*Keesokan hari,Kurasa ini Senin yang menyenangkan setelah kejadian sore kemarin, aku bersemangat dan senang karena ibuku berhasil memukul telak ayah, aku antusias karena Tante Priska akhirnya mendapatkan balasan meski masih balasan tipis.Kuucapkan selamat pagi pada ibuku yang sedang duduk di meja makan sambil menikmati teh hangat dan roti bakar."Kau sudah siap ke sekola,h?""Ya. Tapi sore ini aku tidak akan pulang ke rumah karena aku akan pulang ke rumah Ayah."Bunda tergelak mendengar ucapanku, beliau menggeleng tipis sambil mengesap kembali tehnya."Situasinya seolah-olah aku dan ayahmu sudah bercerai... Sekarang dia punya dua rumah yang bisa dia pilih ke mana dia akan pulang dan melaporkan perasaannya. Dia beruntung bisa memilih sementara aku mentok di sini," jawab Bunda sambil menghela napas."Sabar Bund.""Aku kurang senang kau pergi ke rumah ibu tirimu, tapi itu hakmu.""Aku hanya ingin mengunjungi nenek.""Kalau begitu nikmati waktumu sayang."Kukecup tangan dan kening bund
Karena merasa dongkol dan ingin balas dendam padanya, maka kutunggu waktu yang paling tepat saat dia menjeda dan meninggalkan dapur.Benar saja 10 menit kemudian, Dia terlihat meninggalkan masakannya. Rina juga tidak ada jadi, aku segera berlari ke dapur."Hei, mau apa?" tanya Nenek lirih."Merusak masakan."Kuraih toples garam lalu menambahkan beberapa jumput ke dalam masakan Tante Priska yang sedang bergolak di atas api. Aku juga menambahkan bubuk cabai dan paprika ke dalam rendang masakannya. Sesudah itu aku segera kembali ke hadapan nenekku."Apa yang sudah kau lakukan?""Aku merusak rasa masakannya," bisikku sambil tertawa jahat di hadapan nenek."Kalau dia tahu dia akan murka dan kalian bisa bertengkar lagi, jujur saja aku lelah dengan keributan," ujar nenek sambil menekan remote, mencari berita atau kajian agama seperti kebiasaan para orang tua yang sudah sepuh, menyebalkan."Ane bilang nenek lelah dengan keributan tapi faktanya nenek ke sini memang untuk mencari masalah dan k
"Fine, aku salah, aku minta maaf, aku tidak bisa mengendalikan diriku, aku bersalah!" jawabnya. "Tapi, kau tidak dibenarkan juga untuk terus mengangguku. Bisakah kita membuat kesepakatan agar aku dan kamu bisa berdamai dan berteman?""Aku tidak punya syarat atau penawaran untukmu, satu-satunya hal yang kuinginkan adalah kau jauhilah ayahku, agar rumah tangga ayah dan ibu kembali seperti semula dan bahagia.""Kalau seperti itu kau sama saja dengan bersikap egois karena kebersamaan ayahmu denganku adalah sumber kebahagiaannya. Apakah kau tidak ingin ayahmu bahagia?""Siapa yang peduli tentang kebahagiaannya sementara kewajiban dia sebagai pemimpin keluarga adalah membahagiakan anak dan istri, bagaimana bisa Ayah meminta itu dari kami?"Sungguh tidak bertanggung jawab kalau ternyata Ayah yang menuntut kebahagiaan dari anak dan istrinya, untuk apa dia menikahi Bunda lalu membawaku ke dunia jika pada akhirnya dia hanya memberikan kesengsaraan dan kesulitan. "Ibumu sudah mengambil uang ay
"Ayo pulang," ujar Bunda setelah beberapa saat bicara, kedua sejoli yang tadinya sangat bengis itu mau tak mau hanya bisa diam saat bunda mengajakku pergi. Mendapat pukulan omongan dan ancaman dari Bunda, ayah sepertinya merasa sangat takut."Ayo pulang, Alana.""Iya Bunda.""Dan kau Mas? Apa kau mau di sini?""Hmm, aku akan menyusul.""Aku tidak bisa menunggumu lama, aku akan mengunci pintu sebelum pukul sepuluh," jawab bunda sambil melirik jam dinding di rumah Tante Priska yang sudah menunjukkan pukul 09:40 malam."Baiklah, aku akan pulang sebentar lagi," jawab ayah dengan nada salah tingkah."Baiklah," jawab Ibuku sambil menarik tanganku.Sebelum kami benar-benar keluar dari rumah tante Priska aku bisa mendengar wanita itu tiba-tiba menangis. Aku paham kenapa dia menangis, itu pasti karena Ayah mau tidak mau harus pulang ke rumah keluarga aslinya dan dia tidak bisa menguasai Ayah sebagaimana dia inginkan.*Kami tiba dalam 8 menit, bunda mengendarai motor dengan cepat, aku dan bund
"Kompensasi apa?""Ganti rugi sudah mengambil ayah dan nyawa adikku.""Apa kau mengukur nilai kalian dengan uang?""Lebih baik begitu daripada tidak bernilai sama sekali? Ayah sudah demikian merendahkan kami.""Ibumu sudah mengambil harga untuk dirinya....""Tapi aku belum," jawabku sambil berdiri dan mengenakan tasku."Lalu kau mau apa?""Uang, tidak ada yang lebih berharga dari itu. Ketika keluarga dan orang tua sudah hancur, maka uanglah sumber kebahagiaanku.""Dasar anak gak beres," ujar ayah dengan suara pelan.Sekalipun dia bergumam seperti itu dia sendiri tidak menyadari kalau dirinya juga sangat rendahan dan tidak beres, dia tidak tahu malu dan tidak punya perasaan. Rela kehilangan keluarga dan anak demi 'sensasi' baru katanya.Ya Allah, aku hanya bisa mengurut dada.Sebenarnya aku aku berencana untuk mulai memanfaatkan harta tante Priska lalu mengeruknya agar aku bisa membuat usaha dan hidup mandiri. Tapi aku tidak punya bayang-bayang detail langkah-langkah yang akan aku lak
"Gila!"Aku hanya bisa berseru dalam hatiku seperti itu begitu mengatakan kalau aku harus menjauhkan Ibuku dari kehidupannya. Zobk sekali!Aku yang tadinya ingin dia berkorban untukku malah berbalik keadaan aku yang harus berkorban untuknya. Enak saja dia ingin hubungan ayah dan bunda hancur sementara dia memenangkan segalanya. Kini aku benar-benar ingin menjambaknya, tapi aku harus mengendalikan diriku mengingat dia lebih tua dan punya kekuasaan, setidaknya dia punya uang! dia bisa menggugat dan membuat diriku terjebak di dalam penjara karena terus-menerus memprovokasi dirinya.Ahhhrrrgg...."Apa? Tante ingin memisahkan Ayah dan Bunda maksudnya?""Seperti kau ingin mendapatkan sejumlah uang dariku maka aku pun harus mendapatkan keuntungan darimu.""Bukankah aku hanya mau minjam dan akan mengembalikan uang itu dalam jangka waktu yang sudah dijanjikan.""Kau tidak perlu repot-repot mengembalikan karena peluang untuk keberhasilan dirimu yang baru saja mencoba itu sangat tipis. Aku aka
Sore berangsur datang dengan suasana angin yang menyejukkan, aku dan Bunda sedang duduk di tepi taman mini yang ayah buat sendiri sambil menikmati secangkir teh dan kue.Sambil berbincang-bincang kecil tentang bagaimana cara aku mendapatkan uang 2 juta dan memberikannya kepada Bunda, kami saling tertawa dan kemudian diam lagi merenungi apa saja yang telah terjadi."Assalamualaikum." Itu adalah suara ayah yang menyapa dari depan pintu. Aku dan Bunda langsung saling memandang dan dengan penuh keheranan karena tumben sekali sore-sore begini Ayah sudah pulang."Waalaikumsalam Iya Mas...."Bunda langsung bangun untuk menyambut ayah, meski hati Bunda sakit dan terluka tapi beliau tetap saja menunjukkan bakti dan kebaikannya sebagai seorang istri. Meski di sisi lain Bunda sudah pernah bertengkar dan mengambil uang ayah, tapi Ibuku itu tidak pernah benar-benar menunjukkan dendam dan sakit hatinya. Bunda seolah cepat sekali memaafkan seseorang ketika dia marah dia akan marah tapi saat seseora
"Kurang ajar sekali kalian berdua aku akan menyesal makan di rumah ini." Ayah beranjak ke wastafel mencuci mulut, berkumur dan mencuci tangannya, dia sepertinya tidak tahan dengan rasa cabai yang begitu pedas dari sambal balado yang dituangkan Bunda."Aku sedang memperingatkanmu agar kau tidak bersikap seenaknya di hadapanku. Aku memang mau tidak mau harus menerima pernikahan kalian tapi tidak sebegitunya kau harus memamerkan semua kemesraanmu di hadapanku. Apa kau tidak punya perasaan?" tanya Bunda."Tentu aja aku punya, tapi aku tidak sengaja, kau tahu kan Jika Itu adalah sebuah kebiasaan maka kau akan sulit mengubahnya.""Kebiasaan memanggil wanita lain dengan sebutan sayang? Bahkan kau sendiri jarang memanggil Aku sayang!""Itu karena kita sudah tua dan rasanya tidak pantas jika itu didengarkan orang-orang.""Jadi karena aku sudah tua jadi kau tidak percaya diri lagi untuk memanggilku dengan ungkapan cinta dan kasih sayang? Kau mencari orang yang lebih muda yang bisa Kau berikan k