Share

Bab 3

Stanley bahkan mengira Livy sedang bercanda dengannya. Hingga saat dia melihat bekas berwarna merah di leher Livy, emosi Stanley langsung memuncak. "Pria mana itu? Livy, kamu mengkhianatiku!"

"Maling teriak maling nih? Stanley, kamu boleh menikahi wanita lain, tapi aku nggak boleh nikah duluan?" ucap Livy sambil mendengus dingin. Saat ini, Livy masih tidak ingin memberi tahu Stanley tentang Preston.

Setelah Stanley menikahi Chloe nanti, Livy akan jadi bibinya. Livy sangat penasaran, bagaimana reaksi Stanley nantinya setelah mengetahui hal ini?

"Nggak mungkin! Kamu nikah sama siapa? Siapa yang mau nikahin kamu? Kenapa aku nggak tahu sama sekali?" teriak Stanley dengan marah.

Livy benar-benar heran mengapa dulu dia begitu mencintai Stanley. Apa pun yang Stanley katakan, dia percayai sepenuhnya. Namun pada akhirnya, dia hanya dipermainkan.

Tiga bulan lalu saat mendengar berita pernikahan Stanley, Livy kehilangan berat badan hingga 10 kilogram dalam waktu 10 hari. Tubuhnya sangat lemah, seolah-olah dia baru saja sembuh dari penyakit parah. Namun, Livy hanya mengatakan bahwa dia menderita gangguan pencernaan kepada orang-orang di sekitarnya.

Berkat perhatian dari sahabatnya, Charlene, Livy baru mulai pulih perlahan-lahan belakangan ini. Wajahnya kini tampak lebih segar dan sehat. Alasan Livy memutuskan untuk menggoda Preston adalah karena dia tidak sengaja mengetahui bahwa Chloe ternyata adalah keponakan Preston.

Sebenarnya, Livy tidak pernah berpikir bahwa usahanya untuk menggoda Preston akan berhasil, apalagi sampai Preston menikahinya. Namun, sepertinya pepatah yang mengatakan bahwa keberuntungan akan berpihak pada orang yang berani itu memang benar.

Jika malam itu Livy tidak nekat mengetuk pintu Preston, mungkin tidak akan ada kejadian apa pun dan dia tidak akan pernah menikah dengan Preston.

"Apa urusanmu?" jawab Livy singkat sambil mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi.

Namun, Stanley bergegas meraih pergelangan tangannya. "Uang amplop itu bukan untukmu, kamu harus datang ke pernikahanku!"

"Kalau begitu berikan aku uang amplop yang lain, baru aku datang," balas Livy sambil tersenyum sinis.

"Kamu ...!" Stanley sangat marah. Namun, uang memang bukan masalah besar baginya. Kebetulan saat ini Stanley membawa cukup uang tunai, jadi dia langsung memberikan setumpuk uang ke tangan Livy, sambil menggertakkan gigi.

"Ini uangnya. Awas saja kalau kamu nggak datang." Nada ancaman itu membuat mata Livy mulai memanas.

"Tenang saja, aku bakal datang kok," jawab Livy sambil memasukkan uang itu dan kemudian berbalik pergi.

Setelah berjalan cukup jauh, air mata Livy akhirnya jatuh. Livy berusaha sekuat tenaga menahan emosinya tadi agar Stanley tidak melihat sisi lemahnya. Dulu, janji-janji indah yang pernah diucapkan dengan penuh cinta, kini berakhir seperti ini.

....

Setelah menenangkan perasaannya, Livy akhirnya tiba di kantor untuk bekerja. Rekan-rekannya hanya tahu bahwa dia mengambil setengah hari cuti sakit. Mengingat kondisi kesehatannya yang kurang baik belakangan ini, rekan kerjanya menanyakan kabarnya dengan perhatian sebelum kembali fokus pada pekerjaan masing-masing.

Livy pun mulai merapikan dokumen dan bahan-bahan kerja lainnya.

Sepanjang sore, dia masih merasa sulit mencerna kenyataan bahwa dia sudah menikah. Dia bahkan sempat bertanya-tanya apakah dirinya masih berada dalam mimpi. Livy mencubit pahanya sekilas. Rasa sakit dari cubitan itu membuatnya tersentak dan meyakinkannya bahwa ini memang kenyataan.

"Livy!"

Pada saat ini, terdengar suara keras yang memanggilnya dari luar pintu.

Livy buru-buru berdiri dan melihat Annie memanggilnya dengan marah, "Masuk ke ruanganku sebentar!"

Annie adalah atasan langsung Livy dan salah satu tangan kanan Preston. Dia adalah sekretaris utama Preston, sekaligus mantan juniornya di kampus. Ada rumor yang mengatakan bahwa Anie meninggalkan posisi yang sangat menguntungkan di luar negeri hanya untuk mengikuti Preston kembali ke tanah air dan rela menjadi sekretarisnya.

Annie memulai kariernya sebagai sekretaris biasa. Namun, berkat kemampuan kerjanya yang luar biasa, Annie naik pangkat menjadi sekretaris utama.

Adapun alasan mengapa Annie begitu setia kepada Preston, rumor mengatakan bahwa dia diam-diam mencintai Preston selama bertahun-tahun. Itulah sebabnya, Annie rela tetap berada di sampingnya.

Livy tiba-tiba merasa gugup. Apakah Annie sudah mengetahui pernikahannya dengan Preston dan sekarang ingin mempermalukannya?

Sesampainya di kantor Annie, Livy melihat wanita itu mengenakan setelan hitam formal dengan sepatu hak tinggi yang sangat elegan. Sikapnya tampak sangat tegas dan berwibawa.

"Kamu terlalu asyik main di resor beberapa hari ini ya?" Annie memarahinya, "Dokumen yang kamu kerjakan sore ini berantakan sekali, bahkan ada kesalahan dalam pencatatan data! Kamu sudah kerja di Grup Sandiaga selama tiga tahun, kenapa masih bisa ngelakuin kesalahan sepele begini?"

Livy membelalakkan matanya dengan terkejut. Apakah karena kondisi mentalnya yang kurang baik hari ini sehingga dia membuat kesalahan saat menyusun dokumen? Akan tetapi, sepertinya dia tidak mungkin membuat kesalahan sebodoh itu?

Meskipun begitu, Livy tetap bersikap profesional dan berkata, "Maaf, Bu. Aku nggak akan ulangi kesalahan seperti ini lagi lain kali."

"Nggak ada lain kali lagi! Aku akan suruh HRD untuk mengurus proses pemecatanmu." Annie memang sudah lama tidak menyukai Livy, terutama karena ....

"Apa?!" Livy terkejut dan terus-menerus meminta maaf, "Maaf, Bu Annie. Tolong beri aku kesempatan sekali lagi."

"Aku nggak mungkin izinkan bawahanku melakukan kesalahan sepele seperti ini. Kalau sampai terjadi sekali saja, akan langsung kupecat." Annie telah bertekad untuk mengusir Livy dari perusahaan. Jika tidak, gadis ini mungkin akan jadi masalah ke depannya.

Saat meninggalkan ruangan Annie, Livy tampak sangat putus asa. Dia tidak mengerti, mengapa bisa terjadi begitu banyak hal hari ini. Tiba-tiba, Livy teringat pada Preston.

Ini pasti bukan keputusan dari Huo Siyuan, jadi satu-satunya yang bisa menyelamatkannya hanyalah Huo Siyuan.

Livy menelepon Preston, tetapi tidak ada yang menjawabnya. Pada akhirnya, Livy terpaksa naik ke lantai atas. Dia berjalan ke depan ruangan Preston dan mengetuk pintunya.

Tetap tidak ada jawaban.

Livy terpaksa menyerah. Saat membalikkan badan dan hendak pergi, dia melihat sebuah sosok yang tinggi sedang berjalan ke arahnya. Di belakangnya bahkan diikuti oleh sekumpulan orang.

Livy merasa gugup dan ingin mencari tempat untuk bersembunyi. Bagaimanapun, dia dan Preston sudah sepakat untuk menjaga hubungan mereka tetap rahasia. Dia tidak bisa membiarkan orang lain mengetahuinya.

Hanya saja, koridor itu kosong melompong dan tidak ada tempat untuk bersembunyi sama sekali di sekitarnya. Pada akhirnya, Preston berjalan menghampirinya.

"Ada apa?" Suara Preston yang bariton, menggema di sepanjang lorong yang sepi itu.

"Pak Preston, Anda bisa lanjutkan pekerjaan Anda dulu. Masalah saya nggak mendesak," jawab Livy sambil menundukkan kepala.

Preston menoleh ke arah orang-orang di belakangnya dan berkata, "Kalian bisa kembali dulu."

Dalam sekejap, semua orang telah bubar. Saat Livy mendongak, Preston sudah sendirian di depannya. Secepat itu mereka pergi?

"Masuk," kata Preston.

Dia mengajak Livy masuk ke kantornya. Livy sudah tidak asing lagi dengan tempat itu. Sebagai salah satu sekretaris, dia pernah datang ke sini beberapa kali untuk mengirimkan dokumen saat rekan kerjanya yang lain sedang sibuk.

Kantor Preston terlihat mirip seperti kantor presdir yang ada di televisi. Ruangan itu dipenuhi dengan nuansa hitam, putih, dan abu-abu. Jendela kaca yang menjulang hingga ke langit-langit, menampilkan pemandangan kota yang indah. Gedung-gedung tinggi di luar sana menunjukkan betapa megahnya kehidupan di perkotaan.

"Kemari."

Preston duduk dengan santai di kursi kerjanya. Jari-jarinya mengetuk meja dengan perlahan. Sikapnya terlihat rileks dan sedikit malas.

Entah mengapa, Livy merasa sangat gugup. Pikirannya tiba-tiba melayang ke malam sebelumnya. Saat berada di ranjang, Preston terlihat berbeda dengan dirinya saat bekerja.

Mungkin ini yang disebut dengan perbedaan antara pria berkarisma dan "binatang buas"?

Begitu tatapannya bertemu dengan pandangan Preston yang dalam, Livy langsung tersadar. Dia menuruti perintah Preston dan berjalan ke arahnya. Saat berada di dekatnya, pria itu meraih pergelangan tangan Livy dan menarik Livy ke pangkuannya.

Livy yang terkejut pun langsung jatuh ke pangkuan Preston, sedangkan tangan Preston mulai meluncur menyusuri pakaian Livy hingga ke atas ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status