Livy mengucapkan terima kasih kepada petugas resepsionis dan langsung menuju kamar tempat neneknya sambil membawa buah-buahan dan hadiah di tangannya.Saat membuka pintu, Livy melihat neneknya yang tampak lesu di atas ranjang. Hidung Livy terasa kecut seketika dan air mata menggenang di pelupuk matanya."Nenek!" serunya sambil bergegas mendekat. Livy mencoba menahan emosinya sambil tersenyum manis dan berkata manja, "Aku kangen sekali sama Nenek.""Livy! Anak bodoh, Nenek juga kangen kamu," kata Winda seraya memegang wajah Livy dengan penuh kasih. "Dinasmu capek nggak? Kamu jadi kurusan."Livy tertawa dan menggelengkan kepala, "Sama sekali nggak capek.""Nenek, aku kerja di Grup Sandiaga. Gajinya tinggi, tunjangan dan fasilitasnya juga bagus. Lihat, aku bawa oleh-oleh ini buat Nenek. Ini semua hasil dari perjalanan dinasku, produk lokal yang diberikan gratis di resor baru perusahaan."Livy tidak berbohong. Memang benar bahwa semua barang itu adalah oleh-oleh dari resor yang dibagikan k
Raut wajah Preston jadi lebih rileks dan suaranya juga jadi lebih lembut saat bertanya, "Perlu suruh Bendy untuk jemput kamu nggak?"Livy merasa terkejut dengan perhatian Preston. Dia jadi lupa dengan masalah Stanley dan buru-buru memanggil sebuah taksi. "Nggak usah, aku bisa pulang sendiri, kok." Setelah memeriksa waktu sejenak, dia kembali menimpali, "Jalanan agak macet, mungkin masih butuh sekitar satu jam."Khawatir bahwa Preston mungkin akan membutuhkan bantuannya, Livy terus mendesak sopir taksi untuk mempercepat laju kendaraan sepanjang perjalanan. Akhirnya, dia tiba di Harmony Residence sesuai waktu yang diperkirakan.Lampu di ruang tamu sedang menyala dan tercium aroma kopi yang khas memenuhi udara. Pencahayaan dan aroma ini membawa nuansa yang hangat dalam apartemen yang didekorasi dengan indah tersebut.Livy melangkah masuk dengan hati-hati dan menemukan Preston sedang berdiri di dekat bar dapur. Berbeda dengan penampilannya di kantor, saat ini Preston sedang mengenakan paka
Jantung Livy terasa seakan berhenti berdetak sesaat. Dia berkedip dengan gugup, lalu menyapa dengan canggung, "Hai! Pak Preston, selamat pagi.""Hmm," Preston hanya menggumamkan jawabannya, lalu turun dari tempat tidur dan merapikan rambutnya yang acak-acakan sambil berjalan ke arah kamar mandi.Tirai jendela di kamar masih terbuka. Dari jendela besar di kamar utama, terlihat pemandangan indah dari taman pusat kota. Pakaian mereka berserakan di lantai dan udara di kamar itu masih samar-samar memancarkan aroma khas setelah berhubungan intim.Dengan wajah memerah, Livy turun dari tempat tidur dan mulai mengenakan pakaiannya. Setelah Preston keluar dari kamar mandi, Livy segera menyelinap masuk untuk mandi.Ketika dia selesai dan keluar dari kamar mandi, Preston sudah duduk mengenakan setelan jas dan menikmati secangkir kopi di meja makan. Sementara itu, Bendy sedang melaporkan urusan pekerjaan padanya. Setelah ragu-ragu sejenak, Livy memutuskan untuk berjalan mendekat."Duduk dan sarapan
Di bawah tatapan dari rekan kerja lainnya, Annie berjalan mendekati meja kerja Livy dengan tangan bersedekap. Dia mengetuk tumpukan dokumen di meja Livy dengan jarinya, lalu berkata dengan nada merendahkan."Livy, maaf ya. Hari ini hari Jumat dan semua dokumen ini adalah dokumen yang sangat mendesak. Nggak bisa ditunda sampai hari kerja berikutnya .... Kamu harus lembur malam ini. Sebelum jam 12 malam, aku mau semua data sudah selesai dan terkirim. Bisa, 'kan?"Jari-jari Livy yang sedang mengetik di keyboard berhenti sejenak.Ivana yang tidak tahan melihat hal itu, mencoba untuk membela Livy dengan suara pelan, "Bu Annie, bahkan kalau dikerjakan tiga orang sekalipun, dokumen sebanyak ini mungkin nggak akan bisa selesai sebelum jam 12 malam, apalagi cuma dikerjakan Livy seorang ...."Annie tertawa dingin, "Kalau kamu khawatir, kamu bisa tinggal di sini untuk bantu dia."Setelah itu, Annie berbalik menghadap semua orang di ruangan dan bertanya dengan nada mengancam, "Ada lagi yang mau ik
Rumah lama Keluarga Sandiaga terletak di pinggiran kota dan dibangun di atas bukit. Luasnya mencakup keseluruhan bukit tersebut. Tempat ini memiliki sejarah yang lama dan bahkan telah dijadikan bangunan yang dilindungi oleh ibu kota.Begitu mereka keluar dari pusat kota, pemandangan di luar jendela mulai sepi dan hampir tidak ada orang yang terlihat. Suara hujan yang teredam dan keheningan di dalam mobil membuat Livy merasa tidak nyaman.Saat dia akhirnya memberanikan diri untuk berbicara, Preston terlebih dulu membuka mulut, "Kamu pernah cari tahu soal keluargaku?"Livy tertegun sejenak. Setelah merenung beberapa saat, dia mengangguk dengan jujur. Karena kasus perselingkuhan Stanley dengan Chloe, Livy sempat mempelajari banyak hal tentang silsilah keluarga Preston. Selain itu, di kantor sering ada gosip yang beredar di kalangan karyawan.Mengaku tidak tahu apa-apa tentang Keluarga Sandiaga akan terasa sangat munafik.Tatapan Preston semakin gelap, jari-jarinya secara tidak sadar menge
Suara lantang Tristan mengejutkan Livy dan membuatnya gemetaran. Preston menepuk punggung tangan Livy dengan tenang dan memberi isyarat agar dia tetap tenang.Setelah itu, Preston melihat ke arah pria tua yang penuh semangat itu dan berbicara dengan santai, "Kamu kelihatannya sehat-sehat saja. Nggak mungkin mati kesal hanya karena masalah kecil begini."Livy merasa agak terkejut dengan cara Preston berbicara kepada ayahnya. Namun, reaksi Tristan tidak seperti yang dia duga. Bukannya marah, Tristan malah tertawa terbahak-bahak."Anak nakal, cuma kamu yang berani bicara seperti itu padaku. Tapi karena kamu sudah bawakan menantu untukku, aku nggak akan mempermasalahkannya."Setelah itu, Tristan tersenyum lebar dan melambaikan tangannya kepada Livy, "Ayo, Nak, sini biar aku lihat."Hanya melihatnya sekilas saja, Tristan sudah merasa bahwa Livy sangat cocok di matanya.Masalah pernikahan Preston telah menjadi kekhawatiran terbesar Tristan selama bertahun-tahun. Dia telah mencoba segala cara
Di ruang kerja, Tristan yang sudah tua mengeluarkan sebuah kotak merah dari brankas.Tristan memuji, "Livy anak yang baik. Latar belakang keluarganya memang biasa saja, tapi dia rajin dan cekatan. Dia juga adalah sekretarismu, jadi bisa bantu dalam pekerjaan dan kehidupanmu. Dia akan menjadi istri yang baik. Kamu harus memperlakukannya dengan baik."Ekspresi Preston tetap datar. Wajah tampannya tak menunjukkan banyak emosi. Dia hanya membalas, "Yang penting Ayah senang."Tristan meliriknya dengan kesal, lalu bertanya, "Apa maksudmu dengan yang penting aku senang? Memangnya kamu menikah demiku?""Biar kuberi tahu, karena sudah menikah, urusan punya anak harus segera dipikirkan. Jangan sampai aku mati sebelum melihat cucu. Nantinya, aku nggak akan mati dengan tenang!" tambah Tristan.Berhubung terlalu bersemangat, Tristan sampai batuk-batuk. Selama beberapa tahun ini, kondisi kesehatan Tristan makin memburuk.Tahun ini, Tristan bahkan harus dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan. H
Wajah Livy sudah memerah, seolah-olah seluruh tubuhnya sedang terbakar. Matanya mulai berkaca-kaca. Bibirnya yang tipis dan lembut digigit hingga makin merah. Livy terlihat begitu polos dan menggoda, meskipun dia sendiri tidak menyadarinya."Aku ... aku yang akan memulai," gumam Livy yang akhirnya memberanikan diri. Kata-katanya keluar dengan sangat pelan.Livy begitu malu hingga rasanya ingin bersembunyi. Namun dengan dagu yang masih dicengkeram oleh pria itu, dia sama sekali tak bisa menghindar.Livy sebenarnya tidak tahu bagaimana "berterima kasih" kepada Preston. Hanya saja melihat tatapan pria itu yang penuh keinginan, dia tiba-tiba saja mengucapkan kalimat itu tanpa berpikir panjang.Sekarang, jelas Livy tidak punya jalan keluar lagi. Apalagi, selain menunjukkan rasa terima kasihnya dengan cara ini, dia sepertinya tidak punya pilihan lain. Bagaimanapun, Preston tidak kekurangan apa-apa."Oke." Suara rendah Preston yang serak terdengar lebih menggoda dalam suasana remang-remang.S
Sebelumnya Erick, sekarang Nicky. Jika hanya satu pria, Preston masih bisa memahaminya. Namun, sekarang ada begitu banyak pria yang bermunculan di sekitar Livy. Tidak mungkin jika mengatakan tidak ada masalah pada wanita ini.Namun, ucapan Preston bagaikan pisau tajam yang menikam hati Livy. Bibirnya sampai memucat. Lipstik sekalipun tidak bisa menutupi kepucatannya itu."Jadi, kamu rasa ini salahku? Kamu rasa aku yang nggak menjaga diri?""Aku cuma memperingatkanmu. Selama kontrak kita belum berakhir, sebaiknya jangan melakukan hal-hal yang melanggar moral. Mengenai Nicky ... dia cuma pengacara biasa. Kalau kamu masih diam-diam bertemu dengannya, aku bisa membuatnya kehilangan pekerjaan."Nada bicara dan ekspresi Preston sama dinginnya. Ini adalah ancaman yang terang-terangan. Livy tahu Preston bisa melakukan hal seperti itu. Erick adalah contoh pertama.Jika Preston bisa membuat Erick dipenjara, dia tentu tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada Nicky. Livy tidak ingin Nicky menja
Terakhir kali mereka bertemu karena Chloe menikah. Kali ini, entah Livy akan bertemu mereka lagi atau tidak.Livy segera berganti pakaian dan mengikuti Preston masuk ke mobil. Di dalam mobil, Preston tidak bersantai. Telepon demi telepon masuk.Sebelumnya, Livy mendengar dari Sherly bahwa ada banyak hal yang harus diurus menjelang akhir tahun. Departemen sekretaris sepertinya juga akan sibuk dalam waktu dekat ini.Ponsel bergetar. Masuk pesan dari Ivana.[ Berita besar! Erick ditangkap! ]Livy yang terkejut segera membalas.[ Apa? ]Ditangkap bagaimana? Ivana mengirim dua emoji perayaan, lalu menjelaskan.[ Aku juga nggak tahu, ini gosip dari temanku. Sepertinya Erick membuat onar pada perayaan ulang tahun Grup Sandiaga. Pak Preston sepertinya tahu soal tindakannya. ][ Oh ya, aku juga dengar Bu Sylvia jatuh pada perayaan ulang tahun itu. Entah masalah itu berhubungan dengan Erick atau nggak. Yang jelas, Pak Preston pasti marah gara-gara itu. ][ Tsk, tsk, tsk. Kabarnya sebelum Erick d
Ketika Livy terbangun, hari sudah siang. Kepalanya terasa sangat sakit, seluruh tubuhnya juga terasa lemas. Terutama bagian pergelangan tangannya yang bengkak dan merah. Kelihatannya sangat mengerikan."Nyonya sudah bangun?" Tina masuk dengan hati-hati, membawakan semangkuk bubur. Suaranya terdengar lembut. "Kenapa semalam minum alkohol sebanyak itu? Makan dulu bubur hangat agar perutmu terasa lebih baik.""Terima kasih, Bi." Livy menerima bubur itu, tetapi pergelangan tangannya tiba-tiba terasa sangat sakit. Dia hampir menjatuhkan mangkuk itu.Rasa sakit itu membuat pikirannya kembali fokus. Livy mulai mengingat kejadian semalam. Dalam ingatannya, semalam dia dan Preston bertengkar.Di dalam mobil yang sempit, Preston mengamati sekujur tubuhnya dengan tatapan dingin sekaligus penuh amarah."Livy, ini terakhir kalinya kamu bermasalah dengan Sylvia. Kalau sampai terjadi lagi, aku nggak akan membiarkanmu begitu saja."Livy berusaha keras menjelaskan kepada Preston, tetapi yang dia dapat
"Livy!" Suara yang sangat dingin terdengar di telinga Livy. Namun, suara itu sangat familier. Sepertinya itu adalah suara Preston.Livy memandang dengan bingung, berusaha keras untuk melihat dengan jelas. Pada akhirnya, dia berhasil melihat wajah Preston. Namun anehnya, kepala Preston ada dua."Kemari!" Preston tidak dapat mengendalikan amarahnya. Hari ini dia sibuk sepanjang hari, lalu menunggu Sylvia selesai menjalani operasi dan menemaninya untuk menenangkannya. Malamnya, dia masih harus bertemu klien.Namun, saat dia pulang, Livy malah tidak ada di rumah. Wanita ini berkumpul dengan temannya sampai tengah malam?Preston berusaha bersabar. Meskipun ada perselisihan di antara mereka, dia tetap datang untuk mencari Livy. Namun, apa yang dia lihat? Melihat Livy terjatuh ke pelukan pria lain!Apa ini yang disebut berkumpul dengan teman? Jika dia terlambat sedikit, mereka mungkin telah berbaring di ranjang bersama!"Pak Preston, ini nggak seperti yang kamu kira. Livy mabuk, jadi aku ....
Stanley berbicara dengan penuh semangat. Mulutnya yang bau alkohol itu hampir menempel di wajah Livy.Saat berikutnya, sebuah pukulan datang. "Stanley!" Nicky segera menarik Livy ke belakangnya.Nicky awalnya khawatir karena Livy tak kunjung kembali. Dia mengira Livy muntah-muntah di kamar mandi, jadi pergi membeli obat dan hendak mencarinya. Siapa sangka, dia malah melihat Stanley bersikap lancang kepada Livy!"Nicky?" Stanley terhuyung. Kemudian, nada bicaranya terdengar tidak sabar. "Ini urusanku dengan Livy. Apa hakmu ikut campur? Pergi sana!"Wajah Nicky menjadi sangat suram. Suaranya juga tegas. "Stanley, sudah kubilang Livy adalah temanku. Aku nggak akan tinggal diam. Selain itu, hubungan kalian sudah berakhir. Kamu harus menghormatinya. Lihat apa yang kamu lakukan!"Setelah mengucapkan peringatan seperti itu, Nicky pun tahu hubungan persahabatannya dengan Stanley sudah berakhir sepenuhnya. Namun, dia tidak menyesal.Dulu, Nicky tidak tahu Stanley adalah orang seperti ini. Sekar
Livy jelas-jelas tidak melakukan hal-hal yang kelewatan. Lantas, kenapa dia tidak boleh berada di sisi Charlene? Selain itu, untuk apa dia pulang?Preston saja boleh berada di sisi Sylvia tanpa memberinya penjelasan apa pun. Apa Livy tidak punya hak untuk berteman?Perasaan kesal dan sedih bergejolak di dalam hati Livy. Namun, pada akhirnya akal sehatnya yang menang.Sekalipun mereka akan bercerai, perceraian harus dilakukan secara damai. Livy tidak ingin semuanya berakhir dengan buruk karena hal ini akan memengaruhi kariernya.Segera, Livy mengetik pesan dan mencoba menjelaskan dengan sabar.[ Pak, mungkin aku terlalu emosional tadi. Tapi, aku nggak bermaksud menyakiti Bu Sylvia. Hari ini aku cuma berkumpul dengan temanku. Aku akan pulang agak larut. ]Preston tidak membalas lagi. Mungkin dia sudah menyetujuinya. Livy pun menghela napas lega dan becermin. Setelah memastikan wajahnya tidak terlihat murung, dia baru keluar."Livy!" Tiba-tiba, Terdengar suara yang sangat familier dari se
Stanley awalnya mengira masalah yang terjadi sebelumnya sudah selesai. Dia bekerja keras untuk menenangkan situasi. Namun, beberapa hari kemudian, wanita itu kembali mengungkit masalah lama.Saat emosi memuncak, Chloe malah mengalami keguguran. Stanley masih bisa menerima dirinya dipukuli dan dimarahi karena dia memang bersalah. Setidaknya, dia bekerja keras untuk melayani Chloe selama beberapa waktu.Namun, begitu sembuh, Chloe langsung pergi ke luar negeri dengan sahabatnya untuk mencari model pria. Bahkan, Chloe mengunggah foto dan video dengan konten yang sangat vulgar, seperti ciuman, menyentuh otot perut, dan lain-lain.Semua itu diposting di internet, sementara yang lebih buruk tentu tidak diposting. Entah apa lagi yang dilakukan wanita itu untuk menghina dirinya! Situasi itu benar-benar membuatnya malu!"Hahaha, Livy memang semakin cantik dan memesona. Tsk, tsk, kalian nggak lihat cupang di leher Livy?""Oh ya? Jadi, Livy sudah pacaran? Dengan siapa? Livy wanita yang lembut dan
Awalnya, Nicky merasa senang jika Livy bisa mendapatkan kebahagiaan. Namun, setelah melihat sikap Preston terhadap Livy serta berbagai hal lainnya, Nicky benar-benar menyesal dan merasa pernikahan ini tidak akan bertahan lama. Mungkin, dia masih memiliki kesempatan."Eh, eh, eh, Nicky, kamu nggak boleh pilih kasih begitu. Kita juga teman, kenapa kamu nggak bantu aku?" Charlene menyela sambil bercanda untuk mengalihkan perhatian. "Nanti malam kita ke KTV. Livy, gimana kalau kita minum malam ini?"Livy berpikir, dia sudah lama tidak bertemu dengan Charlene. Mereka hanya pergi ke KTV untuk berkumpul dengan teman, seharusnya tidak masalah. Jadi, Livy menyetujuinya.Namun, saat mereka sampai di KTV, Livy terkejut. Begitu masuk, dia langsung melihat Stanley dan kelompoknya. Karena sudah saling kenal sejak kecil, jadi lingkaran pertemanan mereka hampir sama.Teman-teman Stanley yang melihat Livy dan Nicky langsung melambaikan tangan dan memanggil, "Livy, Nicky, kebetulan banget. Ayo gabung!"
Livy ragu-ragu sejenak, lalu akhirnya mengangkat telepon. Di ujung sana, suara Preston terdengar agak dingin. "Di mana?""Makan sama teman," jawab Livy.Preston tertawa dingin. "Pria atau wanita?""Dua-duanya." Livy menjawab, lalu bertanya dengan agak penasaran. "Apa ada yang mendesak?"Di sisi lain, Preston melihat jalanan yang ramai dengan kendaraan. Wajahnya tampak sangat serius, suaranya juga terdengar dingin. "Livy, apa ada yang ingin kamu katakan?""Apa yang harus kukatakan?" Livy benar-benar tidak tahu apa yang harus dikatakan. Dia bingung sejenak, lalu berkata dengan ragu, "Aku mungkin akan pergi jalan-jalan setelah selesai makan. Aku sudah lama nggak ketemu sahabatku. Jadi, aku mungkin pulang agak larut. Kamu ...."Panggilan tiba-tiba diakhiri tanpa alasan. Livy tertegun dan menatap layar ponselnya dengan heran. Ini adalah kedua kalinya Preston mengakhiri panggilan hari ini. Pria ini benar-benar membenciku? Padahal, semalam dia sangat lembut ...."Livy, kamu baik-baik saja?" C