Wanita itu menangis, tergugu dulu di hadapan nenek atas ucapan nenek yang menurutnya sangat menyakitkan. Aku pun kalau jadi dia pasti sangat tersinggung karena apa yang diucapkan nenek Terdengar sangat mencemooh dan menghinakan."Maafkan aku ibu mertua atas semua yang telah terjadi, tidak bisa menolak takdirku karena apa yang terjadi antara aku dan Mas Hafiz sudah terlanjur, kami sudah menikah.""Kau bisa memilih untuk menceraikan Hafiz kalau tidak tahan sebab aku sebenarnya tidak pernah malu anakku membagi cinta dan perhatiannya dari naifa.""Saya pun sadar Ibu sangat menyayangi Mbak naifah dan cucu-cucu ibu saya tahu ibu pun sangat terluka dan sakit hati atas peristiwa yang terjadi kepada Indira. Saya minta maaf atas semua itu, Jujur saja saya tidak pernah berniat untuk menghancurkan hidup orang apalagi membuat seseorang kehilangan nyawa.""Jenis-jenis semuanya sudah terlanjur terjadi Kau bukan saja berdosa tapi berhutang karma kepada keluargaku, kau akan mendapatkan semua akibat d
Setelah itu aku tidak akan bisa menafsirkan kehebohan yang terjadi aku yakinl ayah pasti akan sangat marah berhubung dia adalah lelaki yang sangat disiplin dengan uang. Uang belanja kami saja dinyatakan tiap bulannya dengan disiplin, segala sesuatu terencana dan sudah ada anggarannya jadi ketika Ayah tahu kalau Bunda menghabiskan semua tabungan itu untuk belanja barang-barang fashion, ayah akan sangat murka."Bunda, Bunda yakin semuanya akan baik baik aja," tanyaku."Tidak, dia tidak akan baik baik saja, sebentar lagi mungkin ia akan menghajarku.""Apa bunda tidak takut.""Untuk pertama kali aku menjadi pencuri di dalam rumah tanggaku sendiri, mencuri uang suamiku sendiri, sungguh terhina diriku karena sudah melakukan semua itu."Memang ada sensasi tersendiri ketika sebuah dosa yang tidak pernah dilakukan lalu tiba-tiba dilakukan, ada rasa gemetar, takut dan khawatir. Cemas kalau kalau hal yang tidak diinginkan terjadi."Sebentar lagi dia pasti akan datang, dia pasti akan marah seka
Dua menit berlalu, benar saja, Ayah terlihat pusing dan menggaruk-garuk kepalanya. Siapa kebingungan dan terus mengulang memasukkan kartu ATM ke dalam mesin. Istri juga terlihat gelisah dan bertanya kepada ayah, mungkin lelaki itu sedang bingung atas kepergian saldonya.Beberapa saat kemudian dia terlihat berdiri dan melakukan proses transaksi, mungkin melihat mutasi, entahlah, aku tak peduli, aku dan bunda lanjut meneguk Boba sambil puas dan senang."Apa yang sudah kau lakukan?" tanya ayah dengan wajah geram, ia menatap bunda dengan penuh kemurkaan. Bunda hanya mendongak melirik pada suaminya yang berdiri sambil menatapnya dengan tatapan penuh amarah, sambil tersenyum dan menghela nafas Bunda kembali mengesap Boba sambil melihat pertunjukan bersamaku."Jangan santai begitu! Kau kemana kan semua saldo rekeningku?!" Ayah mulai mengguncang bahu bunda dengan keras."Aku tak tahu, kenapa bertanya padaku!" Jawab Bunda sambil mendecih dan tersenyum sinis, bunda melanjutkan minum Boba deng
*Keesokan hari,Kurasa ini Senin yang menyenangkan setelah kejadian sore kemarin, aku bersemangat dan senang karena ibuku berhasil memukul telak ayah, aku antusias karena Tante Priska akhirnya mendapatkan balasan meski masih balasan tipis.Kuucapkan selamat pagi pada ibuku yang sedang duduk di meja makan sambil menikmati teh hangat dan roti bakar."Kau sudah siap ke sekola,h?""Ya. Tapi sore ini aku tidak akan pulang ke rumah karena aku akan pulang ke rumah Ayah."Bunda tergelak mendengar ucapanku, beliau menggeleng tipis sambil mengesap kembali tehnya."Situasinya seolah-olah aku dan ayahmu sudah bercerai... Sekarang dia punya dua rumah yang bisa dia pilih ke mana dia akan pulang dan melaporkan perasaannya. Dia beruntung bisa memilih sementara aku mentok di sini," jawab Bunda sambil menghela napas."Sabar Bund.""Aku kurang senang kau pergi ke rumah ibu tirimu, tapi itu hakmu.""Aku hanya ingin mengunjungi nenek.""Kalau begitu nikmati waktumu sayang."Kukecup tangan dan kening bund
Karena merasa dongkol dan ingin balas dendam padanya, maka kutunggu waktu yang paling tepat saat dia menjeda dan meninggalkan dapur.Benar saja 10 menit kemudian, Dia terlihat meninggalkan masakannya. Rina juga tidak ada jadi, aku segera berlari ke dapur."Hei, mau apa?" tanya Nenek lirih."Merusak masakan."Kuraih toples garam lalu menambahkan beberapa jumput ke dalam masakan Tante Priska yang sedang bergolak di atas api. Aku juga menambahkan bubuk cabai dan paprika ke dalam rendang masakannya. Sesudah itu aku segera kembali ke hadapan nenekku."Apa yang sudah kau lakukan?""Aku merusak rasa masakannya," bisikku sambil tertawa jahat di hadapan nenek."Kalau dia tahu dia akan murka dan kalian bisa bertengkar lagi, jujur saja aku lelah dengan keributan," ujar nenek sambil menekan remote, mencari berita atau kajian agama seperti kebiasaan para orang tua yang sudah sepuh, menyebalkan."Ane bilang nenek lelah dengan keributan tapi faktanya nenek ke sini memang untuk mencari masalah dan k
"Fine, aku salah, aku minta maaf, aku tidak bisa mengendalikan diriku, aku bersalah!" jawabnya. "Tapi, kau tidak dibenarkan juga untuk terus mengangguku. Bisakah kita membuat kesepakatan agar aku dan kamu bisa berdamai dan berteman?""Aku tidak punya syarat atau penawaran untukmu, satu-satunya hal yang kuinginkan adalah kau jauhilah ayahku, agar rumah tangga ayah dan ibu kembali seperti semula dan bahagia.""Kalau seperti itu kau sama saja dengan bersikap egois karena kebersamaan ayahmu denganku adalah sumber kebahagiaannya. Apakah kau tidak ingin ayahmu bahagia?""Siapa yang peduli tentang kebahagiaannya sementara kewajiban dia sebagai pemimpin keluarga adalah membahagiakan anak dan istri, bagaimana bisa Ayah meminta itu dari kami?"Sungguh tidak bertanggung jawab kalau ternyata Ayah yang menuntut kebahagiaan dari anak dan istrinya, untuk apa dia menikahi Bunda lalu membawaku ke dunia jika pada akhirnya dia hanya memberikan kesengsaraan dan kesulitan. "Ibumu sudah mengambil uang ay
"Ayo pulang," ujar Bunda setelah beberapa saat bicara, kedua sejoli yang tadinya sangat bengis itu mau tak mau hanya bisa diam saat bunda mengajakku pergi. Mendapat pukulan omongan dan ancaman dari Bunda, ayah sepertinya merasa sangat takut."Ayo pulang, Alana.""Iya Bunda.""Dan kau Mas? Apa kau mau di sini?""Hmm, aku akan menyusul.""Aku tidak bisa menunggumu lama, aku akan mengunci pintu sebelum pukul sepuluh," jawab bunda sambil melirik jam dinding di rumah Tante Priska yang sudah menunjukkan pukul 09:40 malam."Baiklah, aku akan pulang sebentar lagi," jawab ayah dengan nada salah tingkah."Baiklah," jawab Ibuku sambil menarik tanganku.Sebelum kami benar-benar keluar dari rumah tante Priska aku bisa mendengar wanita itu tiba-tiba menangis. Aku paham kenapa dia menangis, itu pasti karena Ayah mau tidak mau harus pulang ke rumah keluarga aslinya dan dia tidak bisa menguasai Ayah sebagaimana dia inginkan.*Kami tiba dalam 8 menit, bunda mengendarai motor dengan cepat, aku dan bund
"Kompensasi apa?""Ganti rugi sudah mengambil ayah dan nyawa adikku.""Apa kau mengukur nilai kalian dengan uang?""Lebih baik begitu daripada tidak bernilai sama sekali? Ayah sudah demikian merendahkan kami.""Ibumu sudah mengambil harga untuk dirinya....""Tapi aku belum," jawabku sambil berdiri dan mengenakan tasku."Lalu kau mau apa?""Uang, tidak ada yang lebih berharga dari itu. Ketika keluarga dan orang tua sudah hancur, maka uanglah sumber kebahagiaanku.""Dasar anak gak beres," ujar ayah dengan suara pelan.Sekalipun dia bergumam seperti itu dia sendiri tidak menyadari kalau dirinya juga sangat rendahan dan tidak beres, dia tidak tahu malu dan tidak punya perasaan. Rela kehilangan keluarga dan anak demi 'sensasi' baru katanya.Ya Allah, aku hanya bisa mengurut dada.Sebenarnya aku aku berencana untuk mulai memanfaatkan harta tante Priska lalu mengeruknya agar aku bisa membuat usaha dan hidup mandiri. Tapi aku tidak punya bayang-bayang detail langkah-langkah yang akan aku lak