Share

Bab 4

Author: Dania Zahra
Wajah Livy memerah seketika. Dia berusaha untuk meronta sambil melirik ke arah pintu dengan panik karena takut ada yang tiba-tiba masuk.

"Kenapa cari aku?"

Preston berusaha menenangkan diri dan bersikap lebih sopan. Namun, dia sendiri juga tidak mengerti mengapa bisa tergoda ketika melihat Livy. Seolah-olah kehilangan akal sehat, Preston yang seperti ini benar-benar berbeda dengan dirinya yang biasa.

Livy berdiri tegak dan merapikan pakaiannya. "Aku ... akan dipecat. Seharusnya, itu bukan perintah darimu, 'kan?" tanya Livy dengan hati-hati.

Bagaimanapun, mereka baru saja menikah pagi ini. Alasan mereka mendaftarkan pernikahan ini adalah karena Livy adalah karyawan perusahaan ini. Dengan demikian, Preston bisa lebih mudah mencari Livy dan memintanya untuk berakting kapan saja jika diperlukan.

Itulah alasannya, Livy yakin bahwa pemecatannya ini tidak ada kaitannya dengan Preston. Lagi pula, Preston tidak pernah menyebutkan bahwa dia harus tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga.

"Apa yang terjadi?" Preston mengerutkan alisnya. Tangannya memegang dagu Livy dengan lembut dan memintanya untuk menjelaskan lebih lanjut.

Livy mengatupkan bibir sekilas dan melaporkan semuanya dengan jujur. Namun, dia tetap menekankan dengan hati-hati, "Meskipun pikiranku agak kacau hari ini, tetap saja aku nggak mungkin melakukan kesalahan besar. Kalaupun aku salah, nggak perlu sampai dipecat juga, 'kan?"

"Apa Grup Sandiaga lagi dalam masalah?" tanya Livy sambil mengerjapkan matanya dengan usil.

Livy beranggapan bahwa pemecatannya ini mungkin karena permintaan Preston yang menganggap staf di departemen sekretaris terlalu banyak. Kebetulan, dia yang menjadi kambing hitam dari permintaan tersebut.

Plak!

Tiba-tiba, Livy merasa bokongnya kesakitan. Dia terkejut dan membelalakkan mata. Preston ... benar-benar memukul bokongnya?

"Livy, sebagai salah satu staf dari departemen sekretaris, apa kamu nggak tahu situasi perusahaan?" Preston tertawa ringan. "Kalau begini, sepertinya memecatmu memang bukan ide buruk."

Livy menggigit bibir bawahnya karena merasa sangat malu. Semua ini karena dia terlalu banyak bicara. Mana mungkin Grup Sandiaga akan mengalami kesulitan di bawah kendali Preston? Dia dijuluki sebagai "Setan Dunia Bisnis".

Sejak bergabung dengan Grup Sandiaga, perusahaan ini tidak pernah mengalami kerugian. Itulah alasannya Preston mendapat julukan seperti itu.

"Pak Preston, aku cuma bercanda." Livy bergumam dengan lirih, "Boleh jangan pecat aku nggak?"

Livy benar-benar tidak ingin kehilangan pekerjaannya di Grup Sandiaga. Saat melamar posisi "sekretaris junior" ini, Livy sudah melewati banyak tahapan seleksi yang sangat sulit. Awalnya, dia bahkan tak pernah berharap bisa diterima karena standar yang sangat tinggi.

Namun, setiap kalinya Livy selalu berhasil lolos dengan nilai nyaris. Karena itulah, Livy bertanya-tanya apakah semua keberuntungannya telah terpakai habis saat tahap wawancara?

Yang lebih penting lagi, gaji di Grup Sandiaga sangat tinggi. Dia benar-benar tidak rela jika harus kehilangan pekerjaan ini. Lagi pula, saat ini dia memang sangat butuh uang karena ....

"Kontribusi Annie sangat besar terhadap perusahaan. Dia pasti punya alasan tersendiri membuat keputusan seperti itu. Akan kupertimbangkan dulu," jawab Preston dengan ekspresi dingin dan nada serius, seolah-olah sengaja memberikan Livy peringatan.

Wajah Livy langsung memucat. Dia tidak menyangka bahwa Preston tidak merasa simpati padanya sedikit pun. Bagaimanapun, mereka ini adalah suami istri sekarang. Meski memang hanya sekadar pernikahan kontrak, tidak seharusnya Preston bersikap sekejam itu.

Tadi pagi mereka baru saja menerima akta nikah, tapi sekarang Livy malah menghadapi kemungkinan akan dipecat?

Apalagi, Preston sudah menidurinya dua kali ....

Namun, Livy tidak punya keberanian untuk membantahnya. Di bawah tekanan seperti ini, dia hanya bisa mengalah.

"Baik, Pak Preston," jawabnya dengan lesu, lalu berbalik dan berjalan ke pintu. Dia kembali ke ruang kerjanya dan duduk di meja kerja dengan perasaan murung.

Rekan kerjanya, Ivana, langsung menghampiri Livy untuk menunjukkan rasa prihatinnya. Mereka berdua adalah teman baik di kantor. Ivana bertanya dengan suara pelan, "Livy, kenapa wajahmu pucat sekali? Kamu dimarahin sama Bu Annie?"

Livy mengangguk, lalu menjawab dengan bingung, "Aku mau dipecat ...."

"Hah?!" teriak Ivana.

Semua orang di sekitar mereka langsung menoleh. Ivana buru-buru menutup mulutnya dan melambaikan tangan pada yang lain. "Nggak apa-apa kok, nggak apa-apa."

Kemudian, dia menarik lengan Livy ke pantri untuk menanyakan lebih lanjut.

"Masa cuma gara-gara masalah sepele begini dia mau pecat kamu? Kamu sudah lama kerja di sini, setidaknya harus dikasih kesempatan sekali lagi, 'kan?" Ivana merenung sejenak, lalu bertanya, "Livy, kamu pernah ngelakuin sesuatu yang menyinggung Bu Annie nggak?"

"Nggak, kok." Livy menggelengkan kepalanya. Tidak peduli seberapa kerasnya pun dia berusaha untuk mengingatnya, Livy tetap tidak merasa dirinya pernah menyinggung Annie.

Yang terpenting lagi sekarang adalah sikap Preston yang membuat Livy kehabisan akal. Bagaimanapun, mereka terikat hubungan pernikahan kontrak, kenapa Preston bisa tega melihatnya dipecat begitu saja?

Pria itu benar-benar tak berperasaan! Kalau tahu begini, Livy pasti tidak akan setuju untuk menikahinya!

"Aku ngerti sekarang!" seru Ivana tiba-tiba. "Karena hubunganmu sama Pak Preston!"

Livy terdiam sejenak, lalu bertanya dengan terbata-bata, "Ke ... kenapa kamu bisa tahu?"

Masalah pernikahannya dengan Preston hanya diketahui mereka berdua dan Bendy. Lalu, kenapa Ivana bisa mengetahui hal ini?

"Cih, siapa yang nggak tahu? Meski aku nggak ikut ke resor, semua orang tahu kamu terpaksa duduk di sebelah Pak Preston dalam perjalanan pulang. Kami semua kasihan sama kamu."

Ivana mengerucutkan bibirnya dan mencoba untuk menganalisis situasi. "Pasti Bu Annie cemburu karena kamu duduk bersebelahan sama Pak Preston, makanya dia kesal sama kamu dan cari-cari alasan untuk memecatmu."

Di perusahaan, hampir semua orang tahu bahwa Annie punya perasaan pada Preston. Jadi, analisis Ivana cukup masuk akal. Dia bahkan merendahkan suaranya dan bertanya dengan ekspresi hendak menggosip, "Kamu nggak goda Pak Preston, 'kan?"

"Te ... tentu saja nggak," jawab Livy dengan gugup, tapi tetap berusaha terlihat tenang.

Bagaimanapun, Preston sudah berpesan agar hubungan mereka tetap dirahasiakan. Jadi Livy berusaha sebaik mungkin untuk menyangkal keterlibatannya dengan Preston.

"Aku tahu kamu nggak akan begitu. Mungkin ini cuma karena Bu Annie cemburu, makanya tiba-tiba memutuskan untuk memecatmu, apalagi setelah kamu pulang dari resor," timpal Ivana yang semakin yakin dengan spekulasinya.

Livy menggelengkan kepala dengan bingung dan pasrah. "Sudahlah, aku selesaikan tugas hari ini saja. Masih ada dokumen yang belum sempat aku rapikan. Kalau mereka benar-benar pecat aku, setidaknya aku bakal dapat kompensasi dan punya waktu untuk cari pekerjaan lain."

....

Menjelang jam pulang kerja, Livy menerima panggilan telepon internal. Peneleponnya adalah Bendy yang meminta Livy untuk datang ke kantor Preston. Dengan perasaan bingung, Livy segera menyelesaikan pekerjaannya dan naik lift ke lantai atas.

Ketika sampai di depan pintu kantor Preston, Livy mendapati pintunya sedikit terbuka. Dengan perlahan, dia mendorong pintu dan melihat Annie berdiri di depan meja kerja Preston dengan ekspresi penuh penyesalan.

"Maaf, Pak Preston. Ini kelalaianku. Aku mengira ini kesalahan Livy, jadi aku memutuskan untuk memecatnya."

Mendengar suara di belakangnya, Annie langsung menoleh. Saat melihat Livy, sorot matanya langsung memancarkan kemarahan sejenak. Namun, dia buru-buru menarik kembali tatapan itu dan membungkuk ke arah Livy.

"Maaf, Bu Livy. Aku minta maaf atas kesalahanku."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 5

    Menghadapi permintaan maaf yang mendadak dari Annie, Livy merasa kebingungan. Secara refleks, dia menatap ke arah Preston yang duduk di belakang meja, berharap bisa mendapatkan penjelasan dari ekspresinya.Ketika Preston melihat tatapan Livy yang bingung dan penuh kepolosan itu, tenggorokannya terasa kering sejenak. Dia langsung teringat bagaimana sorot mata itu menatapnya dengan malu-malu semalam.Setelah berusaha mengendalikan diri, Preston mengendurkan dasinya dan berkata, "Karena ini cuma salah paham, aku akan minta departemen HR untuk batalin pengajuan pemecatan.""Annie, kamu sudah berada di jajaran manajemen. Sebagai pemimpin, aku berharap kamu nggak melakukan kesalahan kecil seperti ini lagi. Jadilah teladan bagi bawahanmu."Meskipun Preston mengucapkan tiga kata "kesalahan kecil" dengan nada santai, Annie bisa merasakan teguran di balik ucapannya. Kekesalan yang mendalam terpancar dari matanya, tetapi dia tetap mengangguk sambil menjawab, "Akan saya ingat itu, Pak Preston."Me

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 6

    Livy tertegun seketika. Hanya karena masalah sekecil ini, Preston turun tangan langsung untuk memeriksanya sendiri? Pria ini benar-benar tegas! Kalau sampai Preston tahu bahwa kejadian di resor itu bukan sebuah kecelakaan, melainkan Livy yang memang sengaja menggodanya ....Livy bergidik ngeri, tidak berani membayangkan kemungkinan yang akan terjadi."Ini untukmu." Suara Preston yang berat tiba-tiba menarik Livy kembali ke kenyataan. Dia melihat sebuah kartu bank disodorkan di depannya. Livy berkedip beberapa kali dengan kaget."Di dalamnya ada 20 miliar, pakai saja sesukamu," ucap Preston.Mata Livy melebar seketika.Preston memang pernah menyebutkan akan memberikan uang saku dan bayaran untuk perannya dalam "drama" pernikahan mereka. Namun, hal itu dibicarakan ketika mereka sedang berada di ranjang. Saat itu, Livy dalam keadaan setengah sadar sehingga dia lupa menegosiasikan jumlahnya.Dia awalnya berpikir Preston hanya akan memberikan jumlah yang sebanding dengan gajinya di Grup San

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 7

    Annie sebenarnya datang dengan alasan mengantarkan dokumen, tapi tujuan utamanya adalah untuk meminta maaf lagi kepada Preston. Kesalahan kecil yang dia buat itu terlalu merusak citranya dan dia tidak ingin Preston menganggapnya sebagai orang yang ceroboh.Meskipun kesalahan itu memang sengaja dibuat untuk menjebak Livy, Annie terpaksa mengakui bahwa kejadian itu adalah ketidaksengajaan di hadapan Preston. Hanya saja, Annie tidak menyangka bahwa Livy berada di ruangan Preston selama itu."Kamu ngobrol apaan sama Pak Preston di dalam? Kenapa bisa selama itu?" Annie menatap Livy dengan tajam. Wajahnya tampak kesal dan hatinya merasa tidak nyaman.Saat teringat dengan Livy yang menggagalkan rencananya di resor malam itu, emosi Annie langsung memuncak. Orang yang seharusnya bersama Preston malam itu adalah dirinya, bukan Livy. Annie telah berusaha keras untuk melancarkan rencananya. Dia bahkan berhasil mencampurkan sesuatu ke dalam minuman Preston.Tepat pada saat Preston mulai bereaksi, A

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 8

    Livy mengucapkan terima kasih kepada petugas resepsionis dan langsung menuju kamar tempat neneknya sambil membawa buah-buahan dan hadiah di tangannya.Saat membuka pintu, Livy melihat neneknya yang tampak lesu di atas ranjang. Hidung Livy terasa kecut seketika dan air mata menggenang di pelupuk matanya."Nenek!" serunya sambil bergegas mendekat. Livy mencoba menahan emosinya sambil tersenyum manis dan berkata manja, "Aku kangen sekali sama Nenek.""Livy! Anak bodoh, Nenek juga kangen kamu," kata Winda seraya memegang wajah Livy dengan penuh kasih. "Dinasmu capek nggak? Kamu jadi kurusan."Livy tertawa dan menggelengkan kepala, "Sama sekali nggak capek.""Nenek, aku kerja di Grup Sandiaga. Gajinya tinggi, tunjangan dan fasilitasnya juga bagus. Lihat, aku bawa oleh-oleh ini buat Nenek. Ini semua hasil dari perjalanan dinasku, produk lokal yang diberikan gratis di resor baru perusahaan."Livy tidak berbohong. Memang benar bahwa semua barang itu adalah oleh-oleh dari resor yang dibagikan k

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 9

    Raut wajah Preston jadi lebih rileks dan suaranya juga jadi lebih lembut saat bertanya, "Perlu suruh Bendy untuk jemput kamu nggak?"Livy merasa terkejut dengan perhatian Preston. Dia jadi lupa dengan masalah Stanley dan buru-buru memanggil sebuah taksi. "Nggak usah, aku bisa pulang sendiri, kok." Setelah memeriksa waktu sejenak, dia kembali menimpali, "Jalanan agak macet, mungkin masih butuh sekitar satu jam."Khawatir bahwa Preston mungkin akan membutuhkan bantuannya, Livy terus mendesak sopir taksi untuk mempercepat laju kendaraan sepanjang perjalanan. Akhirnya, dia tiba di Harmony Residence sesuai waktu yang diperkirakan.Lampu di ruang tamu sedang menyala dan tercium aroma kopi yang khas memenuhi udara. Pencahayaan dan aroma ini membawa nuansa yang hangat dalam apartemen yang didekorasi dengan indah tersebut.Livy melangkah masuk dengan hati-hati dan menemukan Preston sedang berdiri di dekat bar dapur. Berbeda dengan penampilannya di kantor, saat ini Preston sedang mengenakan paka

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 10

    Jantung Livy terasa seakan berhenti berdetak sesaat. Dia berkedip dengan gugup, lalu menyapa dengan canggung, "Hai! Pak Preston, selamat pagi.""Hmm," Preston hanya menggumamkan jawabannya, lalu turun dari tempat tidur dan merapikan rambutnya yang acak-acakan sambil berjalan ke arah kamar mandi.Tirai jendela di kamar masih terbuka. Dari jendela besar di kamar utama, terlihat pemandangan indah dari taman pusat kota. Pakaian mereka berserakan di lantai dan udara di kamar itu masih samar-samar memancarkan aroma khas setelah berhubungan intim.Dengan wajah memerah, Livy turun dari tempat tidur dan mulai mengenakan pakaiannya. Setelah Preston keluar dari kamar mandi, Livy segera menyelinap masuk untuk mandi.Ketika dia selesai dan keluar dari kamar mandi, Preston sudah duduk mengenakan setelan jas dan menikmati secangkir kopi di meja makan. Sementara itu, Bendy sedang melaporkan urusan pekerjaan padanya. Setelah ragu-ragu sejenak, Livy memutuskan untuk berjalan mendekat."Duduk dan sarapan

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 11

    Di bawah tatapan dari rekan kerja lainnya, Annie berjalan mendekati meja kerja Livy dengan tangan bersedekap. Dia mengetuk tumpukan dokumen di meja Livy dengan jarinya, lalu berkata dengan nada merendahkan."Livy, maaf ya. Hari ini hari Jumat dan semua dokumen ini adalah dokumen yang sangat mendesak. Nggak bisa ditunda sampai hari kerja berikutnya .... Kamu harus lembur malam ini. Sebelum jam 12 malam, aku mau semua data sudah selesai dan terkirim. Bisa, 'kan?"Jari-jari Livy yang sedang mengetik di keyboard berhenti sejenak.Ivana yang tidak tahan melihat hal itu, mencoba untuk membela Livy dengan suara pelan, "Bu Annie, bahkan kalau dikerjakan tiga orang sekalipun, dokumen sebanyak ini mungkin nggak akan bisa selesai sebelum jam 12 malam, apalagi cuma dikerjakan Livy seorang ...."Annie tertawa dingin, "Kalau kamu khawatir, kamu bisa tinggal di sini untuk bantu dia."Setelah itu, Annie berbalik menghadap semua orang di ruangan dan bertanya dengan nada mengancam, "Ada lagi yang mau ik

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 12

    Rumah lama Keluarga Sandiaga terletak di pinggiran kota dan dibangun di atas bukit. Luasnya mencakup keseluruhan bukit tersebut. Tempat ini memiliki sejarah yang lama dan bahkan telah dijadikan bangunan yang dilindungi oleh ibu kota.Begitu mereka keluar dari pusat kota, pemandangan di luar jendela mulai sepi dan hampir tidak ada orang yang terlihat. Suara hujan yang teredam dan keheningan di dalam mobil membuat Livy merasa tidak nyaman.Saat dia akhirnya memberanikan diri untuk berbicara, Preston terlebih dulu membuka mulut, "Kamu pernah cari tahu soal keluargaku?"Livy tertegun sejenak. Setelah merenung beberapa saat, dia mengangguk dengan jujur. Karena kasus perselingkuhan Stanley dengan Chloe, Livy sempat mempelajari banyak hal tentang silsilah keluarga Preston. Selain itu, di kantor sering ada gosip yang beredar di kalangan karyawan.Mengaku tidak tahu apa-apa tentang Keluarga Sandiaga akan terasa sangat munafik.Tatapan Preston semakin gelap, jari-jarinya secara tidak sadar menge

Latest chapter

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 429

    "Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 428

    Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 427

    "Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 426

    "Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 425

    Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 424

    Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 423

    Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 422

    Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 421

    Hesti mencengkeram tangan Livy dengan begitu bersemangat sampai meninggalkan bekas.Livy yang merasa lucu menepuk tangan Hesti dan berkata, "Aku juga nggak begitu yakin. Tapi, dia sepertinya hanya ingin keluar untuk bersantai, kita pura-pura nggak mengenalnya saja.""Benar! Sebagai penggemar yang baik, kita nggak boleh mengganggu idola," kata Hesti yang berusaha menahan kegembiraannya. Namun, saat memesan makanan, dia tetap terus menatap Ryan dan tidak berkedip sedikit pun. Setelah selesai memesan makanan, dia memilih meja yang sangat dekat dan terus menatap Ryan."Livy, bolehkah ... aku foto sekali saja? Aku benar-benar sangat senang, aku janji hanya satu foto saja," kata Hesti, lalu diam-diam mengeluarkan ponselnya.Namun, begitu kamera diarahkan pada Ryan, dua pengawal sudah mendekat dari kejauhan. Pada saat yang bersamaan, kilatan kamera ponsel pun menyala dan terlihat begitu jelas di tengah kegelapan malam. Restoran bakaran yang memang sepi tiba-tiba dikepung oleh dua pengawal yan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status