Beranda / Romansa / Malam Membara Bersama Pamanmu / 2. Dalam Dekapan Panasmu

Share

2. Dalam Dekapan Panasmu

Penulis: Almiftiafay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-12 18:04:35

“Apa yang kau lakukan?!” tanya si pemilik mobil, seorang pria yang duduk di kursi penumpang bagian belakang dan terkejut kala Liora masuk ke dalam sana tanpa permisi.

Untuk beberapa detik Liora melihatnya termangu—entah untuk apa karena itu tidak penting sekarang!

“Tuan—” sebut Liora seraya merapatkan kedua tangannya. “Tolong saya, Tuan, saya mohon ….” pintanya mengiba. “Tolong bawa saya pergi dari sini karena kalau tidak saya akan dibunuh.”

Ia menunduk, menggosokkan kedua tangannya di hadapan pria dalam balutan tuxedo-nya yang menatapnya dengan bingung.

Pupil Liora bergerak gugup, ia tak tahu kapan ia akan bisa mengulur waktu untuk membujuk pria ini sebelum preman-preman bayaran itu menemukannya.

“Bagaimana bisa aku mempercayaimu jika kau saja bau alkohol seperti ini?” tanya pria bersurai hitam rapi dan beraroma bergamot itu.

“Apapun akan aku lakukan kalau Tuan bersedia menolongku,” jawab Liora agar ia yakin. “Please ….”

Bibirnya tertekuk penuh keputusasaan saat ia melihat pria-pria bertato itu tampak dari tempat ia duduk.

Mereka semakin dekat, menampakkan diri satu demi satu termasuk si botak yang tadi dilempar oleh Liora dengan menggunakan gelas whisky.

“Tuan, saya mohon ....” pinta Liora sekali lagi karena pria itu seperti tak memberinya belas kasih.

Preman-preman itu mendekat, entah mereka tahu Liora ada di dalam sini atau tidak tapi jarak di antara mereka hanya menyisakan beberapa meter yang kritis.

Liora telah berpasrah bahwa ia akan ditendang keluar oleh si pria pemilik mobil yang tak ingin ikut campur dan terlibat dalam urusannya.

Tapi ia salah!

“Kita pergi dari sini, Van!” titahnya pada seorang pemuda yang tadi berdiri di luar mobil dengan wajah yang siaga menunggu perintah. 

“Baik, Tuan.”

Dari mata Liora yang temaram, ia melihat mobil yang ditumpanginya ini meninggalkan sekitaran minimarket.

Sebuah kelegaan besar memenuhi hatinya, tapi ini masih belum sepenuhnya usai sebab masalah yang lain justru timbul setelahnya.

Sesuatu yang salah terjadi dengan tubuhnya. Rasa yang tidak nyaman dan membuatnya gelisah.

“Ke mana aku harus membawamu pergi?” tanya pria yang menolong Liora. 

Liora masih tak menjawab, ia sibuk dengan tubuhnya yang terasa panas dan kepalanya yang pening.

“Aku akan membawamu ke hotel,” kata pria itu kemudian, sebab Liora tak kunjung menjawab.

Liora hanya mengangguk, kepalanya terlalu berat untuk dapat memahami kalimat-kalimat yang meluncur dari pria penolongnya itu.

Ia hampir tak memiliki kekuatan saat kakinya tiba di dalam sebuah kamar, kamar hotel yang terlihat mewah dan luas.

“Ahh—” Liora menjerit saat ia jatuh ke atas ranjang besarnya bersama dengan pria itu.

Matanya berair saat mendapati wajahnya yang rupawan yang mengingatkannya pada Adrian.

Air matanya luruh saat ia merenggut kerah kemeja yang dikenakan oleh pria itu seraya bertanya, “Kenapa dia mengkhianatiku seperti ini?!”

Sesak yang mendesak dadanya semakin hebat, Liora tergugu dalam tangis saat ia perlahan melepas kerah kemeja pria itu dan meringkuk penuh rasa sakit.

‘Apa kurang selama ini aku mencintaimu, Adrian?’ batinnya masih tak menerima segala perlakuan pria itu terhadapnya. ‘Apa kurangku sebenarnya? Aku habiskan uang-uangku untuk mendukungmu sampai seperti sekarang tapi sebagai balasannya kamu berselingkuh dengan Irina.’

Air mata itu membasahi ranjang tempat Liora berada, entah kapan berhentinya.

Tapi saat ia merasakan sentuhan di pipinya, Liora memandang pemilik tangan hangat itu.

“Siapa yang mengkhianatimu?” tanya suara baritonnya, sehangat sentuhannya, memenuhi ruang kosong dalam hati Liora yang dipeluk nestapa. 

Alih-alih menjawab pria itu, Liora lebih memilih untuk menajamkan pandangannya yang kadang jelas meski lebih sering buram. 

“Apa kita pernah bertemu? Kenapa ... rasanya Anda tidak asing?”

Jari telunjuk Liora bergerak di sekitar wajahnya sebelum ia memberanikan diri untuk menyentuh garis dagunya yang tegas.

Pria itu meraih tangan Liora yang ada di rahangnya, membawanya menjauh seraya berujar, “Tidurlah.” 

Lalu ia beranjak pergi dari atasnya.

Melihatnya menjauh membuat hati Liora dirundung ketidakrelaan sehingga ia mencengkeram pergelangan tangan pria itu, mencegahnya pergi.

“Anda akan pergi?” tanya Liora dengan lemah.

“Ya.”

“T-tidak bisakah Anda di sini saja?” 

Liora melepas cengkeramannya, menggosok lehernya yang terasa panas, gerakannya yang sedikit kasar meninggalkan bekas kemerahan pada bagian depan tubuhnya.

Gaun off-shoulder berwarna burgundy yang ia kenakan menjadi berantakan dan itu membuat pria itu mengerutkan alisnya.

“Kau baik-baik saja?” 

“Panas sekali,” jawab Liora. Ia menatap layu pada pria itu dan dengan gemetar berujar, “Jangan pergi, Tuan … peluk aku sebentar saja.”

Pria itu tak menjawab Liora, rahangnya mengetat saat sepasang irisnya memindai wajahnya yang memerah dan matanya yang berair.

“Tidak,” tolaknya, lalu mendesis menahan perih saat kuku-kuku lentik Liora menusuk kulit tangannya.

Tubuhnya yang bergerak gusar seakan menunjukkan betapa gadis itu tak bisa lagi menahan gejolak yang membuatnya tersiksa.

Liora kembali menatapnya dan memohon, “Tolong aku, Tuan. Ada yang aneh dengan tubuhku … rasanya panas sekali ….”

Hela napas pria itu terdengar berat, rahangnya yang tegas kembali mengetat saat ia sejenak memejamkan matanya seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.

Saat matanya terbuka, Liora menjerit sebab tangan besar pria itu merengkuh pinggangnya sehingga ia bangun dari berbaringnya.

“Ahh!”

Wajah mereka berdua sudah sangat dekat, Liora menggigit bibirnya saat ibu jari pria itu menyentuh bibir bagian bawahnya, memberinya usapan lembut yang membuat debar jantungnya berantakan.

“Jangan digigit, nanti berdarah.”

Sentuhan seperti inilah yang ia inginkan, tubuhnya membaik kala ia merasakan telapak tangan besar pria dengan wangi bergamot itu ada di pinggangnya mencengkeram penuh rasa kepemilikan. Seolah Liora adalah miliknya malam hari ini.

Maniknya yang gelap membuat Liora merasakan debaran yang aneh, sebuah rasa takut tetapi juga ketertarikan yang hebat di saat yang bersamaan.

Liora hendak memejamkan matanya untuk dapat meresapi sentuhannya, tapi baru saja hal itu ia lakukan, pria itu merenggut dagunya sehingga ia tetap memandangnya.

“Lihat aku,” bisiknya. “Aku ingin kamu melihat baik-baik, sebab aku tidak ingin kamu melupakan malam ini, Liora Serenity ....”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
semakin seruuuuuuu
goodnovel comment avatar
Aya Melodi Agrifina
weh baru juga ketemu masa mau unboxing sih ah... sepertinya ada yg salah sma Liora deh,bsa jadi tuh whisky dikasih obat perangsang sma bartender
goodnovel comment avatar
Nissya
yah yah masak ikut ikutan kaya pacarnya buka segel dulu ahhh jangan dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    3. Terbakar Cinta Satu Malam

    Mendengar penuturan pria itu membuat hati Liora tak karuan rasanya. ‘Dia tahu namaku?’ batin Liora penuh tanya. Matanya bergoyang gugup, ia menatap pria gagah dalam balutan tuxedo itu, yang lengannya melingkari pinggangnya dengan erat. Pria itu mengendus wajah Liora, menenggelamkan hidungnya ke telinganya, meninggalkan hangat napasnya yang membuat Liora bereaksi dan merespon.“Kau ingin aku melakukan apa, Liora?” bisiknya kemudian menarik wajahnya dan menatap Liora.Kedipan matanya yang lemah seolah lebih banyak meyakinkan Liora bahwa ia akan melakukan apapun untuknya malam ini.“Peluk aku,” jawab Liora. “Sepertinya tidak akan cukup hanya dengan sebuah pelukan.”Liora bergeming, bibir gadis itu terbungkam rapat saat pria itu menunduk dan memberi kecupan di bibirnya.Sekian detik sentuhan itu seperti telah menghancurkan jarak yang semula memisahkan mereka. Rasanya manis, seolah pria itu membawa serta hatinya dan memberi cinta pada Liora yang baru saja dikhianati.Pria itu menciumny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • Malam Membara Bersama Pamanmu    4. Dia? Kayden Baldwin?!

    ‘Astaga! Apa yang terjadi semalam?’ Liora memekik dalam hati.Jeritan tertahan di tenggorokannya saat ia menegakkan punggungnya dan menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.Maniknya terasa panas saat ia mengamati Kayden yang masih terlelap di atas ranjang hotel.Tak ada yang melindungi tubuh Liora selain selimut yang saat ini tengah mereka kenakan. Saat Liora memberanikan diri untuk melihat bagian tubuh pria itu—yang tertutup oleh selimut—ia pun memiliki situasi yang tak jauh beda dengan Liora.Dress burgundy yang semalam dikenakannya saat pergi ke bar telah tercecer di lantai. Tertumpuk dengan kemeja, vest, jas dan celana panjang milik Kayden yang tergeletak di sana.Liora mencoba meraba apa yang terjadi semalam. Ia meremas rambutnya saat mendapati ingatan tentang dirinya yang mabuk dan melarikan dari beberapa preman yang mengejarnya setelah membuat kekacauan di bar.Ingatan tentang wajah kebingungan Kayden yang bertanya ‘Apa yang kau lakukan’ saat Liora tiba-tiba masuk ke dalam mo

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • Malam Membara Bersama Pamanmu    5. Bukan Pertemuan Yang Diinginkan

    ‘K-kenapa Kayden yang duduk di sana?’ batin Liora penuh rasa terkejut.Sebab seharusnya yang ada di kursi Presdir itu adalah Kakeknya Adrian, yang meski tak bisa dipungkiri beliau adalah ayahnya Kayden, Tuan Owen.Meski Kayden terlihat sangat mempesona dan cocok duduk di balik meja Presdir, tapi bukan pertemuan seperti ini yang Liora inginkan.Sekarang ia tahu dari mana wangi tak asing yang baru saja dihidunya itu. Dari tubuh Kayden, wangi bergamot pria itu.‘Bagaimana aku harus menghadapinya sekarang?’ gumamnya dalam hati, resah.Liora sejenak berdiri membeku di dekat pintu masuk, benaknya meminta agar sebaiknya ia mundur saja dan pergi dari sini. Tetapi sebelum sempat ia merencanakan hal itu lebih jauh, suara Kayden terdengar membalas sapaannya.“Selamat pagi, silakan duduk,” katanya. “Bukankah kamu ingin bertemu dan bicara denganku?”Liora memandang Freya yang mengisyaratkan agar ia duduk berseberangan meja dengan Kayden. Langkah kakinya yang semula percaya diri kini mendadak kebas

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • Malam Membara Bersama Pamanmu    6. Dalam Dilema Antara Pergi Atau Bertahan

    Liora terdiam cukup lama. Meski ia tahu semua yang dikatakan oleh Kayden itu sepenuhnya adalah kebenaran, tapi rasanya semua itu seperti sebuah penghinaan baginya.Napas Liora seakan berhenti di tenggorokan, harapan-harapan yang tadi sempat bergema di dalam hatinya bahwa setidaknya akan ada sedikit ‘keadilan’ setelah semalam hampir ditangkap oleh preman bayaran Adrian itu seketika sirna.Lagipula apa yang ia harapkan sekarang? Adrian adalah keponakannya, bukankah sebagai paman tentu Kayden akan membelanya sekalipun tahu Adrian yang bersalah?“Semakin cepat kamu meminta maaf, itu akan semakin baik,” ucap Kayden saat sepasang mata Liora telah berair. “Karena jika tidak, agensi bisa memutus kerja sama denganmu kapanpun, Liora Serenity!”“Putus saja!” jawab Liora tepat setelah Kayden selesai bicara. “Tidak banyak kerja sama yang kita lakukan. Jadi memutus kerja sama dengan saya bukanlah sesuatu yang sulit. Saya tidak akan meminta maaf karena Adrian memang bersalah,” tukasnya bersikeras pa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • Malam Membara Bersama Pamanmu    7. Tidur Dengan Calon Suami Orang?

    ‘Artinya malam itu aku tidur dengan calon suami orang?’ batin Liora tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Ia baru tahu jika Kayden sudah bertunangan, ia pikir pria itu masih betah melajang dan menikmati hidupnya sebagai seorang pewaris kaya raya. Liora menghela dalam napasnya saat ia mengingat apa yang pernah ia katakan pada Kayden kala itu. ‘Semalam yang kita lakukan itu tidak berarti apapun bagi saya’ yang ia tuturkan pada pertemuan mereka rasanya telah menamparnya dengan kenyataan pahit. Karena kemungkinan besar, dirinyalah yang lebih tak ada artinya bagi seorang Kayden Baldwin. Liora hendak beranjak pergi dari sana dan mencari tempat yang lebih jauh agar tak perlu menyapa Kayden dan tunangannya itu. Namun, lamunan sesaat itu membuat Liora melewatkan saat-saat di mana Kayden dan sang tunangannya dalam balutan gaun merah muda itu mendekat. Tak bisa dipungkiri bahwa Kayden dan gadis itu sangat serasi. Dua orang itu tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya dan membuat Lio

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Malam Membara Bersama Pamanmu    8. Syarat Sebuah Kebebasan

    Seisi ruangan yang semula diselimuti oleh ketegangan mendadak senyap. Perhatian semua orang kini mengarah pada Liora yang berdiri dan dirundung oleh kebimbangan. “Saya tidak pernah menipu orang,” ucapnya. “Apalagi menggunakan obat terlarang, Pak. Itu semua tidak benar!” “Jika memang begitu, Anda bisa menjelaskannya nanti di kantor,” jawab seorang petugas yang berdiri paling depan. “Sekarang lebih baik Anda ikut dengan kami.” Entah cerita seperti apa yang dibuat dan dilaporkan oleh Adrian dan Irina hingga dapat mempermalukan Liora seperti ini. “Mari!” ucap pria berseragam itu sekali lagi. Kaki yang tadinya terpancang dengan lantai marmer tempat ia berpijak akhirnya terangkat. Langkahnya terasa berat kala ia mengikuti ke mana polisi menggiringnya keluar dari hall, sepasang netranya berkabut oleh air mata kala menyaksikan pandangan orang-orang yang menghakiminya. Dengus napas mereka, atau lirikan yang penuh kebencian mengantarnya pergi meninggalkan pintu berdaun dua tempat i

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Malam Membara Bersama Pamanmu    9. Pria Yang Menidurimu Pertama Kali

    “Menikah dengan Tuan Kayden?” ulang Liora dengan sepasang matanya yang membola, memastikan pada pria itu bahwa ia tak salah dengar. Untuk beberapa saat seolah jantungnya berhenti berdetak. Syarat yang diajukan oleh Kayden sangat mengejutkannya. Kayden mengangguk, “Seperti yang kamu dengar.” Liora terdiam, jari-jari tangannya kian kebas saat benaknya dipenuhi oleh tanya, ‘Apa yang dia inginkan sebenarnya?’ gumamnya dalam hati, dirundung kebingungan. Kenapa aneh sekali? Ia pikir selama ini Kayden membencinya dilihat dari sikapnya yang ketus, atau bagaimana tajamnya tatapan mata pria itu yang menunjukkan betapa tak sukanya ia pada Liora—bahkan hingga hari ini. ‘Jadi kenapa Kayden tiba-tiba meminta agar aku menikah dengannya?’ Liora masih berkutat dengan segala pikirannya, maniknya mencuri pandang pada pria yang menurutnya sangat aneh itu. Ia berusaha menjinakkan prasangkanya yang menjadi liar, tetapi rasanya tidak bisa. Semua ini terasa tidak nyata, dan aneh .... Liora menghel

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Malam Membara Bersama Pamanmu    10. Prasangka Liar

    Saat Liora dibawa kembali ke dalam sel-nya, gadis itu berkutat dengan pikirannya yang seperti benang kusut. Menunduk memandang tangannya yang terbelenggu di dalam borgol seperti ini membuatnya mau tak mau mengakui apa yang dikatakan Kayden adalah kebenaran, bahwa Liora tak memiliki pilihan mengingat ia memang ingin bebas. Selain itu, tak ada yang menjamin ibunya tetap dibiarkan untuk tetap berada di rumah sakit jiwa atau malah dikeluarkan dan ditelantarkan oleh Irina dan ibu tirinya yang jahat itu. Bukankah mereka juga bisa saja menyimpan dendam karena Liora telah melibatkan Irina dalam skandal perselingkuhan dengan Adrian kala itu dan melampiaskannya pada sang Ibu? Tetapi selain semua itu, ada hal lain yang mengganggu Liora. Jika ia menikah dengan Kayden, lantas bagaimana dengan Julia? Bukankah mereka telah bertunangan? ‘Apa sesuatu yang buruk terjadi pada mereka?’ batinnya menerka-nerka. ‘Atau memang Kayden memiliki tujuan lain yang tak ia ketahui?’ Dugaannya berubah menjadi li

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27

Bab terbaru

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    37. Cantik Seperti Musim Semi

    “A-apa Anda melihat kami?” tanya Liora memastikan. Namun, Kayden tak menjawab. Hanya seulas seringai samar di salah satu sudut bibirnya yang terlihat dan itu membuat Liora tidak nyaman. “D-dia itu teman saya, Tuan Kayden. Dulu sebelum Anda menjadi presdir—“ “Tidak bisa,” potong Kayden yang membuat Liora urung menjelaskan apapun. “Apa yang tidak bisa?” “Datang ke acara Leo Nathan.” Kalimat itu menandakan dengan jelas bahwa Kayden sedang menolak mentah-mentah permohonannya. Liora memalingkan tatapannya dari Kayden. Kedua maniknya sedikit terangkat ke atas, bertanya dalam hati, ‘Bagaimana ini? Aku terlanjur menyanggupi Leo.’ “Kenapa saya tidak boleh datang?” tanya Liora, menatap Kayden kembali—setidaknya ia ingin tahu apa yang membuat Kayden melarangnya datang ke The Flavor Lab. “Hanya karena aku memperbolehkanmu melakukan pemotretan dengan majalah Hazed bukan berarti kamu bebas berkeliaran sesuka hatimu,” jawab Kayden. “Apalagi menjadi bintang tamu di acara orang lain.”

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    36. Rupawan, Tapi Iblis!

    Setelah meninggalkan kafe yang ia datangi, Liora kembali ke rumah Kayden. Tadinya Leo hendak mengantarnya tetapi Liora menolaknya dan lebih memilih untuk menggunakan taksi online. Di halaman rumah Kayden, Liora melihat pria itu ada di sana. Sedang menuruni undakan tangga di teras, tampak menawan dalam balutan kaos berkerah dan celana panjangnya yang bersih serta melihat kedatangan Liora dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan. Sadar dirinya melakukan sesuatu tanpa mendapatkan izin dari Kayden, Liora memilih untuk jujur ke mana ia pergi sebelum kembali ke rumah. “Tuan Kayden,” sebutnya dengan ragu-ragu saat pria itu mendekat. “Maaf saya tadi tidak langsung pulang karena mampir dulu ke—“ Belum sempat Liora menyelesaikan kalimatnya, Kayden berlalu pergi melewatinya begitu saja, mengabaikannya tanpa peduli akan apa yang akan dikatakan olehnya. Punggungnya menjauh, meninggalkan Liora yang meremas jari-jarinya, menelan kembali semua kalimat yang hampir saja keluar dari bibirnya.

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    35. Perjumpaan Dengan Pria Tampan

    “Iya ini aku Leo. Lama tidak bertemu, Liora,” ucap pemuda itu saat Liora masih bergeming dan meremas coffee cup miliknya. “Bagaimana kabarmu?” Baru setelah tanya itu terdengar, Liora sadar. Ia membalas senyum pemuda itu. Seorang pria yang sangat ia kenal dengan baik, Leo Nathan Henley. Dulu, Leo adalah kakak kelas Liora semasa di Sekolah Menengah Atas hingga kuliah. Ia, Freya dan Leo dulu bersahabat sebelum karir pemuda itu yang paling melejit sebagai seorang celebrity chef. Di bawah naungan satu agensi yang sama, di Evermore. Sekitar dua tahun belakangan Leo berkegiatan di luar negeri sembari melanjutkan study-nya. “B-baik,” jawab Liora akhirnya, mengikuti pandang ke mana Leo beranjak, duduk di sampingnya dengan membawa satu cup berisikan kopi seperti dirinya. “Senang bisa melihatmu lagi, Liora.” “Sejak kapan kamu pulang?” “Kemarin,” jawabnya. “Padahal aku masih berpikir bagaimana caranya aku bisa menemuimu, Liora. Tapi rasanya takdir sangat baik dengan membuat kita

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    34. Orang Ketiga Antara Kau Dan Dia

    “Julia? Apa yang kamu lakukan di sini?” balas Kayden setelah pria itu menghentikan langkah kakinya begitu juga dengan Liora yang berdiri di sampingnya. Julia tak serta-merta menjawabnya, gadis itu lebih dulu memindai Liora sebelum pandangannya berhenti pada Kayden. “Apa kamu dan Liora baru menginap di hotel?” tanya Julia balik alih-alih menjawab mantan pacarnya itu. “Ada pekerjaan yang harus diselesaikan,” jawabnya singkat. “Dengan Liora juga?” Kayden mengangguk sebagai sebuah pembenaran. “Aku juga sedang ada pekerjaan,” ujar Julia— menanggapi tanya dari Kayden perihal apa yang dilakukannya di sini. “Ada meeting dengan salah satu partner bisnis Papa. Beliau yang meminta. Kamu tahu ‘kan … aku bertanggung jawab atas beberapa proyek besar milik DN Construction.” DN Construction yang dikatakan oleh Julia itu adalah bisnis milik keluarganya. Sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi. Cantik, elegan dan seorang wanita karir. Setidaknya seperti itu yang dipiki

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    33. Mustahil Dia Yang Meminta

    “Tuan Kayden yang memintanya?” ulang Liora memastikan. Kedua matanya melebar penuh ketidakpercayaan menatap Annie yang justru tak menjawab setelahnya. Apakah ia salah dengar? Ataukah Annie yang barangkali salah berucap? Wanita paruh baya itu hanya tersenyum sebelum mengatakan, “Sebaiknya Nona menghabiskan makanannya. Obat yang Nona Liora minta tadi pagi juga sudah saya siapkan,” tuturnya seraya sekilas menunjuk ke atas nampan. “Dokter yang meresepkannya secara langsung.” “Apa Bu Annie mengatakan pada Tuan Kayden apa yang terjadi dengan punggungku?” balas Liora penuh selidik. Melihat senyum Annie yang tampak ganjil membuat Liora berpikir bahwa dugaannya itu benar. Mana mungkin Annie menyembunyikan apa yang dilihatnya? Bukankah sebagai orang yang bertanggung jawab atas keberlangsungan di rumah ini Annie tentu akan melaporkan segala sesuatu yang terjadi kepada si pemilik rumah? Lagi pula ... siapa yang bisa diam dan terbungkam dihadapkan pada mata mengintimidasi Kayden? Liora meng

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    32. Kau Bisu? Tak Ingin Menjawab?

    “Bukan apa-apa,” jawab Liora sesegera mungkin. Ia memandang Annie, mengisyaratkan dengan matanya agar wanita paruh baya itu tak mengatakan apa yang ia lihat di punggungnya pada Kayden. Tatapan Kayden menelisik kala Liora mencuri pandang pada manik gelapnya. Alis lebat Kayden yang berkerut menandakan bahwa pria itu tahu Liora tengah berbohong. Diam yang ia suguhkan dan wajahnya yang tanpa ekspresi tetapi tegas itu membuat Liora seperti akan tersudut dan memilih untuk membuka mulut perihal apa yang ia bicarakan dengan Annie. Dan sebelum semakin terintimidasi, Liora memutuskan untuk pergi dari sana. Ia lekas berjalan, langkahnya gegas meninggalkan Kayden setelah ia menundukkan kepalanya. Tak ingin terlibat percakapan yang lebih jauh. Liora kembali ke dalam kamar. Menuju meja tempat di mana ia meletakkan botol minumannya di sana dan menarik lacinya. Berharap menemukan obat apapun—setidaknya agar demamnya ini mereda. Melihat obat untuk luka ada di dalam sana juga, ia memutus

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    31. Makan Malam Konglomerat

    “Tidak,” jawab Liora dengan segera, mencegah ada perdebatan lain di dalam ruangan yang perlahan menemukan kedamaian itu. “A-ada sesuatu yang tidak baik yang terjadi di studio tadi,” imbuh Liora. “Ada kecelakaan kecil yang membuat saya terluka. Tapi ini tidak parah, Tuan.” Apa jawaban itu benar? Liora meraba-raba dalam hati, melirik Kayden yang tampak tidak peduli dengan perkataannya. Liora anggap itu sebagai sebuah hal yang disetujui oleh Kayden karena pria itu tak bereaksi. Tuan Owen mengangguk mengerti, memutuskan tak memperpanjangnya sementara Liora lalu menutup mulutnya, tak akan bicara lagi. Sudut matanya memandang Kayden, yang tak seperti anggota keluarganya yang lain yang menyantap hidangan mereka, pria itu hanya memilih wine saja. “Kita sudah memiliki hidup kita masing-masing,” ucap Tuan Owen di sela bunyi garpu dan piring. “Jadi Papa harap tidak ada yang mencampuri urusan pribadi yang lainnya. Mari hidup damai di jalan masing-masing.” Tuan Owen kemudian menatap anak bun

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    30. Terjebak Di Keluarga Baldwin

    ‘Perempuan bekasnya?’ ulang Liora dalam hati usai sebutan Adrian terhadapnya. ‘Aku bahkan tidak pernah melakukan apapun dengannya,’ batinnya sekali lagi. Sebuah hal yang bagus karena selama berpacaran ia dan Adrian tidak melakukan sesuatu di luar batas. Seandainya mereka melakukan sesuatu seperti yang Adrian perbuat dengan Irina, bukankah bisa saja saat putus pemuda itu tak hanya menyebutnya sebagai ‘perempuan bekas’? Yang keluar dari bibirnya yang penuh dusta itu bisa saja ‘pelacur’ karena rela ditiduri berkali-kali. Setidaknya Liora selamat dari hal itu. Tenggorokannya terasa serak menyadari ketegangan yang hebat di dalam ruangan itu. Jemarinya yang saling menggenggam terasa kebas meredam amarah. Ia memberanikan diri untuk melirik Kayden yang tak serta-merta memberi tanggapan atas kalimat Adrian. Kayden juga tampak tidak tersulut dengan provokasi keponakannya itu. Pria itu menghadapinya dengan tenang, wajahnya tak banyak menunjukkan perubahan sebelum maniknya yang gel

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    29. Pria Tanpa Hati

    Bunyi lampu yang pecah kala berbenturan dengan lantai bergema di setiap sisi ruangan, waktu seolah berhenti untuk beberapa detik hingga orang-orang menyadari Liora dan Kayden jatuh tersungkur sehingga mereka berseru dalam kepanikan dan memperkeruh keadaan. “Liora!” “Tuan Kayden!” Kerusuhan terjadi karena lampu-lampu itu saling mengenai satu sama lain, yang jika tadi Liora tak segera menarik Kayden, maka dua lampu LED besar itu bisa jatuh menimpanya—yang meski sekarang benda itu menimpa dirinya. “Akh—” Liora merintih saat merasakan punggungnya yang terkena lampu itu seakan remuk. Tangannya tergores, begitu juga dengan pipinya yang terasa perih. Pecahan dari lampu itu pasti telah mengenai wajahnya. Evan menyingkirkan lampu dari punggung Liora, membantu tuan dan nonanya itu bangun dan meminta keduanya untuk menyisih. “Maaf, Nona,” ucap Evan penuh rasa bersalah saat Liora meraba punggungnya. “Anda baik-baik saja?” Evan memindai tangan Liora yang terluka dan goresan-goresan kecil di

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status