Mendengar kabar Emilio masuk rumah sakit membuat Sebastian terkejut pasalnya beberapa jam lalu dia masih meminta informasi tentang keberadaan Elijah. sesampainya di sana Emilio tengah tertidur wajahnya pias keringat memenuhi dahinya yang lebar. Sebastian menghela napasnya lalu membawakan handuk hangat untuk membasuh keringatnya.
Di sudut ruangan Sebastian tengah bicara dengan seseorang sambil sesekali ia melirik ke arah Emilio. perlahan Emilio membuka kedua matanya pening di kepala masih terasa. Ia tersadar saat melihat langit-langit yang berbeda dari kamarnya. Emilio memijat kepalanya berharap rasa sakitnya berkurang.
Sebastian yang melihat Emilio telah sadar segera menutup teleponnya dan berlari menghampiri Emilio.
“Bagaimana keadaanmu? A
Selagi matahari terbenam senja memancarkan cahaya abu-abu serta warna jingga memenuhi langit sore. Elijah menikmati setiap kali udara dingin menyentuh kulitnya. Sekilas tercium aroma perpaduan Cedar wood dan Cypress Elijah menghirupnya dalam-dalam. Aroma parfum itu sangat familier bagi Elijah. ia menikmati aroma yang terbawa oleh angin. “Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?” Elijah menunduk. “Tapi tak bisa aku ungkiri jika Tuan Emilio sangatlah baik. Wanita yang mendapatkannya pastilah sangat bahagia memiliki kekasih atau pun suami yang memiliki perangai seperti Tuan Emilio.” Elijah terus membayangkan ini dan itu, di tengah pikirannya itu kembali terlintas perkataan Emilio yang membuatnya mau bangkit walau hidupnya sudah hancur sejak dulu.&nb
Elijah kembali ke rumahnya. Kali ini Emilio mengizinkannya karena dua hari yang lalu kondisi Elijah sudah stabil ia tidak menunjukkan gejala depresi lagi. Dira selaku teman satu-satunya pun selalu datang untuk mengunjungi serta menemaninya sesuai perintah yang diarahkan oleh Emilio padanya. Elijah sudah sedikit ceria walau terkadang ingatan dan perasaan itu datang menghampirinya secar tiba-tiba. Elijah duduk di depan tv ia sedikit merenungi semua hal yang terjadi dalam hidupnya sembari memanggang sedikit kue. Ia sadar diri jika keberuntungan hidupnya sudah habis tetapi satu hal ada satu orang yang sangat menginginkannya hidup dan mulainya kembali dari awal. Setelah semua yang dilakukan Emilio untuknya sedikit banyak sudah menyentuh hatinya. “Baiklah, untuk sekarang mari hidup.” &nb
Hari ini hari cukup cerah sinar mentari begitu hangat walau di musim gugur, Elijah memutuskan untuk pindah ke sebuah apartement yang cukup layak untuk dirinya. Elijah berdiri di depan pintu masuk untuk menunggu mobil barang yang membawa perabot rumah miliknya. Elijah tampak bahagia senyum terukir indah di wajahnya saat mengarahkan petugas yang membawa barang-barangnya masuk ke area apartement. Elijah membersihkan apartemennya bersama dengan Dira yang membantunya mengemas dan menata ruangan yang akan Elijah tinggali. Hari sudah beranjak gelap keduanya cukup kelelahan karena mengemas unit apartemennya seharian. Tanpa diduga di sebelah unit Elijah ternyata Emilio sudah menunggu dan menempatinya. Emilio tengah beristirahat di tempat tidur sebelum sebastian datang menghampirinya. “Mereka ada di sini.” Emilio m
Seiringnya berjalan waktu Elijah mulai pulih dari trauma. Dia mulai beraktivitas kembali. Elijah bekerja di toko kue di siang hari sedangkan di malam harinya dia akan berada di bar bekerja bersama dengan Dira yang sebagai bartender di sana. Dia sibukan oleh pekerjaan yang tiada henti bukan tanpa sebab dia hanya ingin melupakan segalanya. Waktu telah menunjukkan pukul 03:40 Elijah berjalan gontai karena lelah bekerja. Setiap dini hari ia baru sampai di rumah. Karena ruangan tidak kedap suara Emilio mendengar bahwa Elijah baru saja pulang kerja. Ada rasa iba tapi dia tidak mau meremehkan Elijah. Emilio selalu memehatikan dan menjaganya dari jauh. “Apa kau masih bangun?” “Uhm,” jawab Elijah seraya melepaskan jaket miliknya dan melemparnya ke sembarang arah.&nb
Elijah menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. Dia mencoba mengumpulkan tenaga nya untuk bisa pulang ke apartemennya. Elijah membersihkan darah yang menetes dari sudut bibirnya. Seketika ia tersenyum di antara perih lukanya sendiri. “Memang benar kau menyukaiku Dias.” Samar-samar Elijah mendengar suara ponselnya yang berdering tapi entah di mana ponsel itu terlempar. Sekujur tubuhnya begitu sakit tapi dipaksa untuk mencarinya karena dia takut jika dia mengabaikannya akan ada sesuatu penting yang terlewatkan. “Ah, di mana?” Elijah meraba di antara semak yang menjulang. “Akhirnya,” Elijah melihat ke arah layar ponsel di sana tertulis Tuan malaikat. El
Rasa cemas dan bersalah semakin menguasai Emilio. Emilio bangkit dari duduknya ia meraih dompet kunci mobil serta ponselnya lalu berdiri di depan pintu unit Elijah. raut wajahnya benar-benar tidak baik jari tangannya terus menekan bel hingga beberapa kali ia sangat tidak sabaran sampai ketika pintu itu di buka dan terlihatlah penampilan Elijah yang benar-benar babak belur. Emilio termangu sesaat dirinya tidak menyangka jika luka Elijah separah ini. “Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu seperti ini?” Elijah berniat menutup kembali pintu, pergelangan yang terluka terekspos membuat Emilio semakin naik pitam dibuatnya. “Tunggu! Kenapa kau tidak menjawabnya?” Emilio menangkap tangan Elijah. “Ini bukan urusanmu Tuan,&rdq
Semenjak kejadian Emilio tidak pernah mendengar kabar bahwa Dias menagih hutang kepada Elijah lagi. luka yang diberikan Emilio padanya cukup parah dan itu membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyembuhkannya. Belakangan ini Emilio sangat sibuk, dia bahkan beberapa kali pergi ke luar kota dan luar negeri untuk mengurus caban perusahaan miliknya. Di setiap dia meninggalkan Elijah ada perasaan sedih seakan dia sangat tidak ingin jika berada jauh darinya. Emilio selalu merasa cemburu ketika melihat Elijah bersama dengan rekan kerjanya. Di tambah belakangan ini Emilio selalu saja memikirkannya seberapa keras ia membuangnya itu akan semakin kuat. “Aku sangat lelah,” sudah tiga hari Emilio bekerja dan begadang dia hanya tidur selama dua jam setiap harinya. Emilio memang gila kerja karena tidak ada yang mengingatkannya jika lelah maka berhentilah. &nb
“Tuan, apa yang Anda katakan itu benar?” sorot matanya dipenuhi oleh rasa tidak percaya bahwa dirinya sedang mengandung anak dari orang yang telah memperkosanya. Psikis Elijah kembali diobrak-abrik seakan tidak puas dengan apa yang telah dialami oleh Elijah sebelumnya. Rentetan ujian berat menanti Elijah yang malang. “Elijah, tenanglah!” Emilio segera menghampiri Elijah dan memeluknya. “Anak ini... aku mengandung anak dari bajingan itu...Tidak mungkin Tidak!” Elijah berteriak histeris ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya kini sedang mengandung. Trauma yang sempat mereda itu kembali bangkit bersamaan dengan mental Elijah yang terus dihancurkan tanpa tersisa. “Elijah,” Emilio terus mendekapnya dengan erat seraya terus memberinya pengertian. &ldq