Di dalam kamar ini, suasana ruangannya selalu redup dan temaram. Warna cat abu-abu menghiasi seluruh dinding kamar tidak banyak barang di sana hanya tersedia sofa serta sedikit furniture sehingga menampilkan kesan sederhana namun sangat megah.
Emilio membuka matanya perlahan ada rasa pening di kepala membuatnya sedikit mengernyitkan dahinya yang putih. Setelah mengingat apa yang terjadi semalam Emilio tiba-tiba saja bangkit berusaha untuk pergi dari tempat tidur padahal tubuhnya masihlah sangat lemah.
“Tuan, apa yang Anda lakukan? Tuan, hentikan!” seorang pelayan wanita berseru panik saat Emilio berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
“Menyingkirlah,” seru Emilio.
“Tuan Sebastian!” pelayan itu berteriak memanggil Sebastian yang berada di luar kamar.
Emilio melepas jarum infus yang terpasang di punggung tangannya dengan kasar. Tubuhnya yang masih lemah itu berusaha keras untuk berjalan ke luar kamar. Di luar sana Sebastian telah berdiri dengan raut wajah yang heran melihat tingkah Emilio.
“Tenanglah, tubuhmu bahkan belum siap,” Sebastian segera membantu Emilio untuk kembali ke ranjangnya.
“Sebastian, apa yang terjadi? Di mana dia?” Emilio bertanya dengan panik.
“Semuanya baik-baik saja, lukanya juga sudah diobati untuk saat ini dia baik-baik saja.”
“Aku ingin melihatnya,” Emilio berusaha kembali keluar kamar namun, dihentikan oleh Sebastian.
“Tenanglah, kau harus diperiksa lebih dulu.”
Emilio termangu, ia merasa jika dirinya tidak ada yang bermasalah. Mengapa Sebastian begitu panik tentangnya? Ia menatap lekat pada Sebastian berusaha mencari jawaban.
Seorang dokter muda datang, Emilio memicingkan sudut matanya berusaha mengenali siapa pria yang masuk ke dalam kamarnya.
“Bagaimana keadaanmu?” dokter Rayn menyapa Emilio yang masih kebingungan.
“Bagaimana bisa kau berada di sini? Bukankah seharusnya kau berada di luar negeri?”
“Aku baru saja tiba pagi ini, dan kebetulan aku mendengar keadaanmu sehingga aku segera datang ke sini.”
Sembari memeriksa keadaan Emilio dokter Rayn terus berbincang bertanya pada Emilio siapa wanita yang terbaring lemah di kamar tamu. Emilio menanggapinya dengan tenang.
“Entahlah, aku bahkan memungutnya di atas gedung hotel milikku,” jawabnya.
“Emilio ku dengar sebuah rumor yang tidak mengenakan,” dokter Rayn setengah berbisik di telinga Emilio.
Mendengar hal itu Emilio terdiam ia sedikit tidak tahu rumor yang mana yang dikatakan oleh Rayn, ia berbalik menatap dokter Rayn dengan tatapan yang lekat dan dalam. Emilio menatap ke arah Sebastian. Dari raut wajahnya yang kebingungan membuktikan bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang dikatakan oleh dokter Rayn.
“Apa maksudmu?” tanya Emilio.
“Ah tidak mungkin aku yang salah dengar. Tubuhmu baik-baik saja tidak ada yang kau khawatirkan. Ingatlah untuk meminum obatmu,” dokter Rayn mengingatkan Emilio.
“Uhm,” Emilio menganggukkan kepalanya sembari terus mengenakan pakaiannya.
Selesai diperiksa oleh dokter Emilo segera bergegas ke kamar tamu di mana Elijah berada dengan di bantu oleh Sebastian hingga sampai ke sana.
Seorang pelayan wanita tengah membersihkan tubuh Elijah yang masih tertidur. Wajahnya begitu damai walau luka lebam memenuhi wajahnya yang mungil, Emilio menyunggingkan sedikit bibirnya. Emilio duduk di samping ranjang ia terus menerus menatap Elijah tanpa berkedip.
“Jadi bagaimana keadaannya?”
“Untuk saat ini tidak apa-apa, tetapi ada kemungkinan saat ia terbangun ia akan kembali histeris. Kau harus bersiap akan hal itu,” Dokter Rayn tampak menyesal dengan keadaan yang menimpa wanita yang ada di hadapannya.
“Aku harap dia akan baik-baik saja,” Emilio berkata sembari terus menatap Elijah.
“Baiklah, aku akan pergi sekarang. Aku juga ada urusan di rumah sakit. Jika wanita itu histeris kau tahu bukan untuk memberikannya obat penenang,” dokter Rayn kembali mengingatkan Emilio.
“Ah, dan satu lagi, apakah kau bisa melakukannya?” Dokter Rayn sedikit menggoda Emilio sebelum pergi.
“Kau pikir aku ini apa?” Emilio melempar bantal ke arah Dokter Rayn yang berusaha menghindarinya.
“Aku pergi,” Dokter Rayn pergi sembari melambaikan salah satu tangannya.
Matahari sudah semakin tinggi, Elijah masih belum siuman. Keringat terus memenuhi dahinya padahal AC sudah berada di suhu yang paling rendah. Sesekali tubuh mungil itu menggeliat seakan ia tengah bermimpi buruk dengan cekatan Emilio mengusap lembut keringat Elijah menggunakan handuk hangat.
Sudah seharian penuh Emilio menunggui Elijah tetapi, tidak ada tanda-tanda jika Elijah akan bangun. Langit di luar sudah menggelap tanda malam akan tiba. Emilio selalu menunggui Elijah dengan sabar dan penuh perhatian walau sebenarnya dia juga membutuhkan istirahat luka di kepalanya juga cukup serius mengingat darah yang keluar cukup banyak.
Emilio beranjak, ia berdiri di depan sebuah jendela kaca yang tinggi dan besar. Di luar sana ia menatap ke arah langit yang sudah semakin gelap tak ada satu bintang pun malam ini yang muncul. Sedangkan Elijah ia perlahan membuka matanya, dan saat ia terbangun ia melihat langit-langit kamar yang asing seketika ia menjerit histeris.
Emilio segera menghampiri Elijah ia berusaha untuk menenangkannya dengan cara memeluknya dengan erat.
“Aaaa tidak, jangan sentuh aku!” Elijah terus histeris di depan Emilio.
“Tenanglah Elijah.”
Elijah terus berontak ia bahkan mendorong Emilio menjauh. Luka di dahi nya pun kembali terbuka karena ulah Elijah. Emilio bangkit ia terus memeluk Elijah tanpa berniat melepaskannya.
Sebastian yang berada di luar pun segera masuk ke dalam kamar bersama dengan 2 orang pelayan.
“Sebastian, ambil itu!” Emilio meminta Sebastian untuk membawakan obat penenang untuk Elijah. Sebastian segera memberikan obat penenang lewat cairan infusan dengan cepat dan juga hati-hati.
Perlahan Elijah yang tadinya histeris pun kembali tenang. Emilio menjaganya dengan tulus ia bahkan tidak meninggalkan Elijah. Emilio datang dengan sebuah baskom air hangat ia membasuh wajah Elijah yang penuh keringat.
Sebastian berdiri di ambang pintu ia hanya memerhatikan Emilio dengan rasa heran biasanya Emilio selalu bersikap dingin dan acuh pada seseorang tetapi tidak dengan Elijah. wanita itu mampu membuat seorang Emilio yang dingin bersikap hangat dan perhatian padanya.
“Sepertinya dia mengalami trauma.’
“Uhm, kau benar. Itu terlihat dengan jelas tadi,” Emilio mengusap wajahnya dengan kasar.
“Apa kau akan merawatnya di sini? Lalu bagaimana dengan nenek angkatnya yang sekarang berada di rumah?” tanya Sebastian.
“Bukankah aku sudah memintamu untuk mengurusnya,” Emilio menatap tajam pada Sebastian.
“Tentu saja aku sudah mengurusnya, aku mengirim seorang pengasuh yang berpengalaman untuk merawatnya sesuai yang kau pinta.”
“Baguslah, karena sepertinya dia akan tinggal di sini hingga kondisi psikisnya kembali stabil walau itu tidak mudah,” Emilio terus mengusapkan handuk hangat pada wajah Elijah yang lebam.
“Bagaimana dengan dia?” Emilio bertanya dengan nada suara yang begitu dingin.
“Tuan Eito masih dalam pencarian Tuan, kami belum mendapatkan kabar tentangnya. Kami sedang mencarinya. Dan akan mendapatkannya segera.”
“Dia bahkan melukainya dengan begitu kasar hingga meninggalkan bekas luka yang sulit untuk disembuhkan. Ingatan mengerikan itu akan terus terekam di dalam ingatannya,” Emilio mengepalkan kedua tangannya sembari menatap sendu pada Elijah yang tertidur.
“Aku akan menjagamu, dan biarkan aku berada di sisimu,” Emilio mencium punggung tangan Elijah dengan lembut.
Sementara Sebastian ia hanya bisa melongo sendirian saat menyaksikan momen langka di mana bosnya begitu lembut saat menyangkut tentang Elijah wanita yang baru saja ditemuinya hari ini secara langsung.
“Kau harus mendapatkannya, jika tidak kau tahu betul tentang konsekuensinya.”
“Baik Tuan,” Sebastian segera berlari keluar untuk mencari informasi keberadaan Eito.
Sebastian datang sembari membawakan makanan serta obat milik Emilio ke kamar tamu, Sebastian sedikit penasaran tentang Emilio yang begitu perhatian pada Elijah. wanita yang baru saja ditemui secara langsung dan terlibat dalam kejadian yang rumit. Sebelumnya Sebastian mendapati keduanya sedang berbincang di antara pagar pembatas seakan keduanya sedang berdiskusi tentang hidup yang sulit serta kematian yang selalu menghantui. Sebastian tidak pernah berpikir jika Elijah mampu menarik minat Emilio. Dan Emilio sendiri seakan membuka kedua tangannya untuk menerima Elijah masuk ke dalam kehidupannya yang sunyi. “Kau harus makan dan meminum obatmu, kau sendiri sedang sakit. Jangan berlagak sok kuat,” Sebastian menyerahkan nampan yang berisi makanan. 
Satu Bulan kemudian. Pagi hari tepatnya minggu pertama di musim gugur Emilio berangkat ke kantor untuk mengurus sedikit masalah yang terjadi di sana. Matahari sudah semakin tinggi tanda hari sudah beranjak siang tetapi udaranya tetap terasa dingin. Emilio melirik ke arah jam tangan vintage patek Philippe yang dikenakan olehnya. Terlihat di sana sudah pukul 13.00 siang waktunya Emilio makan siang tetapi dia tidak melakukannya. Emilio menunggu di balik meja kerjanya, pakaiannya sudah tidak karuan. Ikatan dasinya sudah melonggar menyisakan leher jenjang dan berurat terekspos bebas memanjakan mata yang melihatnya. Jari tangannya yang lentik dan ramping terus memainkan pulpen dengan cara memutarnya. Emilio terus menunggu seseorang dari balik pintu ia ingin segera menyelesa
Seorang pria tengah duduk sembari menatap layar laptop, raganya berada di kantor tetapi pikirannya terus melayang. Di dalam benaknya selalu terlintas senyuman tipis yang terukir di wajah pias Elijah. Emilio selalu melirik ke arah ponselnya berharap Elijah menghubunginya. Sudah tiga hari sejak Elijah keluar dari rumah Emilio yang megah tanpa kabar. Kekhawatiran Emilio akan Elijah semakin kuat. Karena seorang suruhannya melaporkan bahwa Elijah tidak terlihat di area tempat tinggalnya. Ia sangat gelisah saat mendapati kabar itu dirinya bahkan sudah tidak fokus lagi akan pekerjaan yang sudah menunggunya. “Sebastian, datanglah ke ruanganku. Sekarang!” Emilio menghubungi Sebastian agar menemuinya. Setelah menunggu sebentar akhirnya Sebastian datang menghampiri Emilio. raut wajahnya sedikit kebingungan k
Emilio mencari seseorang yang dekat dengan Elijah. dan dia bertemu dengan seorang pria muda yang berusia sekitar 20 tahunan. Dia menemukannya saat dia berada di toko barang bekas saat dirinya sedang menjual sedikit barang. Emilio memerhatikannya sebentar lalu memanggilnya dengan cara melambaikan tangannya yang penuh dengan luka goresan pada Dira satu-satunya pria yang dekat dengan Elijah. Dira sedikit bingung saat melihat tangan itu. Ia mendekat dan mengikuti arah mobil yang membawanya ke sudut gudang yang cukup sepi. Emilio mondar-mandir seperti setrikaan. Dirinya tidak habis pikir jika ada seorang teman yang tetap bekerja padahal temannya sendiri sedang terpuruk. “Tidak, bagaimana kau bisa tetap bekerja dan tidak peduli pada temanmu, apa dia sudah makan atau belum?” “Aku harus men
Hari sudah semakin sore langit juga tampak mendung. Dira masih berada di rumah Elijah. mencoba menyelesaikan pekerjaannya untuk menemani Elijah selama 24 jam. Suhu di luar cukup dingin karena sudah memasuki musim gugur semua orang mulai berpakaian hangat. Dira mengamati Elijah, di wajahnya masih terlihat bekas luka penganiayaan yang hingga kini Elijah tidak mendapat keadilan untuk hal itu. Elijah tidak melaporkan kejadian malang itu kepada polisi karena dirinya lebih dari tahu diri. Orang yang sedang dilawan oleh dirinya adalah orang yang ber-uang mereka bisa membuat Elijah semakin menderita bahkan kemungkinan terburuknya mereka akan menyingkirkannya tanpa jejak sedikitpun. Elijah sudah terlalu sering sakit hati dan kecewa maka dari itu ia meredam semua rasa sakitnya sendirian. Ia tidak pernah berharap lebih dalam hidupnya, ia selalu bekerja keras untuk m
Di gelapnya malam Emilio masih berkeliaran di luar. Ia kembali datang ke area lingkungan rumah Elijah. ia melirik ke sekeliling pandangannya tertuju pada jendela rumah Elijah yang padam seakan penghuninya tidak berada di sana. Emilio melirik pada jam tangannya terlihat sudah pukul 21:00 malam tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Elijah berada di rumah. Emilio benar-benar kalut ia mengabaikan pekerjaannya dan memercayakan semuanya pada Sebastian. “Lampunya mati, apa dia ada di rumah atau tidak? Astaga.” Emilio meraih ponselnya dan mencari kontak Dira dengan segera memanggil Dira. Dira sendiri berada di warnet ia sudah berpisah dengan Elijah sejak siang hari. Ia memicingkan ujung matanya saat layar ponselnya menampilkan Emilio lah yang meneleponnya malam-malam.&
Elijah mengingat kembali bagaimana raut wajah ketakutan yang ditunjukkan oleh Emilio terhadapnya. Elijah mencoba menghubungi nomor Emilio. terdengar suara cemas dari balik telepon. “Kau di mana? Apa yang kau lakukan sekarang? Halo?” Emilio mencoba mendengarkan suara Elijah namun, ia tidak mendengar suara apa pun. “Aku hanya menelepon. Tanganmu apakah baik-baik saja?” mendengar hal itu Emilio menghentikan langkahnya saat mencari keberadaan Elijah. “Tanganku? Tentu, tidak apa-apa. Aku sembuh dengan cepat.” “aku minta maaf.” “Maaf untuk apa?” “Aku tidak bisa membayarmu. Aku tidak bisa membayar uang yang kau habiska
Mendengar kabar Emilio masuk rumah sakit membuat Sebastian terkejut pasalnya beberapa jam lalu dia masih meminta informasi tentang keberadaan Elijah. sesampainya di sana Emilio tengah tertidur wajahnya pias keringat memenuhi dahinya yang lebar. Sebastian menghela napasnya lalu membawakan handuk hangat untuk membasuh keringatnya. Di sudut ruangan Sebastian tengah bicara dengan seseorang sambil sesekali ia melirik ke arah Emilio. perlahan Emilio membuka kedua matanya pening di kepala masih terasa. Ia tersadar saat melihat langit-langit yang berbeda dari kamarnya. Emilio memijat kepalanya berharap rasa sakitnya berkurang. Sebastian yang melihat Emilio telah sadar segera menutup teleponnya dan berlari menghampiri Emilio. “Bagaimana keadaanmu? A