Share

4. Ada Orang di Rumah Belakang

Lelaki tua di hadapan Radi itu tampak salah tingkah. Ia menunduk, tidak kuat beradu tatap dengan Radi.

"Sa - Saya tidak tahu apa-apa, juragan," kata Mang Arman lirih.

"Andari bilang sendiri bahwa Mang Arman tahu sesuatu tentang gubuk di kebun belakang itu. Tolong, Mang, ceritakan pada saya." Radi meletakkan tangannya di bahu Mang Arman. Penjaga malam rumah Ashwabima itu menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Gan, saya tidak tahu apa-apa. Gubuk di kebun belakang itu tadinya kandang ayam waktu juragan Nendra masih hidup. Cuma itu saja yang saya tahu."

"Jadi Mang Arman mau bilang kalau Andari itu bohong?"

"Bu - bukan begitu maksud saya, Gan."

"Lalu?"

"Rumah gubuk belakang itu kosong gak ada apa-apanya kok, Juragan Radi. Isinya ya bekas alat-alat pelihara ayam. Saya sendiri sudah lupa ada gubuk di sana. Memangnya kenapa Agan Radi tanya soal itu?"

Radi menyandarkan punggungnya ke sofa ruang tamu. Mang Arman yang duduk di lantai di depan Radi sedikit mendongak agar bisa melihat wajah sang juragan.

"Saya yakin ada orang di dalam sana, Mang."

Radi melihat tidak ada sentakan terkejut di ekspresi Mang Arman. Pria enam puluh tahun itu hanya menunduk seperti takut Radi membaca matanya.

"Siapa yang ada di dalam sana, Mang? Mamang tahu dimana Kinanti?"

Kinanti adalah topik pembicaraan yang dilarang di rumah Ashwabima. Apa sebabnya, Radi juga tidak tahu. Hilangnya gadis manis itu secara tiba-tiba pun sepertinya dilupakan orang begitu saja. Polisi sempat mencari beberapa saat kemudian pencarian dihentikan. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada Kinanti di pantai Lohjawi pada hari naas itu.

Radi tidak pernah lepas dari beban rasa bersalah di hatinya. Andai hari itu ia memilih menemani Kinanti ke pantai, mungkin Kinanti tidak hilang. Radi menyesal kenapa ia menuruti perintah Nyonya untuk mengawal Andari ke perpustakaan. Seharusnya ia membangkang saja dan mengikuti Kinanti.

Saat berangkat ke pantai, Kinanti sempat berpamitan sambil lalu pada Radi. Mereka berpapasan di gerbang depan. Kinanti hendak keluar naik sepedanya, Radi mau masuk ke rumah dari suatu tempat di luar.

"Pergi ke pantainya nanti sore saja, Non Kinan. Setelah saya pulang mengantar Non Andari. Non Kinan jangan pergi sendiri." Demikian Radi berkata waktu itu. Kinanti tersenyum manis

"Gak apa-apa, Mas. Aku pergi sendiri saja. Mas Radi antar Andari, dia masih bingung jalan ke perpustakaan."

"Memangnya Non Kinan ada perlu apa ke Lohjawi?"

"Mau lihat pemandangan saja, Mas. Gak ada yang penting."

Itulah percakapan terakhir Radi dengan gadis pujaannya, Kinanti. Radi menunggu kepulangan Kinanti sore itu dan penantiannya sia-sia. Kinanti tidak pernah kembali. Sepedanya ditemukan polisi tergeletak di tepi pantai namun gadis berambut panjang sepunggung itu tidak ada.

Nyonya memang menangis beberapa hari. Entah kenapa, Radi merasa itu tangisan yang tidak tulus. Setelah beberapa bulan, Kinanti tidak juga ditemukan, akhirnya dibuat pernyataan bahwa kakak Andari itu sudah meninggal. Pada hari itu diumumkan, Radi menangis sampai tak sadarkan diri di kamarnya. Saat tersadar, Radi kembali menangis. Itu terakhir kali ia menangis, terakhir kali hatinya merasakan sesuatu. Setelah itu, Radi hidup bagaikan manusia besi. Tidak ada hal apapun yang bisa membuatnya menangis, marah ataupun senang. Ia melakukan semua perintah Nyonya dengan kepatuhan mutlak. Termasuk menikahi Andari, sebulan setelah Kinanti dinyatakan meninggal dunia.

Mang Arman terbatuk beberapa kali. Ia tampak gugup saat nama Kinanti disebut Radi. Sudah dua tahun tidak ada yang menyebut nama Kinanti di rumah itu.

"Mamang tahu dimana Kinanti?" Radi mengulang pertanyaannya. Mang Arman menggelengkan kepala perlahan. Lelaki tua yang masih kekar berotot itu ingin sekali kembali ke pos jaganya dan menghentikan pembicaraan tentang Kinanti.

"Dari semalam saya terbayang rumah gubuk itu, Mang Arman," kata Radi. "Saya pernah mengintip ke dalamnya, tapi karena malam hari dan senter yang saya bawa kurang baik sinarnya, saya tidak melihat jelas bagaimana keadaan dalam rumah itu "

Kali ini Mang Arman terkejut.

"Agan ... Agan Radi melihat ke ... ke dalam rumah itu?"

"Iya. Setelah saya dengar ada yang memanggil nama saya dari dalam sana. Saya dengar pada tengah malam, ada orang di sana menyebut nama saya, Mang. Saya yakin Mamang tau siapa dia. Katakan, Mang."

"Sa - saya tidak tahu, Agan. Maaf, saya pamit mau kembali ke pos keamanan, pintu gerbang tidak ada yang jaga."

Radi belum sempat mencegah, Mang Arman langsung tergopoh pergi meninggalkan Radi sendiri di ruang tamu.

Rasa penasaran yang amat sangat seperti meninju perut Radi. Bagaimana caranya agar Mang Arman mau bercerita segala yang ia tahu? Radi yakin si penjaga keamanan itu tahu banyak hal. Mungkin ini ada kaitannya dengan Kinanti.

Radi berdiri. Ia akan pergi ke rumah belakang. Suasana rumah masih sepi karena hari masih pagi. Para asisten rumah tangga biasanya datang jam tujuh, masih ada waktu satu jam bagi Radi untuk menjelajah kebun belakang. Ia ke kamar kerja untuk mengambil senter dari laci mejanya. Walaupun matahari sudah mulai naik di ufuk timur, mungkin saja di dalam gubuk itu gelap karena semak belukar yang mengungkungnya. Radi juga membawa sebilah belati dan sebuah gunting.

Halaman belakang rumah Ashwabima sudah menyerupai hutan belantara. Aromanya embun pagi dan bau tanaman segar. Luasnya sekitar 2500 meter persegi, bisa untuk membangun sebuah kampung mini. Lantai keramik bermotif bebatuan sungai hanya sampai sepuluh meter di muka kamar mandi. Lantai itu menurun ke tanah berumput tebal. Aneka jenis pohon besar tumbuh di halaman belakang. Radi melihat beberapa pohon mangga dan sawo. Tanaman rambat menggayut di batang-batang pohon. Agak jauh ke dalam, rimbunan pohon pisang berbuah lebat kelihatan menaungi atap sebuah rumah setengah ambruk. Dinding belakang gubuk itu menempel langsung ke tembok batas pekarangan seperti bersender meminta kekuatan pada tembok bata itu. Dinding gubuk terbuat dari anyaman bambu, banyak yang bolong di sana-sini.

Hati Radi berdebar. Setelah sekian lama dicekam penasaran, akhirnya tiba juga waktunya bisa mendekati gubuk misterius itu. Tidak ada yang aneh dari bangunannya, hanya saja ada sesuatu yang membuat Radi penasaran. Ia memegang pintu gubuk yang terpasang bilah-bilah papan dipaku. Lelaki tampan itu memutar ke samping kiri, mencari apakah ada celah yang bisa ia masuki. Ternyata memang ada, sebuah lubang di dinding bambu yang bolong besar, tubuhnya bisa diselipkan masuk lewat situ.

Radi kini ada di dalam gubuk.

Benar saja, sinar lembut matahari tidak mampu masuk ke dalam. Sinar senter menerangi ruangan gubuk itu. Hanya ada satu ruangan di sana. Di sudut jauh sebelah kanan bertumpuk peralatan peternakan ayam. Wadah minum ayam bergelimpangan kemana-mana. Karung-karung berisi dedak bertumpuk tinggi, yang bawah sudah mulai hancur termakan lumut dan air tanah. Aroma kotoran ayam membuat perut Radi mual, seharusnya ia tadi bawa minyak kayu putih. Di sebelah kiri, tengah gubuk, ada sebuah dipan lebar dari bambu. Apa yang ada di atas dipan itu membuat jantung Radi berdebar keras. Beberapa helai tali rafia putus tergeletak bersama dengan tambang jalin plastik yang juga habis diputus oleh sesuatu yang tajam. Benda yang paling membuat Radi yakin bahwa pernah ada orang di atas dipan itu adalah taburan remah nasi kering di pinggir dipan. Tidak ada piring atau gelas di sana, tapi remah nasi itu adalah bukti nyata ada manusia yang makan di dipan kotor itu. Siapa dia?

Dipan dialasi kardus bekas dan tripleks tipis. Radi melihat bekas simpul tali di pojok dipan. Orang yang pernah ada di sana pasti diikat kakinya ke sudut.

Tunggu. Radi melihat sesuatu di tripleks alas dipan. Sebuah tulisan. Ya, tulisan yang dibuat dengan menggoreskan kuku atau sesuatu yang tajam ke sana. Tidak jelas terbaca namun Radi menerka yang tertulis di tripleks itu.

Tolong.

Waidah karangsuci.

Itu yang bisa Radi baca. Tolong, orang yang pernah ada di sana pasti teraniaya. Lalu nama Waidah karangsuci, nama apa atau siapa itu? Manusia kah? Karangsuci adalah nama desa dimana terdapat sawah milik perusahaan Bimasakti. Sawah di sana ukurannya paling luas dan paling subur. Waidah mungkin nama orang yang ada di desa itu. Kenapa namanya ada di gubuk? Apa maksudnya? Radi memotret tulisan itu dengan handphone.

Lelaki itu merasa cukup dengan apa yang dilihatnya. Satu pertanyaan sudah terjawab. Memang pernah ada orang di dalam gubuk itu. Terikat dan teraniaya. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa dan kenapa. Lalu, dimana orang itu sekarang. Mungkin saja sudah tewas. Pelakunya tidak perlu dicari lagi, sudah pasti Nyonya Artiyah. Siapa lagi?

Mang Arman melihat Radi keluar dari gubuk kebun dan akan kembali ke rumah utama. Pria berambut putih itu bergegas menyelinap lewat koridor rumah menuju depan. Langkahnya panjang dan cepat. Setelah sampai di pos jaga samping gerbang, ia masuk dan duduk dengan nafas tersengal-sengal.

Mang Arman hendak menelepon Nyonya tapi lalu ia urungkan niatnya. Biarlah Radi berkelana di kebun belakang, ia pura-pura tidak tahu saja. Kalau ia memberitahu Nyonya, nanti malah dirinya sendiri yang kena damprat.

Sesaat ada rasa khawatir muncul dalam hati Mang Arman. Jika sampai Radi mendapatkan apa yang dicarinya di gubuk, maka Mang Arman sendiri juga akan terseret masalah. Semoga orang yang kemarin malam ia bawa ke dalam rumah Nyonya benar-benar tertutup mulutnya dan tidak teriak.

*****

Nyonya Artiyah geram sekali. Baru saja ia menelepon Miskah, salah seorang asisten rumah tangga yang tugasnya memasak. Nyonya meminta Miskah jangan lupa mengantarkan makanan untuk Radi ke dalam kamar.

"Radi mungkin belum bisa jalan keluar kamar, Kah. Makanan untuknya antarkan saja ke kamar," kata Nyonya.

"Agan Radi bisa jalan kok, Nyah. Tadi baru saja Agan ke kamar kerjanya, saya yang antarkan kopi ke sana." Miskah menjawab dengan polos. Nyonya Artiyah kaget mendengarnya.

"Kakinya masih diperban, kan? Kok bisa jalan sendiri?"

"Kaki siapa, Nyah? Agan Radi? Tidak, Nyah. Kaki Agan baik-baik saja, tidak diperban. Jalannya juga biasa. Memangnya kaki Agan Radi kenapa?"

Kurang ajar. Radi memperdayainya. Nyonya Artiyah tahu apa yang akan diperbuat Radi di rumah selama ia dan Andari pergi. Ia harus cepat kembali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status