Elijah memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar, rasa jijik saat orang itu menyentuh tubuhnya semakin membuatnya takut dan trauma. Air mata terus meleleh. Ia menatap ke arah Sebastian yang sedang sibuk menelepon seseorang.
Elijah memberanikan diri untuk berjalan keluar dengan tubuh yang gemetar ia melarikan diri dari Sebastian. Setelah dirasa lepas dari pengawasan Sebastian, Elijah menaiki tangga darurat untuk sampai ke atap hotel. Langkahnya yang tertatih semakin dirasa menyakitkan.
“Apa yang aku lakukan sekarang?” Elijah beringsut di balik pintu atap hotel.
Elijah berjalan ke tepi pembatas ia dapat melihat bagaimana tingginya tempat dia berdiri sekarang. Ia menatap sendu sorot matanya memancarkan keputusasaan. Hal mengerikan yang terjadi saat ini semakin mendorong Elijah untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Elijah mengusap air matanya. Sesekali ia memejamkan kedua matanya mengingat kembali bagaimana rentenir itu memukulinya. Ancaman demi ancaman itu terus melekat dalam bayangannya. Kebutuhan hidup neneknya yang sulit ia tanggung lagi.
“Tuhan, mengapa kau begitu kejam padaku? Aku bahkan kehilangan segalanya saat ini. Lalu apa lagi setelah ini? apa kau belum puas dengan memberikan penderitaan ini padaku?” Elijah berteriak sekuat tenaga.
Tubuhnya kembali beringsut di bawah guyuran hujan yang semakin deras membasahi tubuhnya yang sudah lelah dan tidak bertenaga. Ia berpikir jika pun ia melawan dan melaporkannya ke polisi. Dialah yang akan terluka sedangkan orang itu yang merenggut kehormatannya akan tetap berlenggang bebas tanpa rasa bersalah.
Elijah terus berteriak hingga suaranya tertelan oleh suara hujan yang semakin deras. Ia memeluk lututnya dengan kedua tangan yang sudah kehilangan tenaga dan juga semangat hidupnya.
***
Emilio mengendarai mobilnya dengan cepat melesat membelah jalanan kota yang lenggang karena gerimis membasahi jalanan. Pikirannya sudah tidak karuan saat mengetahui bahwa wanita yang sedang diperhatikannya itu mengalami hal yang mengerikan.
Raut wajahnya begitu muram, amarah di hatinya kian membara saat mendapati bahwa kakaknya sendirilah yang merusak Elijah. semakin membayangkan apa yang terjadi pada Elijah, Emilio semakin menancap gas mobilnya.
Hari sudah semakin gelap, gerimis masih saja turun. Emilio yang baru saja sampai di depan hotel segera keluar mobil tanpa memedulikan mobil mewah miliknya. Ia segera menuju di mana Elijah berada.
Sebastian tengah berbicara dengan seorang petugas keamanan hotel membicarakan Elijah yang pergi begitu saja. Di raut wajahnya terlukis kekhawatiran dengan begitu jelas.
“Di mana dia?” ucapnya terengah-engah.
“Apa kau berlari ke sini, mengapa begitu cepat?” tanya Sebastian yang heran.
“Cepat di mana dia?”
“Maaf Tuan, saat saya menelepon Anda, sepertinya nona Elijah pergi.”
“Apa?” Emilio tampak kaget saat mendengarnya.
“Sebastian, kau tahu betul jika dia terluka dan putus asa. Bagaimana bisa kau meninggalkannya sendirian seperti itu?” Emilio tidak habis pikir pada sekretarisnya itu.
“Maafkan saya Tuan,” Sebastian berulang kali meminta maaf pada Emilio.
“Sebaiknya kita mencarinya lebih dulu. Aku tidak ingin orang luar tahu tentang kejadian ini. kau harus mendapatkannya kau mengerti?”
“Baik Tuan,” Sebastian segera mencari keberadaan Elijah.
Emilio sangatlah cerdas ia segera ke ruang kontrol CCTV untuk mencari keberadaan Elijah. karena ia merasa jika dia belum pergi jauh dari area hotel. Tangannya yang putih itu mengepal dengan begitu kuat hingga otot di punggung tangannya terlihat menonjol.
“Kau di mana?” batinnya.
Emilio terus mengamati semua video dari beberapa jam ke belakang. Tak henti-hentinya ia terus memanggil nama Elijah.
“Mengapa sangat sulit sekali menemukanmu?”
Emilio menyadari wanita yang berjalan tertatih itu adalah Elijah yang malang.
“Coba kau ulang bagian ini,” pintanya pada petugas keamanan.
“Itu dia, di mana dia berada?”
“Sepertinya dia menuju ke atap gedung Tuan,” ujar si petugas.
“Apa di sana tidak ada CCTV lain?” tanya nya gelisah.
“Tidak ada Tuan,” sahutnya.
“Ah sial!” Emilio segera berlari menaiki tangga darurat menuju atap gedung. Sialnya Emilio tersandung hingga dahinya yang putih terbentur dan mengeluarkan darah.
“Ah sial!” Emilio mengumpat sembari memegangi dahinya yang terluka.
“Aku mohon jangan bertingkah bodoh,” batinnya.
Tak berapa lama Emilio sampai dia segera membuka pintu, dan terlihat seorang wanita yang tengah berdiri di atas pembatas. Hujan cukup deras hingga membuat Emilio ikut basah kuyup darah di dahinya ikut tersapu air hujan. Ia berjalan menghampiri Elijah yang sudah bersiap untuk lompat.
“Hei, apa yang kau lakukan?” teriak Emilio.
Mendengar suara dari arah belakang membuat Elijah berbalik. Wajahnya yang berantakan membuat Emilio tercengang. ia tidak menyangka jika Eito melakukan kekerasan padanya hingga menimbulkan luka lebam yang terlihat parah.
“Bagaimana kau sampai di sini?” Elijah heran pada pria yang berada di hadapannya.
“Uhm jadi, aku sedang ingin menghirup udara segar sehingga aku datang ke sini,” ujar Emilio dengan napas yang tersengal-sengal. Emilio mencoba mendekati Elijah.
“Jangan mendekat!” Elijah berteriak pada Emilio sehingga ia menghentikan langkahnya.
“A-pa yang terjadi pada Anda?”
“Apa yang salah denganku?” Emilio tidak menyadari lukanya yang terus mengeluarkan darah. ia pun mengusap dahinya dengan kasar saat ia melihat darah di telapak tangannya tubuhnya pun seakan tidak memiliki tenaga.
Emilio setengah berlutut karena rasa sakit di dahinya mulai terasa. Namun, Emilio kembali bangkit dan berusaha kuat di hadapan Elijah. sedangkan Elijah ia menatap heran pada keadaan Emilio yang sama berantakannya seperti dirinya saat ini.
“Tidak, tidak, tidak apa-apa. Ini bukan apa-apa. Jangan hiraukan aku,” Emilio memejamkan kedua matanya dan sedikit mengernyit.
Emilio berjalan mendekat ke arah Elijah dengan hati-hati ia melangkah maju.
“Tetap di sana. Tetaplah di sana,” Emilio semakin mendekati Elijah dia bahkan sudah sampai pada pagar pembatas dan menatap ke arah bawah serta bangunan-bangunan yang ada di bawahnya.
“Astaga, apa pemandangannya bagus dari sana?” Emilio berusaha mengalihkan perhatian Elijah. sembari dia sendiri naik ke pagar pembatas berdiri di samping Elijah. kedua kakinya sedikit gemetar bahkan tubuhnya terhuyung ke depan seakan dia akan jatuh membuat Elijah tidak habis pikir padanya. Elijah berjalan sedikit lebih maju ke depan.
“Sebenarnya, aku juga punya ide yang sama. Setelah ibuku tiba-tiba meninggal aku punya ide yang sama denganmu.”
Mendengar hal itu Elijah berbalik dan menatap Emilio.
“Aku iri pada mereka yang mati. Begitu kau mati, penderitaan berakhir,” Elijah menatap Emilio dengan tatapan yang tidak mengerti Elijah tetap terdiam selagi Emilio berbicara.
“Pemikiranku di hari itu, perasaan itu. Aku masih mengingatnya dengan jelas.”
“Apa yang kau pikirkan saat itu?” di tengah keputusasaan nya Elijah sedikit tertarik dengan kisah Emilio.
“Apa yang masih aku pikirkan hingga sekarang ini. mungkin aku harusnya sudah mati,” Emilio berbicara dengan nada suara yang begitu menyedihkan. Matanya yang coklat legam itu menitikkan air mata yang bercampur air hujan.
Elijah sedikit berempati pada Emilio saat melihat Emilio mengusap kasar pipinya yang basah. Emilio menghirup napas panjang lalu berkata.
“Jika memutuskan untuk mati, matilah. Jika memutuskan untuk hidup maka hiduplah dengan bahagia,” Emilio balik menatap Elijah dengan tatapan yang dalam dan sulit dijelaskan.
"Tidak ada yang hidup untuk bersedih,” Emilio yang kehabisan kata-kata itu berjalan maju. Ia menguatkan hatinya dan bersiap untuk melompat.
“Apa yang kau lakukan?” Elijah tampak panik saat melihat Emilio yang nekat.
“Pakai dulu otakmu. Jika kau ingin mati, maka... aku akan mati bersamamu.”
Elijah termangu berusaha mencerna apa yang dikatakan orang asing yang ada di hadapannya. Ia tidak percaya dengan semua yang dikatakannya. Emilio menunjuk ke bawah gedung membuat Elijah tambah panik.
“Kau mundurlah lebih dulu,” pinta Elijah yang sudah tidak bersemangat.
Entah kelelahan atau apa tiba-tiba tubuh Emilio terhuyung dan akan jatuh. Elijah yang melihat hal itu segera berlari dan menangkap tubuh Emilio.
“Itu berbahaya!” keduanya pun jatuh.
Di dalam kamar ini, suasana ruangannya selalu redup dan temaram. Warna cat abu-abu menghiasi seluruh dinding kamar tidak banyak barang di sana hanya tersedia sofa serta sedikit furniture sehingga menampilkan kesan sederhana namun sangat megah. Emilio membuka matanya perlahan ada rasa pening di kepala membuatnya sedikit mengernyitkan dahinya yang putih. Setelah mengingat apa yang terjadi semalam Emilio tiba-tiba saja bangkit berusaha untuk pergi dari tempat tidur padahal tubuhnya masihlah sangat lemah. “Tuan, apa yang Anda lakukan? Tuan, hentikan!” seorang pelayan wanita berseru panik saat Emilio berusaha bangkit dari tempat tidurnya. “Menyingkirlah,” seru Emilio. &ldqu
Sebastian datang sembari membawakan makanan serta obat milik Emilio ke kamar tamu, Sebastian sedikit penasaran tentang Emilio yang begitu perhatian pada Elijah. wanita yang baru saja ditemui secara langsung dan terlibat dalam kejadian yang rumit. Sebelumnya Sebastian mendapati keduanya sedang berbincang di antara pagar pembatas seakan keduanya sedang berdiskusi tentang hidup yang sulit serta kematian yang selalu menghantui. Sebastian tidak pernah berpikir jika Elijah mampu menarik minat Emilio. Dan Emilio sendiri seakan membuka kedua tangannya untuk menerima Elijah masuk ke dalam kehidupannya yang sunyi. “Kau harus makan dan meminum obatmu, kau sendiri sedang sakit. Jangan berlagak sok kuat,” Sebastian menyerahkan nampan yang berisi makanan. 
Satu Bulan kemudian. Pagi hari tepatnya minggu pertama di musim gugur Emilio berangkat ke kantor untuk mengurus sedikit masalah yang terjadi di sana. Matahari sudah semakin tinggi tanda hari sudah beranjak siang tetapi udaranya tetap terasa dingin. Emilio melirik ke arah jam tangan vintage patek Philippe yang dikenakan olehnya. Terlihat di sana sudah pukul 13.00 siang waktunya Emilio makan siang tetapi dia tidak melakukannya. Emilio menunggu di balik meja kerjanya, pakaiannya sudah tidak karuan. Ikatan dasinya sudah melonggar menyisakan leher jenjang dan berurat terekspos bebas memanjakan mata yang melihatnya. Jari tangannya yang lentik dan ramping terus memainkan pulpen dengan cara memutarnya. Emilio terus menunggu seseorang dari balik pintu ia ingin segera menyelesa
Seorang pria tengah duduk sembari menatap layar laptop, raganya berada di kantor tetapi pikirannya terus melayang. Di dalam benaknya selalu terlintas senyuman tipis yang terukir di wajah pias Elijah. Emilio selalu melirik ke arah ponselnya berharap Elijah menghubunginya. Sudah tiga hari sejak Elijah keluar dari rumah Emilio yang megah tanpa kabar. Kekhawatiran Emilio akan Elijah semakin kuat. Karena seorang suruhannya melaporkan bahwa Elijah tidak terlihat di area tempat tinggalnya. Ia sangat gelisah saat mendapati kabar itu dirinya bahkan sudah tidak fokus lagi akan pekerjaan yang sudah menunggunya. “Sebastian, datanglah ke ruanganku. Sekarang!” Emilio menghubungi Sebastian agar menemuinya. Setelah menunggu sebentar akhirnya Sebastian datang menghampiri Emilio. raut wajahnya sedikit kebingungan k
Emilio mencari seseorang yang dekat dengan Elijah. dan dia bertemu dengan seorang pria muda yang berusia sekitar 20 tahunan. Dia menemukannya saat dia berada di toko barang bekas saat dirinya sedang menjual sedikit barang. Emilio memerhatikannya sebentar lalu memanggilnya dengan cara melambaikan tangannya yang penuh dengan luka goresan pada Dira satu-satunya pria yang dekat dengan Elijah. Dira sedikit bingung saat melihat tangan itu. Ia mendekat dan mengikuti arah mobil yang membawanya ke sudut gudang yang cukup sepi. Emilio mondar-mandir seperti setrikaan. Dirinya tidak habis pikir jika ada seorang teman yang tetap bekerja padahal temannya sendiri sedang terpuruk. “Tidak, bagaimana kau bisa tetap bekerja dan tidak peduli pada temanmu, apa dia sudah makan atau belum?” “Aku harus men
Hari sudah semakin sore langit juga tampak mendung. Dira masih berada di rumah Elijah. mencoba menyelesaikan pekerjaannya untuk menemani Elijah selama 24 jam. Suhu di luar cukup dingin karena sudah memasuki musim gugur semua orang mulai berpakaian hangat. Dira mengamati Elijah, di wajahnya masih terlihat bekas luka penganiayaan yang hingga kini Elijah tidak mendapat keadilan untuk hal itu. Elijah tidak melaporkan kejadian malang itu kepada polisi karena dirinya lebih dari tahu diri. Orang yang sedang dilawan oleh dirinya adalah orang yang ber-uang mereka bisa membuat Elijah semakin menderita bahkan kemungkinan terburuknya mereka akan menyingkirkannya tanpa jejak sedikitpun. Elijah sudah terlalu sering sakit hati dan kecewa maka dari itu ia meredam semua rasa sakitnya sendirian. Ia tidak pernah berharap lebih dalam hidupnya, ia selalu bekerja keras untuk m
Di gelapnya malam Emilio masih berkeliaran di luar. Ia kembali datang ke area lingkungan rumah Elijah. ia melirik ke sekeliling pandangannya tertuju pada jendela rumah Elijah yang padam seakan penghuninya tidak berada di sana. Emilio melirik pada jam tangannya terlihat sudah pukul 21:00 malam tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Elijah berada di rumah. Emilio benar-benar kalut ia mengabaikan pekerjaannya dan memercayakan semuanya pada Sebastian. “Lampunya mati, apa dia ada di rumah atau tidak? Astaga.” Emilio meraih ponselnya dan mencari kontak Dira dengan segera memanggil Dira. Dira sendiri berada di warnet ia sudah berpisah dengan Elijah sejak siang hari. Ia memicingkan ujung matanya saat layar ponselnya menampilkan Emilio lah yang meneleponnya malam-malam.&
Elijah mengingat kembali bagaimana raut wajah ketakutan yang ditunjukkan oleh Emilio terhadapnya. Elijah mencoba menghubungi nomor Emilio. terdengar suara cemas dari balik telepon. “Kau di mana? Apa yang kau lakukan sekarang? Halo?” Emilio mencoba mendengarkan suara Elijah namun, ia tidak mendengar suara apa pun. “Aku hanya menelepon. Tanganmu apakah baik-baik saja?” mendengar hal itu Emilio menghentikan langkahnya saat mencari keberadaan Elijah. “Tanganku? Tentu, tidak apa-apa. Aku sembuh dengan cepat.” “aku minta maaf.” “Maaf untuk apa?” “Aku tidak bisa membayarmu. Aku tidak bisa membayar uang yang kau habiska