Emilio membuka berkasnya dan melihat isi dari dokumen itu. Matanya membelalak. Sudah jelas jika Emilio juga sama kagetnya. Dia tidak pura-pura tidak mendengar perkataan Sebastian, dia tidak mempercayai kenyataan yang ada di depannya ini. Rasanya begitu sesak, ia kesulitan bernapas. Emilio mundur beberapa langkah. Di dalam pikirannya mungkin dia berkata, kenapa semua ini terjadi padanya? Selama enam tahun dia berharap jika istrinya akan kembali padanya suatu saat nanti. Tapi, harapan itu tinggal harapan. Hari yang selalu dinantikannya itu tidak akan pernah datang padanya. Emilio membalik setiap lembarnya. Dia melihat foto Elijah tertawa bahagia bersama seorang pria yang digadang-gadang adalah calon suaminya. “Apakah informasi ini valid?” Emilio bertanya. “Ya, informan kita bahkan mengirimkan undangannya.” Jawab Sebastian. Tidak ada pembicaraan lagi. Emilio meremas dokumen itu, matanya mulai memerah. Sebastian tahu bagaimana perasaannya sekarang. Sedih hancur dan
Tiga hari telah berlalu sejak Emilio mengetahui kabar Elijah akan menikah. Baik Earnest dan Jesslyn juga kebingungan dengah hal ini. Emilio terlihat frustrasi dan sangat pucat. Tapi, keduanya tidak tahu apa yang telah terjadi pada Emilio. Akhirnya Earnest menginterogasi Sebastian. Sebastian pun akhirnya menceritakan semuanya. Earnest tahu ini adalah buah perbuatannya, dia yang sengaja memisahkan Elijah terlepas dari semua kebohongan yang dilakukan oleh Emilio. sepenuhnya Elijah mengerti. Tapi, desakan untuk meninggalkan Emilio lebih besar akhirnya Elijah yang meninggalkannya meninggalkan bekas yang tak mungkin tertutup kembali. Emilio tidak terlihat di beberapa perusahaan. Dia hanya berdiam diri di rumahnya. tinggal di dalam ruang kerjanya tanpa berniat keluar. Perasaannya masih tidak stabil. Dia masih tidak bisa menerima kenyataan ini. tapi dia juga sadar akan kesalahannya yang tak mungkin untuk diperbaiki lagi. Di tengah kesedihannya suara ketukan pintu terdengar lem
Di bawah langit yang mendung seorang pria berpakaian serba hitam tengah berdiri di depan sebuah pusara. Wajahnya tampak sangat sedih tatapan matanya memancarkan luka yang begitu dalam. Kedua telapak tangannya mengepal dengan begitu kuat hingga otot di punggung tangannya menonjol dengan jelas. Air matanya luruh bersamaan dengan air hujan yang membasahi tanah, rasa sakit, kecewa, serta amarah menjadi satu. Si pria meraih sebucket bunga mawar putih dan meletakkannya di depan batu nisan sembari tersenyum pahit. Hujan turun begitu deras seorang pria datang dan memayunginya namun, sorot mata tajam itu seketika berbalik dan menghentikan langkah Sebastian. Emilio lebih memilih membiarkan air hujan membasahi seluruh tubuhnya. Sebastian tidak pernah mengerti dengan apa yang
Di perusahaan begitu sibuk semua orang bergelut dengan pekerjaannya masing-masing. Elijah yang hanya pegawai kontrak itu juga tak luput dari pekerjaan yang semakin menumpuk. Rasa jenuh selalu menghampiri Elijah yang tidak bisa menolak ketika mendapat perintah dari senior maupun atasannya. “Elijah, tolong kau selesaikan semua ini,” Seorang wanita membanting meja kerja Elijah dengan setumpuk kan kertas yang begitu tinggi. Elijah menatap wanita yang mana dia adalah seniornya di kantor. “Ini bahkan bukan pekerjaanku, mengapa kau selalu melimpahkannya padaku?” “Kau ini hanya pegawai kontrak, aku sudah berbaik hati padamu dengan memberimu pekerjaan. Lalu seperti ini kau membalasnya?”&
Elijah terbangun, sorot matanya tertuju ke arah pintu kamar yang terbuka. Di sana terbaring seorang nenek tua yang tidak berdaya. Nenek itu hanya menatap lemah ke arah Elijah. Dua hari yang lalu Elijah ditelepon dari pihak panti jompo karena ia tidak lagi bisa membayar tagihan nenek angkatnya selama tinggal di sana. Elijah datang ke panti jompo di tengah malam agar tidak ada yang melihatnya membawa sang nenek tanpa sepengetahuan panti. Elijah mengemas semua barang-barang neneknya ke dalam tas besar yang telah ia bawa dari rumah. Elijah menatap sendu pada sang nenek yang hanya terdiam tanpa bersuara. Elijah keluar kamar ia memeriksa apakah ada seseorang yang bisa melihatnya saat membawa pergi sang nenek. Elijah berbicara dengan sang nenek de
Keesokan harinya Elijah datang ke kantor dengan menggunakan kaca mata hitam yang besar untuk menutupi semua lebam di wajahnya. Ia bekerja seperti biasanya tidak ada yang peduli terhadapnya. Bahkan untuk bertanya keadaannya saja mereka tidak bertanya. Tidak terasa sekarang sudah waktunya pulang kerja. Elijah bersiap mengemas barang-barangnya. Kali ini dia akan bekerja paruh waktu di sebuah hotel bintang lima, tempat di mana orang-orang beruang menghabiskan malam. Elijah bekerja dengan begitu giat dan keras, ia bahkan tidak memedulikan perkataan orang lain terhadapnya. Elijah yang kelelahan berhenti sejenak ia menatap langit gelap di luar gedung. “Apakah jika aku dilahirkan
Elijah memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar, rasa jijik saat orang itu menyentuh tubuhnya semakin membuatnya takut dan trauma. Air mata terus meleleh. Ia menatap ke arah Sebastian yang sedang sibuk menelepon seseorang. Elijah memberanikan diri untuk berjalan keluar dengan tubuh yang gemetar ia melarikan diri dari Sebastian. Setelah dirasa lepas dari pengawasan Sebastian, Elijah menaiki tangga darurat untuk sampai ke atap hotel. Langkahnya yang tertatih semakin dirasa menyakitkan. “Apa yang aku lakukan sekarang?” Elijah beringsut di balik pintu atap hotel. Elijah berjalan ke tepi pembatas ia dapat melihat bagaimana tingginya tempat dia berdiri sekarang. Ia menatap sendu sorot matanya memancarka
Di dalam kamar ini, suasana ruangannya selalu redup dan temaram. Warna cat abu-abu menghiasi seluruh dinding kamar tidak banyak barang di sana hanya tersedia sofa serta sedikit furniture sehingga menampilkan kesan sederhana namun sangat megah. Emilio membuka matanya perlahan ada rasa pening di kepala membuatnya sedikit mengernyitkan dahinya yang putih. Setelah mengingat apa yang terjadi semalam Emilio tiba-tiba saja bangkit berusaha untuk pergi dari tempat tidur padahal tubuhnya masihlah sangat lemah. “Tuan, apa yang Anda lakukan? Tuan, hentikan!” seorang pelayan wanita berseru panik saat Emilio berusaha bangkit dari tempat tidurnya. “Menyingkirlah,” seru Emilio. &ldqu