaga Preston sangat kuat. Hanya dengan sekali gerakan, dia telah menarik Livy ke dalam pelukannya. Posisi ini terasa tidak asing bagi Livy. Tubuhnya masih mengingat keintiman yang terjadi malam sebelumnya.

Hanya dengan duduk di pangkuan Preston, berbagai kenangan mulai membanjiri benak Livy. Semua itu adalah pengalaman dari malam sebelumnya.

"Lagi mikir apa sampai wajahmu semerah ini?" Suara Preston yang dingin, diiringi dengan napasnya yang hangat, membelai daun telinga Livy dan menimbulkan sensasi yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Ng ... nggak kok," jawab Livy dengan tergagap dan hati yang semakin kacau.

Ada apa dengan dirinya ini?

Sebelumnya saat Livy menjalin hubungan dengan Stanley, mereka sering bertengkar soal masalah kedekatan. Stanley ingin membawa hubungan mereka ke tahap yang lebih intim. Namun pada saat itu, Livy benar-benar tidak memiliki keinginan seperti itu. Sampai-sampai, Stanley mulai curiga bahwa Livy mungkin tidak memiliki ketertarikan seksual.

Ketika Livy mengetahui bahwa Stanley berselingkuh dengan Chloe, dia bahkan beralasan bahwa hal itu terjadi karena Livy tidak bisa memuaskannya. Stanley mengatakan bahwa itulah sebabnya dia mendekati Chloe. Seiring berjalannya waktu, mereka pun jatuh cinta dan akhirnya bersama.

Livy menundukkan kepalanya dengan lesu. Begitu Preston mendekatinya sedikit saja, bahkan tanpa sentuhan yang berlebihan sekalipun, Livy langsung mulai terangsang. Mana mungkin dia tidak memiliki ketertarikan seksual? Bahkan bisa dibilang, Livy benar-benar "haus" saat ini ....

Livy merasa sangat malu hingga ingin melarikan diri. Sepertinya, bukan dia yang tidak menginginkan hubungan badan, melainkan tidak tertarik secara fisik pada Stanley. Kebingungan yang dialaminya selama bertahun-tahun ini, kini terasa semakin jelas.

"Lagi mikir apa?" tanya Preston tiba-tiba.

Livy tersadar dari lamunannya dan buru-buru mengalihkan topik, "Kenapa Bu Annie minta maaf sama aku? Kamu kasih tahu dia soal pernikahan kita?"

"Nggak," jawab Preston.

Pandangannya tertuju pada wajah Livy yang memerah. Dengan sudut bibir yang sedikit terangkat, dia menjelaskan, "Kesalahan data itu terjadi karena Annie nggak sengaja mengubahnya. Bukan karena kesalahan catatanmu."

"Semua komputer di perusahaan ini mencatat setiap perubahan secara real-time. Setelah diperiksa, nggak ada kesalahan saat kamu memasukkan data. Dokumen final yang kamu kirim juga benar."

Livy tidak terlalu terkejut bahwa mereka diawasi setiap saat. Namun, dia tak menyangka bahwa Preston akan menyelidiki masalah ini secara pribadi. Jika memang Livy yang membuat kesalahan kali ini, apakah berarti Preston akan langsung memecatnya?

Memikirkan hal itu membuat Livy berkeringat dingin. Preston memang pria yang tegas dan adil. Meskipun Livy sekarang adalah "istrinya", bukan berarti bisa menggoyahkan keputusan Preston yang adil.

Untungnya, kali ini memang bukan karena kelalaiannya. Masalah ini membuat Livy kembali percaya diri. Bagaimanapun, Livy sudah bekerja selama tiga tahun di perusahaan ini. Sekacau apa pun pikirannya sekarang, Livy yakin tidak akan melakukan kesalahan seperti itu.

Melihat perubahan ekspresi pada wajah Livy, Preston kembali menjelaskan, " Annie mengakui bahwa dia membuat kesalahan data karena terlalu sibuk, lalu keliru mengira itu adalah kesalahanmu. Tapi, karena dia adalah bagian dari manajemen inti, aku akan beri dia satu kesempatan lagi."

Livy terdiam. Ternyata Annie bisa melakukan kesalahan sepele seperti itu? Kalaupun dia memang benar-benar melakukan kesalahan, Annie masih diberi kesempatan, sedangkan Livy tidak ada sama sekali?

Mengingat hal ini, hati Livy merasa tidak nyaman. Namun bagaimanapun, Annie adalah adik kelas Preston. Dia telah mengikuti Preston sangat lama dan juga merupakan tangan kanan bagi Preston. Bahkan kalau Annie benar-benar melakukan kesalahan besar sekalipun, Preston mungkin akan tetap memaafkannya.

Namun, berbeda lagi ceritanya jika Livy yang berada di posisi seperti itu.

Karena itulah, Livy tidak mengatakan apa pun lagi saat ini. Bagaimanapun, dia tidak berhak untuk meragukan apa pun. Di perusahaan ini, Livy hanyalah seorang bawahan kecil. Di antara dirinya yang mudah digantikan ini dan Annie yang merupakan "veteran", siapa yang akan dibela Preston?

Jawabannya sudah jelas.

Melihat ekspresi Livy yang murung, tatapan Preston menjadi muram. Dia memegang dagu Livy dan mengangkat kepalanya.

"Nggak senang?"

Livy langsung tersadar dan menggelengkan kepala. "Nggak, kok! Mana mungkin aku nggak senang. Lagi pula, aku nggak melakukan kesalahan dan nggak jadi dipecat. Tentu saja aku senang!"

'Ah, sudahlah, kenapa harus memikirkan semua ini?' batin Livy.

Pernikahannya dan Preston hanyalah sandiwara semata. Dia tidak mungkin mengharapkan Preston menjadi lebih toleran hanya karena mereka punya selembar akta pernikahan. Bahkan, mungkin Preston akan semakin menuntut dan menekannya.

Bos sialan!

Namun, selama masih bisa mempertahankan pekerjaannya, Livy sudah merasa cukup puas. Setidaknya, gaji dan tunjangan di Grup Sandiaga sangat memadai.

Sambil mencoba menghibur dirinya sendiri, Livy tiba-tiba melihat sekilas layar komputer di meja. Dia melihat dokumen yang telah disusunnya sebelumnya ....

Livy menelan ludah, lalu bertanya dengan hati-hati, "Pak Preston, semua yang kamu katakan tadi ... kamu memeriksa semuanya sendiri?"

Preston mengangkat alisnya. "Siapa lagi kalau bukan aku?"

Related chapters

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 6

    Livy tertegun seketika. Hanya karena masalah sekecil ini, Preston turun tangan langsung untuk memeriksanya sendiri? Pria ini benar-benar tegas! Kalau sampai Preston tahu bahwa kejadian di resor itu bukan sebuah kecelakaan, melainkan Livy yang memang sengaja menggodanya ....Livy bergidik ngeri, tidak berani membayangkan kemungkinan yang akan terjadi."Ini untukmu." Suara Preston yang berat tiba-tiba menarik Livy kembali ke kenyataan. Dia melihat sebuah kartu bank disodorkan di depannya. Livy berkedip beberapa kali dengan kaget."Di dalamnya ada 20 miliar, pakai saja sesukamu," ucap Preston.Mata Livy melebar seketika.Preston memang pernah menyebutkan akan memberikan uang saku dan bayaran untuk perannya dalam "drama" pernikahan mereka. Namun, hal itu dibicarakan ketika mereka sedang berada di ranjang. Saat itu, Livy dalam keadaan setengah sadar sehingga dia lupa menegosiasikan jumlahnya.Dia awalnya berpikir Preston hanya akan memberikan jumlah yang sebanding dengan gajinya di Grup San

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 7

    Annie sebenarnya datang dengan alasan mengantarkan dokumen, tapi tujuan utamanya adalah untuk meminta maaf lagi kepada Preston. Kesalahan kecil yang dia buat itu terlalu merusak citranya dan dia tidak ingin Preston menganggapnya sebagai orang yang ceroboh.Meskipun kesalahan itu memang sengaja dibuat untuk menjebak Livy, Annie terpaksa mengakui bahwa kejadian itu adalah ketidaksengajaan di hadapan Preston. Hanya saja, Annie tidak menyangka bahwa Livy berada di ruangan Preston selama itu."Kamu ngobrol apaan sama Pak Preston di dalam? Kenapa bisa selama itu?" Annie menatap Livy dengan tajam. Wajahnya tampak kesal dan hatinya merasa tidak nyaman.Saat teringat dengan Livy yang menggagalkan rencananya di resor malam itu, emosi Annie langsung memuncak. Orang yang seharusnya bersama Preston malam itu adalah dirinya, bukan Livy. Annie telah berusaha keras untuk melancarkan rencananya. Dia bahkan berhasil mencampurkan sesuatu ke dalam minuman Preston.Tepat pada saat Preston mulai bereaksi, A

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 8

    Livy mengucapkan terima kasih kepada petugas resepsionis dan langsung menuju kamar tempat neneknya sambil membawa buah-buahan dan hadiah di tangannya.Saat membuka pintu, Livy melihat neneknya yang tampak lesu di atas ranjang. Hidung Livy terasa kecut seketika dan air mata menggenang di pelupuk matanya."Nenek!" serunya sambil bergegas mendekat. Livy mencoba menahan emosinya sambil tersenyum manis dan berkata manja, "Aku kangen sekali sama Nenek.""Livy! Anak bodoh, Nenek juga kangen kamu," kata Winda seraya memegang wajah Livy dengan penuh kasih. "Dinasmu capek nggak? Kamu jadi kurusan."Livy tertawa dan menggelengkan kepala, "Sama sekali nggak capek.""Nenek, aku kerja di Grup Sandiaga. Gajinya tinggi, tunjangan dan fasilitasnya juga bagus. Lihat, aku bawa oleh-oleh ini buat Nenek. Ini semua hasil dari perjalanan dinasku, produk lokal yang diberikan gratis di resor baru perusahaan."Livy tidak berbohong. Memang benar bahwa semua barang itu adalah oleh-oleh dari resor yang dibagikan k

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 9

    Raut wajah Preston jadi lebih rileks dan suaranya juga jadi lebih lembut saat bertanya, "Perlu suruh Bendy untuk jemput kamu nggak?"Livy merasa terkejut dengan perhatian Preston. Dia jadi lupa dengan masalah Stanley dan buru-buru memanggil sebuah taksi. "Nggak usah, aku bisa pulang sendiri, kok." Setelah memeriksa waktu sejenak, dia kembali menimpali, "Jalanan agak macet, mungkin masih butuh sekitar satu jam."Khawatir bahwa Preston mungkin akan membutuhkan bantuannya, Livy terus mendesak sopir taksi untuk mempercepat laju kendaraan sepanjang perjalanan. Akhirnya, dia tiba di Harmony Residence sesuai waktu yang diperkirakan.Lampu di ruang tamu sedang menyala dan tercium aroma kopi yang khas memenuhi udara. Pencahayaan dan aroma ini membawa nuansa yang hangat dalam apartemen yang didekorasi dengan indah tersebut.Livy melangkah masuk dengan hati-hati dan menemukan Preston sedang berdiri di dekat bar dapur. Berbeda dengan penampilannya di kantor, saat ini Preston sedang mengenakan paka

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 10

    Jantung Livy terasa seakan berhenti berdetak sesaat. Dia berkedip dengan gugup, lalu menyapa dengan canggung, "Hai! Pak Preston, selamat pagi.""Hmm," Preston hanya menggumamkan jawabannya, lalu turun dari tempat tidur dan merapikan rambutnya yang acak-acakan sambil berjalan ke arah kamar mandi.Tirai jendela di kamar masih terbuka. Dari jendela besar di kamar utama, terlihat pemandangan indah dari taman pusat kota. Pakaian mereka berserakan di lantai dan udara di kamar itu masih samar-samar memancarkan aroma khas setelah berhubungan intim.Dengan wajah memerah, Livy turun dari tempat tidur dan mulai mengenakan pakaiannya. Setelah Preston keluar dari kamar mandi, Livy segera menyelinap masuk untuk mandi.Ketika dia selesai dan keluar dari kamar mandi, Preston sudah duduk mengenakan setelan jas dan menikmati secangkir kopi di meja makan. Sementara itu, Bendy sedang melaporkan urusan pekerjaan padanya. Setelah ragu-ragu sejenak, Livy memutuskan untuk berjalan mendekat."Duduk dan sarapan

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 11

    Di bawah tatapan dari rekan kerja lainnya, Annie berjalan mendekati meja kerja Livy dengan tangan bersedekap. Dia mengetuk tumpukan dokumen di meja Livy dengan jarinya, lalu berkata dengan nada merendahkan."Livy, maaf ya. Hari ini hari Jumat dan semua dokumen ini adalah dokumen yang sangat mendesak. Nggak bisa ditunda sampai hari kerja berikutnya .... Kamu harus lembur malam ini. Sebelum jam 12 malam, aku mau semua data sudah selesai dan terkirim. Bisa, 'kan?"Jari-jari Livy yang sedang mengetik di keyboard berhenti sejenak.Ivana yang tidak tahan melihat hal itu, mencoba untuk membela Livy dengan suara pelan, "Bu Annie, bahkan kalau dikerjakan tiga orang sekalipun, dokumen sebanyak ini mungkin nggak akan bisa selesai sebelum jam 12 malam, apalagi cuma dikerjakan Livy seorang ...."Annie tertawa dingin, "Kalau kamu khawatir, kamu bisa tinggal di sini untuk bantu dia."Setelah itu, Annie berbalik menghadap semua orang di ruangan dan bertanya dengan nada mengancam, "Ada lagi yang mau ik

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 12

    Rumah lama Keluarga Sandiaga terletak di pinggiran kota dan dibangun di atas bukit. Luasnya mencakup keseluruhan bukit tersebut. Tempat ini memiliki sejarah yang lama dan bahkan telah dijadikan bangunan yang dilindungi oleh ibu kota.Begitu mereka keluar dari pusat kota, pemandangan di luar jendela mulai sepi dan hampir tidak ada orang yang terlihat. Suara hujan yang teredam dan keheningan di dalam mobil membuat Livy merasa tidak nyaman.Saat dia akhirnya memberanikan diri untuk berbicara, Preston terlebih dulu membuka mulut, "Kamu pernah cari tahu soal keluargaku?"Livy tertegun sejenak. Setelah merenung beberapa saat, dia mengangguk dengan jujur. Karena kasus perselingkuhan Stanley dengan Chloe, Livy sempat mempelajari banyak hal tentang silsilah keluarga Preston. Selain itu, di kantor sering ada gosip yang beredar di kalangan karyawan.Mengaku tidak tahu apa-apa tentang Keluarga Sandiaga akan terasa sangat munafik.Tatapan Preston semakin gelap, jari-jarinya secara tidak sadar menge

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 13

    Suara lantang Tristan mengejutkan Livy dan membuatnya gemetaran. Preston menepuk punggung tangan Livy dengan tenang dan memberi isyarat agar dia tetap tenang.Setelah itu, Preston melihat ke arah pria tua yang penuh semangat itu dan berbicara dengan santai, "Kamu kelihatannya sehat-sehat saja. Nggak mungkin mati kesal hanya karena masalah kecil begini."Livy merasa agak terkejut dengan cara Preston berbicara kepada ayahnya. Namun, reaksi Tristan tidak seperti yang dia duga. Bukannya marah, Tristan malah tertawa terbahak-bahak."Anak nakal, cuma kamu yang berani bicara seperti itu padaku. Tapi karena kamu sudah bawakan menantu untukku, aku nggak akan mempermasalahkannya."Setelah itu, Tristan tersenyum lebar dan melambaikan tangannya kepada Livy, "Ayo, Nak, sini biar aku lihat."Hanya melihatnya sekilas saja, Tristan sudah merasa bahwa Livy sangat cocok di matanya.Masalah pernikahan Preston telah menjadi kekhawatiran terbesar Tristan selama bertahun-tahun. Dia telah mencoba segala cara

Latest chapter

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 383

    "Kenapa sih? Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu!"Zoey merasa Livy benar-benar tidak tahu berterima kasih. Dengan nada kesal, dia mengumpat, "Kamu sendiri nggak bisa mempertahankan Pak Preston, aku membantumu, tapi kamu malah bersikap begini!""Kamu sadar nggak, bahkan gelar Nyonya Sandiaga saja nggak diakui? Kalau sampai kalian bercerai, kamu bakal keluar tanpa sepeser pun! Asal kamu mau memperbesar masalah ini, bagaimanapun juga, kamu tetap nggak akan dirugikan!"Sebenarnya, Zoey juga tidak benar-benar ingin membantu Livy. Namun, setelah berdiskusi dengan ibunya, mereka menyadari bahwa hanya dengan membantu Livy, mereka bisa mendapatkan keuntungan.Lagi pula, dia sudah memegang kelemahan Livy. Kalau Livy tidak bekerja sama dengannya, dia akan benar-benar habis!"Aku sudah bilang, urusanku bukan urusanmu!"Livy berteriak hingga suaranya hampir serak, "Aku juga nggak pernah ingin jadi Nyonya Sandiaga yang diumumkan ke publik, dan aku nggak butuh orang lain memperlakukanku dengan b

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 382

    Grup itu adalah grup gosip perusahaan.Sebelumnya, Ivana pernah ingin memasukkan Livy ke dalamnya, tetapi Livy merasa grup itu terlalu ramai dan penuh dengan gosip yang tidak penting. Lagi pula, dia juga tidak tertarik membahas hal-hal seperti itu, jadi dia menolak untuk bergabung.Namun sekarang, setelah jam kerja usai, seseorang mengirimkan pesan yang memicu kehebohan di grup tersebut.Meskipun hanya ada satu orang yang memulai percakapan, Livy sudah cukup terkenal di perusahaan, jadi banyak orang yang ikut berkomentar.[ Pantas saja! Aku pernah beberapa kali melihat Livy naik mobilnya Pak Preston. Lagian, kalian nggak merasa aneh kalau dia bisa naik jabatan secepat itu? ][ Kalau nggak ada sesuatu di belakangnya, aku pasti nggak percaya! Tapi aku nggak nyangka, ternyata dia punya hubungan sama Pak Preston! ][ Aku nggak percaya! Pak Preston itu kaya, tampan, dan luar biasa! Mana mungkin dia tertarik sama wanita seperti Livy? ][ Pokoknya yang jelas, Livy sudah menikah dan suaminya p

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 381

    Pria itu memiliki proporsi tubuh yang nyaris sempurna. Mantel panjang hitam yang dia kenakan membingkai tubuhnya yang tinggi dengan sangat pas dan menampilkan sosok yang luar biasa gagah."Sayang, kamu ...."Livy ingin memanggil Preston untuk makan bersama, tetapi pria itu justru berjalan mendekat dengan ekspresi dingin. Dia menatap Livy dari atas ke bawah dengan mata hitam pekat yang dipenuhi dengan kejengkelan. Dengan suara marah, dia bertanya, "Apa lagi yang kamu lakukan?""Hah?"Livy tidak mengerti maksudnya, tetapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, tangan besar pria itu sudah mencengkeram bahunya dengan kuat dan menyeretnya ke atas.Cengkeramannya begitu kasar, membuat Livy terpaksa terseret menaiki tangga dengan terburu-buru. Bahkan, karena langkahnya yang terlalu cepat, lututnya terbentur sudut tangga dengan keras.Namun, Preston tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. Dia terus menyeret Livy hingga ke kamar, lalu mendorongnya ke sofa dengan kasar."Kamu begitu ingin

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 380

    Siapa yang peduli? Preston mengernyit. Apakah dia peduli pada Livy?Tangan yang menggenggam gelas tiba-tiba berhenti, lalu dia menuangkan lagi segelas minuman untuk dirinya sendiri dan berkata dengan nada dingin, "Dia cuma istri kontrakku, nggak lebih.""Iya, nih. David, kamu terlalu berlebihan. Bu Livy memang perempuan yang baik, tapi bagaimanapun juga, dia dan Preston berasal dari dunia yang berbeda."Sylvia menyela pembicaraan, lalu mendekati Preston dengan berpura-pura baik dan mengingatkan dengan lembut, "Preston, aku tahu kamu ingin memperlakukan Bu Livy dengan baik. Tapi bagaimanapun juga, dia berasal dari latar belakang yang berbeda dari kita. Kalau kamu terus memberinya barang-barang mewah, itu malah bisa membuatnya merasa terbebani."Perkataan itu membuat Preston sedikit penasaran. "Kenapa?""Karena bagi Livy, barang-barang itu sangat mahal, bahkan satu saja bisa setara dengan gajinya selama bertahun-tahun. Orang seperti dia akan merasa bahwa kesenjangan di antara kalian terl

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 379

    Kalau begitu, Livy juga jangan berharap hidupnya akan baik-baik saja!"Zoey, kalau mau gila, jangan cari aku!" Livy tidak ingin meladeni Zoey lagi dan segera pergi. Namun, setelah kembali ke kantornya, kelopak mata kanannya terus berkedut. Dia merasa seolah-olah sesuatu akan terjadi.Sebelum pulang, dia naik ke lantai atas untuk mencari Preston dan melaporkan perkembangan proyek. Namun, setelah mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada jawaban dari dalam. Akhirnya, dia menghubungi Preston lewat telepon."Ada apa?"Di seberang sana, suara Preston terdengar seakan dia sedang berada di tempat hiburan. Ada suara musik samar-samar dan yang lebih menyakitkan, Livy mendengar suara Sylvia yang begitu akrab di telinganya."Preston, bukannya sudah bilang hari ini jangan bahas pekerjaan?" Suara manja Sylvia terdengar cukup jelas, seolah-olah dia menempel di sisi Preston."Aku cuma bicara sebentar," jawab Preston dengan suara rendah, sebelum akhirnya beralih ke Livy, "Bu Livy, kalau soal pekerjaan,

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 378

    Karena kejadian semalam, Livy hampir terlambat masuk kerja pagi ini. Baru saja dia selesai absen, suara yang sudah lama tidak terdengar kembali menyapanya. "Livy!"Setelah sekian lama tidak bertemu, Zoey tampaknya menjalani hidup yang cukup baik.Pakaian bermerek yang dikenakannya semakin banyak dan di lehernya terlihat bekas merah yang sangat mencolok. Tanda bahwa hubungannya dengan Ansel semakin erat."Ada urusan apa?" Livy meliriknya dengan dingin, tidak ingin membuang waktu untuknya.Namun, Zoey sama sekali tidak merasa tersinggung dan justru berkata dengan percaya diri, "Aku butuh bantuanmu."Livy mengernyit, merasa Zoey benar-benar terlalu tidak tahu malu, lalu menolak mentah-mentah, "Aku nggak ada waktu.""Livy, kamu sok jual mahal apa sih? Apa kamu benar-benar mengira dirimu sudah jadi nyonya besar? Kaki Sylvia sebentar lagi sembuh, 'kan? Aku peringatkan kamu, begitu dia berhasil, kamu pasti akan dibuang sama Pak Preston!"Zoey menghalangi Livy di pintu masuk, kata-kata tajamny

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 377

    Charlene masih terus bergosip, "Ngomong-ngomong, Preston sudah nggak muda lagi, ya? Terus katanya dulu juga nggak pernah dekat sama cewek, nggak ada gosip macam-macam. Jangan-jangan dia nggak ada tenaga di ranjang? Kalau kamu ngerasa kurang, aku tahu nih ada obat yang ....""Nggak perlu, Charlene!"Livy buru-buru memotong, mencengkeram ponsel erat-erat, lalu menurunkan suaranya, "Dia di bagian itu sangat kuat.""Apa?"Suaranya terlalu kecil, Charlene di seberang sana tidak mendengarnya dengan jelas. "Maksudmu kamu masih mau? Atau jangan-jangan dia nggak bisa?""Bukan!" Livy hampir melonjak, suaranya langsung meninggi, "Preston sangat kuat, dia nggak butuh obat sama sekali!""Ohh ...." Charlene menarik nadanya dengan panjang, jelas sekali dia sedang menggoda.Livy benar-benar malu. Dia buru-buru mengganti topik. Setelah mengobrol tentang beberapa gosip ringan, akhirnya dia menutup telepon.Setelah merasa cukup berendam, Livy mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dia melirik pakaian tidur

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 376

    Tatapan Preston sedikit melunak, alisnya pun tampak lebih rileks. Lalu, dengan nada tenang, dia berkata, "Livy, aku kaya, tampan, dan selain temperamenku, aku bisa memberimu semua yang kamu inginkan.""Dalam pernikahan, pasangan seharusnya saling memahami. Lagi pula, aku nggak merasa sering marah. Kebanyakan waktu, itu karena kamu yang melakukan kesalahan."Hah?Livy semakin bingung.Bukankah tadi Preston ingin menceraikannya? Menghubungkan sikapnya tadi malam dan hari ini, sebuah pemikiran yang sulit dipercaya muncul di benaknya.Livy menatap Preston dengan ragu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kamu bersikap baik padaku hari ini karena aku bilang kamu mudah marah?"Tidak mungkin! Jadi, semua yang Preston lakukan adalah ... cara halus untuk menenangkannya?"Jadi, menurutmu aku benar-benar pemarah?" Preston menjepit sepotong daging panggang ke dalam mangkuknya, matanya menatapnya dengan tajam.Ini pertanyaan yang menentukan antara hidup atau mati.Livy buru-buru menggeleng. "S

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 375

    Livy menggelengkan kepala, sedikit ragu-ragu saat menjawab, "Pak Preston sangat sibuk setiap hari, kurasa dia nggak punya waktu untuk mengurusi hal seperti ini.""Jadi ... kita cuma bisa diam saja menerima ini?"Ivana tampak tidak terima, matanya penuh dengan kekesalan saat berkata, "Kamu sudah bekerja keras selama ini dan cuma dihargai sejuta? Bu Sherly benar-benar keterlaluan! Awalnya aku pikir dia cukup baik, tapi ternyata dia pencemburu sekali!"Livy terdiam sejenak. Dia merasa ini bukan sekadar masalah iri hati.Perasaan aneh yang dia rasakan semakin kuat. Seolah-olah Sherly menargetkannya bukan hanya karena iri, tetapi juga karena alasan lain yang tidak bisa dia jelaskan. Jika dia benar-benar ingin menyingkirkan Sherly, hanya mengandalkan masalah bonus proyek ini tidak cukup.Bagaimanapun juga, meskipun tindakan Sherly tidak etis, dia tetap mengikuti prosedur formal. Jadi, Livy tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menindaknya. Merasa frustrasi, Livy hanya bisa memfokuskan dir

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status