MISTERI RUMAH ASHWABIMA

MISTERI RUMAH ASHWABIMA

Oleh:  Dee Rahayu   Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
26Bab
50Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Radi Ashwabima tumbuh bak budak dalam asuhan keras ibu angkatnya yang merupakan tuan tanah berkuasa di desa. Namun tanpa disadari, ia jatuh hati pada Kinanti, salah satu saudari angkatnya yang memperlakukannya dengan baik. Sayang, Kinanti mendadak menghilang setelah Radi menyatakan cinta. Radi pun berusaha keras untuk bangkit. Dia bahkan pasrah untuk dinikahkan dengan Andari, anak lain sang ibu angkat. Setelahnya, semua berjalan normal, sampai suatu hari ia menemukan ada gubuk rahasia di sudut halaman belakang rumah Artiyah! Ada pula suara orang memanggil namanya dari gubuk itu..... Penasaran, Radi pun mulai mencari tahu. Siapa sangka, ia akan menemukan banyak rahasia mengerikan yang sepertinya disembunyikan oleh sang ibu angkat? Dari misteri hilangnya Kinanti, hingga teka-teki tentang orangtua kandung Radi yang tewas mengenaskan 30 tahun lalu!

Lihat lebih banyak
MISTERI RUMAH ASHWABIMA Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
26 Bab

1. Radi Sang Menantu

Suara itu memang hanya bisa didengar saat tengah malam begini. Radi berdiri tegak di tangga batu yang menurun ke arah kamar mandi. Di hadapannya tidak terlihat apapun selain pekatnya malam. Lampu bohlam lima belas Watt di depan bangunan kamar mandi hanya mampu menerangi sebatas latar yang lantainya diplistur semen licin saja, selebihnya tertelan dalam kegelapan mutlak. Sebenarnya ada sinar bulan sedikit di langit namun karena halaman belakang itu ditumbuhi aneka ragam pohon buah yang besar dan pohon pisang, cahaya bulan tidak mampu menerobos hingga ke tanah berumput di halaman luas itu.Radi menajamkan pendengarannya. Ia tidak salah, suara itu memang terdengar. Lirih, berbunyi kemudian hilang bagai terbawa angin. Sepi kembali menyapu suasana. Lelaki tinggi kekar berusia dua puluh lima tahun itu melangkah lagi menuruni lima anak tangga. Ia masuk ke kamar mandi tengah. Jam kerja Radi sebagai manager keuangan pabrik pakan ternak milik mertuanya, Nyonya Artiyah Ashwabima, sebenarnya flek
Baca selengkapnya

2. Rumah Terpencil

Keluarga Ashwabima memiliki kekayaan berlimpah dari usaha mereka yang merambah berbagai bidang. Perusahaan terbesar mereka adalah CV. Bimasakti yang dikendalikan oleh Nyonya Artiyah dan Radi. Perusahaan itu menaungi lima buah pabrik pakan ternak unggulan. Selain pabrik itu, Grup Bimasakti juga memiliki sawah ratusan hektar yang penggarapannya diserahkan pada petani lokal dengan sistim bagi hasil. Sawah-sawah itu menghasilkan berton-ton jagung dan padi. Usaha lainnya adalah tempat wisata pemancingan yang buka cabang di banyak tempat strategis, salah satunya di Pantai Lohjawi, pantai yang paling menggetarkan hati Radi.Siang ini, di ruang rapat CV. Bimasakti ada tiga orang yang sedang duduk dan bicara serius. Nyonya Artiyah didampingi notarisnya, Hadianto, SH, menatap Radi dengan tajam."Kamu siap, Rad?" Tanya Nyonya Artiyah. Radi menunduk sebentar, seperti berpikir, lalu kembali mendongak menatap dua orang di hadapannya."Saya taat pada anda, Nyonya.""Bagus."Hadianto melirik wanita d
Baca selengkapnya

3. Nyonya Pergi Lama

Pukul sebelas malam, demikian jarum jam dinding menunjukkan posisinya. Rumah Ashwabima sepi dan gelap. Radi berbaring di sofa kamar, mencoba tidur. Matanya terpejam tapi telinganya mendengar suara-suara yang lewat. Sesekali ada bus besar melintas di jalan raya depan rumah, meninggalkan suara derum yang berisik. Andari sudah tidak terdengar isak tangisnya lagi. Seperti malam kemarin, Andari merayu Radi lagi. Wanita bertubuh ramping padat itu kembali mendapat kecewa karena sang suami tetap menolaknya.Jam dua belas tepat, Radi memutuskan ia tidak akan bisa lelap tidur. Tubuhnya bangkit lalu berjalan pelan keluar kamar. Lelaki bertubuh setinggi 185 senti itu menuju ruang kerja. Daripada hanya berbaring diam, Radi ingin menyelesaikan pekerjaannya. Sebentar lagi fajar datang menggantikan malam, tidak nyaman untuk tidur.Radi duduk di ruang kerja, menghadapi beberapa map berkas di meja. Ruang berlampu terang itu ia tutup pintunya namun tidak rapat, ada celah sedikit. Tangan Radi membuka seb
Baca selengkapnya

4. Ada Orang di Rumah Belakang

Lelaki tua di hadapan Radi itu tampak salah tingkah. Ia menunduk, tidak kuat beradu tatap dengan Radi."Sa - Saya tidak tahu apa-apa, juragan," kata Mang Arman lirih."Andari bilang sendiri bahwa Mang Arman tahu sesuatu tentang gubuk di kebun belakang itu. Tolong, Mang, ceritakan pada saya." Radi meletakkan tangannya di bahu Mang Arman. Penjaga malam rumah Ashwabima itu menggelengkan kepalanya."Tidak, Gan, saya tidak tahu apa-apa. Gubuk di kebun belakang itu tadinya kandang ayam waktu juragan Nendra masih hidup. Cuma itu saja yang saya tahu.""Jadi Mang Arman mau bilang kalau Andari itu bohong?""Bu - bukan begitu maksud saya, Gan.""Lalu?""Rumah gubuk belakang itu kosong gak ada apa-apanya kok, Juragan Radi. Isinya ya bekas alat-alat pelihara ayam. Saya sendiri sudah lupa ada gubuk di sana. Memangnya kenapa Agan Radi tanya soal itu?"Radi menyandarkan punggungnya ke sofa ruang tamu. Mang Arman yang duduk di lantai di depan Radi sedikit mendongak agar bisa melihat wajah sang juragan
Baca selengkapnya

5. Saling Curiga

Andari memejamkan matanya. Tubuh wanita cantik itu terasa luar biasa pegal. Seharian ia berkelana di mall-mall Jakarta. Sementara ibunya, Nyonya Artiyah, mengurus bisnis pembelian butik bersama pengacara Hadianto, Andari memuaskan nafsu belanjanya yang jarang ia rasakan. Tinggal di kabupaten kecil tanpa mall ternyata sungguh menyiksa batin Andari. Saat melihat berbagai baju, tas dan sepatu branded terpajang di etalase toko, ia merasa sungguh wanita. Dengan uang yang diberikan ibunya, hari ini Andari belanja segala benda yang ia impikan.Nyonya Artiyah melotot murka saat melihat belanjaan putrinya. Puluhan paper bag merk ternama yang terkenal mahal dibawa masuk Andari ke kamar hotel."Kau pikir Ibu dapat uangnya dari mencetak sendiri?" Bentak Nyonya Artiyah. Andari menatap cuek."Kan gak setiap hari aku bisa belanja begini Ibu! Biasanya kalau ingin baju baru, aku cuma beli ke pasar Sidowarno. Di toko Koh Aseng. Modelnya ndeso! Ini baju-baju dari mall Jakarta lho, Ibu! Kalau aku pakai i
Baca selengkapnya

6. Waidah di Karangsuci

Mobil hitam itu dipacu kencang. Pengendaranya seorang lelaki muda berparas elok, Radi. Matahari siang tepat ada di atas kepala, menebar terik menyengat ke setiap benda di planet Bumi yang menghadap ke arahnya. Radi terburu waktu. Baru saja Andari mengirimkan pesan padanya lewat aplikasi hijau bahwa ia dan ibunya sedang packing untuk pulang. Mereka mungkin sampai di terminal kabupaten sekitar jam dua dinihari nanti. Andari meminta Pak Tanu, supir mereka, menjemput ke terminal. Radi menyelesaikan pekerjaannya secepat ia bisa. Meninjau sawah luas di desa Karangsuci bersama Pak Tanu lalu setelah semua rampung, Radi meminta Pak Tanu duduk di kursi sebelah supir, ia sendiri memegang kemudi mobil. Radi tahu Pak Tanu tidak akan mau ngebut bahkan walaupun disuruh, jadi dia memaksa mengendarai mobil itu menuju pusat desa Karangsuci. "Pelan sedikit, Pak Radi!" Pak Tanu berpegangan ke atas jendela, wajahnya pucat. Radi tersenyum kecut. "Saya memburu waktu, Pak. Bapak tahu sendiri nanti mal
Baca selengkapnya

7. Ada yang Terluka

Mata Nyonya Artiyah menatap tajam menantunya dari atas ke bawah berkali-kali. Radi berusaha tersenyum semanis mungkin tapi sang Nyonya tetap berwajah kaku padanya. Andari memeluk pinggang Radi dengan mesra."Aku kangen padamu, Mas," kata Andari lembut. Radi menatap wajah istrinya, masih dengan senyum manis. Nyonya Artiyah memperhatikan bahwa Radi tidak menjawab ungkapan kerinduan dari istrinya tadi.Ia bahkan sudah merasa tidak perlu lagi berpura-pura jadi suami yang baik di depanku, gumam Nyonya dalam hati."Ayo masuk, Ibu," kata Radi. Ia berjalan pincang dengan kaki kanan terbalut perban dari jari kaki hingga pergelangan. Andari tetap merangkul pinggang Radi dan menuntunnya sampai ke pintu kamar. Nyonya Artiyah dihampiri seorang pembantu, Neneng."Mau makan malam atau tidak, Nyonya?""Tidak. Kami sudah makan tadi di jalan. Bawakan koper-koper itu ke dalam ruang kerja. Biarkan tumpuk saja di sana. Aku yang akan bereskan besok pagi." Nyonya menatap Neneng, sang pembantu mengangguk sop
Baca selengkapnya

8.Pak Tanu Hilang

Mata Radi menatap tajam pemuda usia awal dua puluhan yang berdiri di depannya."Namamu siapa tadi?" Tanya Radi."Danar, Pak," sahut si pemuda. "Saya dari desa Karangasih.""Nyonya menerima lamaran kerjamu jadi supirku? Kapan?""Kemarin malam, Pak. Sekitar jam delapan malam saya dipanggil lewat telepon agar hari ini mulai bekerja sebagai supir Pak Radi."Radi mengernyitkan kening. Apa-apaan ini? Baru saja ia keluar rumah hendak pergi kerja. Di halaman sudah menunggu mobilnya yang biasa ia pakai meninjau persawahan dan pemancingan. Bukan Pak Tanu yang menyambutnya di sebelah mobil, tapi si Danar ini."Saya sudah ada supir. Mungkin Ibu butuh kamu untuk supir beliau pribadi.""Tidak, Pak. Nyonya Artiyah jelas meminta saya bekerja jadi supir Bapak." Danar bersikeras. Radi akhirnya tahu bahwa tak ada gunanya ia mendebat Danar."Kamu tahu kemana Pak Tanu?" Tanya Radi."Pak Tanu mengundurkan diri. Dia mau ikut anaknya yang di Surabaya. Mulai hari ini Danar yang jadi supirmu." Suara Nyonya Art
Baca selengkapnya

9. Kabar Mengerikan

Bu Risanah menatap Radi dengan mata sayu sembab. Istri Pak Tanu itu belum bisa menghentikan isak tangisnya."Suami saya salah apa, Agan Radi? Dimana dia sekarang?" Ratap Bu Risanah. Radi diam menunduk. Ia tahu ini semua salahnya. Pak Tanu hanyalah abdi yang menjalankan perintah. Karena rumahnya cukup jauh dari rumah Ashwabima, Pak Tanu mengontrak sebuah kamar di desa Karangsena, dekat dengan rumah majikannya. Pak Tanu tidak mau tinggal di rumah besar itu, entah karena apa. Seminggu sekali Pak Tanu pulang ke rumah keluarganya di desa Karangsetu, menemui istri dan tiga orang cucunya. Pak Tanu dan Bu Risanah punya satu anak perempuan yang berstatus single parent dan kini merantau ke Saudi, menitipkan tiga anak kecil di rumah sang nenek."Berarti Bapak tidak punya anak atau cucu di Surabaya kan, Bu?" Radi menegaskan lagi. Bu Risanah menggelengkan kepala."Tidak ada, Agan. Anak yang mana lagi? Anak kami cuma Siti Maisaroh saja, dia sudah dua tahun berangkat ke Saudi Arabia. Suaminya sudah
Baca selengkapnya

10. Ada Orang di Kolong Ranjang

Setelah mengembalikan Bu Idah ke rumah pemancingan, Radi duduk sebentar menunggu Danar menjemput. Ia mencerna semua cerita yang didapatnya hari ini. Radi belum mendapatkan bukti nyata yang bisa menjerat pelakunya. Buktinya hanya ada dalam pikiran Radi sendiri. Satu hal yang melegakan Radi adalah kemungkinan Kinanti masih hidup walau mungkin teraniaya oleh penculiknya. Kinanti tidak meninggal terbawa arus laut, itu saja cukup melegakan hatinya.Jam empat sore Danar menelepon, ia sudah sampai di parkiran Segarabima. Radi keluar menghampiri mobilnya."Nyonya tahu aku ke Karangsuci, kan?" Tanya Radi sesaat setelah ia duduk dalam mobil. Danar meliriknya."Saya tidak tahu, Pak," jawab si supir. Radi tersenyum sinis."Tidak usah pura-pura, Danar. Aku tahu kenapa kamu ada di sini. Kamu diperintah Nyonya untuk mengawasiku. Satu yang aku harapkan dari kalian adalah semoga Pak Tanu hanya kalian pecat saja, tidak sampai dilukai. Kalau sampai aku tahu Pak Tanu terluka karena kalian, kau yang akan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status