Share

2. Priska

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-08-27 10:21:02

Priska yunita namanya, malaikat maut yang sudah mencuri hati Ayah.

**

Aku menangis sedih di hadapan ibuku, air mataku meluncur, nyaris jatuh ke mangkuk bakso yang kugenggam di tangan, entah kenapa selera makan dan rasa antusias tadi langsung menguap, terlebih mengingat ekspresi ayah yang seolah tak berdosa

Memandangku tenggelam dalam kesedihan, Bunda hanya menghela napas, dia mendekat lalu mengusap air mataku dengan senyum tulus sambil menggeleng pelan dan memberi isyarat bahwa aku tak perlu membuang buang air mata.

“Jangan nangis ya, Bunda aja tenang kok, semuanya akan baik baik saja di antara kita, tenanglah…”

"Bagaimana Bunda bisa setenang ini ?"

"Bunda harus bagaimana selain bersabar?"

"Bunda bisa kok marah atau memberi ayah hukuman."

"Dia adalah imam, dia juga berhak memutuskan jalan hidup dan pasangan yang dia inginkan."

Aku terperangah mendengar jawaban Bunda, aku tak habis pikir, akalku tak sampai ke level di mana bunda berprinsip bahwa ayah berhak melakukan apa saja sementara Bunda tidak bisa melakukan apa apa. Menurut pemikiranku, apakah ayah yang boleh bahagia sementara Bunda tak boleh? Ya Allah konsep adil dari mana itu.

"Ayo pulang, jangan menangis di sini ya, nggak enak dilihat orang," ujar Bunda pelan. Kukemas air mata lalu mengikuti beliau bangkit dan beranjak dari tempat itu.

*

Sepanjang perjalanan pulang aku tak kuasa terus meneteskan air mata. Aku kasihan kepada ibuku juga sedih membayangkan kalau adikku, Indira tahu yang sebenarnya. Dia sangat mencintai ayah dan manja padanya. Bagaimana kalau dia tahu ayah ternyata punya wanita lain? Tentu akan sangat syok adikku itu.

Aku bersyukur dia tidak ikut makan bakso dengan kami karena sore ini bertepatan dengan jadwal lesnya yang sebentar lagi akan lulus SMP.

Kami yang sudah sampai di rumah langsung menepikan motor, meletakkannya di pinggir garasi lalu masuk ke dalam rumah. Indira adikku terlihat berguling di sofa ruang tamu sambil membaca buku. Mungkin karena melihat mataku yang sembab dia langsung mengernyit heran dan bertanya.

"Kamu kenapa Kak?"

"Gak ada, kelilipan."

"Masak sih, separah itu?"

"Iya," jawabku sambil segera masuk ke kamar.

Kututup pintu lalu menumpahkan air mataku yang sejak berminggu minggu kutahan. Kupikir, setelah ayah mengetahui bahwa aku tahu rahasia terbesarnya, lelaki paruh baya itu akan berhenti dengan kegiatan perselingkuhannya, tapi ternyata, makin hari makin parah saja. Oh ya, itu bukan perselingkuhan, ayah sudah menikah dan itu fakta yang sulit diganggu meski di lain sisi sulit diterima.

Malam harinya ayah pulang. Lelaki berbaju kemeja biru dengan wajah penuh wibawa dan tutur bahasa yang selalu lembut itu, kini berubah total di mataku. Aku membencinya, rasa simpati dan cintaku sebagai anak menguap jadi rasa kecewa yang bertubuh tubi. Bukan tentang hatiku, tapi tentang perasaan ibuku yang terluka. Wanita yang sudah melahirkan aku ke dunia itu ... Rasanya aku tak tega menyaksikan penderitaannya. Mengetahui bahwa ia sudah bertahan sejauh ini membuatku makin remuk redam, hancur dalam rasa bersalah karena tidak mampu meringankan luka orang tua.

"Bun, kamu masak apa, aku lapar." Itu suara ayah yang terdengar dari kamarku. Bisa bisanya setelah berkencan dan jalan dengan wanita lain Ayah kini minta makan dari ibuku, yang meski itu adalah istrinya, tapi dia jelas-jelas sudah menyakitinya.

"Ada Yah, aku sudah masak, dan itu sudah tersedia di meja. Cucilah tangan, nanti aku buatkan kopi."

Ya Tuhan ... Aku hanya bisa memejamkan mata mendengar Bunda mengatakan itu. Sungguh besar kesabaran bunda menahan perasaannya.

Jika aku yang sebagai anak saja merasa sangat kecewa dan terluka, lalu bagaimana dengan ibuku yang merupakan istrinya,? Wanita yang sudah mendampinginya selama hampir 20 tahun, wanita yang telah menemaninya berjuang dari tidak memiliki apa-apa sampai punya rumah dan mobil. Wanita yang sudah melahirkan anak-anaknya lalu telah mendidik kami dengan penuh kasih sayang dan memastikan bahwa kami selalu menghormati ayah.

Di bagian mana Ibuku telah membuat kesalahan dan kekurangan, Mengapa ayah tega sekali menyakitinya?

"Kamu bawakan air dingin ya Bun, aku haus sekali."

"Iya Mas," jawab Bunda dengan segera.

Buru-buru Bunda melepas pekerjaannya yang sedang sibuk mencuci piring dan langsung meraih gelas air lalu menuangkannya dari dispenser yang sebenarnya dekat jaraknya dari ayah. Astaghfirullah, Kenapa ayah tidak mengambil sendiri? Tidak punya rasa malukah dia setelah tadi sore bunda melihat dia berkencan dengan wanita lain?!

Dan Bunda, kenapa Bunda tetap diam saja. Apakah itu adalah bukti betapa berbaktinya Bunda? Kenapa kesannya terlihat bahwa Bunda bodoh sekali ya....

"Ini ayamnya alot sekali, kamu harus merebusnya terlebih dahulu."

"Iya Mas, maaf aku tadi terburu-buru khawatir terlambat masak dan kamu pulang dalam keadaan lapar," jawab wanita itu sambil tersenyum dengan tulus, tapi aku bisa menangkap rasa sakit dari bola matanya.

Ya Tuhan, hatiku makin perih. Mengapa Ayah masih mengoreksi hal-hal yang seharusnya tidak perlu dikoreksi tanpa memikirkan perasaan Bunda, tidakkah ia menimbang kesalahannya sendiri.

Inginku merangsek keluar dari kamarku lalu menyemprot Ayah dengan kalimat kalimat menohok, ingin kucaci maki dia karena sudah mengkhianati kami, tapi tetap saja aku tak mampu, itu perbuatan yang tidak sopan pada orang tua sekaligus itu akan mengundang keributan dan adikku yang lagi fokus belajar akan tahu. Ya Allah, semakin ditahan semakin berontak rasanya hati ini semakin sakit menyaksikan ibuku yang harus berpura-pura tersenyum dan menahan luka di hatinya. Tetap sama dengan bakti dan ketulusannya.

Mungkin Bunda berpikir bahwa kami anak-anak akan bahagia kalau melihat ayah dan ibu yang baik-baik saja padahal mereka menyembunyikan sesuatu, sesungguhnya itu lebih menyakitkan dibanding dipukuli. Ah, hatiku resah, kesal, kecewa, pengen sekali pulang biarkan hati itu kepada ayah atau minimal aku bertanya padanya mengapa ia tega melakukan itu.

Mengapa tidak sedikitpun terbesit atau terlihat di wajahnya rasa bersalah dan minta maaf kepada Bunda. Ataukah diri ini yang memang tak tahu apa apa?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bunda mu bertahan krn g mampu menghidupi dirinya sendiri dan juga kalian anak2nya. wanita lemah dan terlalu bergantung sama suami memang pantas dimadu dan dijadikan babu sama suamjnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   3. setengah jam

    Aku merasa lapar sehingga memutuskan untuk keluar dari kamar setelah sedikit menenangkan diri dan mengganti baju. Kubuka pintu untuk pergi ke dapur, entah kenapa... sial sekali aku harus berpapasan dengan Ayah. Kami bertemu di ambang pintu dan saling canggung, saling menghalangi jalan lalu pada akhirnya Ayah yang minggir dari hadapanku. Biasanya kami akan saling tertawa dan saling memberikan sentuhan kasih sayang sebagai anak dan ayah, tapi kali ini aku benar-benar tidak sudi menatap atau menyentuhnya. Astaghfirullah, aku minta ampun kepada Allah tapi untuk saat ini aku belum bisa menerima kenyataan yang ada. Melihat tatapan mataku yang sudah berbeda, ayahku lalu menggumam, "Bersikaplah dengan wajar, seperti biasa," bisiknya. Aku mengernyit dan memicingkan mata. Ingin kujawab omongannya dengan kata-kata pedas tapi puncak dari semua kebencianku adalah tak sudi lagi mengatakan apa apa. Aku tetap diam saja sampai ayah menarik kembali tanganku. "Bersikaplah biasa," ujarnya dengan pen

    Last Updated : 2024-08-27
  • MALAIKAT PENCURI AYAH   4. aku yakin

    Aku yakin ayah sudah gila begitu mengucapkan kata bahwa ia ingin mengadakan resepsi untuk acara pernikahan yang sudah ia rahasiakan. Oh ya, bilang apa ayah tadi, sudah menikah selama bertahun-tahun? sejak kapan itu, kenapa kami baru menyadarinya? kenapa Tuhan baru memperlihatkan pada kami kejadian yang sebenarnya ya? kenapa bisa begitu? “Apa?” tanyaku dengan mata terbelalak. “Ya, ibumu tidak keberatan juga kok. Dia selama ini diam karena menunggu momen yang tepat, kalian akan sadar dengan sendirinya,” jawabnya. Sungguhkah, jadi ibuku sekonyol itu. Aku tak percaya ibu bisa mengalah tanpa bicara apapun. Bisa jadi, ibu memang bertahan karena aku dan Indira atau bisa jadi juga karena ayah mengancamnya. “Benarkah?” tanyaku dengan suara yang nyaris tidak terdengar. Aku hampir mati mendengar pengakuan frontal yang diucapkan ayah dengan santai. Sebelum aku sempat mengatakan apa apa lagi, adikku sudah datang dari kamarnya membawa laptop yang aku minta. Kuberi isyarat pada ayah agar ia me

    Last Updated : 2024-08-27
  • MALAIKAT PENCURI AYAH   5. beraninya

    "Beraninya anak kecil ingin menasehati orang tua. Tidak bisakah diam saja dan fokus belajar sembari menikmati uang belanja yang kami usahakan, kalian anak kecil hanya tahunya makan dan jajan!" ujar ayah sambil menendang kursi dan pergi begitu saja. Melihat ayah bersikap sekasar itu tentu saja bunda terkejut. Ia hampir saja terlonjak kaget saat Ayah menendang kursi. Adikku Indira juga kebingungan dengan apa yang terjadi. Tapi karena dia adalah putri kesayangan ayah, maka ayah langsung mengajak dia pergi ke meja makan, adikku pun menurut seperti apa yang ayah katakan.Kuperhatikan wajah bunda yang pucat karena takut, secara diam-diam ia meneteskan air mata dan segera menghapusnya. Melihat ibuku kembali menangis, perasaan ini makin berkejolak tidak karuan rasanya. Ingin kucari priska Yunita dan menemui dia di tempat kerjanya lalu melabraknya dan mempermalukan wanita itu. Tapi tentu saja jika anak SMA yang melakukannya maka aku akan ditegur dan dikembalikan ke sekolah. Aku bukan saja ak

    Last Updated : 2024-08-27
  • MALAIKAT PENCURI AYAH   6. Sifat Sebenarnya

    "Aku tidak akan keberatan mengantarmu, tapi aku hanya heran mengapa tiba tiba?" "Entahlah, jalan saja, lampunya sudah hijau," jawabku sambil tersenyum tipis. Terpaksa wanita itu mengajakku, memboncengku dengan diam saja. Aku tahu arah kantornya berlawanan, kulihat ia pegawai dinas pendidikan, arah kantornya jauh dari sekolahku. Lima kilo meter berikutnya setelah meluncur, motor melaju pelan. "Aku turunkan kamu di halte ya, kamu lanjut naik ojek aja karena aku harus buru buru rapat." "Ayah pasti sedih mengetahui bahwa Ibu tiriku memperlakukanku seperti ini," ujarku santai. "Maaf, tapi saya harus rapat," jawabnya lirih. Wanita itu menghentikan motornya, memaksaku turun sambil menatapku dengan wajah penuh permohonan. "Saya tahu kamu sangat kecewa dan benci saya, kamu ingin marah dan memukuli saya, tapi tolong beri waktu agar kita bisa saling bicara dan saling menerima," ujarnya "Hah, saling menerima?" Aku langsung tertawa. "Semua akar dari masalah ini adalah ayahmu, dialah yang h

    Last Updated : 2024-08-28
  • MALAIKAT PENCURI AYAH   7. jangan tanya

    Jangan tanya betapa merah padamnya wajah wanita itu menahan malu di hadapan para guru yang dia beri arahan, rasanya semua wejangan dan saran yang dia ucapkan terdengar tidak ada artinya setelah aku mengatakan kebenaran. “Pergilah dari sini,” ucap lekaki yang juga mengenakan baju dengan warna yang sama dengan istri ayahku, dia terlihat membela Priska dengan begitu kerasnya, tatapan matanya padaku nampak marah karena sudah mengusik hidup sahabatnya. “Saya memang mau pergi, saya tidak ada keperluan lagi untuk lama lama di tempat ini, lagipula saya tak tahan menatap wajah pelakor yang sudah merebut ayah dari hidup kami.” “Jaga ucapanmu, jangan sampai kamu masuk kantor polisi karena fitnah!” “Justru wanita itu yang akan dikenai sanksi karena diam-diam sudah menikahi suami orang lain. Meski menikah tidak dilarang, tapi mereka sudah menyembunyikan hubungan selama bertahun tahun dan itu berzina namanya.” Sahabatku yang mengantar diri ini mulai merasa takut dan tak nyaman. Dia mengajakku

    Last Updated : 2024-08-29
  • MALAIKAT PENCURI AYAH   8. sakit hatiku

    Jangan tanya betapa merah padamnya wajah wanita itu menahan malu di hadapan para guru yang dia beri arahan, rasanya semua wejangan dan saran yang dia ucapkan terdengar tidak ada artinya setelah aku mengatakan kebenaran. “Pergilah dari sini,” ucap lekaki yang juga mengenakan baju dengan warna yang sama dengan istri ayahku, dia terlihat membela priska dengan begitu kerasnya, tatapan matanya padaku nampak marah karena sudah mengusik hidup sahabatnya.“Saya memang mau pergi, saya tidak ada keperluan lagi untuk lama lama di tempat ini, lagipula saya tak tahan menatap wajah pelakor yang sudah merebut ayah dari hidup kami.”“Jaga ucapan, jangan sampai kamu masuk kantor polisi karena fitnah!”“Justru wanita itu yang akan dikenai sanksi karena diam diam sudah menikahi suami orang lain. meski menikah tidak dilarang, tapi mereka sudah menyembunyikan hubungan selama bertahun tahun dan itu berzina namanya.” Sahabatku yang mengantar diri ini mulai merasa takut dan tak nyaman. dia mengajakku pergi

    Last Updated : 2024-09-05
  • MALAIKAT PENCURI AYAH   9.

    Mendengar jawaban Ayah yang sudah tidak masuk akal, aku hanya bisa mengurut dada sambil mengucapkan istighfar lalu membalikan badan dan melangkah pergi. Dengan tangis yang tergugu aku memesan taksi lalu tak lama kemudian taksi datang, kunaiki kendaraan itu, meski ayah memanggilku dan memintaku untuk kembali ke rumah sakit bersamanya. Sungguh tak sudi, tak sudi aku semobil dengannya, apalagi tahu kalau ayah akan mengajak wanita itu ke rumah sakit."Ah, ya Tuhan, emangnya tidak ada waktu lain untuk mempertemukan Tante Riska dengan Bunda? Kenapa harus malam ini juga di saat adikku sedang sakit dan lemah. Kenapa tidak pilih waktu lain, apakah wanita itu sudah tidak sabar untuk segera diakui? Allahu Akbar. Kini, apapun yang terjadi aku harus segera memberi tahu Bunda, Bunda harus segera menyiapkan diri dan tegas dengan semua yang terjadi, kalau bisa bunda harus mengusir dua sejoli itu bahkan harus sekali memisahkan mereka demi keutuhan keluarga kami.*Kususuri lorong rumah sakit dengan

    Last Updated : 2024-09-05
  • MALAIKAT PENCURI AYAH   10

    Kupandangi wajah Bunda yang juga terkejut melihat sandal seorang wanita tapi beliau kembali tegar dan menarik napas lalu mengajak adikku masuk.Adikku yang tidak menyadari apa apa hanya diam dan ikut melangkah, sewaktu kami masuk dan mengucapkan salam, Tante Priska sudah di sana, dia langsung berdiri begitu melihat kami datang, sesaat Bunda dan Tante priska saling berpandangan lalu wanita berwajah tiru dengan hidung mancung itu menundukkan kepala."Siapa dia Bunda?" tanya Indira. Adikku yang masih pucat dengan bibirnya yang mengering seketika paham dan mengangguk pelan. "Ouh jadi kau wanita itu?" tanya adikku dengan napas yang berat."Ayo masuk dulu ke kamarmu," perintah Bunda."Ga mau, Bund, aku ingin tahu kenapa Wanita ini datang ke rumah ini."“Saya ingin bicara baik baik dan datang dengan kerendahan hati untuk meminta maaf atas kesalahan dan sikap tidak dewasa saya selama ini, saya ingin minta maaf dari hati terdalam.”“Minta maaf? setelah keadaan sudah kacau baru iingin minta m

    Last Updated : 2024-09-06

Latest chapter

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   100

    Pada akhirnya setelah diskusi panjang lebar dan keluargaku membujukku, maka aku pun setuju untuk pulang ke rumah keluarga dan ahli warisku. Sebetulnya aku tidak terlalu ingin bersama mereka tapi bagi mereka tidak aman diriku untuk tinggal sendiri di tengah teror dan ancaman keluarga Tante Priska.Meski nantinya keluarga Priska tidak akan lagi menemuiku, tapi tetap saja keluargaku khawatir tentang diri ini yang sendirian karena aku adalah anak perempuan. Belum lagi usaha kedai yang mungkin tak akan bisa kukelola dengan maksimal. Kedai itu terancam gulung tikar sebentar lagi.*Aku pindah ke rumah nenekku, tinggal di sebuah kamar di lantai dua bersebelahan dengan kamar oma. Sikap Oma berubah drastis, dia yang tadinya biasa saja, jadi sangat perhatian dan sayang. Mungkin karena besarnya rasa bersalah padaku dan Bunda. Nenek jadi sangat lembut, penuh kasih sayang dan berusaha memenuhi kebutuhanku.Om dan tanteku juga sama, mereka mendukung dan menyayangiku, mereka mencarikan kampus yang

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   99

    Hari itu kutemani ayah pergi ke rumah sakit jiwa di mana Bunda dirawat sekaligus ditahan. Saat pertama kali mendaftar di lorong rumah sakit dan bilang kalau kami ingin bertemu Bunda naifa, aroma khas rumah sakit serta sedikit aroma busuk mulai menguar di penciumanku.Aku juga mendengar teriakan dan suara tawa melengking yang berasal dari para pasien yang mungkin sedang berhalusinasi atau teringat dengan peristiwa traumatis mereka. Aku bisa merasakan betul tekanan dan prihatin dengan nasib pasien yang ada di situ. Aku yakin bukan keinginan mereka untuk ada di sana tapi keadaan dan mental mereka yang membuat mereka tertahan.Kami diantarkan oleh dua orang perawat ke sebuah kamar yang berada di lantai 2 dan jauh di ujung lorong sayap timur. Saat melewati koridor, aku bisa melihat di sebelah kanan dan kiri, ruang pasien yang dilapisi kaca dan jaring jeruji, berisi mereka dengan aneka tingkah laku dan keluhan. Ada yang hanya duduk di ranjang sambil menerawang menatap jendela, ada yang b

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   98

    "Aku tidak akan ikut campur kalau Tante ingin berpisah atau tetap bersama ayah, tapi ada sedikit yang mengganjal hatiku karena tiba-tiba tante ingin mendapat permintaan maaf dari ibuku. Kalian berdua sama-sama salah dan sama-sama kena getahnya, kenapa tidak saling merangkul dan saling memaafkan satu sama lain saja, tanpa harus menuntut satu harus bersujud kepada yang lain?""Maaf, ibumu telah membunuh anakku.""Kehadiranmu juga telah membunuh adikku.""Ia membuatku mendapatkan kesialan bertubi-tubi.""Karena kehadiranmu kami kehilangan ayah dan rumah, keluarga kami hancur hubungan kami dengan nenek kami juga hancur, apa Tante ingin kita mengadu nasib?""Baiklah kau menang!"wanita itu akhirnya menyerah dan hanya mendengkuskan nafas sambil terlihat kesal padaku. Dia dalam keadaan sakit dan sedih sementara dia kesal dan tidak mau menatap wajahku. Dia benahi selimutnya sendiri karena hawa AC yang mulai dingin.Kuhampiri wanita itu, lalu kubantu dia untuk memperbaiki selimut, ku tawarkan j

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   97

    "Dengar anak suamiku! Aku sedang sakit, bersedih dan ditimpa kesulitan bertubi-tubi. Aku tidak mau kehadiranmu mengeruhkan suasana dan membuat diriku makin depresi. jadi dengan penuh hormat, aku memintamu untuk meninggalkanku sendiri saja,"ucapnya sambil mengarahkan tangan ke pintu yang pertama bahwa dia mau tidak mau terpaksa mengusirku."Aduh Tante, kalau aku tidak menjaga lantas siapa yang akan membantumu pergi ke kamar mandi dan mengawasimu, kau bisa pingsan dan saluran infus itu bisa terlepas dari tanganmu dan berdarah. Harus menjagamu Demi rasa baktiku kepada ayahku. Aku tidak akan tahan terus bicara dan menatap wajahmu jadi aku akan mengawasimu dari luar, kataka. Saja kalau kamu butuh sesuatu," ucapku ketika hendak membalikkan badan dan pergi."Kau tidak perlu susah payah, urus saja ibumu yang pembunuh itu," jawabnya dengan sombong, aku tersentak saat wanita itu menyebut ibuku dengan sebutan pembunuh. Emosiku tiba-tiba ingin naik kepala Andai saja aku tidak berusaha mengendali

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   96

    Aku menelpon ayah dalam perjalanan pulang dari persidangan Bunda. Aku ingin tahu Ayah sedang apa. Apakah dia sudah sampai di rumah atau belum. Kalau belum Aku ingin sekalian pergi menjemputnya karena Ayah tidak membawa motor melainkan dia menggunakan ojek online."Halo assalamualaikum ayah...""Ya, walaikum salam."Suasana di sekitar Ayah terdengar sangat ramai dan lalu lalang orang serta keriuhan yang sulit kujelaskan, aku tidak bisa berasumsi kalau dia sedang di kantor karena tidak mungkin suasana di kantor sampai seperti pasar. Ada suara jeritan orang yang menangis dan beberapa yang lain terdengar bicara dan sulit dimengerti Apa yang sedang mereka katakan."Ayah di mana sekarang, apa yang sedang Ayah lakukan?""Ayah sedang di rumah sakit, Tante Priska menelpon ayah dan meminta ayah datang ke sini," jawabnya dengan suara pelan.Tadinya aku ingin menceritakan tentang keadaan Bunda dan putusan apa yang bunda dapatkan tapi mendengar nama tante Priska disebutkan aku jadi kesal dan mengu

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   95

    "Lalu apa pilihan Ayah, apa Ayah akan pulang dengan kami atau kembali ke Tante Priska?"Pertanyaanku itu cukup membuat ayah terhenyak dan diam saja. Dia menggeleng lalu mendesah pelan."Tidak keduanya." Ayah mendesah dan memilih beranjak dari tempat duduknya, ia trtatih pelan dengan tongkatnya menuju ke kamar.Dari belakang siluet tubuh ayah terlihat kurus, sedikit bungkuk, hilang semua wibawa dan ketegapan dirinya sejak musibah yang menimpa. Pun Tante Priska yang kini babak belur dihujam masalah demi masalah. Kasihan, tapi harus bagaimana lagi.Kini, yang harus kufokuskan adalah tentang ibuku yang menjalani hukumannya, entah berapa tahun dia di penjara aku tak tahu. Semoga hakim mempertimbangkan ketidak stabilan mentalnya agar ibuku bisa diampuni dan diberi keringanan. Meski menurut orang lain egois bahwa aku berharap ibuku yang seorang pembunuh berencana tidak dihukum berat karena gangguan jiwa, tapi aku tetap berharap itu terjadi. Semoga ada keajaiban.*Seminggu kemudian.Pagi se

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   94

    Sepanjang malam Ayah Hanya duduk di depan rumah sambil membiarkan tubuhnya ditiupkan angin malam yang datang dari lautan, libur ombak yang membentur pantai seakan seperti perasaan ayah yang saat ini merasa sangat sedih dan bersalah.Dari jendela kamar aku melihat tatapan Ayah yang menerawang, sesekali ia mengusap air matanya, sekali ia menangis sampai bahunya terguncang dan akhirnya ia kembali terdiam dalam lamunan panjang.Apa yang beliau katakan memang benar, kalau ada orang yang paling pantas menanggung kesalahan maka dialah orangnya, dialah penyebab semua masalah dan petaka yang terjadi. Kedua istrinya harus mengalami gangguan kejiwaan dan mental karena terlalu depresi memikirkan kehidupan mereka yang hancur karena ayah. Satu dikecewakan karena cintanya dan satu kecewa karena kehilangan anaknya. Puncak dari semua itu ayahlah penyebab utamanya. Anak tante Priska tidak akan mati kalau bukan disebabkan oleh ibuku yang mengalami gangguan kejiwaan dan tega berbuat hal yang nekat. Tapi

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   93

    Hal yang paling mengejutkan dan tidak pernah kuduga adalah ternyata Ibu tiriku ada di antara mereka, kupikir dia tidak ikut tapi saat ku dengar dia lama-lamat menangis dan terus merintis saat diangkat oleh orang-orang maka pahamlah aku kalau dia sudah ikut.Kulihat wajahnya yang pucat karena syok serta tangannya yang berdarah karena pecahan kaca, aku jadi merasa miris sekaligus kasihan tapi lebih banyak puasnya. Aku ingin tertawa karena pelakor itu selalu mendapatkan kesialan dan kemalangan setiap kali berkendara di jalan raya. Baru saja ia sembuh dari cedera tulang yang berkepanjangan. Kini ia harus tabrakan dan malah lebih mengenaskan lagi."Siapa yang meninggal Pak, keponakanku?" tanyanya lemas, saat ia ditandu oleh empat orang, wanita itu sempat berpapasan denganku. Ia membulatkan mata tepat saat tatapan bola mata kami saling bertautan. Aku yang masih mengenakan helm dan tidak sadar kalau tidak pakai masker segera menghindar dari wanita itu, karena aku tidak mau hal itu menimbulka

  • MALAIKAT PENCURI AYAH   92

    Hari demi hari kulalui dengan penuh perjuangan yang cukup berat. Sisa uang yang ditinggalkan oleh Bunda mati-matianku kuperjuangkan untuk tetap cukup membeli bahan baku dan mengelola kedai. Aku berusaha hidup hemat dan prihatin tidak membeli kecuali sesuatu yang sangat kuperlukan. Pagi aku pergi mengambil kursus komputer dan coding, sementara sore hari aku akan sibuk di kedai untuk melayani para tamu.Sekarang Ayah tinggal bersamaku tapi aku tidak mau terlalu akrab dengannya, dia kerap menyapa dan mengajakku bercanda tapi aku menanggapinya dengan ekspresi datar dan memilih untuk menyibukkan diri dan kembali ke pekerjaanku. Jika sudah begitu, maka ayah akan dia, kemudian pergi mengerjakan apa saja yang rasa mampu ia kerjakan.Aku tetap memasak dan menyediakan makanan untuk ayah, aku tetap mencuci pakaian dan membersihkan kamarnya, tapi aku tidak banyak mengatakan apa-apa. Sesekali aku menjenguk Bunda, Tapi itu tidak terlalu sering karena bunda sendiri melarangku untuk selalu datang. B

DMCA.com Protection Status