Share

MALAIKAT PENCURI AYAH
MALAIKAT PENCURI AYAH
Penulis: Ria Abdullah

1. wanita dari mana

Kusebut dia malaikat karena bagi ayah dia adalah malaikat. Dia memujanya dan sangat mencintainya bahkan mementingkan yang lebih dari Bunda. Wanita cantik yang umurnya berbeda 5 tahun lebih muda dari ibuku itu, terlihat sangat istimewa di mata ayah. Wanita bernama Priska itu profesinya adalah seorang pegawai di instansi yang berdekatan dengan kantor ayah.

Jangan tanya bagaimana perasaanku sebagai anak, tentu sangat hancur, bingung dan dilema. Ingin kuberitahu Bunda yang sebenarnya tapi aku khawatir Bunda akan syok dan menangis lalu terjadi dalam pertengkaran dan akhirnya kedua orang tuaku bercerai. 

Tapi jika tidak ku beritahu maka Bunda akan selamanya dibodohi, adikku yang selama ini sangat mencintai Ayah juga akan sangat kecewa kalau tahu orang yang sangat dicintainya telah mencintai wanita lain dan hidup bahagia.

Awalnya aku tidak menyangka, karena kehidupan kami sehari-hari di rumah sangat bahagia. Ayah tipikal orang yang disiplin dan selalu pulang tepat waktu, tidak pernah ada yang aneh kecuali kalau Ayah melakukan perjalanan ke luar kota atau keluar untuk berolahraga setiap sore, tapi itu pun tidak pernah lama. Malam hari dia habiskan bersama kami begitu pula akhir pekan dan waktu-waktu liburan.  Ayah adalah figure pemimpin keluarga yang sempurna dan penuh kasih sayang, tidak pernah kubayangkan kalau Ayah ternyata punya wanita idaman lain, yang pada akhirnya sangat menghancurkan hatiku.

Sore itu, Aku sedang duduk bersama teman-temanku di sebuah warung angkringan. Kami nikmati ke teh hangat dan gorengan yang renyah sambil tertawa dan bercanda. Tak kusangka, mobil milik Ayah berhenti tidak jauh dari tempatku. Mungkin dia tidak menyadari keberadaanku atau melihat motorku. Dia turun lalu menggandeng seorang wanita cantik berhijab ungu. Siluet tubuhnya sama seperti Bunda langsing dan tinggi, tapi wanita itu berkulit putih dan punya hidung yang mancung. Kupikir tadinya itu adalah teman kerja ayah, tapi melihat gesture mereka yang saling menggenggam tangan dan duduk selalu berdekatan juga bermasra-mesraan membuat aku kemudian paham bahwa itu adalah selingkuhan ayah.

Awalnya aku ingin marah dengan membanting kursi yang ada di angkringan lalu menyambangi ayah dan memarahinya tapi kesadaranku kembali. Aku yakin jika aku melakukan hal demikian maka akan terjadi kehebohan dan tidak lama lagi seluruh keluarga akan tahu.

10 menit kemudian kupilih untuk mengikuti mobil ayah yang meluncur membelah jalanan kota. Entah akan ke mana dia, aku hanya bisa mengikutinya dengan hati berdebar dan terus mengucapkan istighfar agar perasaanku tidak terbakar emosi.

Bagaimanapun kecemburuan seorang anak terhadap cinta pertamanya bukanlah hal yang main-main. Tubuhku gemetar setiap kali aku melihat wanita itu menyandar di bahu ayah, dadaku bergejolak ingin menangis atau berteriak tapi aku tidak sanggup melakukannya, hanya tubuh ini yang terus berguncang sambil memegang gas motor, entah kenapa.

Lalu berbeloklah mobil Ayah ke sebuah komplek perumahan dan berhenti di sebuah rumah berlantai 2 nomor 91. Gerbang rumah itu terbuka otomatis dan mobil ayah masuk ke dalamnya, lalu gerbang pun menutup. Penasaran sekali diri ini ingin melihat apa yang terjadi di dalam, tapi tentu saja aku tidak bisa langsung menyambangi, hanya menunggu di ujung jalan seperti orang gila sembari berharap bahwa tidak akan ada satupun komplek yang menghampiri lalu bertanya tujuanku yang sebenarnya. Sering aku menatap sekitar untuk melihat sekiranya ada kamera CCTV yang mungkin aku akan terlihat mencurigakan karena terus berada di tempat yang sama.

Setengah jam kemudian ayah keluar, tapi kali ini bajunya sudah diganti dan rambut Ayah terlihat basah. Aku memicingkan mata setengah tidak percaya apa saja yang sudah dilakukan Ayah dengan rambut yang kini basah, seseorang akan langsung negatif jika melihat seseorang yang bergandengan tangan dengan perempuan lain lalu keluar dari rumahnya dalam keadaan sudah keramas, apakah mereka berzina? Naudzubillah.

saat ayah akan naik ke atas mobilnya perempuan itu datang, dia bersikap manja lalu bergelayut sambil memeluk leher ayah. Kali ini dia sudah melepaskan hijabnya dan hanya mengenakan daster, sesaat mereka berciuman dan hal itu adalah sesuatu yang tidak bisa kuterima atau kupandang dengan diam-diam saja. Secara refleks, aku yang punya air mineral segera mengambilnya dan langsung berlari ke arah mereka, saking asyiknya mereka tidak menyadari dan ....

Byur!

Aku menyiram kedua insan yang sedang asyik memadu asmara itu. Ayah terkejut tapi wanita itu lebih terkejut saat melihatku.

"Jadi ini kelakuan Ayah selagi kami semua percaya kepada ayah?"

"Alana, Ayah bisa jelaskan," ungkap ayah sambil meraih tanganku, aku menepisnya dengan Jijik. Aku marah, kecewa, terluka dan sejuta perasaan seorang anak yang tidak mau ayahnya direbut orang, berbagi cinta dan teralihkan.

"Siapa perempuan ini....."

"Dek, kami bisa jelaskan," ucap perempuan itu sambil tetap berusaha tenang dan juga ingin meraih tanganku tapi aku memasang wajah paling murka di hadapannya.

"Kamu siapa? Apa hubunganmu dengan ayah?"

"Ini bisa dijelaskan pelan-pelan. Ayo masuk..."

"Tidak mau! Katakan saja, kenapa ayah dan kamu berselingkuh."

"Kami enggak selingkuh dek, kami udah nikah."

"Apa?"

Untuk beberapa saat tubuhku menegang aku terkejut dan syok bukan main. Aku terperangah dan tidak sanggup mengatakan apapun.

Wanita itu mengajakku masuk karena dia ingin menunjukkan surat nikah tapi aku yang sudah tidak sanggup lagi mendengarnya langsung beranjak pergi dan meminta Ayah untuk segera pulang.

"Ayah, ayah harus pulang...."

"Jangan katakan apapun pada Bunda. Ayah butuh waktu untuk menjelaskannya...."

"Mengecewakan sekali perangai Ayah," ucapku sambil menghela napas.

Aku ingin menangis tapi rasanya tidak pantas menangis di depan wanita itu yang memasang wajah polos seolah-olah merasa bahwa perbuatannya yang telah merenggut kekasih orang lain adalah perbuatan yang benar. Aku benar-benar jijik dan kalau aku akan berdiri lebih lama lagi di sana aku khawatir tidak mampu mengendalikan diri untuk mencakarnya.

**

Sore itu Ayah pulang, tapi sejak saat itu aku dan ayah tidak seperti biasa. Sedangkan Bunda, biasa saja. Dia selalu menyambut suaminya dengan hangat dan melayaninya dengan baik. Hatiku teriris menyaksikan pemandangan itu karena aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Terlalu sakit membayangkan jika bunda harus menerima luka secara tiba-tiba. Wanita berhati mulia dan punya tutur kata lembut itu selalu taat beribadah dan menyayangi keluarganya, selalu menjadikan aku adikku dan ayah sebagai prioritas, ia berbakti pada keluarga, mendedikasikan hidupnya bahkan ia rela tidak tertidur sebelum anggota keluarganya pulang, bagaimana pun larutnya.

Ingin kupilih momen untuk bisa bercerita, tapi tetap saja aku tidak menemukan momen itu, tak tega rasanya melihat air mata meluncur di pipi Bunda.

Kupilih untuk menyimpan rahasia itu sembari sesekali memberi isyarat kepada ayah bahwa ia harus mengatakan yang sebenarnya.

**

Sore itu aku dan Bunda berbelanja. Kami mengendarai motor menikmati udara sore yang sejuk setelah seharian hujan. Setelah itu, mampir ke sebuah warung bakso kesukaan kami. Sambil makan dan menikmati hidangan kami, tanpa sengaja Ayah kembali lewat berboncengan dengan kekasihnya sambil berpelukan. Aku paling luar biasa khawatir bunda akan menyaksikan itu, tapi sekuat apapun mencegah, Bunda tetap saja sudah melihatnya. Sesaat wanita tercintaku itu tertegun dan mangkuk yang dia pegang hampir saja jatuh dari tangan.

"Bundaa...."

Bunda tidak menjawab karena sibuk melihat ayah yang asik dengan kekasihnya.

Sampai akhirnya Ayah menoleh, dan terjadilah aksi saling pandang dan gugup di antara kami berempat. Ayah yang tidak tahu harus berbuat apa langsung tancap gas membawa pergi kekasihnya yang bernama Priska Yunita itu.

Si yunita keparat itu entah kenapa masih saja memandang ke arah kami seolah-olah mengejek kami, bahwa ia telah berhasil memenangkan ayah dan membuktikan kalau Ayah lebih memilih dia daripada kami.

Aku yang kehilangan kata-kata tidak bisa mengatakan apapun di depan Bunda, tapi entah kenapa sikap elegan dan anggun Bunda tiba-tiba muncul. Dia tersenyum dan berkata kepadaku, "Tidak apa-apa itu hanya teman ayah."

"Tapi mereka. ...." Tentu saja aku ingin protes karena jelas-jelas saja Ayah dan wanita itu bermesraan.

"Ah sudahlah, ayo pulang jangan dipikirkan lagi."

"Apa bunda sudah tahu selama ini ....."

Bunda meletakkan mangkuknya sambil tertawa rendah, meski ada kaca-kaca di bola matanya yang ingin dia simpan dari hadapanku. Jujur saja itu membuatku sangat terluka. Justru akulah yang paling ingin menangis menyaksikan ketegaran ibuku sementara dia terus menyunggingkan senyum dan mengangguk ke arahku.

"Iya Bunda sudah tahu. Bukannya berpura-pura bodoh, tapi kebahagiaan anak-anak adalah yang utama...." Di momen itu aku langsung menangis sejadi jadinya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cut Zanah
awal cerita yg sedih, ketegaran hati seorang istri... demi melihat anak2 bahagia... ............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status