Seorang pria tengah duduk sembari menatap layar laptop, raganya berada di kantor tetapi pikirannya terus melayang. Di dalam benaknya selalu terlintas senyuman tipis yang terukir di wajah pias Elijah. Emilio selalu melirik ke arah ponselnya berharap Elijah menghubunginya. Sudah tiga hari sejak Elijah keluar dari rumah Emilio yang megah tanpa kabar.
Kekhawatiran Emilio akan Elijah semakin kuat. Karena seorang suruhannya melaporkan bahwa Elijah tidak terlihat di area tempat tinggalnya. Ia sangat gelisah saat mendapati kabar itu dirinya bahkan sudah tidak fokus lagi akan pekerjaan yang sudah menunggunya.
“Sebastian, datanglah ke ruanganku. Sekarang!” Emilio menghubungi Sebastian agar menemuinya.
Setelah menunggu sebentar akhirnya Sebastian datang menghampiri Emilio. raut wajahnya sedikit kebingungan karena ia tidak tahu apa yang akan dilakukan olehnya. Sebastian memerhatikan Emilio dengan saksama berharap tidak ada sesuatu yang buruk terjadi.
“Tuan, ada apa? Mengapa begitu gelisah?”
“Sebastian kau ikut aku!” perintahnya.
Sebastian termangu ia berusaha mencerna perkataan sahabat sekaligus bos nya di tempat kerja. Ia melirik ke arah Emilio yang mengenakan mantelnya dengan tergesa-gesa seakan ada sesuatu yang akan hilang sebelum dapat diperbaiki. Menyadari Emilio telah pergi Sebastian pun berlari kecil mengejarnya menuju garasi.
“Kita akan pergi ke mana?”
“Rumah Elijah.”
Sebastian semakin tercengang dia tidak tahu seberapa jauh hubungan antara Emilio dan juga Elijah. ia hanya bisa menurut dengan cara mengemudikan mobilnya menuju area pemukiman rumah Elijah. Sepanjang perjalanan tak ada suara selama berada di dalam mobil. Emilio selalu berusaha menghubungi Elijah walau dari seberang telepon tidak mendapat jawaban sama sekali.
“Tuan, kita sudah sampai,” Sebastian berbalik ke arah kursi belakang.
Kaki panjangnya melangkah turun dari mobil. Sejenak ia merenung sebelum melanjutkan langkah kakinya menuju rumah Elijah yang berada tepat di tengah kumpulan anak tangga. Emilio mengamati jika lingkungan tempat tinggal Elijah sedikit tidak aman. Jalanannya cukup sepi dan tidak ada cctv membuatnya khawatir akan keselamatannya.
Di depan pintu masuk banyak terselip tagihan serta kumpulan kertas yang lain seakan dia tidak keluar rumah selama tiga hari setelah ia pulang dari rumah Emilio.
“Apa ini?” Emilio menarik beberapa kertas yang tertempel di pintu.
“Apa... dia tidak keluar selama tiga hari? Apa...dia tidak keluar atau masuk?” Emilio berbalik pada Sebastian dengan wajah yang tidak percaya.
“Apa? Aku...” belum sempat Sebastian menjawab karena kebingungan. Emilio langsung menekan bel rumah Elijah. Emilio menunggu dengan cemas di depan pintu karena tidak ada jawaban.
“Hei, Diora Elijah, keluarlah.” Emilio terus menggedor pintu dan berteriak memanggil namanya berulang kali tetapi tetap saja tidak ada jawaban dari dalam.
“Hei, Elijah. Kau mau sembunyi? Apa-apaan ini? Kau akan dapat masalah jika terus berada di dalam. Ke mana dia pergi?” Emilio meraih ponselnya berusaha untuk menghubunginya. Ponsel Elijah berdering terdengar dengan jelas jika suara itu berasal dari dalam. Emilio memandang Sebastian dengan tatapan bingung. Ponsel yang berdering tapi tidak ada jawaban membuat Emilio semakin khawatir terhadapnya.
Emilio segera menggedor pintu dan mencoba menarik handle pintu dengan kuat tetapi tak bisa terbuka. “Hei. Elijah!” Emilio masih terus berusaha membuka paksa. Sementara sebastian semakin kebingungan karena ulah Emilio. Seorang wanita tetangga Elijah datang menghampiri ia panik karena mendengar keributan.
“Ada apa ini?”
Keduanya berbalik dan saling menatap satu sama lain. “Hei, telepon 911!” teriak Emilio. ia segera berlari masuk ke dalam rumah sebelah rumah Elijah.Emilio mencoba memanjat dari samping jendela untuk bisa mencapai rumah Elijah. Emilio bersusah payah terus menggedor kaca jendela. Di sisi lain Sebastian berlari keluar memastikan apa yang dilakukan oleh sahabat serta bosnya itu.
“Tuan, Kembali. Itu berbahaya! Tuan, Hati-hati.” teriak Sebastian yang panik. Melihat Emilio bergelantungan di samping jendela.
Emilio masih bersusah payah untuk membuka jendelanya namun ternyata jendela itu terkunci dari dalam. Emilio meraih sapu tangan miliknya lalu membungkus tangannya.
“Tuan, apa yang Anda lakukan?” Emilio mencoba memecahkan kacanya dengan tangan kosong.
“Tuan, hentikan. Anda bisa terluka!” Sebastian terus berteriak tanpa henti hingga suaranya serak. Pikiran Emilio sudah tidak karuan ia berharap jika tidak ada sesuatu yang mengerikan terjadi pada Elijah.
“Oh, itu terlalu berbahaya,” Sebastian bergididik ngeri saat melihat Emilio bergantung dengan berpegang pada kumpulan kabel. Akhirnya Emilio berhasil memecahkan kacanya hingga bisa masuk ke dalam rumah.
“Tuan, Anda baik-baik saja?”.
“Astaga, hati-hati!” teriak tetangga kala melihat Emilio menerobos pecahan kaca.
Napas Emilio tersengal-sengal. Pikirannya sudah tidak jerhih saat mengedarkan pandangannya di dalam rumah Elijah yang sepi seakan tidak ada kehidupan di sana. Emilio berjalan mendekati pintu kamar dia merasa rapuh saat mendorong pintu. Ia kembali teringat akan masa lalu di mana ia menyaksikan ibunya sendiri bunuh diri dengan cara menggantung dirinya sendiri, di saat yang bersamaan Elijah keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya serta wajah pucat. Emilio terkejut ia mundur beberapa langkah ke belakang saat melihat Elijah ada perasaan lega di dalam dirinya.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Elijah berkata dengan nada suara yang dingin.
Raut wajah Emilio begitu panik, kedua netra nya berkaca-kaca, Emilio berbicara dengan terbata-bata di hadapan Elijah. “Kau... kau baik-baik saja?”
“Tentu saja,” jawabnya datar,
Tubuh Emilio sedikit bergetar ada perasaan haru saat mendapati Elijah masih berdiri di hadapannya sekarang. Elijah melirik ke arah jendela yang pecah. Serpihan kaca berserakan dimana-mana.
“Apa kau datang lewat sana?”
Emilio mencoba meredam emosinya tetapi ia tidak bisa menyembunyikan seberapa khawatirnya dia hingga berteriak pada Elijah.
“Aku khawatir! Kau tidak dengar aku teriak?”
Elijah membelalak ia menatap Emilio dengan tatapan yang tidak mengerti. “Aku sedang mandi.” Sahutnya.
“Apa...?”
“Aku baik-baik saja, jadi pergilah.” Pinta Elijah.
Kaca-kaca di dalam mata coklat Emilio sedikit berjatuhan. Dari raut wajahnya terlukis ketakutan yang sangat jelas. Ia begitu frustrasi karena terjebak dalam keadaan yang begitu rumit. Emilio beralih pada Elijah bibir tipisnya bergerak-gerak menahan emosi yang kian memuncak saat mendapati Elijah kembali bersikap dingin padanya.
“Kau sungguh baik-baik saja? Benarkah?”
“Aku baik-baik saja, jadi pergilah.”
“Jika baik-baik saja, aku akan...” Sebelum Emilio menyelesaikan perkataannya ia sudah didorong keluar oleh Elijah yang marah.
“Kubilang keluarlah! Tolong, pergilah! Sana!” Elijah berteriak begitu nyaring hingga membuat Emilio mematung. Ia kembali melihat sosok Elijah yang kesepian.
Elijah bernapas dengan cepat dan berat. Jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak ingin bersikap kasar pada Emilio. tetapi rasa takut,tidak percaya diri, depresi, dan rasa frustrasi terus menghantuinya. Kejadian itu tidak pernah lepas dalam ingatannya. Air mata Elijah luruh bersamaan dengan tubuhnya yang merosot ke lantai dan meringkuk bagaikan anak kucing yang kehilangan induknya.
Dengan enggan Emilio keluar. Dirinya benar-benar mengalami frustrasi saat menghadapi Elijah yang kembali bersikap dingin padanya. Emilio berjalan sendirian sementara Sebastian menunggunya di depan mobil.
“Ah, bagaimana bisa aku melupakan itu?” Emilio menghentikan langkahnya dengan salah satu tangannya di pinggang Emilio kebingungan sendiri.
Sebastian yang melihat sosok Emilio yang linglung segera menghampirinya. “Apa? Kenapa? Apa yang salah? Apa kau terluka?” Sebastian bertanya dengan cemas, ia memeriksa tangan yang dipakai untuk memukul kaca hingga pecah dan mendapati beberapa luka goresan di sana.
“Tangan? Astaga!” Sebastian tidak percaya dengan yang dilihatnya sekarang.
“Bukan soal itu. Aku tidak bertanya, apa dia sudah makan? Itu sebabnya aku datang ke sini.” Emilio sedikit kebingungan. Mengapa dia bisa melewatkan hal itu. Ia berbalik ke arah rumah Elijah yang tampak dari belakang.
Sementara Elijah ia meringkuk sendirian. Ia menangis sendirian suara tangisnya terdengar begitu pilu tanpa seseorang yang menemani ataupun menghiburnya.
Emilio mencari seseorang yang dekat dengan Elijah. dan dia bertemu dengan seorang pria muda yang berusia sekitar 20 tahunan. Dia menemukannya saat dia berada di toko barang bekas saat dirinya sedang menjual sedikit barang. Emilio memerhatikannya sebentar lalu memanggilnya dengan cara melambaikan tangannya yang penuh dengan luka goresan pada Dira satu-satunya pria yang dekat dengan Elijah. Dira sedikit bingung saat melihat tangan itu. Ia mendekat dan mengikuti arah mobil yang membawanya ke sudut gudang yang cukup sepi. Emilio mondar-mandir seperti setrikaan. Dirinya tidak habis pikir jika ada seorang teman yang tetap bekerja padahal temannya sendiri sedang terpuruk. “Tidak, bagaimana kau bisa tetap bekerja dan tidak peduli pada temanmu, apa dia sudah makan atau belum?” “Aku harus men
Hari sudah semakin sore langit juga tampak mendung. Dira masih berada di rumah Elijah. mencoba menyelesaikan pekerjaannya untuk menemani Elijah selama 24 jam. Suhu di luar cukup dingin karena sudah memasuki musim gugur semua orang mulai berpakaian hangat. Dira mengamati Elijah, di wajahnya masih terlihat bekas luka penganiayaan yang hingga kini Elijah tidak mendapat keadilan untuk hal itu. Elijah tidak melaporkan kejadian malang itu kepada polisi karena dirinya lebih dari tahu diri. Orang yang sedang dilawan oleh dirinya adalah orang yang ber-uang mereka bisa membuat Elijah semakin menderita bahkan kemungkinan terburuknya mereka akan menyingkirkannya tanpa jejak sedikitpun. Elijah sudah terlalu sering sakit hati dan kecewa maka dari itu ia meredam semua rasa sakitnya sendirian. Ia tidak pernah berharap lebih dalam hidupnya, ia selalu bekerja keras untuk m
Di gelapnya malam Emilio masih berkeliaran di luar. Ia kembali datang ke area lingkungan rumah Elijah. ia melirik ke sekeliling pandangannya tertuju pada jendela rumah Elijah yang padam seakan penghuninya tidak berada di sana. Emilio melirik pada jam tangannya terlihat sudah pukul 21:00 malam tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Elijah berada di rumah. Emilio benar-benar kalut ia mengabaikan pekerjaannya dan memercayakan semuanya pada Sebastian. “Lampunya mati, apa dia ada di rumah atau tidak? Astaga.” Emilio meraih ponselnya dan mencari kontak Dira dengan segera memanggil Dira. Dira sendiri berada di warnet ia sudah berpisah dengan Elijah sejak siang hari. Ia memicingkan ujung matanya saat layar ponselnya menampilkan Emilio lah yang meneleponnya malam-malam.&
Elijah mengingat kembali bagaimana raut wajah ketakutan yang ditunjukkan oleh Emilio terhadapnya. Elijah mencoba menghubungi nomor Emilio. terdengar suara cemas dari balik telepon. “Kau di mana? Apa yang kau lakukan sekarang? Halo?” Emilio mencoba mendengarkan suara Elijah namun, ia tidak mendengar suara apa pun. “Aku hanya menelepon. Tanganmu apakah baik-baik saja?” mendengar hal itu Emilio menghentikan langkahnya saat mencari keberadaan Elijah. “Tanganku? Tentu, tidak apa-apa. Aku sembuh dengan cepat.” “aku minta maaf.” “Maaf untuk apa?” “Aku tidak bisa membayarmu. Aku tidak bisa membayar uang yang kau habiska
Mendengar kabar Emilio masuk rumah sakit membuat Sebastian terkejut pasalnya beberapa jam lalu dia masih meminta informasi tentang keberadaan Elijah. sesampainya di sana Emilio tengah tertidur wajahnya pias keringat memenuhi dahinya yang lebar. Sebastian menghela napasnya lalu membawakan handuk hangat untuk membasuh keringatnya. Di sudut ruangan Sebastian tengah bicara dengan seseorang sambil sesekali ia melirik ke arah Emilio. perlahan Emilio membuka kedua matanya pening di kepala masih terasa. Ia tersadar saat melihat langit-langit yang berbeda dari kamarnya. Emilio memijat kepalanya berharap rasa sakitnya berkurang. Sebastian yang melihat Emilio telah sadar segera menutup teleponnya dan berlari menghampiri Emilio. “Bagaimana keadaanmu? A
Selagi matahari terbenam senja memancarkan cahaya abu-abu serta warna jingga memenuhi langit sore. Elijah menikmati setiap kali udara dingin menyentuh kulitnya. Sekilas tercium aroma perpaduan Cedar wood dan Cypress Elijah menghirupnya dalam-dalam. Aroma parfum itu sangat familier bagi Elijah. ia menikmati aroma yang terbawa oleh angin. “Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?” Elijah menunduk. “Tapi tak bisa aku ungkiri jika Tuan Emilio sangatlah baik. Wanita yang mendapatkannya pastilah sangat bahagia memiliki kekasih atau pun suami yang memiliki perangai seperti Tuan Emilio.” Elijah terus membayangkan ini dan itu, di tengah pikirannya itu kembali terlintas perkataan Emilio yang membuatnya mau bangkit walau hidupnya sudah hancur sejak dulu.&nb
Elijah kembali ke rumahnya. Kali ini Emilio mengizinkannya karena dua hari yang lalu kondisi Elijah sudah stabil ia tidak menunjukkan gejala depresi lagi. Dira selaku teman satu-satunya pun selalu datang untuk mengunjungi serta menemaninya sesuai perintah yang diarahkan oleh Emilio padanya. Elijah sudah sedikit ceria walau terkadang ingatan dan perasaan itu datang menghampirinya secar tiba-tiba. Elijah duduk di depan tv ia sedikit merenungi semua hal yang terjadi dalam hidupnya sembari memanggang sedikit kue. Ia sadar diri jika keberuntungan hidupnya sudah habis tetapi satu hal ada satu orang yang sangat menginginkannya hidup dan mulainya kembali dari awal. Setelah semua yang dilakukan Emilio untuknya sedikit banyak sudah menyentuh hatinya. “Baiklah, untuk sekarang mari hidup.” &nb
Hari ini hari cukup cerah sinar mentari begitu hangat walau di musim gugur, Elijah memutuskan untuk pindah ke sebuah apartement yang cukup layak untuk dirinya. Elijah berdiri di depan pintu masuk untuk menunggu mobil barang yang membawa perabot rumah miliknya. Elijah tampak bahagia senyum terukir indah di wajahnya saat mengarahkan petugas yang membawa barang-barangnya masuk ke area apartement. Elijah membersihkan apartemennya bersama dengan Dira yang membantunya mengemas dan menata ruangan yang akan Elijah tinggali. Hari sudah beranjak gelap keduanya cukup kelelahan karena mengemas unit apartemennya seharian. Tanpa diduga di sebelah unit Elijah ternyata Emilio sudah menunggu dan menempatinya. Emilio tengah beristirahat di tempat tidur sebelum sebastian datang menghampirinya. “Mereka ada di sini.” Emilio m