Share

6. Sifat Sebenarnya

"Aku tidak akan keberatan mengantarmu, tapi aku hanya heran mengapa tiba tiba?"

"Entahlah, jalan saja, lampunya sudah hijau," jawabku sambil tersenyum tipis.

Terpaksa wanita itu mengajakku, memboncengku dengan diam saja. Aku tahu arah kantornya berlawanan, kulihat ia pegawai dinas pendidikan, arah kantornya jauh dari sekolahku. Lima kilo meter berikutnya setelah meluncur, motor melaju pelan.

"Aku turunkan kamu di halte ya, kamu lanjut naik ojek aja karena aku harus buru buru rapat."

"Ayah pasti sedih mengetahui bahwa Ibu tiriku memperlakukanku seperti ini," ujarku santai.

"Maaf, tapi saya harus rapat," jawabnya lirih. Wanita itu menghentikan motornya, memaksaku turun sambil menatapku dengan wajah penuh permohonan. "Saya tahu kamu sangat kecewa dan benci saya, kamu ingin marah dan memukuli saya, tapi tolong beri waktu agar kita bisa saling bicara dan saling menerima," ujarnya

"Hah, saling menerima?" Aku langsung tertawa.

"Semua akar dari masalah ini adalah ayahmu, dialah yang harus mengkondisikan kita."

Apa yang dia katakan ada benarnya, aku ingin sekali mencakarnya, mengacak jilbabnya yang menutupi tingkahnya yang bejat, Tapi, sekali lagi, ia sudah istri ayahku, aku bisa apa.

"Ini uang ojek untukmu. Naiklah ojek, saya akan langsung ke kantor," ujarnya sambil menyodorkan uang seratus ribu.

Aku merasa terhina atas perlakuannya, tapi kalau dipikir apalagi yang dia bisa dilakukannya agar bisa mengambil hatiku. Aku benar benar jijik padanya.

"Simpan saja untuk beli skincare, karena kalau kamu jelek ayah akan meninggalkanmu," jawabku sambil membalikkan badan, berjalan di trotoar sambil berharap bahwa teman sekolahku lewat agar aku bisa menumpang dengan mereka.

Sial sekali, karena kemarahan ayah, aku belum dapatkan uang jajan dan transport, menyebalkan sekali! Parahnya aku juga tak bisa menerima kebaikan wanita tadi. Aku membencinya dan kebencianku memaksa diri ini untuk menahan harga diri.

"Dek, tunggu Dek," ucap wanita itu menyusulku dengan motornya. "Saya mohon," ucapnya lembut, "saya akan merasa bersalah kalau kamu telat ke sekolah."

"Apa pedulimu, yang dimarahi juga saya, kamu justru harusnya senang kalau kami sekeluarga dapat musibah," jawabku ketus.

Wanita itu hanya menunduk sambil menghela napas, ia kembali mendongak padaku beberapa detik kemudian sambil tetap memohon bahwa aku ikut saja naik dengannya.

"Maaf tidak usah," balasku.

*

Siang hari pulang sekolah, kutemui teman dekatku Adit di kantin, melihatku dengan wajah memberengut, sahabatku sejak masa SD itu segera bertanya.

"Lu kenapa? Kenapa muka lu ditekuk?'

"Ada banyak masalah, Dit."

"Lu bisa cerita kalau lu mau," ujarnya sambil membenahi posisi duduk dan memusatkan perhatiannya padaku.

"Rumit banget, bapak gw ternyata sudah punya bini baru."

"Hffff ... Apa?" temanku yang sedang menyeruput jus langsung terbatuk kaget.

"Iya, soalnya Mak tiri gue lebih cantik dan mapan, gue kesal dong, terlebih emak kandung gue cuma diam aja, mengalah dan masih ingin bertahan."

"Astaga, memprihatinkan sekali, terus rencana lu apa?"

"Pengen gue labrak tuh jalang, gw Jambak dan gw kasih pelajaran."

"Oh, jadi wanita itu yang bonceng lu tadi pagi."

"Sebenarnya gua pengen bikin dia kecelakaan, tapi gue kembali mikir kalau dia celaka, gw juga celaka, ah, kesel gua ...."

"Lu harus main cantik, alih alih ngamuk, kenapa enggak lu peras aja emak tiri lu. Lu mintain duit, lu tekan, lu bikin dia pusing dan akhirnya nyerah sendiri ninggalin bapak lu."

"Sayangnya, bapak gue bucin parah, itu jalang sudah dinikahi bertahun tahun dan sialnya sekarang, mereka mau resepsi meresmikan hubungan."

"Yang benar aja?"

"Iya," jawabku kesal.

"Ya ampun... lu labrak aja deh, jangan kasih hati."

"Kalau gitu temenin gw ke kantornya."

"Tapi jangan sampai wanita itu ngadu loh, lu bisa dipukuli bapak lu."

"Bodo amat," jawabku sambil menembuskan napas dengan kasar.

*

Pukul dua siang, aku pulang sekolah, dengan berboncengan motor bersama Adit, meluncur ke kantor si jalang gatal yang sudah mencuri ayah dari hidup kami. Kebetulan wanita itu sedang di luar kantor, untuk acara rapat dengan para pendidik.

Istri ayah terlihat sedang bicara di microphone dan memberi arahan. Kupikir itu adalah saat paling baik untuk membuat dia dipermalukan.

Kuambil posisi duduk paling depan, di depan wanita yang sedang asyik berpidato itu. Dia terkejut melihatku, melihat anak gadis suaminya datang masih dengan seragam dan sepatu Converse hitam. Beberapa saat ia terdiam tapi kemudian melanjutkan arahannya. Pada sesi akhir pengarahan dia sempat memberi kesempatan pada audiens untuk bertanya dan memberi masukan.

"Jika ada yang belum jelas atau hal yang ingin ditanyakan langsung saja ya," ucapnya.

"Saya mau tanya!" Jawabku seketika, Adit menyenggol lenganku tapi aku tak menghiraukannya.

Dia ingin menolak tapi aku dengan santai mengambil microphone dari tangannya. Orang orang yang hadir sebenarnya heran mengapa aku bisa ada di antara mereka, dari tatapan mereka jelas terlihat, tapi aku santai saja

"Pertanyaannya ... Mengapa kamu berhasil dengan mudah merebut suami orang dan menyembunyikan hubungan dengan rapi selama bertahun tahun? Jadi kalau tidak ketahuan olehku, kamu dan ayah tak akan Jujur?" Sontak semua orang langsung riuh tak karuan,. Wanita itu malu, teman kerjanya juga tercengang.

"Bisa ya, wanita terhormat, kepala seksi, berkarir bagus dan agamis merusak hidup orang lain, bisa ya?" ujarku sinis, di microphone, di dengar oleh semua orang, bahkan tukang parkir dan orang orang yang kebetulan lewat di jalan, jangan tanya betapa malunya wanita itu.

"Sebaiknya kamu pergi dek," ucap seorang lelaki teman kerja Yunita.

"Saya memang mau pergi, tapi tolong beritahu temanmu ya, bersikaplah sesuai penampilan!" Aku langsung melepas kasar mic dan pergi begitu saja.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cut Zanah
ya ampun gak kebayang malu ny gimna.... .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status