Home / Thriller / MISTERI RUMAH ASHWABIMA / 3. Nyonya Pergi Lama

Share

3. Nyonya Pergi Lama

Author: Dee Rahayu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pukul sebelas malam, demikian jarum jam dinding menunjukkan posisinya. Rumah Ashwabima sepi dan gelap. Radi berbaring di sofa kamar, mencoba tidur. Matanya terpejam tapi telinganya mendengar suara-suara yang lewat. Sesekali ada bus besar melintas di jalan raya depan rumah, meninggalkan suara derum yang berisik. Andari sudah tidak terdengar isak tangisnya lagi. Seperti malam kemarin, Andari merayu Radi lagi. Wanita bertubuh ramping padat itu kembali mendapat kecewa karena sang suami tetap menolaknya.

Jam dua belas tepat, Radi memutuskan ia tidak akan bisa lelap tidur. Tubuhnya bangkit lalu berjalan pelan keluar kamar. Lelaki bertubuh setinggi 185 senti itu menuju ruang kerja. Daripada hanya berbaring diam, Radi ingin menyelesaikan pekerjaannya. Sebentar lagi fajar datang menggantikan malam, tidak nyaman untuk tidur.

Radi duduk di ruang kerja, menghadapi beberapa map berkas di meja. Ruang berlampu terang itu ia tutup pintunya namun tidak rapat, ada celah sedikit. Tangan Radi membuka sebuah buku tulis tebal, lalu menulis sesuatu di dalamnya. Tampak asyik sekali ia mencurahkan perasaan dan pikirannya ke dalam tulisan. Radi biasa menulis buku harian sejak usia sekolah dasar. Setiap hari buku tebal itu setia menerima semua keluhan Radi.  

Sebuah suara tertangkap telinga Radi. Ia berhenti menulis dan menajamkan pendengarannya. Itu suara Nyonya Artiyah.

"Cepat bawa masuk!" Begitu ucapan Nyonya yang bisa didengar Radi. Kalimat itu diucapkan mendesis keras. Disusul suara pintu ditutup.

Radi meletakkan pulpen ke meja lalu bangkit, perlahan berjalan keluar. Ia berusaha tidak menimbulkan suara.

Jarak dari ruang kerja ke kamar Nyonya sekitar sepuluh meter. Terpisahkan oleh ruang keluarga. Suasana sudah kembali sepi. Radi berjalan pelan ke depan pintu kamar sang ibu mertua. Tidak ada suara apapun dari dalam, pintunya tertutup rapat.

Ada apa tadi? Apa maksud ucapan Nyonya yang didengar Radi? Mungkinkah ia hanya bermimpi saja? Radi meragukan dirinya sendiri. Sepertinya tadi ia ketiduran dan mimpi. Tidak ada hal aneh di rumah itu.

Cklek.

Radi kaget dan menoleh ke sisi kirinya. Ada suara pintu ditutup perlahan. Pintu dapur yang menuju ke kamar mandi. Segera Radi melangkah ke sana. Pintu besar itu tertutup. Tidak ada orang di dapur dan ruang makan. Tangan Radi menggapai handle pintu dan mengokangnya. Pintu itu tidak terkunci!

Jelas ada orang yang baru saja keluar dari rumah utama dan melewati pintu itu menuju halaman belakang. Biasanya pintu dapur selalu terkunci. Itu termasuk peraturan penting tidak tertulis yang diterapkan di rumah. Siapapun yang masuk kembali ke rumah utama lewat pintu dapur, selesai dari kamar mandi, harus kembali mengunci pintu.

Radi membuka pintu itu dan menatap hitam malam di kebun belakang rumah. Kesunyian begitu tebal menghayati suasana. Angin pun tidak lewat. Siapa yang sedang di kamar mandi? Lampunya gelap. Berbagai pertanyaan muncul di benak Radi. Ingin dia menuruni tangga lalu masuk ke kebun luas gelap di sana.

Tunggu, ada sesuatu yang bergerak di kerimbunan tanaman. Radi turun dua anak tangga. Matanya tidak salah melihat, ada sesuatu yang bergerak sedang menuju ke dalam semak. Suara daun disibak terdengar jelas di telinga Radi. Ia turun lagi dan berjalan hingga ke depan kamar mandi. Tekadnya bulat, ia akan masuk ke kebun dan melihat siapa yang ada di sana dalam kegelapan malam buta begini.

"Mas!"

Suara Andari mengejutkan Radi. Lelaki itu menoleh ke atas. Istrinya berdiri di puncak tangga, menatapnya dengan mata sembab.

"Mas lagi apa disitu?"

"Aku ... habis dari kamar mandi. Kamu mau ke kamar mandi juga? Silakan, aku tunggu di sini."

"Di kamar juga kan ada toiletnya, Mas. Kenapa sih kamu suka berkeliaran malam-malam begini? Aku gak mau ke kamar mandi! Aku cari kamu!" Andari cemberut, tatapannya gusar sekali. Radi menoleh ke kebun, suara-suara tadi sudah hilang. Siapapun di sana, pasti mendengar Andari bicara. Radi naik lagi ke dapur. Ia melihat Nyonya Artiyah berjalan menghampiri mereka.

"Ada apa ribut-ribut tengah malam begini? Kalian sengaja mau bikin aku bangun dari tidur? Kembali ke kamarmu, Andari, Radi!" Bentakan Nyonya terdengar. Kedua orang yang disebut namanya langsung diam dan menunduk. Nyonya berdiri di hadapan mereka.

"Ada apa, Radi?"

"Tidak ada apa-apa, Ibu. Saya baru dari kamar mandi dan Andari menyusul saya ke sini. Maafkan kami atas keributan ini, Ibu," kata Radi pelan.

"Bukannya di dalam kamarmu juga ada kamar mandinya? Benar kata Andari tadi. Sepertinya setiap malam kamu ke belakang sana, Radi. Kenapa tidak di toilet kamar saja?"

"Saya tadi dari ruang kerja, Ibu. Saya tidak tidur di kamar."

"Sudahlah, ayo kita ke kamar lagi. Aku masih ngantuk!" Andari memeluk pinggang suaminya. "Ibu, kami pamit balik ke kamar."

"Ya."

Radi mengikuti Andari berjalan kembali ke kamar. Wanita ayu itu memeluk mesra tubuh Radi.

Pintu kamar dikunci oleh Andari. Ia naik ke tempat tidur. Matanya menatap sang suami dengan sayu.

"Sini, Mas. Kita tidur lagi."

"Ya, kau tidurlah duluan. Aku masih belum ngantuk." Radi duduk di sofanya. Pikirannya masih gelisah pada kejadian tadi.

"Aku malah suka kalau kau di sebelahku dan tidak tidur, Mas. Ayolah."

Radi menggelengkan kepalanya lalu merebahkan diri ke sofa. Andari tahu bahwa sang suami benar-benar tidak menginginkannya.

*****

"Besok kau ikut aku ke Jakarta, Radi."

Radi terkejut mendengar ucapan Nyonya Artiyah. Ia meletakkan sendok di atas piring.

"Ke Jakarta, Bu? Ada acara apa?"

Nyonya menyuap sedikit nasi goreng ke mulutnya. Radi menunggu sampai wanita itu selesai makan dan memberinya jawaban.

"Aku mau beli sebuah butik di Jakarta."

"Beli butik?" Mata Andari membulat besar. Ia tampak kagum sekali pada ibunya. Sejak kecil, Andari tahu bahwa ibunya yang memegang kendali atas semua bisnis Ashwabima. Ayahnya, Nendra Ashwabima, hanyalah sebuah boneka pesuruh yang menuruti semua komando sang istri. Andari dan Kinanti tidak akrab dengan sang ayah. Tuan Nendra bekerja di CV. Bimasakti sebagai direktur utama sepanjang hidupnya. Tugasnya hanya tanda tangan berkas, rapat bersama klien dan meninjau lapangan. Segala keputusan berkaitan dengan bisnis ada di tangan Nyonya Artiyah. Awal mula bisnis Bimasakti memang berasal dari warisan orangtua Tuan Nendra tapi Nyonya Artiyah lah yang mengembangkan sampai sebesar sekarang. Di awal pernikahannya dulu, Bimasakti hanya punya satu pabrik pakan ternak saja, itupun kecil dan berskala kabupaten. Berkat tangan dingin sang Maharatu, bisnis itu berkembang biak jadi beberapa cabang pabrik. Nyonya Artiyah juga yang memulai bisnis kelola sawah dengan membeli sedikit demi sedikit lahan warga sekitar kampung. Warga setuju pengambil alihan itu karena mereka tetap bisa bekerja di sawah mereka dengan sistim bagi hasil kepada Bimasakti. Malah lebih enak karena perkara pupuk, benih dan alat pertanian semua ditanggung oleh Bimasakti. Petani hanya tinggal bekerja dengan tekun dan menyetor hasil bumi kepada perusahaan milik Nyonya Artiyah itu. Para petani akan bekerja giat karena mereka tahu bahwa jika hasil pertaniannya bagus maka bagi hasilnya juga akan banyak. Tuan Nendra meninggal karena sakit beberapa hari setelah ibunda Radi, Bi Wikan, meninggal juga. Andari ingat betapa ibunya begitu sedih ditinggalkan oleh dua orang kepercayaannya itu dalam waktu dekat berturut-turut. Sampai satu minggu Nyonya Artiyah mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan minum.

"Butik apa yang mau Ibu beli?" Tanya Andari.

"Butik merk ternama Paris, di daerah Jakarta Selatan. Ibu ke sana bersama Pak Hadianto, pengacara kita. Kau ikut dengan kami, Radi. Kita berangkat sehabis waktu Subuh, besok."

"Iya, Bu," sahut Radi, suaranya ragu.

"Aku juga ikut, Bu!" seru Andari. Ia tidak tertarik pada bisnis, kata butik lah yang menyita perhatiannya.

"Mau apa kau ikut?" tanya Nyonya.

"Aku mau lihat butik yang Ibu beli. Boleh ya, Bu? Boleh yaa?" Andari menggenggam tangan ibunya, seperti anak kecil merajuk. Nyonya tersenyum pada anaknya itu.

"Iya, kau boleh ikut."

"Terima kasih, Bu!" Andari menatap Radi dengan senyuman lebar di wajahnya. Ia sudah memikirkan rencana berpetualang ke mall dan butik di seluruh Jakarta!

Radi tidak tersenyum sedikitpun. Ia malah menunduk diam melanjutkan makan sarapannya. Nyonya akan pergi jauh beberapa hari, bukankah itu bagus buatnya? Ia akan leluasa melihat gubuk di halaman belakang. Berapa hari Nyonya dan Andari pergi?

Setelah sarapan, Radi pamit pada ibu mertua dan istrinya, ia akan pergi bekerja. Jadwalnya hari ini adalah menyaksikan pembagian benih dan pupuk di sawah desa Karangsuci. Radi memikirkan sebuah ide.

Sore jam empat, supir perusahaan, Pak Tanu, memapah Radi turun dari mobil. Kaki kanan Radi terbalut hingga pergelangan. Andari menyambut kepulangan suaminya dengan histeris.

"Kamu kenapa, Mas? Pak Tanu, ini ada apa?"

Pak Tanu membantu Radi duduk di sofa ruang tamu lalu mengangguk hormat pada Andari.

"Pak Radi luka kena sesuatu waktu di sawah, Bu. Saya sudah peringatkan beliau, mandor juga sudah bilang supaya Pak Radi tidak usah ikut turun ke sawah. Ternyata akhirnya memang begini, telapak kaki Bapak sobek kena batu atau beling, entahlah, di dalam lumpur sawah. Saya langsung bawa Bapak ke dokter dan dapat lima jahitan. Maafkan saya, Bu, saya tidak menjaga Bapak dengan baik."

"Ya, ampun, Mas. Kamu ini gak hati-hati sih. Ngapain pake ikut masuk ke sawah? Kamu bukan petani! Sudah, ayo ke kamar saja langsung! Pak Tanu, bantu kami!"

"Baik, Bu."

Pak Tanu memapah Radi ke kamar tidur. Membantu lelaki muda itu berbaring di kasur. Radi hendak meminta tiduran di sofa saja tapi dia tahu dia harus berbaring di kasur. Nanti ia akan pindah ke sofa setelah Pak Tanu keluar.

Nyonya Artiyah berdecak kecewa melihat keadaan menantunya yang terluka. Keberangkatan ke Jakarta tidak bisa ditunda. Akhirnya sang Maharatu Bimasakti memutuskan bahwa Radi tidak usah ikut ke ibukota.

Radi menang sementara. Tidak sia-sia ia membayar mahal supirnya.

Related chapters

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   4. Ada Orang di Rumah Belakang

    Lelaki tua di hadapan Radi itu tampak salah tingkah. Ia menunduk, tidak kuat beradu tatap dengan Radi."Sa - Saya tidak tahu apa-apa, juragan," kata Mang Arman lirih."Andari bilang sendiri bahwa Mang Arman tahu sesuatu tentang gubuk di kebun belakang itu. Tolong, Mang, ceritakan pada saya." Radi meletakkan tangannya di bahu Mang Arman. Penjaga malam rumah Ashwabima itu menggelengkan kepalanya."Tidak, Gan, saya tidak tahu apa-apa. Gubuk di kebun belakang itu tadinya kandang ayam waktu juragan Nendra masih hidup. Cuma itu saja yang saya tahu.""Jadi Mang Arman mau bilang kalau Andari itu bohong?""Bu - bukan begitu maksud saya, Gan.""Lalu?""Rumah gubuk belakang itu kosong gak ada apa-apanya kok, Juragan Radi. Isinya ya bekas alat-alat pelihara ayam. Saya sendiri sudah lupa ada gubuk di sana. Memangnya kenapa Agan Radi tanya soal itu?"Radi menyandarkan punggungnya ke sofa ruang tamu. Mang Arman yang duduk di lantai di depan Radi sedikit mendongak agar bisa melihat wajah sang juragan

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   5. Saling Curiga

    Andari memejamkan matanya. Tubuh wanita cantik itu terasa luar biasa pegal. Seharian ia berkelana di mall-mall Jakarta. Sementara ibunya, Nyonya Artiyah, mengurus bisnis pembelian butik bersama pengacara Hadianto, Andari memuaskan nafsu belanjanya yang jarang ia rasakan. Tinggal di kabupaten kecil tanpa mall ternyata sungguh menyiksa batin Andari. Saat melihat berbagai baju, tas dan sepatu branded terpajang di etalase toko, ia merasa sungguh wanita. Dengan uang yang diberikan ibunya, hari ini Andari belanja segala benda yang ia impikan.Nyonya Artiyah melotot murka saat melihat belanjaan putrinya. Puluhan paper bag merk ternama yang terkenal mahal dibawa masuk Andari ke kamar hotel."Kau pikir Ibu dapat uangnya dari mencetak sendiri?" Bentak Nyonya Artiyah. Andari menatap cuek."Kan gak setiap hari aku bisa belanja begini Ibu! Biasanya kalau ingin baju baru, aku cuma beli ke pasar Sidowarno. Di toko Koh Aseng. Modelnya ndeso! Ini baju-baju dari mall Jakarta lho, Ibu! Kalau aku pakai i

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   6. Waidah di Karangsuci

    Mobil hitam itu dipacu kencang. Pengendaranya seorang lelaki muda berparas elok, Radi. Matahari siang tepat ada di atas kepala, menebar terik menyengat ke setiap benda di planet Bumi yang menghadap ke arahnya. Radi terburu waktu. Baru saja Andari mengirimkan pesan padanya lewat aplikasi hijau bahwa ia dan ibunya sedang packing untuk pulang. Mereka mungkin sampai di terminal kabupaten sekitar jam dua dinihari nanti. Andari meminta Pak Tanu, supir mereka, menjemput ke terminal. Radi menyelesaikan pekerjaannya secepat ia bisa. Meninjau sawah luas di desa Karangsuci bersama Pak Tanu lalu setelah semua rampung, Radi meminta Pak Tanu duduk di kursi sebelah supir, ia sendiri memegang kemudi mobil. Radi tahu Pak Tanu tidak akan mau ngebut bahkan walaupun disuruh, jadi dia memaksa mengendarai mobil itu menuju pusat desa Karangsuci. "Pelan sedikit, Pak Radi!" Pak Tanu berpegangan ke atas jendela, wajahnya pucat. Radi tersenyum kecut. "Saya memburu waktu, Pak. Bapak tahu sendiri nanti mal

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   7. Ada yang Terluka

    Mata Nyonya Artiyah menatap tajam menantunya dari atas ke bawah berkali-kali. Radi berusaha tersenyum semanis mungkin tapi sang Nyonya tetap berwajah kaku padanya. Andari memeluk pinggang Radi dengan mesra."Aku kangen padamu, Mas," kata Andari lembut. Radi menatap wajah istrinya, masih dengan senyum manis. Nyonya Artiyah memperhatikan bahwa Radi tidak menjawab ungkapan kerinduan dari istrinya tadi.Ia bahkan sudah merasa tidak perlu lagi berpura-pura jadi suami yang baik di depanku, gumam Nyonya dalam hati."Ayo masuk, Ibu," kata Radi. Ia berjalan pincang dengan kaki kanan terbalut perban dari jari kaki hingga pergelangan. Andari tetap merangkul pinggang Radi dan menuntunnya sampai ke pintu kamar. Nyonya Artiyah dihampiri seorang pembantu, Neneng."Mau makan malam atau tidak, Nyonya?""Tidak. Kami sudah makan tadi di jalan. Bawakan koper-koper itu ke dalam ruang kerja. Biarkan tumpuk saja di sana. Aku yang akan bereskan besok pagi." Nyonya menatap Neneng, sang pembantu mengangguk sop

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   8.Pak Tanu Hilang

    Mata Radi menatap tajam pemuda usia awal dua puluhan yang berdiri di depannya."Namamu siapa tadi?" Tanya Radi."Danar, Pak," sahut si pemuda. "Saya dari desa Karangasih.""Nyonya menerima lamaran kerjamu jadi supirku? Kapan?""Kemarin malam, Pak. Sekitar jam delapan malam saya dipanggil lewat telepon agar hari ini mulai bekerja sebagai supir Pak Radi."Radi mengernyitkan kening. Apa-apaan ini? Baru saja ia keluar rumah hendak pergi kerja. Di halaman sudah menunggu mobilnya yang biasa ia pakai meninjau persawahan dan pemancingan. Bukan Pak Tanu yang menyambutnya di sebelah mobil, tapi si Danar ini."Saya sudah ada supir. Mungkin Ibu butuh kamu untuk supir beliau pribadi.""Tidak, Pak. Nyonya Artiyah jelas meminta saya bekerja jadi supir Bapak." Danar bersikeras. Radi akhirnya tahu bahwa tak ada gunanya ia mendebat Danar."Kamu tahu kemana Pak Tanu?" Tanya Radi."Pak Tanu mengundurkan diri. Dia mau ikut anaknya yang di Surabaya. Mulai hari ini Danar yang jadi supirmu." Suara Nyonya Art

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   9. Kabar Mengerikan

    Bu Risanah menatap Radi dengan mata sayu sembab. Istri Pak Tanu itu belum bisa menghentikan isak tangisnya."Suami saya salah apa, Agan Radi? Dimana dia sekarang?" Ratap Bu Risanah. Radi diam menunduk. Ia tahu ini semua salahnya. Pak Tanu hanyalah abdi yang menjalankan perintah. Karena rumahnya cukup jauh dari rumah Ashwabima, Pak Tanu mengontrak sebuah kamar di desa Karangsena, dekat dengan rumah majikannya. Pak Tanu tidak mau tinggal di rumah besar itu, entah karena apa. Seminggu sekali Pak Tanu pulang ke rumah keluarganya di desa Karangsetu, menemui istri dan tiga orang cucunya. Pak Tanu dan Bu Risanah punya satu anak perempuan yang berstatus single parent dan kini merantau ke Saudi, menitipkan tiga anak kecil di rumah sang nenek."Berarti Bapak tidak punya anak atau cucu di Surabaya kan, Bu?" Radi menegaskan lagi. Bu Risanah menggelengkan kepala."Tidak ada, Agan. Anak yang mana lagi? Anak kami cuma Siti Maisaroh saja, dia sudah dua tahun berangkat ke Saudi Arabia. Suaminya sudah

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   10. Ada Orang di Kolong Ranjang

    Setelah mengembalikan Bu Idah ke rumah pemancingan, Radi duduk sebentar menunggu Danar menjemput. Ia mencerna semua cerita yang didapatnya hari ini. Radi belum mendapatkan bukti nyata yang bisa menjerat pelakunya. Buktinya hanya ada dalam pikiran Radi sendiri. Satu hal yang melegakan Radi adalah kemungkinan Kinanti masih hidup walau mungkin teraniaya oleh penculiknya. Kinanti tidak meninggal terbawa arus laut, itu saja cukup melegakan hatinya.Jam empat sore Danar menelepon, ia sudah sampai di parkiran Segarabima. Radi keluar menghampiri mobilnya."Nyonya tahu aku ke Karangsuci, kan?" Tanya Radi sesaat setelah ia duduk dalam mobil. Danar meliriknya."Saya tidak tahu, Pak," jawab si supir. Radi tersenyum sinis."Tidak usah pura-pura, Danar. Aku tahu kenapa kamu ada di sini. Kamu diperintah Nyonya untuk mengawasiku. Satu yang aku harapkan dari kalian adalah semoga Pak Tanu hanya kalian pecat saja, tidak sampai dilukai. Kalau sampai aku tahu Pak Tanu terluka karena kalian, kau yang akan

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   11. Informasi Penting

    Kantor Polsek Karangjati tampak lengang. Radi keluar dari tempat itu sendirian. Langkahnya tergesa. Seperti biasa, ia meninggalkan Danar di pesawahan desa Karangsuci. Radi pergi ke Polsek kecamatan naik ojek motor. Ia tidak peduli apakah Danar tahu dan melaporkan nya pada Nyonya ataukah benar-benar cuek main handphone di mobil. Supir unik itu hanya bekerja menyetir saja, tidak melakukan hal lain. Membantu mengangkat barang bawaan ke bagasi mobil pun harus dipaksa dulu oleh sang majikan. Saat mengawal Radi bekerja, Pak Tanu ikut turun dari mobil, menyertai Radi memeriksa tanaman di sawah dan mengunjungi rumah-rumah petani penggarap untuk mendengarkan keluhan mereka. Lain halnya dengan Danar. Pemuda itu hanya diam mendengarkan musik handphone di dalam mobil dingin ber-AC, tidak sekalipun pernah turun menemani tuannya bekerja. Namun Radi tidak pernah protes, ia malah diuntungkan dengan kemalasan sang supir. Seperti hari ini contohnya.Pak Tanu sudah menghilang selama dua hari. Radi melap

Latest chapter

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   30. Epilog. Kesendirian yang Indah

    Rumah nyaman dan hidup tenang adalah dambaan semua manusia. Radi sudah memilikinya sekarang. Setelah apa yang ia lalui, Radi ini bisa mengatakan bahwa dirinya bahagia.Suasana sore di teras rumah selalu jadi favorit Radi dan Nenek Waidah. Mereka duduk di kursi teras, menghadapi kebun mawar dan jalanan kompleks di depan rumah. Kebun mawar di halaman adalah mahakarya Nenek. Terdiri dari lima kotak area taman, setiap kotak berisi belasan pohon mawar sewarna. Ada merah, kuning, putih, merah muda dan ungu. Ya, mawar ungu. Indahnya jangan diragukan lagi. Di halaman belakang, Nenek juga membuat kebun tanaman herbal. Desain dalam rumah ditangani oleh Radi. Ia mengutamakan fasilitas difabel senyaman mungkin. Kinanti bisa bergerak bebas dan melakukan semua kegiatan dengan mandiri di dalam rumah."Nenek kadang ingin ibumu bangkit lagi dan bersama kita di sini, Rad. Ibu Wikan, tentu, bukan Ibu Artiyah," kata Nenek sambil menyesap teh tawar hangat. Radi tertawa."Ibu sudah bahagia di sana, Nek. Le

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   29. Saatnya Bertindak Tegas

    Radi berdiri tegap di hadapan Andari. Wajah tampannya yang biasanya lembut menatap kini berubah merah padam dan penuh kemarahan. Andari perlahan berdiri lagi, berhadapan dengan Radi."Mas, kamu ... kapan masuk ke sini?""Cukup lama sampai aku dengar semua pengakuanmu dan sempat merekamnya dalam handphone. Pengakuan luar biasa, Ndari. Aku kaget. Sungguh, aku kaget!""Mas, ini ... ini salah paham, begini, maksudku ...." Andari berjalan mendekati suaminya. Radi mundur tiga langkah menjauh."Aku sudah dengar semuanya, Ndari. Bukan dari orang lain tapi dari mulutmu sendiri. Aku tidak menyangka kau sekejam itu.""Aku iri pada Mbak Kinan, Mas!!" Andari mendadak berteriak. Ia maju mendekati Radi dan mencoba memeluknya. Radi mendorong tubuh istrinya."Aku tidak mau punya istri sekejam kau, Ndari. Aku talak kau sekarang, di sini. Aku akan urus surat cerainya secepat yang aku bisa!""Mas! Tidak, Mas! Jangan ceraikan aku! Aku cinta padamu!"Radi memicingkan mata, kepalanya menggeleng."Aku sedang

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   28. Rahasia Andari

    Kinanti belum menunjukkan pertanda baik. Hidupnya masih bergantung pada segala macam kabel dan mesin yang mengelilinginya. Ia dipindah ke ruang rawat kelas satu, tidak lagi di ICU. Keluarga boleh menjenguk dan menunggui di dalam kamar, hanya satu orang saja. Tentu Radi yang mengambil tugas itu.Empat malam sudah Andari sendiri lagi di kamar. Kesunyian menemani tidurnya yang selalu bersimbah air mata. Ia ingin menahan cemburunya tapi tidak bisa. Kenyataan bahwa Radi memilih bermalam di kamar rumah sakit yang dingin daripada menemaninya tidur di ranjang hangat, sudah menyatakan bagaimana perasaan suaminya itu.Andari menghabiskan malamnya dengan berandai-andai dan mengobrol lewat chat online dengan Widia, temannya sejak di SMA.Bu Waidah mengambil tugas mengomando asisten rumah tangga dan pekerja di kebun. Di tangan nenek lembut hati itu, rumah Ashwabima berubah menjadi lebih nyaman. Bu Waidah, atas izin Radi, memerintah beberapa orang pekerja di peternakan sapi untuk membabat semak be

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   27. Api Cemburu Seorang Istri

    Kamar tidur mewah itu sepi walaupun ada dua orang sedang berbaring di atas ranjang. Radi dan Andari sudah dua hari tidak saling bicara. Sebenarnya hanya Andari saja yang diam, Radi tetap seperti biasa, bicara biasa, namun Andari tidak menjawab satu kata pun."Ndari,"Radi menutup buku yang sedang dibacanya lalu menoleh ke wajah Andari. Istrinya itu diam sambil terus menatap layar handphone."Aku tidak mau seperti ini terus, Ndari. Katakan apa maumu. Apa aku berbuat kesalahan?" Radi mengambil handphone di tangan Andari. Wanita berambut panjang itu merebut kembali teleponnya tanpa bicara. "Aku tahu, ini tentang Kinan, kan?"Radi menghela nafas panjang. Ia merasa sulit mengerti dimana letak kesalahannya. Pada akhirnya ia pulang dan menyerahkan penjagaan serta perawatan Kinan pada perawat. Selain menyadari bahwa ucapan Andari benar soal kesehatannya sendiri, Radi juga paham kecemburuan istrinya. Ternyata Andari sudah terlanjur marah."Aku minta maaf, Ndari." Radi mendekati wajah Andari,

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   26. Hanya Ingin Tenang

    Koridor rumah sakit daerah siang ini ramai. Jam besuk dimulai pukul dua siang sampai pukul lima sore. Orang lalu lalang dengan tujuannya masing-masing. Andari mengayun langkahnya dengan cepat. Ia hendak ke ruang ICU.Kinanti tidak sadarkan diri sekitar jam sepuluh pagi tadi. Ia koma. Radi menungguinya di teras ruang ICU karena tidak boleh masuk ke dalam ruang khusus itu. Dokter dan beberapa perawat sibuk keluar masuk ruangan setelah ada kabar bahwa Kinanti Dewi Ashwabima jatuh koma. Dari pemeriksaan lanjutan, ditemukan cedera otak dan memar tempurung kepala. Menurut dokter, kemungkinan karena pemukulan berulangkali di daerah kepala. Pagi tadi Radi sempat masuk sebentar ke ruang tempat Kinanti berbaring karena gadis itu memanggilnya. Kinanti tidak bicara apapun saat Radi berdiri di sisi ranjang, ia hanya menggenggam tangan kakaknya dan menatapnya lama. Bibirnya bergerak seakan ingin bicara tapi tak ada suara apapun yang keluar. Radi balas menggenggam tangan Kinanti sampai seorang peraw

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   25. Kepedihan Seorang Wanita

    Surat terakhir Nyonya bergetar dalam genggaman tangan Radi. Lelaki itu tak bisa menahan embun matanya berubah menjadi tetes air, mengalir di pipinya. Andari pun terisak menangis.Kamar Istanaku, hari ini.Saat kalian membaca tulisanku ini, aku sudah berangkat mendahului kalian menemui Tuhan. Aku tahu Tuhan sudah menyiapkan hukuman berat untukku atas semua perbuatanku. Sebagaimana hukuman dunia yang sudah kalian rencanakan juga. Aku melakukan ini karena aku tidak akan mau mengaku kalah pada kalian. Aku juga tidak mau menyebut diriku Ibu, sebab kalian pun sudah tidak lagi menganggapku Ibu.Radi, Andari, Kinanti, anak-anakku.Sejujurnya aku memang tidak mencintai kalian. Bertahun-tahun aku mendamba hadirnya seorang anak namun setelah kalian datang dalam hidupku, bukan kasih sayang yang aku rasakan melainkan hanya kebencian dan dendam. Radi, kau adalah anak dari wanita yang merebut cinta suamiku. Kinanti, kau lahir dari pernikahan suamiku dan si wanita perebut itu, kelahiranmu membinasaka

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   24. Nyonya Pulang

    Matahari memancarkan sinar dan hawa panas siang ini. Jalan desa Karangsena mengepulkan debu setiap kali ada kendaraan lewat. Rumah-rumah di pinggir jalan menerima kepulan debu itu dengan pasrah di terasnya.Seorang wanita tua berkerudung hitam, memakai masker hidung yang juga berwarna hitam, berjalan tegap menyusuri jalan desa Karangsena. Wajahnya tertutup sempurna oleh sebuah kacamata hitam. Gamis marun yang dipakainya sangat longgar, menyembunyikan bentuk tubuhnya yang ramping. Langkah mantap wanita itu menuju ke rumah paling megah di ujung jalan desa, dekat dengan lapangan bola kampung. Tembok tinggi melingkupi rumah tujuannya. Wanita itu tidak ragu mendorong gerbang besi tinggi di muka halaman luas. Ada pos keamanan di sisi dalam gerbang namun isinya kosong, tak ada seorangpun. Sang tamu hapal, penjaga gerbang itu sudah meringkuk dalam penjara, menunggu sidang dan putusan hukuman berat yang akan diterimanya.Wanita tua itu Nyonya Artiyah. Ia pulang hari ini. Rumah Ashwabima adala

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   23. Dua Wanita Cemburu

    Tiga Minggu berlalu tanpa ada kabar baik. Akhirnya Radi memberanikan diri mengajak Andari, Kinanti dan Bu Waidah kembali ke Karangsena, pulang ke rumah Ashwabima. Rumah di Surabaya sangat nyaman tapi tetap saja terasa asing di sana. Rumah kuno Ashwabima tetap tegar kokoh setelah semua tragedi yang terjadi di dalamnya. Andai bangunan itu bisa bicara, ia adalah saksi utama semua kisah penuh air mata dan duka penghuninya. Police line masih membentang di halaman samping, gang menuju rumah belakang. Rumah kandang ayam itu dilarang dimasuki oleh siapapun."Aku rindu masa bahagia di rumah ini, Mas," kata Andari. Wanita bertubuh indah itu berdiri bersandar ke tembok ruang tamu. Radi mengajaknya duduk di sofa tapi Andari seperti tidak mendengar."Sekarang kau tidak bahagia?" Tanya Radi dengan senyum. Andari menatap suaminya. "Aku bahagia kita bisa berkumpul lagi. Itu saja.""Kau bisa bertemu Kinanti lagi, tidak senang?""Tidak."Kening Radi mengernyit."Kenapa?""Aku cemburu padanya. Kelihat

  • MISTERI RUMAH ASHWABIMA   22. Wanita Berhati Dingin

    Kenangan Nyonya Ashwabima terus berkelana. Mengingat semua usahanya menyingkirkan penghalang. Artiyah Sundari sang gadis melarat dari desa Sokajaya, telah bersusah payah memikat bujang Nendra Ashwabima yang terkenal sebagai pewaris pabrik pakan ternak. Nendra muda bukan lelaki yang mudah didekati, jadi Artiyah berusaha memikat hati ibunda Nendra, Nyonya Dewandari. Artiyah melamar pekerjaan di rumah sang nyonya dan diterima sebagai sekretaris pribadi yang mengurusi arsip bisnis Ashwabima. Masa itu bisnis keluarga tersebut masih kecil dan baru dirintis, mereka baru memiliki satu pabrik. Niat Artiyah memasuki keluarga Ashwabima tidak main-main. Ia mencurahkan seluruh ide dan kemampuan mengerjakan tugasnya. Nyonya Dewandari jatuh hati pada gadis manis sederhana yang giat bekerja itu lalu menjodohkannya dengan sang putra mahkota, Nendra.Lamunan Nyonya Artiyah terganggu oleh kumandang adzan Maghrib dari masjid entah dimana. Ia baru sadar bahwa dirinya sudah larut terbawa kenangan masa lalu

DMCA.com Protection Status