Share

7. jangan tanya

Jangan tanya betapa merah padamnya wajah wanita itu menahan malu di hadapan para guru yang dia beri arahan, rasanya semua wejangan dan saran yang dia ucapkan terdengar tidak ada artinya setelah aku mengatakan kebenaran.

“Pergilah dari sini,” ucap lekaki yang juga mengenakan baju dengan warna yang sama dengan istri ayahku, dia terlihat membela Priska dengan begitu kerasnya, tatapan matanya padaku nampak marah karena sudah mengusik hidup sahabatnya.

“Saya memang mau pergi, saya tidak ada keperluan lagi untuk lama lama di tempat ini, lagipula saya tak tahan menatap wajah pelakor yang sudah merebut ayah dari hidup kami.”

“Jaga ucapanmu, jangan sampai kamu masuk kantor polisi karena fitnah!”

“Justru wanita itu yang akan dikenai sanksi karena diam-diam sudah menikahi suami orang lain. Meski menikah tidak dilarang, tapi mereka sudah menyembunyikan hubungan selama bertahun tahun dan itu berzina namanya.” Sahabatku yang mengantar diri ini mulai merasa takut dan tak nyaman. Dia mengajakku pergi secepatnya dari kantor itu sebelum semuanya jadi makin heboh. “Pulang yuk….”

“Dengar Priska … hentikan merusak hidup keluarga kami, minimal kamu punya perasaan atau solidaritas sebagai sesama wanita pada ibuku, jadi hentikan semua ini, dan ya … aku tahu kamu pasti akan mengadu pada ayahku, jika sampai itu terjadi aku juga akan mengadukanmu pada atasan yang lebih berwenang!”

Ucapa anak sma sepertiku terdengar seperti ucapan bocah kecil yang tidak ada apa apanya, tapi aku bersumpah akan melakukan itu kalau sampai Priska jalang itu mengadukan perbuatanku pada ayah.

Usai mempermalukan seseorang tanpa penyelesaian dan berhasil merusak acara rapat, aku pergi begitu saja melenggang seperti bocah yang tidak bersalah. Aku tahu ayah akan menghukumku, wanita itu pasti mengadu, dengan air mata berurai dia akan cari muka dan pembelaan dari ayahku.

*

Aku sudah pulang ke rumah tepat di pukul setengah empat sore. Tidak ada yang terjadi meski aku sendiri menunggu bom waktu itu akan meledak.

Dengan hati berdebar kutunggu ayahku untuk memanggil diri ini secara pribadi dan memarahiku. Aku tahu, ketika seseorang sudah dibutakan cinta mereka hanya melihat kebenaran versi dirinya saja. Dia akan lakukan mana yang menurutnya terbaik bagi maslahat dia saja, jadi kemungkinan aku akan dipukuli sangat besar, aku harus siapkan mental dan badan untuk itu..

Aku juga tidak akan menceritaakan pada ibuku yang terjadi, beliau bisa panik dan mencari cara untuk melindungiku, aku tidak mau dia tahu karena aku ingin melihat ayah kehilangan akalnya.

“Alana!”

Itu dia teriakan ayah, dia memanggilku dengan suara lantang dan itu artinya aku harus segera pergi ke ruang kerja ayah. Aku turun dari lantai dua dengan hati pasrah, kudapati ibuku dan Indira sedang duduk di ruang TV, mereka kebingungan melihatku dipanggil dengan nada yang sangat sangar.

“Ada apa, Kak?” tanya Indira. Aku hanya mengendikkan bahu tanda tak tahu, sebenarnya tahu, hanya pura pura tidak tahu.

Sewaktu aku masuk ke ruang kerja ayah, beliau terlihat tengah menelpon seseorang, raut wajah ayah terlihat resah dan gusar, ayah mengacak rambut sambil mengesap rokok. Begitu melihatku masuk ayah langsung buru buru mematikan ponsel dan memberi isyarat kepadaku agar aku mendekat padanya.

"Apa yang telah kau lakukan?" tanyanya setengah mendesis.

"Apa?" tanyaku sambil mengangkat bahu dan pura pura polos.

"Kenapa kau datang ke kantor Priska dan membuat kehebohan di sana?"

"Oh itu ... aku hanya iseng pengen kenalan," jawabku cuek.

"Kehebohan apa yang kau lakukan, Priska sangat malu dan menangis di depan semua orang."

"Aku hanya memintanya untuk menjauhi ayah," jawabku jujur.

Brak!

Ayah langsung menggebrak meja dan melotot padaku. Beliau berdiri dengan napas menderu, andai tidak ada meja di antara kami, mungkin dia sudah menerjang diri ini.

"Kenapa ayah begitu marah? Andai wanita itu posisinya adalah Bunda, apakah ayah akan membelanya dan semarah ini? Ayah sungguh aneh dan jahat," jawabku sambil menahan rasa takut.

"Apakah kamu mau aku mencongkel matamu dan memotong bibirmu yang lancang?"

"Apa Ayah sedang sibuk memikirkan biaya resepsi sehingga ayah melampiaskan semua kepusingan itu padaku?"

"Lancang kamu!" Ayah berteriak hingga membuat adik dan Bunda menyusul ke ruang kerja.

"Ada apa Mas Hafiz?"

"Keluar kalian berdua!" Bentak ayah!

"Apakah karena wanita itu kamu sampai berteriak dan menggila seperti ini?" tanya Bunda dengan tatapan tajam.

Kali Bunda menarik tanganku dan membuatku berada di belakang punggungnya. Dengan tatapan tajam dia menatap ayah dengan kilatan sorot mata penuh kekecewaan.

"Jangan karena dia, kamu sampai bertindak sekasar ini pada putri kita, dia anak kita Mas ...."

"Dia sudah lancang mencampuri urusanku!"

"Tapi tetap saja...."

"Kalian bicara apa sih, wanita apa maksudnya?"

"Diamlah kamu, menjauh dari ruang ini!"

Adikku pucat mendapat bentakan dari ayah, dia gemetar dan bersurut takut.

"Mas, apa-apaan kamu, sudah tahu anak mudah sakit, kenapa kamu arogan sekali, tolong sakiti aku saja, jangan anak-anak, kok kamu tega sekali Mas?"

"Wanita apa maksudnya Bund?"

Melihat adikku yang penasaran dan terlanjur menggigil dengan tangisan, aku dan Bunda tentu saja panik. Kami dekati Indira dan kami bujuk, kuberitahu padanya bahwa ini hanya masalah aku dan dia.

"Tapi wanita apa? Apa Ayah selingkuh?"

Bukan selingkuh lagi, tapi ayah sudah menikah, pertanyaannya sekarang, bagaimana caraku memberi tahu Indira kalau semua itu sudah terjadi.

"Ayah, katakan yang sebenarnya!" Indira tiba-tiba tersungkur sambil menjerit. Kami makin panik, khawatir bahwa sesak napasnya akan kumat.

"Apa Ayah selingkuh, kenapa situasi keluarga kita memanas? Aku lihat ayah dan kakak tidak akur, juga hubungan ayah dan bunda yang kaku, ada apa ini?"

"Katakan saja dengan benar, biar semuanya jelas," ucap ayah dingin, tatapan nyalang serta ayah hanya berdiri sambil mencengkeram tangan.

"Apa kenyataan itu," Tanya adikku sambil mencengkeram bahu Bunda.

"Katakan Bund!" Sekali lagi adikku menangis sedih.

"Iya betul, aku sudah menikahi wanita lain!" Jawab ayah sambil menjauh, adikku terbelalak, napasnya tersengal seketika dan dia langsung ambruk pingsan.

"Indira!" Aku dan Bunda langsung menjerit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status