"Keluarlah dari rumahku sebelum aku menghajarmu," usir ibuku dengan kemarahan yang membuncah."Kenapa aku harus keluar kalau ini juga rumah suamiku?!" tanyanya dengan wajah menantang!"Apa kau tidak sadar, ada banyak orang di sini yang akan membantuku untuk menghajarmu.""Aku yakin tidak akan dihajar karena aku tahu kalian semua pasti paham hukum dan adab," jawabnya."Kalau kau mau diterima dengan adab, maka jadilah wanita yang beradab, kami dalam posisi berduka dan seenaknya saja kau datang untuk mengacaukan semua perasaan yang ada, kami alam kesedihan mendalam setelah kehilangan anak, kini kau seolah menambahkan garam di atas luka yang sudah ada. Kenapa begitu, beritahu aku.""Kan aku sudah tidak mampu bertahan dalam keadaan disembunyikan, aku juga manusia yang punya perasaan sama seperti dirimu meski aku datangnya lebih akhir darimu, tapi tetap saja aku adalah, istri," jawab wanita itu sambil mengedarkan pandangan ke semua orang.Mendengar jawabannya yang sangat nekat tentu saja ka
Usia tujuh hari kematian adikku yang benar-benar adalah hari panjang yang begitu melelahkan serta menguras perasaan bagi kami, akhirnya rumah pun dibereskan, tenda dibongkar, para kerabat yang datang dari jauh juga mulai pulang ke rumah masing masing. Rumah mulai lengang, kekosongan itu mulai menyadarkan kami bahwa setelah ini rumah akan terasa sepi. Biasanya selalu ada panggilan, canda, tawa dan rengekan manja adikku saat minta sesuatu pada ayah dan Ibu.Sekarang keadaannya benar benar berubah jadi menyedihkan, hampa dan kehilangan, kami perlahan-lahan harus bangkit dari luka yang ada dari kesepian yang mengguncang dada. Aku dan Bunda, terutama Bunda, kami harus bangkit dari luka luka yang ada.Kucari ibuku ke seluruh sudut rumah, tak kutemukan beliau di sana hingga aku menuju taman samping yang ditumbuhi rerumputan hijau dan sebuah air mancur mini."Bunda ...." Bunda terlihat duduk menyendiri dan murung sekali. Dia menoleh padaku sambil berusaha menyunggingkan senyum dan mengulurka
Seminggu kemudian. Nenek datang menyambangiku ke rumah, kami berjumpa di ruang tamu dan nenek langsung memberi isyarat agar aku ikut dengannya."Mau ikut dengan nenek?""Kemana?""Ke rumah Priska.""Menurut nenek ini akan berhasil? Apakah Tante Priska bisa menerima nenek tinggal di sana dan melayani nenek.""Aku juga ingin tahu perlakuan dia pada mertuanya, aku ingin tahu sekali," jawab Nenek sambil mengangguk pelan."Kalau aku ikut, Tante Priska tak akan setuju, terlebih hubungan kami kurang baik.""Dia tak akan berdaya di bawah kendaliku, mari kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya," balas Nenek dengan nada meyakinkan.Demi mengikuti keinginan dari Ibu ayahku, maka kuminta izin pada Bunda agar beliau mengizinkanku pergi ke rumah Tante Priska dan menemani nenek. Tadinya beliau agak keberatan, tapi setelah kuyakinkan ibuku akhirnya menyetujui."Aku janji tidak akan membuat masalah.""Bukannya kepergian kalian memang untuk bikin masalah?""Aku tidak akan ikut campur dengan urus
"Ibu, Dia mungkin tidak sengaja menjatuhkan piringnya, aku akan membantunya membereskan semua itu.""Kenapa kau membantunya, biar saja dia bereskan sendiri, kau duduk saja di sini dengan kami," ujar Nenek sambil menatap ayah dan memberi isyarat dengan ekor mata agar ayah duduk. Tanpa merasa punya pilihan lain, lelaki yang dulu adalah cinta pertamaku itu mendekat pada nenekku dan membisikinya."Ibu, aku tidak mau Priska merasa kalau kita membabukan dia, aku mohon Ibu....""Rupanya kau sangat khawatir akan keutuhan hubunganmu yang rapuh, mengesankan sekali," ujar Nenek dengan senyum sinis."Jika ibu datang kemari hanya untuk memperkeruh suasana maka aku mohon dengan penuh hormat agar ibu bisa pergi saja....""Beraninya kau!" ucap Nenek sambil mengangkat tangan, hampir saja nenek menampar ayah andai beliau tidak mengelak dan nenek tak merasa malu pada Priska.Tak lama setelah Tante Priska membereskan piring pecah, wanita itu segera memanggil kami untuk bergabung ke meja makan. "Ibu mert
"Aku pulang dulu ya Sayang jaga dirimu baik-baik di rumah,"ucap ayah sambil mencium kening istrinya. Hal serupa yang jarang sekali ia lakukan akhir akhir ini pada Bunda."Iya Mas." Wanita itu tersenyum bangga mendapatkan ciuman tulus dari ayah sementara aku hanya bisa menggigit bibir melihatnya.Semua sikap Ayah selama ini hanyalah pura-pura di hadapan kami karena ketulusan dan cinta dia yang sebenarnya hanya untuk tante Friska. Terlambat terlambat aku menyadari semua itu. Dan entah kenapa Ibuku hanya bungkep saja melihat suaminya berkhianat dan bertahun-tahun menjalin asmara dengan wanita lain.Kenapa hati Bunda begitu kuat Apakah rasa sakit yang sudah menderanya telah membuat hati Bunda membatu. Bunda jadi merasa kebas terhadap kecemburuan dan rindu yang berlebihan, apakah mungkin Bunda telah kehilangan cinta kepada ayah.Melihat ayah yang sudah beranjak pergi tante Priska kemudian melirik kepadaku dan tersenyum lembut."Tidakkah kau ingin ikut dengan ayahmu?""Apakah tante Priska
Sekitar lima belas menit kemudian pesanan pizza yang kuinginkan datang, sebenarnya aku tidak hendak memakannya tapi karena aku sangat lapar dan juga wanita itu tidak akan memandangku makan maka kau putuskan untuk menikmati saja apa yang sudah dia beli. Aku tidak akan terkesan munafik untuk urusan makanan karena itu adalah rezeki dari Tuhan.Prinsip yang aneh memang, jangan salahkan, aku masih labil dengan semua pemikiranku yang masih remaja.Nggak usah makan pizza Aku kemudian meninggalkannya begitu saja di meja makan lalu beranjak ke kamarku untuk tidur. Aku sengaja tidak mau satu kamar dengan nenek karena tidak ingin terganggu dengan suara dengkurannya, tidur dengan nyaman di sebuah kamar yang cukup luas dengan kasur yang empuk dan suasana kamar yang menyenangkan. Lampunya ditata sedemikian rupa dengan pencahayaan khusus sehingga terkesan hangat dan menenangkan.Aku tertidur beberapa saat kemudian hingga akhirnya pagi menjelang. Aku buka mata lalu terbangun sambil mengumpulkan nya
Wanita itu menangis, tergugu dulu di hadapan nenek atas ucapan nenek yang menurutnya sangat menyakitkan. Aku pun kalau jadi dia pasti sangat tersinggung karena apa yang diucapkan nenek Terdengar sangat mencemooh dan menghinakan."Maafkan aku ibu mertua atas semua yang telah terjadi, tidak bisa menolak takdirku karena apa yang terjadi antara aku dan Mas Hafiz sudah terlanjur, kami sudah menikah.""Kau bisa memilih untuk menceraikan Hafiz kalau tidak tahan sebab aku sebenarnya tidak pernah malu anakku membagi cinta dan perhatiannya dari naifa.""Saya pun sadar Ibu sangat menyayangi Mbak naifah dan cucu-cucu ibu saya tahu ibu pun sangat terluka dan sakit hati atas peristiwa yang terjadi kepada Indira. Saya minta maaf atas semua itu, Jujur saja saya tidak pernah berniat untuk menghancurkan hidup orang apalagi membuat seseorang kehilangan nyawa.""Jenis-jenis semuanya sudah terlanjur terjadi Kau bukan saja berdosa tapi berhutang karma kepada keluargaku, kau akan mendapatkan semua akibat d
Setelah itu aku tidak akan bisa menafsirkan kehebohan yang terjadi aku yakinl ayah pasti akan sangat marah berhubung dia adalah lelaki yang sangat disiplin dengan uang. Uang belanja kami saja dinyatakan tiap bulannya dengan disiplin, segala sesuatu terencana dan sudah ada anggarannya jadi ketika Ayah tahu kalau Bunda menghabiskan semua tabungan itu untuk belanja barang-barang fashion, ayah akan sangat murka."Bunda, Bunda yakin semuanya akan baik baik aja," tanyaku."Tidak, dia tidak akan baik baik saja, sebentar lagi mungkin ia akan menghajarku.""Apa bunda tidak takut.""Untuk pertama kali aku menjadi pencuri di dalam rumah tanggaku sendiri, mencuri uang suamiku sendiri, sungguh terhina diriku karena sudah melakukan semua itu."Memang ada sensasi tersendiri ketika sebuah dosa yang tidak pernah dilakukan lalu tiba-tiba dilakukan, ada rasa gemetar, takut dan khawatir. Cemas kalau kalau hal yang tidak diinginkan terjadi."Sebentar lagi dia pasti akan datang, dia pasti akan marah seka