Di perusahaan begitu sibuk semua orang bergelut dengan pekerjaannya masing-masing. Elijah yang hanya pegawai kontrak itu juga tak luput dari pekerjaan yang semakin menumpuk. Rasa jenuh selalu menghampiri Elijah yang tidak bisa menolak ketika mendapat perintah dari senior maupun atasannya.
“Elijah, tolong kau selesaikan semua ini,” Seorang wanita membanting meja kerja Elijah dengan setumpuk kan kertas yang begitu tinggi.
Elijah menatap wanita yang mana dia adalah seniornya di kantor.
“Ini bahkan bukan pekerjaanku, mengapa kau selalu melimpahkannya padaku?”
“Kau ini hanya pegawai kontrak, aku sudah berbaik hati padamu dengan memberimu pekerjaan. Lalu seperti ini kau membalasnya?”
Elijah menghela napasnya, ia tak habis pikir jika seniornya berkata demikian.
“Sebenarnya apa yang telah kau berikan padaku? Kau hanya terus menambah beban kerjaku bukan membantuku!” Elijah beranjak dari kursinya dan berniat pulang. Namun, hal yang tidak diduga pun terjadi.
Senior yang tidak terima karena dipermalukan oleh pegawai kontrak itu pun berusaha menarik rambut Elijah yang kusut.
“Dasar jalang, apa yang kau katakan?”
Seniornya terus menarik rambut Elijah tanpa tanda akan melepasnya. Elijah sudah cukup lama bersabar dalam melewati hari-hari kantor yang menyebalkan. Kini ia sudah tidak ingin bersabar lagi, Elijah balik menarik rambut seniornya dan terjadilah saling menjambak satu sama lain.
Di sisi lain Emilio yang baru saja ditugaskan oleh kakeknya untuk mengisi posisi presdir di kantor pun sedikit terkejut karena mendapati perkelahian antara pegawainya. Ia memicingkan matanya berusaha memberi isyarat pada Sebastian untuk mencari tahu penyebab keributan mereka.
Seorang pria berpakaian rapi datang menghampiri kerumunan, dengan wajah yang sangat jengkel ia pun berteriak hingga urat di lehernya menonjol.
“Apa yang kalian semua lakukan? Hentikan!”
Seketika kedua orang yang sedang berkelahi itu menghentikan aksi saling jambak mereka dan mencoba untuk merapikan pakaian yang sudah sangat berantakan itu.
“Meeta, dan kau ikut aku ke kantor!” sembari menunjuk ke arah Elijah.
Dengan wajah yang tidak bisa dijelaskan Elijah berjalan mengikuti atasannya untuk menerima semua cacian walau dirinya tidak bersalah karena ingat bahwa dirinya hanyalah pegawai kontrak yang tidak punya hak.
Di dalam sana Elijah mendapatkan cacian seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Elijah tidak bisa membantah karena pada akhirnya dirinya sendiri yang terluka lebih dalam lagi.
Elijah berjalan gontai, raut wajahnya begitu muram. Tak ada semangat di sana yang ada hanya keputusasaan yang semakin dalam dan tak terbendung lagi. Elijah menghela napas beratnya lalu berlalu meninggalkan area kantor. Semua mata sinis memperhatikan langkahnya.
Di depan jendela ruangan yang besar seorang pria tengah berdiri menatap ke arah luar gedung. Di sana terlihat bahwa Elijah berjalan sendirian sembari sesekali mengusap wajahnya yang kuyu.
“Tuan, ini berkas yang ada minta,” Sebastian menyodorkan sebuah berkas dan menyimpannya di meja kerja.
Alexavier Emilio, seorang presdir yang tidak pernah tertarik pada wanita mana pun setelah kekasihnya meninggal dalam sebuah kebakaran di masa lalu. Ia selalu menyendiri di rumahnya.
Emilio berjalan menghampiri meja kerja nya dan mulai membaca berkas milik Elijah.
‘Diora Elijah, tinggal dengan seorang nenek angkatnya. Kedua orang tua angkatnya sudah meninggal. Dia adalah seorang pegawai kontrak. Dan terlilit hutang dengan rentenir.’
“Diora Elijah,” ucapnya pelan.
Emilio menyunggingkan sudut bibirnya saat melihat berkas Elijah membuat Sebastian bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang terjadi antara bos nya dengan pegawai kontraknya itu.
Hari sudah beranjak malam, Elijah berjalan menuju rumahnya yang berada di pinggiran kota yang sepi. Saat ia menaiki tangga yang menuju rumahnya ia melihat seorang pria tengah mencoba memaksa masuk ke dalam rumah nya dengan mengotak-atik lubang kunci.
Elijah berjalan menghampiri pria yang berhasil membuka kunci pintu.
“Sudah kukatakan, aku tidak suka ketika orang lain mengganggu ruang pribadiku.”
Si pria berbalik dan menatap tajam ke arah Elijah.
“Dan aku sudah bilang... hanya akan melakukan hal-hal yang kau benci.” Si pria kembali berbalik dan akan masuk ke dalam.
“Sudah kukatakan, Hentikan!” Elijah berusaha menghentikannya dengan cara menarik jaket yang dikenakan oleh pria itu.
“Oh sial!” Si pria menepis lengan Elijah hingga tubuh Elijah sedikit terhuyung ke belakang.
Si pria menatap acuh pada Elijah dan berusaha masuk ke dalam lagi. Elijah yang tidak putus asa pun kembali menarik tubuh si pria, mencoba untuk menghalanginya untuk masuk ke dalam rumah.
Dan terjadilah saling tarik-menarik antara Elijah dan si pria. Si pria yang mulai jengkel dengan tingkah Elijah pun tanpa segan memukuli Elijah tanpa ampun. Elijah tersungkur sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Si pria datang menghampiri Elijah dan mencengkeram wajah kecilnya.
“Hei, hidupmu sudah hancur jalang. Kau tidak akan pernah bisa membayarnya. Dan kau hanya akan membayar bunga selama hidupmu sembari aku mengejarmu sampai akhirnya kau mati.”
Elijah menyeringai, lalu tertawa kecil di hadapan si pria.
“Kau tertawa?”
“Kau menyukaiku bukan?” cibir Elijah.
“Apa?”
“Kau menggunakan hutang ayahku sebagai alasan untuk mengikutiku dan berbohong untuk membalas dendam, bukan?” Elijah menyeka darah di sudut bibirnya dan menatap tajam ke arah si pria.
Si pria bangkit, ia balas menatap Elijah dengan tatapan yang tidak percaya. Ia menyeringai dan tertawa seram. “Kau sangat pemberani, kau memintaku untuk membunuhmu bukan?”
Si pria kembali memukuli Elijah dengan ganas. Setelah puas pria itu pergi meninggalkan Elijah yang terkapar sendirian. Matanya yang lebam menatap langit malam yang begitu gelap dengan tidak berdaya.
“Ah, mengapa hidupku sial seperti ini? mengapa aku berada dalam dunia yang begitu kejam? Aku sungguh tidak sanggup dengan semua ini.”
Elijah mencoba bangkit, memunguti belanjaan yang sudah dibelinya. Ia berjalan perlahan masuk ke dalam rumah. Ia menjatuhkan tubuhnya setelah masuk ke dalam rumah. Tubuhnya beringsut dan mulai menangis sendirian begitu pahit dan menyakitkan suara tangis tertahan dari balik pintu usang.
Elijah terbangun, sorot matanya tertuju ke arah pintu kamar yang terbuka. Di sana terbaring seorang nenek tua yang tidak berdaya. Nenek itu hanya menatap lemah ke arah Elijah. Dua hari yang lalu Elijah ditelepon dari pihak panti jompo karena ia tidak lagi bisa membayar tagihan nenek angkatnya selama tinggal di sana. Elijah datang ke panti jompo di tengah malam agar tidak ada yang melihatnya membawa sang nenek tanpa sepengetahuan panti. Elijah mengemas semua barang-barang neneknya ke dalam tas besar yang telah ia bawa dari rumah. Elijah menatap sendu pada sang nenek yang hanya terdiam tanpa bersuara. Elijah keluar kamar ia memeriksa apakah ada seseorang yang bisa melihatnya saat membawa pergi sang nenek. Elijah berbicara dengan sang nenek de
Keesokan harinya Elijah datang ke kantor dengan menggunakan kaca mata hitam yang besar untuk menutupi semua lebam di wajahnya. Ia bekerja seperti biasanya tidak ada yang peduli terhadapnya. Bahkan untuk bertanya keadaannya saja mereka tidak bertanya. Tidak terasa sekarang sudah waktunya pulang kerja. Elijah bersiap mengemas barang-barangnya. Kali ini dia akan bekerja paruh waktu di sebuah hotel bintang lima, tempat di mana orang-orang beruang menghabiskan malam. Elijah bekerja dengan begitu giat dan keras, ia bahkan tidak memedulikan perkataan orang lain terhadapnya. Elijah yang kelelahan berhenti sejenak ia menatap langit gelap di luar gedung. “Apakah jika aku dilahirkan
Elijah memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar, rasa jijik saat orang itu menyentuh tubuhnya semakin membuatnya takut dan trauma. Air mata terus meleleh. Ia menatap ke arah Sebastian yang sedang sibuk menelepon seseorang. Elijah memberanikan diri untuk berjalan keluar dengan tubuh yang gemetar ia melarikan diri dari Sebastian. Setelah dirasa lepas dari pengawasan Sebastian, Elijah menaiki tangga darurat untuk sampai ke atap hotel. Langkahnya yang tertatih semakin dirasa menyakitkan. “Apa yang aku lakukan sekarang?” Elijah beringsut di balik pintu atap hotel. Elijah berjalan ke tepi pembatas ia dapat melihat bagaimana tingginya tempat dia berdiri sekarang. Ia menatap sendu sorot matanya memancarka
Di dalam kamar ini, suasana ruangannya selalu redup dan temaram. Warna cat abu-abu menghiasi seluruh dinding kamar tidak banyak barang di sana hanya tersedia sofa serta sedikit furniture sehingga menampilkan kesan sederhana namun sangat megah. Emilio membuka matanya perlahan ada rasa pening di kepala membuatnya sedikit mengernyitkan dahinya yang putih. Setelah mengingat apa yang terjadi semalam Emilio tiba-tiba saja bangkit berusaha untuk pergi dari tempat tidur padahal tubuhnya masihlah sangat lemah. “Tuan, apa yang Anda lakukan? Tuan, hentikan!” seorang pelayan wanita berseru panik saat Emilio berusaha bangkit dari tempat tidurnya. “Menyingkirlah,” seru Emilio. &ldqu
Sebastian datang sembari membawakan makanan serta obat milik Emilio ke kamar tamu, Sebastian sedikit penasaran tentang Emilio yang begitu perhatian pada Elijah. wanita yang baru saja ditemui secara langsung dan terlibat dalam kejadian yang rumit. Sebelumnya Sebastian mendapati keduanya sedang berbincang di antara pagar pembatas seakan keduanya sedang berdiskusi tentang hidup yang sulit serta kematian yang selalu menghantui. Sebastian tidak pernah berpikir jika Elijah mampu menarik minat Emilio. Dan Emilio sendiri seakan membuka kedua tangannya untuk menerima Elijah masuk ke dalam kehidupannya yang sunyi. “Kau harus makan dan meminum obatmu, kau sendiri sedang sakit. Jangan berlagak sok kuat,” Sebastian menyerahkan nampan yang berisi makanan. 
Satu Bulan kemudian. Pagi hari tepatnya minggu pertama di musim gugur Emilio berangkat ke kantor untuk mengurus sedikit masalah yang terjadi di sana. Matahari sudah semakin tinggi tanda hari sudah beranjak siang tetapi udaranya tetap terasa dingin. Emilio melirik ke arah jam tangan vintage patek Philippe yang dikenakan olehnya. Terlihat di sana sudah pukul 13.00 siang waktunya Emilio makan siang tetapi dia tidak melakukannya. Emilio menunggu di balik meja kerjanya, pakaiannya sudah tidak karuan. Ikatan dasinya sudah melonggar menyisakan leher jenjang dan berurat terekspos bebas memanjakan mata yang melihatnya. Jari tangannya yang lentik dan ramping terus memainkan pulpen dengan cara memutarnya. Emilio terus menunggu seseorang dari balik pintu ia ingin segera menyelesa
Seorang pria tengah duduk sembari menatap layar laptop, raganya berada di kantor tetapi pikirannya terus melayang. Di dalam benaknya selalu terlintas senyuman tipis yang terukir di wajah pias Elijah. Emilio selalu melirik ke arah ponselnya berharap Elijah menghubunginya. Sudah tiga hari sejak Elijah keluar dari rumah Emilio yang megah tanpa kabar. Kekhawatiran Emilio akan Elijah semakin kuat. Karena seorang suruhannya melaporkan bahwa Elijah tidak terlihat di area tempat tinggalnya. Ia sangat gelisah saat mendapati kabar itu dirinya bahkan sudah tidak fokus lagi akan pekerjaan yang sudah menunggunya. “Sebastian, datanglah ke ruanganku. Sekarang!” Emilio menghubungi Sebastian agar menemuinya. Setelah menunggu sebentar akhirnya Sebastian datang menghampiri Emilio. raut wajahnya sedikit kebingungan k
Emilio mencari seseorang yang dekat dengan Elijah. dan dia bertemu dengan seorang pria muda yang berusia sekitar 20 tahunan. Dia menemukannya saat dia berada di toko barang bekas saat dirinya sedang menjual sedikit barang. Emilio memerhatikannya sebentar lalu memanggilnya dengan cara melambaikan tangannya yang penuh dengan luka goresan pada Dira satu-satunya pria yang dekat dengan Elijah. Dira sedikit bingung saat melihat tangan itu. Ia mendekat dan mengikuti arah mobil yang membawanya ke sudut gudang yang cukup sepi. Emilio mondar-mandir seperti setrikaan. Dirinya tidak habis pikir jika ada seorang teman yang tetap bekerja padahal temannya sendiri sedang terpuruk. “Tidak, bagaimana kau bisa tetap bekerja dan tidak peduli pada temanmu, apa dia sudah makan atau belum?” “Aku harus men