Sinopsis Risa Anandita dibeli oleh Gilang Dwi Adiguna, CEO perusahaan diamond ternama di Kota Jakarta demi menyelidiki pembunuh Sinopsis Risa Anandita dibeli oleh Gilang Dwi Adiguna, CEO perusahaan diamond ternama di Kota Jakarta demi menyelidiki pembunuh kekasihnya dan menjadi ibu untuk Amira. Risa awalnya menyesali takdirnya yang harus menikah dengan Gilang, tapi semakin lama dia semakin terpikat pada pesona Gilang yang dingin sedingin salju. Bahkan, Gilang terlalu sulit ditaklukkan. Risa yang mendamba cinta Gilang melakukan berbagai cara agar Gilang mencintainya dan pernikahan mereka bahagia. Namun, kejadian demi kejadian tak terduga akhirnya mengungkapkan siapa Amira sebenarnya. Membuat Risa perlahan mundur oleh banyaknya kesalahanpahaman yang ada. Akankah Gilang bisa mencintai Risa sebagai istrinya? Apakah Amira akan tahu bahwa Risa bukan ibu kandungnya? Akankah pernikahan mereka bahagia?
View More"Tante, apa maksud Tante menjualku di f******k?" Risa berdiri di hadapan Tante Tika seraya memperlihatkan ponselnya.
"Kenapa? Kamu keberatan?” Tante Tika menyunggingkan senyumnya disertai cibiran di bibir seakan mengejek ucapan Risa. “Anggap aja kamu sedang beramal untuk biaya pengobatan Om-mu yang sedang sakit parah."
Risa mengepalkan tangannya kuat-kuat sehingga buku-buku tangannya memutih dengan gigi yang bergemelutuk. "Tapi, Tante aku bukan wanita murahan!" Risa menatap Tante Tika dengan geram.
Perempuan berambut panjang itu mendekati Tante Tika dengan wajah merah padam. Dia bahkan membanting tas yang sejak tadi disampirkan di bahunya. Sakit hati Risa karena Tante Tika membuat postingan di F******k yang menjual dirinya terang-terangan.
"Lalu, kamu kira Tante peduli?"
"Tapi Risa peduli, Tan. Risa nggak bisa nikah sama sembarang orang." Risa mencoba berbicara baik-baik dengan Tante Tika.
"Sudah, tidak ada penolakan." Tante Tika mengibas tangannya dan berlalu masuk ke dalam rumah. "Pakai ini!" Tante Tika melempar kebaya berwarna putih dengan kain berwarna bata berukir mewah.
Risa menatap kebaya berwarna putih yang berada di tangannya. Kebaya itu terlihat mahal harganya. Bisa dilihat dari bahannya yang dipenuhi Payet dan mutiara berkilau.
"Kebaya itu dari calon suamimu. Dia kaya, kok. Makanya kamu harus bersyukur karena aku menjualmu, hidupmu sudah pasti terjamin," ujar Tante Tika.
Risa menghempaskan kebaya itu ke lantai secara kasar. Dia tetap tidak ingin menerima takdir buruk begitu saja. Risa bahkan menginjak kebaya mewah itu dengan kuat sehingga beberapa mutiara mewahnya lepas dari jahitan. Seperdetik berikutnya, Risa bersimpuh di kaki Tante Tika dengan harapan hati perempuan itu terbuka jika mendengar janjinya.
"Kalau memang semua ini karena Tante butuh uang banyak, Risa akan bantu. Risa janji akan cari kerja sampingan, asal Tante batalkan rencana ini." Risa berujar seraya memeluk kaki Tante Tika.
Namun, Tante Tika justru mengangkat tubuh Risa dan mencengkeram kedua bahu gadis itu kuat-kuat.
"Dengar, Risa, pernikahan ini tidak akan pernah dibatalkan. Laki-laki itu telah membelimu dengan mahar yang cukup besar. Dengan uang itu, aku bisa menggunakannya untuk biaya pengobatan suamiku dan juga untuk membiayai kehidupan kami sehari-hari." Tante Tika mencengkram dagu Risa dengan kuat.
"Jangan pernah bermimpi untuk kabur dari pernikahan ini karena aku akan menunggumu disini." Tante Tika mendorong tubuh Risa masuk ke dalam kamar yang sudah menanti team MUA di dalamnya.
Tiga puluh menit kemudian, Risa telah selesai dirias dan siap dibawa ke tempat ijab qabul. Gadis itu sangat cantik dengan riasan make up natural, tapi semakin mempercantik wajahnya yang memang tak pernah tersentuh alat make up. Risa memakai kebaya putih dengan singer Sunda di kepalanya yang membuat perempuan itu semakin ayu.
Tante Tika terperangah melihat kecantikan Risa. Dia yakin lelaki yang telah membeli Risa tidak akan menyesal membeli keponakannya dengan harga mahal.
Namun, amarah membuncah di ubun-ubun Tante Tika saat melihat air mata masih meluncur di pipi Risa yang sudah dirias sedemikian cantik.
"Hapus air matamu, Risa. Aku tidak ingin suamimu marah melihat air mata itu. Kalau sampai pernikahan ini batal gara-gara air matamu itu, maka kamu akan menyesal karena akan segera melihat mayat Om-mu. Jadi, jangan cuba-cuba bikin malu Tante." Tante Tika mengancam Risa dengan sorot mata tajam mematikan.
Risa tidak ada pilihan lain. Dia tidak ingin Om Herman mati karena tidak punya biaya untuk berobat. Perempuan itu pun menghapus air matanya dan berusaha menerima kenyataan pahitnya.
Risa yang masih mematung di depan meja rias membuat Tante Tika kesal. "Dengar Risa, suamimu sudah menunggu di luar," ujar Tante Tika. Ia menarik tangan Risa keluar dari kamar.
Tante Tika mendudukkan Risa di samping seorang laki-laki yang memakai blazer berwarna hitam. Risa mendengar suara bisik-bisik para beberapa saksi yang hadir di pernikahannya.
Risa gemetar saat mendengar suara bariton disampingnya mengucapkan ijab kabul dengan sekali tarikan nafas.
SAH … Alhamdulillah
Risa benar-benar merasakan sesak yang teramat sangat karena hari ini dia sudah resmi melepas masa lajang untuk menjadi seorang istri dari laki-laki yang tidak dia kenal. Hatinya hancur karena impian untuk menghabiskan masa muda dengan bahagia pupus sudah.
Risa melihat tangan mengulur kedepan wajahnya. Tangan yang besar, putih, dan mulus. Gadis itu meraih tangan tersebut dan menyalaminya dengan takzim. Lalu sang pria memasangkan cincin di jari manis Risa membuat pemilik mata bening itu mendongakkan wajah dan melihat seraut wajah tampan yang memasangkan cincin di jari manisnya.
Lelaki itu menatap Risa dengan tatapan ....
.... dingin.
Risa menahan napas saat wajah lelaki asing itu mendekat dan melabuhkan kecupan sekilas di keningnya. Jantung Risa berdebar jauh lebih kencang dari normal. Bahkan seakan ingin melompat keluar dari tubuh.
Semua tamu meninggalkan rumah Tante Tika setelah acara akad nikah tanpa acara ramah tamah.
"Kamu sudah berkemas?" Suara serak Gilang membuat Risa terkejut.
"Be-belum," sahu Risa terbata.
Risa masih tertunduk dan tidak berani menatap wajah suaminya karena takut melihat senyum sungging yang nanti akan suaminya tampakkan di wajah tampan itu.
"Sudah aku kemasi. Bawa nih!" Tante Tika mendorong koper berwarna merah maroon yang tertutup rapat di hadapan Risa
Risa ketakutan melihat suaminya yang bernama Gilang mengambil koper dari Tante Tika dan memberi isyarat untuk segera meninggalkan rumah ini. Terlebih ketika lelaki itu hendak menyeretnya keluar ruma
Risa menahan tangan Gilang dan memohon untuk pamit terlebih dahulu kepada Om Herman.
"Tunggu, Aku mau pamit pada Om Herman," ujar Risa.
"Tidak ada waktu, Risa. Pulanglah bersama suamimu." Tante Tika menghardik dengan mata yang seakan hendak menelan Risa.
"Ayo pulang!" ujar Gilang seraya menggandeng tangan Risa.
"Sebentar. Aku ingin pamit dengan omku dulu." Risa menolak Gilang menggandeng tangannya.
Gilang menatap tajam pada Risa. Ada amarah yang membuncah dari sorot matanya. Sontak membuat nyali Risa menciut sehingga tidak berani berontak. Lelaki itu mendorong tubuh Risa masuk ke dalam mobilnya.
"Kamu adalah istriku. Jadi kamu harus menuruti semua perintahku. Aku tidak suka dibantah," hardik Gilang.
Lelaki itu membawa mobil meninggalkan kediaman Tante Tika.
Jalanan cukup lengang, hanya ada beberapa kendaraan saja yang berlalu lalang. Selama di dalam perjalanan, tak ada suara karena Gilang fokus mengemudikan mobilnya. Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, Gilang memasuki sebuah rumah yang terletak di kawasan perumahan elit.
Risa memandangi sebuah rumah yang berada di hadapannya. Rumah yang lebih tepatnya disebut Istana. Megah, dan mewah. Rumah itu berdindingkan tembok berwarna krem dengan pilar yang menjulang tinggi di terasnya. Ada beberapa pohon palem dan pohon anting Putri yang berjejer rapi di sepanjang paving block menuju teras rumah.
"Sampai kapan kamu mau diam di situ?" Gilang memutus tatapan Risa yang tengah mengagumi rumahnya. Cepat, wanita itu mengikuti langkah sang suami yang sudah lebih dulu berjalan beberapa langkah di depannya.
Mereka memasuki rumah yang tampilan elegan dan ornamen mewah di dalamnya. Ada sebuah sofa mewah berwarna coklat dengan motif bunga sakura. Ada juga beberapa guci yang didalamnya terdapat bunga bunga berbentuk kristal.
"Gilang! Kamu keterlaluan!" Seorang perempuan dengan penampilan mewah memanggil Gilang dengan suara yang menggelegar. Namun, Gilang tidak memperdulikan panggilan itu.
Risa menoleh ke arah asal suara. Seorang perempuan yang memanggil menatap Gilang dengan tatapan marah, membuat Risa terkejut dan sedikit takut.
Perempuan itu menghampiri Risa dan Gilang, lalu menatap Risa dari ujung kaki hingga kepala. Risa merasa risih dengan tatapan perempuan paruh baya itu. Ia merasa seolah-olah perempuan itu ingin menelanjangi penampilannya yang memang sederhana.
Gilang hanya terdiam dan menatap sekilas, lalu menggandeng tangan Risa membuat Risa terheran.
"Siapa kiranya perempuan itu. Jika dia ibunya Kak Gilang, seharusnya Kak Gilang menghormati perempuan tersebut dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan olehnya," gumam Risa seorang diri.
Gilang terus menggandeng tangan Risa melangkah menuju lantai 2. Ketika sampai di anak tangga ke tiga, sebuah suara lain menginterupsi mereka.
"Gilang!" Kali ini suara seorang lelaki tak kalah menggelegar.
Gilang menghentikan langkahnya, tapi tidak menoleh ke arah asal suara. Sedangkan Risa menoleh ke arah asal suara tersebut karena penasaran dengan suara yang memanggil Gilang dengan suara cukup menggema.
"Jangan pernah bermimpi kami akan merestui pernikahanmu!" Laki-laki itu menatap tajam ke pada Risa.
Gilang menoleh ke arah laki-laki itu. Ia menyunggingkan senyumnya seraya menggelengkan kepala. Ada binar kebencian dari wajah Gilang terhadap orang yang saat ini sedang berdampingan di bawah tangga.
"Aku tidak butuh restu dari kalian, setuju atau tidak, aku telah menikah dengan Risa. Dia akan menjadi Ibu untuk Amira. Dan kalau kalian masih bersikukuh untuk melarangku, aku akan membawa Risa dan Amira pergi dari sini!" Gilang hanya menatap kedua orang tuanya sesaat, setelah itu kembali menggandeng Risa ke lantai atas.
Sedangkah Risa, ia terkejut mendengar sebuah fakta baru yang dikatakan Gilang barusan.
Risa menoleh ke arah Gilang dengan wajah heran."Tu-tunggu. Apa maksudnya menjadi Ibu?"
Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah
Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na
"Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali
Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa
Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d
"Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be
"Ya udah deh. Mama dan Papa nginap di sini." Nyonya Adiguna tersenyum membuat Gilang mencium punggung tangannya dengan takzim."Makasih, Ma. Pa."Gio hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya yang dianggap terlalu lebay. Risa pun sebenarnya merasa melihat Gilang yang memiliki karakter tidak sama dengan suaminya yang begitu tegas dan tidak manja."Gue balik dulu, Kak. Udah malam," ujar Gio melirik jam tangannya."Lo juga nginap di sini, Gi. Gue mohon," ujar Gilang dengan wajah memohon."Eh, Kak. Lo kenapa, sih? Melow amat?" Gio mengerutkan keningnya."Gue pengen aja, kita kumpul rame-rame kayak masih kecil dulu!" Gilang kembali merebahkan kepalanya di pangkuan Mamanya. Hal itu membuat Gio mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah.Akhirnya, malam itu mereka berkumpul bersama. Mereka bercengkrama dengan hangat. Risa sesekali ikut tertawa saat mendengar kekonyolan mereka bertiga ketika masih kecil.*****Pukul dua dini hari, Risa merasa tenggorokannya kering. Ia melihat gelas di atas n
Risa mengecek secara detail persiapan ulang tahun Galuh dan Galih yang dirayakan secara meriah. Gilang sengaja mengundang para relasi bisnis dan teman-temannya dalam perayaan kali ini.Sebelumnya, Gilang tidak setuju kalau ulang tahun anak-anaknya di rayakan dengan meriah. Setiap ulang tahun Amira, Galuh dan Galih, mereka memilih untuk merayakannya di panti asuhan. Berbagi kebaikan pada anak-anak yatim di sana.Namun, kali ini Gilang meminta Risa untuk mengadakan pesta ulang tahun yang meriah. Ketika Risa tanya alasannya, Gilang mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya bahagia berada ditengah-tengah pesta. Risa merasa itu jawaban yang aneh. "Nggak biasanya Kak Gilang seperti ini," bisik Risa seorang diri.Gilang juga meminta Risa untuk mengundang anak-anak yatim dan panti asuhan yang sering mereka kunjungi. Gilang mengatakan, ia ingin mengajak anak-anak tersebut melihat pesta ulang tahun dan berbagi lebih banyak lagi.Gilang memang suka berbuat baik. Bahkan sampai Sekarang, Gilang
Prangggg ....!"Benar-benar sial! Tak ada satupun anak buahku di Indonesia yang bisa diandalkan. Mereka semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang cerdas satupun!" Allea kembali membanting gelas berisi wine yang berada di tangannya.Dia baru saja mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mereka sudah gagal menculik anak Gilang."Sepertinya memang harus aku sendiri yang turun tangan untuk menghabisi mereka. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan hatiku sakit melihat Gilang berbahagia dengan keluarganya. Memang harus aku sendiri yang turun tangan dan menyelesaikan masalah ini." Allea menatap sinis pada foto Gilang yang masih terpampang di dalam kamarnya.Perempuan itu pun segera membuka aplikasi Traveloka untuk memesan tiket pesawat. Tak sabar lagi bagi dia ingin segera mengakhiri penderitaannya dan melihat penderitaan keluarga Gilang untuk kedepannya."Aku akan melakukan apapun yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Aku tidak akan pernah membiarkan Gilang dan keluarganya hidup tenang. Mereka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments