Share

Bab 7

Annie sebenarnya datang dengan alasan mengantarkan dokumen, tapi tujuan utamanya adalah untuk meminta maaf lagi kepada Preston. Kesalahan kecil yang dia buat itu terlalu merusak citranya dan dia tidak ingin Preston menganggapnya sebagai orang yang ceroboh.

Meskipun kesalahan itu memang sengaja dibuat untuk menjebak Livy, Annie terpaksa mengakui bahwa kejadian itu adalah ketidaksengajaan di hadapan Preston. Hanya saja, Annie tidak menyangka bahwa Livy berada di ruangan Preston selama itu.

"Kamu ngobrol apaan sama Pak Preston di dalam? Kenapa bisa selama itu?" Annie menatap Livy dengan tajam. Wajahnya tampak kesal dan hatinya merasa tidak nyaman.

Saat teringat dengan Livy yang menggagalkan rencananya di resor malam itu, emosi Annie langsung memuncak. Orang yang seharusnya bersama Preston malam itu adalah dirinya, bukan Livy. Annie telah berusaha keras untuk melancarkan rencananya. Dia bahkan berhasil mencampurkan sesuatu ke dalam minuman Preston.

Tepat pada saat Preston mulai bereaksi, Annie sudah siap mendekatinya. Namun, dia tiba-tiba melihat Livy ditarik oleh Preston masuk ke kamar. Perasaan benci itu langsung membara dalam hati Annie! Dia benar-benar murka!

"Nggak bicarakan apa pun ...," jawab Livy terbata-bata, "Cuma ... masalah pekerjaan."

Desas-desus tentang Annie dan Preston memang banyak beredar di perusahaan. Ketika Livy baru bergabung ke departemen sekretaris, dia juga mendengar orang-orang membicarakan bahwa Preston sebenarnya sudah memiliki hubungan dengan Annie.

Namun, rumor itu langsung dipatahkan oleh Preston sendiri di salah satu acara tahunan perusahaan. Dia mengklarifikasi secara langsung bahwa mereka tidak punya hubungan khusus apa pun.

Livy masih ingat jelas ekspresi Annie saat itu. Dia tetap menampilkan senyumannya yang anggun. Namun sebagai sesama wanita, Livy bisa merasakan bahwa Annie sebenarnya sangat canggung dan kecewa. Tidak akan ada yang percaya jika Annie tidak memendam perasaan pada Preston.

Mengingat hal ini, Livy merasa semakin canggung. Dia telah tidur dengan pria yang diam-diam disukai Annie, bahkan menikah dengannya. Jika Annie tahu tentang hal ini, apakah dia akan marah besar dan ingin mencekiknya?

Namun, apa yang Livy katakan barusan bukanlah kebohongan. Dia memang mendapat tugas untuk bertemu dengan ayah Preston dan itu termasuk dalam ruang lingkup pekerjaannya. Hanya saja, tugas itu memang bukan pekerjaan utamanya.

Sayangnya, sikap gugup Livy di mata Annie justru menimbulkan kesalahpahaman lainnya.

"Urusan pekerjaan?" Annie menggertakkan gigi dengan geram. "Livy, sudah berapa lama kamu kerja di sini? Atasan langsungmu itu aku! Kalaupun Pak Preston mau memberikan tugas, nggak mungkin dia melangkahi aku. Kalau mau bohong, setidaknya yang pintar!"

Ekspresi Livy sontak berubah drastis dan wajahnya memucat.

Apakah Annie tahu sesuatu? Ya, mungkin saja. Annie dan Bendy selalu berada di sisi Preston sebagai tangan kanannya. Mereka adalah dua orang yang paling dipercayai Preston di perusahaan. Jika Bendy tahu tentang pernikahan rahasia ini, tidak mengherankan jika Annie juga mengetahuinya.

Livy menggigit bibirnya, lalu menunduk dan meminta maaf dengan suara pelan, "Maaf, Bu Annie. Aku nggak bermaksud menyembunyikannya darimu. Ini semua adalah perintah Pak Preston dan dia memintaku untuk menjaga rahasia. Jadi, aku nggak bisa banyak bicara."

Meski tidak jadi dipecat, Livy masih harus tetap bekerja di bawah pimpinan Annie. Jadi, dia tidak mungkin membuat Annie tersinggung. Jika tidak, entah berapa banyak penderitaan yang akan dialaminya ke depannya.

Livy merasa semakin tertekan, sedangkan Annie sudah hampir meledak saking marahnya. Melihat Livy yang tampak begitu lembut dan tak berdaya, ingin sekali rasanya Annie merobek topeng kepura-puraan Livy.

"Kamu lagi pamer sama aku ya?" tanya Annie dengan nada menggertak.

Padahal dirinya sudah bersusah payah merancang semuanya, tetapi akhirnya malah membawa keuntungan bagi orang lain dan dia terpaksa menelan semua kekalahan ini sendirian. Jika Preston sampai tahu bahwa Annie yang menambahkan sesuatu pada minuman malam itu, konsekuensinya akan sangat parah.

Annie menarik napas dalam-dalam seraya menahan emosinya, lalu berkata dengan nada dingin, "Kuberi tahu ya, Livy. Jangan mengira kamu bisa naik status hanya dengan kecantikanmu itu. Pak Preston cuma tertarik sesaat saja."

"Kalau kamu terus-menerus berharap naik pangkat dengan menggunakan tubuhmu, cepat atau lambat, perusahaan akan menyingkirkanmu!"

Annie bertekad untuk menyingkirkan Livy begitu mendapatkan kesempatan. Dia yakin, satu-satunya wanita yang pantas berada di sisi Preston adalah dirinya.

Livy hanya terdiam karena kehabisan kata-kata. Annie tidak memedulikan Livy lagi dan langsung melangkah pergi dengan sepatu hak tingginya.

Livy kemudian berjalan menuju lift dan kembali ke kantor sekretaris. Setibanya di sana, Ivana segera menghampirinya dan bertanya, "Livy, ke mana saja kamu? Kenapa lama sekali baliknya?"

Livy merasa agak canggung, tetapi kemudian berhasil menenangkan diri dan menjawab dengan jujur, "Aku dipanggil Pak Preston, dia membantuku membatalkan pengajuan pemecatan."

"Hah?! Pak Preston sendiri yang membantumu? Dia mau mempertahankanmu?" Mendengar hal itu, Ivana menunjukkan ekspresi aneh yang bercampur antara penasaran dan gembira. Dia menurunkan volume suaranya dan bertanya dengan perlahan.

"Livy, kamu benaran dekat sama Pak Preston ya? Dulu, Pak Preston nggak pernah ikut campur sama keputusan apa pun yang dibuat sama Bu Annie. Apalagi, ini cuma masalah kecil tentang pemecatan seorang sekretaris? Kamu harus cerita padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Sejak kembali dari resor, kamu jadi aneh, lho ...."

"Nggak, kok. Kamu nggak usah mikir berlebihan," sergah Livy sambil menggeleng.

Setelah berpikir keras, Livy akhirnya menemukan alasan untuk menjelaskannya. "Kali ini memang kesalahan dari Bu Annie. Dia menyadari kesalahannya dalam pengelolaan data dan itu nggak ada hubungannya denganku. Jadi, dia melaporkannya ke Pak Preston dan aku nggak jadi dipecat."

"Serius? Wanita iblis itu bisa mengaku salah juga?" Ivana tampak bingung. "Bahkan melaporkannya langsung sama Pak Preston?"

Livy terdiam karena bingung harus bagaimana menjawabnya lagi. Namun, sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, Ivana tiba-tiba terlihat seperti menemukan jawaban, "Oh, aku paham sekarang! Dia pasti mau memanfaatkan kesempatan ini untuk tampil di depan Pak Preston dan mencoba menarik perhatiannya!"

"Cinta Bu Annie pada Pak Preston sudah seperti rahasia umum, semua orang di perusahaan tahu itu!" timpal Ivana dengan penuh keyakinan.

Livy tidak ingin membahas topik ini lebih jauh lagi. Kalau Annie tahu, dia pasti akan semakin membenci Livy.

Livy mencoba mengingatkan dengan hati-hati, "Ivana, jangan terlalu banyak bicara. Awas sampai kedengaran orang lain."

"Ya, ya, aku tahu." Ivana sepertinya percaya pada penjelasan Livy. Kemudian, dia memegang lengan Livy dengan antusias dan berkata, "Syukurlah kamu nggak dipecat. Kita masih bisa kerja barengan. Gimana kalau malam ini kita makan hot pot?"

Livy melirik jam tangannya sekilas dan akhirnya menolaknya.

Perjalanan dari Grup Sandiaga ke tempat yang hendak ditujunya membutuhkan waktu cukup lama. Jika terlalu malam, dia takut tidak akan sempat menemui orang yang ingin dikunjunginya.

Karena sudah memasuki musim panas, siang hari jadi terasa semakin panjang. Meski sudah mendekati pukul tujuh malam, langit masih tampak terang. Kaki langit dihiasi dengan cahaya senja yang berwarna kemerahan, menandakan bahwa cuaca besok juga akan sangat cerah.

Livy naik kereta bawah tanah dan bus sebelum akhirnya sampai di tujuan, yaitu Sanatorium Dharmawangsa. Petugas resepsionis di sana mengenali Livy. Tanpa perlu menanyakannya, petugas itu langsung tersenyum dan memberi petunjuk, "Bu Livy, Nenek Winda ada di kamarnya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status