Share

3. Teror Iblis

Sebuah gubuk reot dengan dinding dan pintu terbuat dari anyaman bambu adalah satu-satunya rumah di dalam hutan itu. Gelap tanpa lampu dan listrik. Hanya sebuah obor sebagai alat penerangan.

Weessssstttt weeesssttt.

Angin bertiup sangat kencang. Daun-daun kering berterbangan.

“Weh, ada yang tidak beres ini!”

“Iroh ....” Bisik Mbah Darmo.

Bibir hitam Mbah Darmo komat kamit, entah apa yang dia lantunkan, terdengar sangat cepat. Tangannya memegang erat sebuah botol kecil seukuran ibu jari.

Guuubraaaaaakk!!

Tiba-tiba semua sesajen yang ada di meja Mbah Darmo jatuh berserakan, seperti ada yang melemparnya.

“Semprul!” muka Mbah Darmo terlihat sangat marah.

Langkah kaki Pak Arya yang beradu dengan tanah dan dedaun kering terdengar semakin mendekati rumah Mbah Darmo.

“Mbah, ini saya Arya. Saya mau minta tolong, Mbah!” seru Pak Arya dengan nafas terengah-engah, detak jantungnya terdengar kencang, terlihat sangat panik, sambil sesekali menyeka air mata yang terus membasahi pipinya. 

“Mbah Darmo, Mbaaahhh!” tak henti Pak Arya memanggil Mbah Darmo.

Tak lama sosok lelaki tua berkulit hitam, badan sedikit bungkuk keluar dari balik pintu gubuk reot itu.

“Aku tahu tujuanmu datang kesini, Nak, ayo segera berangkat ke rumahmu, ibu mertua dan anak sulungmu dalam keadaan bahaya!” jelas Mbah Darmo sambil mencari tongkat untuk alat bantunya berjalan.

“Mbah tahu dari mana soal keadaan Ibu mertua dan anak saya? Saya kan baru sampai?” tanya Pak Arya sambil menuntun tangan Mbah Darmo menuju rumahnya. 

“Wes lah, ndak perlu tak jelaskan, Le. Yang penting kita harus cepat sampai rumahmu. Kalau tidak ...”

Ucapkan Mbah Darmo terhenti. Tangannya terlihat seperti sedang melawan suatu energi. Angin berhembus kencang, hingga ranting pohon dengan ukuran lumayan besar jatuh. 

Mbah Darmo menarik tubuh kekar Pak Arya. Mereka berdua terjatuh, menghindari ranting pohon itu.

“Aaaaarrggh.” Keluh Pak Arya.

“Iblis Semprul ... akanku hancurkan kamu!" Sentak Mbah Darmo, badannya berputar dengan mengacungkan keris miliknya ke atas langit.

“Ayo Arya, kita harus lebih cepat!” imbuh Mbah Darmo.

***

Pyaaaaarrrrr!!!

Suara itu mengagetkan Bu Mirna, lalu beliau keluar kamar Reina.

“Mal, Kemal!!”

Bu Mirna menyusuri dapur, Kemal tidak ada di situ, hanya serpihan pecahan gelas di lantai yang Bu Mirna lihat. Lalu Bi Mirna mencari di ruang lainnya.

“Kemal. Kamu di mana nak, jangan buat mama kawatir!” Bu Mirna terduduk lemas di lantai ruang tamunya, menangis sesenggukan.

“Hiks ... hisks .. hiks.”

Terdengar lirih tangisan anak kecil.

"Mal? Itu kamu bukan? Kamu di mana nak?”

Bu Mirna beranjak dari duduknya, menghampiri asal suara tersebut. Langkah kaki Bu Mirna terdengar pelan, matanya melirik kanan kiri. Sesekali hembusan nafasnya terdengar kencang.

Kreeeeeeeekkkk.

Gorden jendela dekat kamar Nenek iroh di buka oleh Bu Mirna.

“M-maaaaaaaaaaaaaaaa. Kemal takut ma!” jerit Kemal sambil menangis terisak, dia segera memeluk Bu Mirna.

“Ada apa, Nak? Kenapa kamu?” pundak Kemal di pegang kedua tangan Bu Mirna, derai air mata membasahi pipi Kemal.

“Tadi Kemal lihat ....”

Tiba-tiba semua lampu mati. Suara barang-barang jatuh membuat Kemal dan Bu Mirna ketakutan dalam kegelapan. Bu mirna memeluk erat Kemal, berusaha sekuat tenaganya untuk melundungi anaknya. Mereka berdua duduk meringkuk dan bersandar pada salah satu kursi ruang tengah. 

"Aaarrrght." Suara teriakan Bu Mirna saat barang-barang jatuh di dekat tubuh mereka. Rupanya suara teriakan Bu Mirna terdengar hingga luar rumah. 

“Arya, bawa keluar anak, istri serta ibu mertua mu. Cepat!” perintah Mbah Darmo saat sampai di depan pintu rumah Nenek Iroh.

Pak Arya bergegas membuka pintu. Namun terkunci, dia tidak bisa masuk.

“Mir ... Mirna! Cepat bukakan pintu ini!” teriak Pak Arya keras.

Doorr dooor dooorr!!

Pak Arya masih mencoba membuka pintu itu. Namun beliau tak mendengar Bu Mirna merespon. Hal itu membuat Pak Arya harus mencoba dengan cara lain agar bisa masuk ke rumah itu.

Braaaaaakkkkk!!

Pintu terbuka secara paksa, di tendang dengan kaki Pak Arya. Kemudian dia melihat anak bontot dan istrinya 

“Mama keluar dulu sama Kemal. Biar Reina, Papa yang gendong!” seru Pak Arya kepada Bu Mirna.

Langkah kaki Pak Arya terdengar keras menghentak lantai, mendekati kamar Reina.

Kreekkk kreeekk kreek.

Pintu kamar Reina terbuka. Pak Arya segera menggendong Reina untuk keluar dari rumah itu.

“Papa ... Kakak!” sambut Kemal dan Bu Mirna. Tangis tak terbendung dalam pelukan mereka.

“Ibu ku gimana, Mbah?” tanya Pak Arya.

“Tenang. Biar aku yang urus.”tegas Mbah Darmo.

“Luputo bilaha kabeh, jin setan datan purun, paneluhan tan ana wani, niwah penggale ala, gunaning wong luput, bumi atemahan tirta” mantra itu berkali-kali keluar dari mulut mbah Darmo.

Angin bertiup semakin kencang. Jendala dan pintu terbanting sangat keras oleh angin.

Mbah Darmo perlahan melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah itu.

Semua lampu hidup-mati secara cepat. Benda-benda berterbangan dan terjatuh tak terkendali.

“Keluar! Tunjukkan wujudmu! Apa maumu iblis keparat!!” teriak Mbah Darmo, menantang.

Seperti ada seseorang di belakang Mbah Darmo, beliau dengan cepat membalikkan badannya. Namun tak ada siapa-siapa.

“Jangan main-main sama saya ya!” ancam Mbah Darmo.

Tes tess tes.

Air menetes ke wajah Mbah Darmo. Sontak Mbah Darmo mendongakkan wajahnya ke atas.

Wajah rusak, bola mata putih menonjol seperti ingin keluar, rambut basah terurai melayang berada sejengkal dari wajah Mbah Darmo.

“Luputo bilaha kabeh, jin setan datan purun, paneluhan tan ana wani, niwah penggale ala, gunaning wong luput, bumi atemahan tirta” mantra itu kembali di bacakan Mbah Darmo.

Suasana makin mencekam ketika Nenek iroh keluar dengan bola mata menghitam dan wajah pucat.

“Roohhhh!” Panggil Mbah Darmo lirih.

“Sadar kamu, jangan kalah sama iblis itu!!“

ArahkanNenek Iroh terus mendekati Mbah Darmo, tangannya mengayun-ayunkan sebuah pisau dapur.

“Kikikikikikikikikikik.” Tawa sosok astral itu terdengar.

Melayang semakin mendekat, tangannya seperti ingin mencengkram Mbah Darmo. Matanya nanar melirik tajam.

Mbah Darmo segera mengeluarkan keris emas dari kantong celananya. Dia arahkan ke sosok astral itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status