Kupandangi wajah Bunda yang juga terkejut melihat sandal seorang wanita tapi beliau kembali tegar dan menarik napas lalu mengajak adikku masuk.Adikku yang tidak menyadari apa apa hanya diam dan ikut melangkah, sewaktu kami masuk dan mengucapkan salam, Tante Priska sudah di sana, dia langsung berdiri begitu melihat kami datang, sesaat Bunda dan Tante priska saling berpandangan lalu wanita berwajah tiru dengan hidung mancung itu menundukkan kepala."Siapa dia Bunda?" tanya Indira. Adikku yang masih pucat dengan bibirnya yang mengering seketika paham dan mengangguk pelan. "Ouh jadi kau wanita itu?" tanya adikku dengan napas yang berat."Ayo masuk dulu ke kamarmu," perintah Bunda."Ga mau, Bund, aku ingin tahu kenapa Wanita ini datang ke rumah ini."“Saya ingin bicara baik baik dan datang dengan kerendahan hati untuk meminta maaf atas kesalahan dan sikap tidak dewasa saya selama ini, saya ingin minta maaf dari hati terdalam.”“Minta maaf? setelah keadaan sudah kacau baru iingin minta m
"Berbagi suami maksudmu?" Di momen itu Bunda terlihat sangat marah dan tidak bisa mengendalikan diri tangan Bunda yang masih memegang indira terlihat gemetar dan dia nampak sekali ingin mengendalikan emosinya."Iya Mbak, Izinkan saya menjadi bagian keluarga ini, menjadi bagian yang bisa berbagi kasih sayang, bantuan dan pengabdian. Saya ingin turut serta berkontribusi untuk kenyamanan dan kebahagiaan kalian Saya ingin bertanggung jawab atas perbuatan saya yang telah merebut Mas hafiz sehingga saya ingin sekali mencuci semua dosa-dosa itu agar saya tidak terlalu hidup dalam beban."Ya Tuhan, apakah dia pikir mudah saja semua hal yang dihadapi Bunda? Mendapati suami berselingkuh hingga sudah menikah saja sudah merupakan hal yang menyakitkan, apalagi ditambah sekarang wanita itu ingin bergabung dalam keluarga dengan benar, ini sungguh beban mental yang memberatkan."Maaf saya harus masuk ke dalam, aku harus mengurus putriku yang sakit, kau pulanglah.""Tapi ...." Wanita berjilbab itu nam
"mungkinkah kita beritahu saja nenek atas perbuatan Ayah yang diam-diam menikah lagi," tanyaku saat bunda membantu adikku tertidur di ranjangnya."Jangan dulu, akan terjadi kehebohan.""Biar saja, biar nenek yang bicara pada anaknya, biar nenek yang menegur ayah dan memarahinya.""Tapi itu tidak akan membuat priska dan ayahmu berpisah. Malah mungkin ayahmu akan minta restu dari orang tua dan keluarganya karena pada akhirnya mereka pun tahu.""Ya Tuhan, menyebalkan sekali.""Saat ini, satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah bersabar dan berdoa. Percayalah, Allah bersama orang orang yang sabar," balas Bunda sambil menepuk bahuku dan beliau beranjak dari kamar Indira. Tinggallah aku di sini dengan pikiran dan berbagai anggapan rumit tentang hari esok. Adikku terdiam menatap diri ini dan jendela kamarnya, angin yang bertiup menggoyangkan tabir penutup jendela dan itu menimbulkan suasana sedih tersendiri."Indi, kakak ke kamar dulu ya Dik," balasku."Iya Kak, jangan lupa tutup pintu
Aku terbelalak, lemas, terjatuh dalam posisi duduk, kepalaku langsung pusing, persendianku seakan dicopot dari badan, aku gak bisa berkata apa apa, selain hanya bisa berteriak dan menangis."Bundaaaa...." Mendengarku berteriak, Ibuku tergopoh-gopoh keluar, melihatku yang sudah lemas di teras bunda segera menyambangi."Ada apa Nak..."Belum selesai bertanya, Bunda menoleh pada Indira yang sudah terkapar dengan posisi kepala membentur sisi pembatas tanaman bunga dan mengalirkan darah yang banyak, matanya terbuka dan air matanya itu masih mengalir di sana. Bunda berteriak dan langsung berlari memeluk Indira, bunda mengguncang adikku, tapi sayang, dia tak sadar. Sungguh pemandangan yang membuat trauma sekaligus sangat tragis."Anakku ... ya Allah, indi, kenapa begini..." Tangan bunda menyentuh bagian belakang kepala Indira, tangan bunda langsung berlumuran darah kental yang bau anyirnya langsung menyeruak.Mendengar raungan Bunda para tetangga mulai berdatangan dan mereka juga tidak kala
"Alana Nafisa, ayah minta dengan segala hormat, kau jangan main main, katakan dengan jujur kalau kau hanya mempermainkan ayah!" ucap ayah dengan wajah yang langsung pucat dan syok luar biasa."A-apa aku terlihat bercanda?" tanyaku dengan air mata berderai, "ayah bukan saja menghancurkan hidup dan hubungan kita, ayah merenggut nyawa seseorang!" Aku berteriak pada ayah dengan geram."Mas ...." Priska hanya memandangi aku dan ayah dengan bingung. "Kita harus bagaimana Mas?""Kau masih bertanya harus bagaimana setelah kelakuanmu, gara gara kau adikku bunuh diri," ucapku dengan tangis yang menyesakkan dada."Tapi aku tidak pernah mendorongnya untuk melakukan itu!" Bantah wanita itu sambil menatapku, ayah sendiri hanya tertunduk lesu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan."Ayah asyik bercinta sementara di rumah terjadi musibah yang sangat besar, adikku melempar dirinya dari lantai dua dan jatuh dengan mengenaskan karena dia tidak terima dengan perbuatan ayah. Apa Ayah tidak malu deng
"Ayah mohon jangan bicara begitu Nak, ayah minta maaf." Ayah memelas di hadapanku dan keluarga kami."Jadi ayah baru menemukan kelembutan setelah salah satu dari kami meninggal dunia? Selama ini ayah kasar dan arogan, egois dan menang sendiri, apa ayah baru saja tercerahkan?""Alana, ayo minggirlah Nak.""Tidak Bunda, aku tahu bahkan Indira tak akan sudi disentuh ayah, menjauhlah ayah!" Aku berteriak dan itu membuat orang orang kaget, aku tahu itu tidak dewasa, tapi kekecewaan dan kesedihan mendalam ini membuatku tak bisa mengendalikan diri."Ayah hanya ingin minta maaf dan berpamitan," ucap ayah sambil berlutut di hadapanku, melihat ayah melempem seperti itu Bunda hanya menatapnya dengan penuh kebencian. "Shalatkan saja anak saya Pak, Bu, hari makin sore, khawatir nanti hujan," ujar Bunda dengan tatapan dingin pada ayah."Iya, baiklah kalau begitu," jawab Pak RT dan paman tertua dari keluarga Ibu."Ayo Indira, ayo bangun, menjauhlah karena adikmu akan disalatkan.""Baik," jawabku pe
"Astagfirullah," ucap nenek yang terhenyak kaget dengan kejadian yang baru saja berlangsung di depan matanya, dia ternganga melihat tante priska yang sudah terkapar ditendang olehku, sementara aku yang masih memakai gamis dan jilbab yang kusampirkan di bahu sudah tidak kuasa menahan kemarahan yang sangat menmbuncah."Menangkan dirimu pergilah ke kamarmu dan ambillah segelas air," ucap tante sambil menghalangi diri ini sementara yang satu lagi membangunkan Tante Riska dan mengajaknya untuk minggir dari hadapan nenek."Aku memang sudah menahan diriku selama beberapa minggu terakhir, aku menahan diri demi Bunda yang selalu berusaha sabar dan tenang tapi lama kelamaan puncak dari semua luka dan kejadian yang tak mengenakkan akhirnya terjadi, adikku bunuh diri," ucapku sambil mencengkram tangan. "Jadi Priska ... Bisakah kau kembalikan adikku yang sudah bunuh diri gara-gara perbuatanmu.""Tapi itu bukan salahku, meski secara tidak langsung aku memberi luka pada hati adikmu tapi aku tidak m
"Keluarlah dari rumahku sebelum aku menghajarmu," usir ibuku dengan kemarahan yang membuncah."Kenapa aku harus keluar kalau ini juga rumah suamiku?!" tanyanya dengan wajah menantang!"Apa kau tidak sadar, ada banyak orang di sini yang akan membantuku untuk menghajarmu.""Aku yakin tidak akan dihajar karena aku tahu kalian semua pasti paham hukum dan adab," jawabnya."Kalau kau mau diterima dengan adab, maka jadilah wanita yang beradab, kami dalam posisi berduka dan seenaknya saja kau datang untuk mengacaukan semua perasaan yang ada, kami alam kesedihan mendalam setelah kehilangan anak, kini kau seolah menambahkan garam di atas luka yang sudah ada. Kenapa begitu, beritahu aku.""Kan aku sudah tidak mampu bertahan dalam keadaan disembunyikan, aku juga manusia yang punya perasaan sama seperti dirimu meski aku datangnya lebih akhir darimu, tapi tetap saja aku adalah, istri," jawab wanita itu sambil mengedarkan pandangan ke semua orang.Mendengar jawabannya yang sangat nekat tentu saja ka