"Aku tidak akan keberatan mengantarmu, tapi aku hanya heran mengapa tiba tiba?"
"Entahlah, jalan saja, lampunya sudah hijau," jawabku sambil tersenyum tipis. Terpaksa wanita itu mengajakku, memboncengku dengan diam saja. Aku tahu arah kantornya berlawanan, kulihat ia pegawai dinas pendidikan, arah kantornya jauh dari sekolahku. Lima kilo meter berikutnya setelah meluncur, motor melaju pelan. "Aku turunkan kamu di halte ya, kamu lanjut naik ojek aja karena aku harus buru buru rapat." "Ayah pasti sedih mengetahui bahwa Ibu tiriku memperlakukanku seperti ini," ujarku santai. "Maaf, tapi saya harus rapat," jawabnya lirih. Wanita itu menghentikan motornya, memaksaku turun sambil menatapku dengan wajah penuh permohonan. "Saya tahu kamu sangat kecewa dan benci saya, kamu ingin marah dan memukuli saya, tapi tolong beri waktu agar kita bisa saling bicara dan saling menerima," ujarnya "Hah, saling menerima?" Aku langsung tertawa. "Semua akar dari masalah ini adalah ayahmu, dialah yang harus mengkondisikan kita." Apa yang dia katakan ada benarnya, aku ingin sekali mencakarnya, mengacak jilbabnya yang menutupi tingkahnya yang bejat, Tapi, sekali lagi, ia sudah istri ayahku, aku bisa apa. "Ini uang ojek untukmu. Naiklah ojek, saya akan langsung ke kantor," ujarnya sambil menyodorkan uang seratus ribu. Aku merasa terhina atas perlakuannya, tapi kalau dipikir apalagi yang dia bisa dilakukannya agar bisa mengambil hatiku. Aku benar benar jijik padanya. "Simpan saja untuk beli skincare, karena kalau kamu jelek ayah akan meninggalkanmu," jawabku sambil membalikkan badan, berjalan di trotoar sambil berharap bahwa teman sekolahku lewat agar aku bisa menumpang dengan mereka. Sial sekali, karena kemarahan ayah, aku belum dapatkan uang jajan dan transport, menyebalkan sekali! Parahnya aku juga tak bisa menerima kebaikan wanita tadi. Aku membencinya dan kebencianku memaksa diri ini untuk menahan harga diri. "Dek, tunggu Dek," ucap wanita itu menyusulku dengan motornya. "Saya mohon," ucapnya lembut, "saya akan merasa bersalah kalau kamu telat ke sekolah." "Apa pedulimu, yang dimarahi juga saya, kamu justru harusnya senang kalau kami sekeluarga dapat musibah," jawabku ketus.Wanita itu hanya menunduk sambil menghela napas, ia kembali mendongak padaku beberapa detik kemudian sambil tetap memohon bahwa aku ikut saja naik dengannya.
"Maaf tidak usah," balasku. * Siang hari pulang sekolah, kutemui teman dekatku Adit di kantin, melihatku dengan wajah memberengut, sahabatku sejak masa SD itu segera bertanya. "Lu kenapa? Kenapa muka lu ditekuk?' "Ada banyak masalah, Dit." "Lu bisa cerita kalau lu mau," ujarnya sambil membenahi posisi duduk dan memusatkan perhatiannya padaku. "Rumit banget, bapak gw ternyata sudah punya bini baru." "Hffff ... Apa?" temanku yang sedang menyeruput jus langsung terbatuk kaget. "Iya, soalnya Mak tiri gue lebih cantik dan mapan, gue kesal dong, terlebih emak kandung gue cuma diam aja, mengalah dan masih ingin bertahan." "Astaga, memprihatinkan sekali, terus rencana lu apa?" "Pengen gue labrak tuh jalang, gw Jambak dan gw kasih pelajaran." "Oh, jadi wanita itu yang bonceng lu tadi pagi." "Sebenarnya gua pengen bikin dia kecelakaan, tapi gue kembali mikir kalau dia celaka, gw juga celaka, ah, kesel gua ...." "Lu harus main cantik, alih alih ngamuk, kenapa enggak lu peras aja emak tiri lu. Lu mintain duit, lu tekan, lu bikin dia pusing dan akhirnya nyerah sendiri ninggalin bapak lu." "Sayangnya, bapak gue bucin parah, itu jalang sudah dinikahi bertahun tahun dan sialnya sekarang, mereka mau resepsi meresmikan hubungan." "Yang benar aja?" "Iya," jawabku kesal. "Ya ampun... lu labrak aja deh, jangan kasih hati." "Kalau gitu temenin gw ke kantornya." "Tapi jangan sampai wanita itu ngadu loh, lu bisa dipukuli bapak lu." "Bodo amat," jawabku sambil menembuskan napas dengan kasar. * Pukul dua siang, aku pulang sekolah, dengan berboncengan motor bersama Adit, meluncur ke kantor si jalang gatal yang sudah mencuri ayah dari hidup kami. Kebetulan wanita itu sedang di luar kantor, untuk acara rapat dengan para pendidik.Istri ayah terlihat sedang bicara di microphone dan memberi arahan. Kupikir itu adalah saat paling baik untuk membuat dia dipermalukan.
Kuambil posisi duduk paling depan, di depan wanita yang sedang asyik berpidato itu. Dia terkejut melihatku, melihat anak gadis suaminya datang masih dengan seragam dan sepatu Converse hitam. Beberapa saat ia terdiam tapi kemudian melanjutkan arahannya. Pada sesi akhir pengarahan dia sempat memberi kesempatan pada audiens untuk bertanya dan memberi masukan. "Jika ada yang belum jelas atau hal yang ingin ditanyakan langsung saja ya," ucapnya. "Saya mau tanya!" Jawabku seketika, Adit menyenggol lenganku tapi aku tak menghiraukannya. Dia ingin menolak tapi aku dengan santai mengambil microphone dari tangannya. Orang orang yang hadir sebenarnya heran mengapa aku bisa ada di antara mereka, dari tatapan mereka jelas terlihat, tapi aku santai saja "Pertanyaannya ... Mengapa kamu berhasil dengan mudah merebut suami orang dan menyembunyikan hubungan dengan rapi selama bertahun tahun? Jadi kalau tidak ketahuan olehku, kamu dan ayah tak akan Jujur?" Sontak semua orang langsung riuh tak karuan,. Wanita itu malu, teman kerjanya juga tercengang. "Bisa ya, wanita terhormat, kepala seksi, berkarir bagus dan agamis merusak hidup orang lain, bisa ya?" ujarku sinis, di microphone, di dengar oleh semua orang, bahkan tukang parkir dan orang orang yang kebetulan lewat di jalan, jangan tanya betapa malunya wanita itu. "Sebaiknya kamu pergi dek," ucap seorang lelaki teman kerja Yunita. "Saya memang mau pergi, tapi tolong beritahu temanmu ya, bersikaplah sesuai penampilan!" Aku langsung melepas kasar mic dan pergi begitu saja.Jangan tanya betapa merah padamnya wajah wanita itu menahan malu di hadapan para guru yang dia beri arahan, rasanya semua wejangan dan saran yang dia ucapkan terdengar tidak ada artinya setelah aku mengatakan kebenaran. “Pergilah dari sini,” ucap lekaki yang juga mengenakan baju dengan warna yang sama dengan istri ayahku, dia terlihat membela Priska dengan begitu kerasnya, tatapan matanya padaku nampak marah karena sudah mengusik hidup sahabatnya. “Saya memang mau pergi, saya tidak ada keperluan lagi untuk lama lama di tempat ini, lagipula saya tak tahan menatap wajah pelakor yang sudah merebut ayah dari hidup kami.” “Jaga ucapanmu, jangan sampai kamu masuk kantor polisi karena fitnah!” “Justru wanita itu yang akan dikenai sanksi karena diam-diam sudah menikahi suami orang lain. Meski menikah tidak dilarang, tapi mereka sudah menyembunyikan hubungan selama bertahun tahun dan itu berzina namanya.” Sahabatku yang mengantar diri ini mulai merasa takut dan tak nyaman. Dia mengajakku
Jangan tanya betapa merah padamnya wajah wanita itu menahan malu di hadapan para guru yang dia beri arahan, rasanya semua wejangan dan saran yang dia ucapkan terdengar tidak ada artinya setelah aku mengatakan kebenaran. “Pergilah dari sini,” ucap lekaki yang juga mengenakan baju dengan warna yang sama dengan istri ayahku, dia terlihat membela priska dengan begitu kerasnya, tatapan matanya padaku nampak marah karena sudah mengusik hidup sahabatnya.“Saya memang mau pergi, saya tidak ada keperluan lagi untuk lama lama di tempat ini, lagipula saya tak tahan menatap wajah pelakor yang sudah merebut ayah dari hidup kami.”“Jaga ucapan, jangan sampai kamu masuk kantor polisi karena fitnah!”“Justru wanita itu yang akan dikenai sanksi karena diam diam sudah menikahi suami orang lain. meski menikah tidak dilarang, tapi mereka sudah menyembunyikan hubungan selama bertahun tahun dan itu berzina namanya.” Sahabatku yang mengantar diri ini mulai merasa takut dan tak nyaman. dia mengajakku pergi
Mendengar jawaban Ayah yang sudah tidak masuk akal, aku hanya bisa mengurut dada sambil mengucapkan istighfar lalu membalikan badan dan melangkah pergi. Dengan tangis yang tergugu aku memesan taksi lalu tak lama kemudian taksi datang, kunaiki kendaraan itu, meski ayah memanggilku dan memintaku untuk kembali ke rumah sakit bersamanya. Sungguh tak sudi, tak sudi aku semobil dengannya, apalagi tahu kalau ayah akan mengajak wanita itu ke rumah sakit."Ah, ya Tuhan, emangnya tidak ada waktu lain untuk mempertemukan Tante Riska dengan Bunda? Kenapa harus malam ini juga di saat adikku sedang sakit dan lemah. Kenapa tidak pilih waktu lain, apakah wanita itu sudah tidak sabar untuk segera diakui? Allahu Akbar. Kini, apapun yang terjadi aku harus segera memberi tahu Bunda, Bunda harus segera menyiapkan diri dan tegas dengan semua yang terjadi, kalau bisa bunda harus mengusir dua sejoli itu bahkan harus sekali memisahkan mereka demi keutuhan keluarga kami.*Kususuri lorong rumah sakit dengan
Kupandangi wajah Bunda yang juga terkejut melihat sandal seorang wanita tapi beliau kembali tegar dan menarik napas lalu mengajak adikku masuk.Adikku yang tidak menyadari apa apa hanya diam dan ikut melangkah, sewaktu kami masuk dan mengucapkan salam, Tante Priska sudah di sana, dia langsung berdiri begitu melihat kami datang, sesaat Bunda dan Tante priska saling berpandangan lalu wanita berwajah tiru dengan hidung mancung itu menundukkan kepala."Siapa dia Bunda?" tanya Indira. Adikku yang masih pucat dengan bibirnya yang mengering seketika paham dan mengangguk pelan. "Ouh jadi kau wanita itu?" tanya adikku dengan napas yang berat."Ayo masuk dulu ke kamarmu," perintah Bunda."Ga mau, Bund, aku ingin tahu kenapa Wanita ini datang ke rumah ini."“Saya ingin bicara baik baik dan datang dengan kerendahan hati untuk meminta maaf atas kesalahan dan sikap tidak dewasa saya selama ini, saya ingin minta maaf dari hati terdalam.”“Minta maaf? setelah keadaan sudah kacau baru iingin minta m
"Berbagi suami maksudmu?" Di momen itu Bunda terlihat sangat marah dan tidak bisa mengendalikan diri tangan Bunda yang masih memegang indira terlihat gemetar dan dia nampak sekali ingin mengendalikan emosinya."Iya Mbak, Izinkan saya menjadi bagian keluarga ini, menjadi bagian yang bisa berbagi kasih sayang, bantuan dan pengabdian. Saya ingin turut serta berkontribusi untuk kenyamanan dan kebahagiaan kalian Saya ingin bertanggung jawab atas perbuatan saya yang telah merebut Mas hafiz sehingga saya ingin sekali mencuci semua dosa-dosa itu agar saya tidak terlalu hidup dalam beban."Ya Tuhan, apakah dia pikir mudah saja semua hal yang dihadapi Bunda? Mendapati suami berselingkuh hingga sudah menikah saja sudah merupakan hal yang menyakitkan, apalagi ditambah sekarang wanita itu ingin bergabung dalam keluarga dengan benar, ini sungguh beban mental yang memberatkan."Maaf saya harus masuk ke dalam, aku harus mengurus putriku yang sakit, kau pulanglah.""Tapi ...." Wanita berjilbab itu nam
"mungkinkah kita beritahu saja nenek atas perbuatan Ayah yang diam-diam menikah lagi," tanyaku saat bunda membantu adikku tertidur di ranjangnya."Jangan dulu, akan terjadi kehebohan.""Biar saja, biar nenek yang bicara pada anaknya, biar nenek yang menegur ayah dan memarahinya.""Tapi itu tidak akan membuat priska dan ayahmu berpisah. Malah mungkin ayahmu akan minta restu dari orang tua dan keluarganya karena pada akhirnya mereka pun tahu.""Ya Tuhan, menyebalkan sekali.""Saat ini, satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah bersabar dan berdoa. Percayalah, Allah bersama orang orang yang sabar," balas Bunda sambil menepuk bahuku dan beliau beranjak dari kamar Indira. Tinggallah aku di sini dengan pikiran dan berbagai anggapan rumit tentang hari esok. Adikku terdiam menatap diri ini dan jendela kamarnya, angin yang bertiup menggoyangkan tabir penutup jendela dan itu menimbulkan suasana sedih tersendiri."Indi, kakak ke kamar dulu ya Dik," balasku."Iya Kak, jangan lupa tutup pintu
Aku terbelalak, lemas, terjatuh dalam posisi duduk, kepalaku langsung pusing, persendianku seakan dicopot dari badan, aku gak bisa berkata apa apa, selain hanya bisa berteriak dan menangis."Bundaaaa...." Mendengarku berteriak, Ibuku tergopoh-gopoh keluar, melihatku yang sudah lemas di teras bunda segera menyambangi."Ada apa Nak..."Belum selesai bertanya, Bunda menoleh pada Indira yang sudah terkapar dengan posisi kepala membentur sisi pembatas tanaman bunga dan mengalirkan darah yang banyak, matanya terbuka dan air matanya itu masih mengalir di sana. Bunda berteriak dan langsung berlari memeluk Indira, bunda mengguncang adikku, tapi sayang, dia tak sadar. Sungguh pemandangan yang membuat trauma sekaligus sangat tragis."Anakku ... ya Allah, indi, kenapa begini..." Tangan bunda menyentuh bagian belakang kepala Indira, tangan bunda langsung berlumuran darah kental yang bau anyirnya langsung menyeruak.Mendengar raungan Bunda para tetangga mulai berdatangan dan mereka juga tidak kala
"Alana Nafisa, ayah minta dengan segala hormat, kau jangan main main, katakan dengan jujur kalau kau hanya mempermainkan ayah!" ucap ayah dengan wajah yang langsung pucat dan syok luar biasa."A-apa aku terlihat bercanda?" tanyaku dengan air mata berderai, "ayah bukan saja menghancurkan hidup dan hubungan kita, ayah merenggut nyawa seseorang!" Aku berteriak pada ayah dengan geram."Mas ...." Priska hanya memandangi aku dan ayah dengan bingung. "Kita harus bagaimana Mas?""Kau masih bertanya harus bagaimana setelah kelakuanmu, gara gara kau adikku bunuh diri," ucapku dengan tangis yang menyesakkan dada."Tapi aku tidak pernah mendorongnya untuk melakukan itu!" Bantah wanita itu sambil menatapku, ayah sendiri hanya tertunduk lesu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan."Ayah asyik bercinta sementara di rumah terjadi musibah yang sangat besar, adikku melempar dirinya dari lantai dua dan jatuh dengan mengenaskan karena dia tidak terima dengan perbuatan ayah. Apa Ayah tidak malu deng