Share

Bab. 9

Seorang pria tengah duduk sembari menatap layar laptop, raganya berada di kantor tetapi pikirannya terus melayang. Di dalam benaknya selalu terlintas senyuman tipis yang terukir di wajah pias Elijah. Emilio selalu melirik ke arah ponselnya berharap Elijah menghubunginya. Sudah tiga hari sejak Elijah keluar dari rumah Emilio yang megah tanpa kabar.

          Kekhawatiran Emilio akan Elijah semakin kuat. Karena seorang suruhannya melaporkan bahwa Elijah tidak terlihat di area tempat tinggalnya. Ia sangat gelisah saat mendapati kabar itu dirinya bahkan sudah tidak fokus lagi akan pekerjaan yang sudah menunggunya.

          “Sebastian, datanglah ke ruanganku. Sekarang!” Emilio menghubungi Sebastian agar menemuinya.

          Setelah menunggu sebentar akhirnya Sebastian datang menghampiri Emilio. raut wajahnya sedikit kebingungan karena ia tidak tahu apa yang akan dilakukan olehnya. Sebastian memerhatikan Emilio dengan saksama berharap tidak ada sesuatu yang buruk terjadi.

          “Tuan, ada apa? Mengapa begitu gelisah?”

          “Sebastian kau ikut aku!” perintahnya.

          Sebastian termangu ia berusaha mencerna perkataan sahabat sekaligus bos nya di tempat kerja. Ia melirik ke arah Emilio yang mengenakan mantelnya dengan tergesa-gesa seakan ada sesuatu yang akan hilang sebelum dapat diperbaiki. Menyadari Emilio telah pergi Sebastian pun berlari kecil mengejarnya menuju garasi.

          “Kita akan pergi ke mana?”

          “Rumah Elijah.”

          Sebastian semakin tercengang dia tidak tahu seberapa jauh hubungan antara Emilio dan juga Elijah. ia hanya bisa menurut dengan cara mengemudikan mobilnya menuju area pemukiman rumah Elijah. Sepanjang perjalanan tak ada suara selama berada di dalam mobil. Emilio selalu berusaha menghubungi Elijah walau dari seberang telepon tidak mendapat jawaban sama sekali.

          “Tuan, kita sudah sampai,” Sebastian berbalik ke arah kursi belakang.

          Kaki panjangnya melangkah turun dari mobil. Sejenak ia merenung sebelum melanjutkan langkah kakinya menuju rumah Elijah yang berada tepat di tengah kumpulan anak tangga. Emilio mengamati jika lingkungan tempat tinggal Elijah sedikit tidak aman. Jalanannya cukup sepi dan tidak ada cctv membuatnya khawatir akan keselamatannya.

          Di depan pintu masuk banyak terselip tagihan serta kumpulan kertas yang lain seakan dia tidak keluar rumah selama tiga hari setelah ia pulang dari rumah Emilio.

          “Apa ini?” Emilio menarik beberapa kertas yang tertempel di pintu.

          “Apa... dia tidak keluar selama tiga hari? Apa...dia tidak keluar atau masuk?” Emilio berbalik pada Sebastian dengan wajah yang tidak percaya.

          “Apa? Aku...” belum sempat Sebastian menjawab karena kebingungan. Emilio langsung menekan bel rumah Elijah. Emilio menunggu dengan cemas di depan pintu karena tidak ada jawaban.

          “Hei, Diora Elijah, keluarlah.” Emilio terus menggedor pintu dan berteriak memanggil namanya berulang kali tetapi tetap saja tidak ada jawaban dari dalam.

          “Hei, Elijah. Kau mau sembunyi? Apa-apaan ini? Kau akan dapat masalah jika terus berada di dalam. Ke mana dia pergi?” Emilio meraih ponselnya berusaha untuk menghubunginya. Ponsel Elijah berdering terdengar dengan jelas jika suara itu berasal dari dalam. Emilio memandang Sebastian dengan tatapan bingung. Ponsel yang berdering tapi tidak ada jawaban membuat Emilio semakin khawatir terhadapnya.

          Emilio segera menggedor pintu dan mencoba menarik handle pintu dengan kuat tetapi tak bisa terbuka. “Hei. Elijah!” Emilio masih terus berusaha membuka paksa. Sementara sebastian semakin kebingungan karena ulah Emilio. Seorang wanita tetangga Elijah datang menghampiri ia panik karena mendengar keributan.

          “Ada apa ini?”

          Keduanya berbalik dan saling menatap satu sama lain. “Hei, telepon 911!” teriak Emilio. ia segera berlari masuk ke dalam rumah sebelah rumah Elijah.

          Emilio mencoba memanjat dari samping jendela untuk bisa mencapai rumah Elijah. Emilio bersusah payah terus menggedor kaca jendela. Di sisi lain Sebastian berlari keluar memastikan apa yang dilakukan oleh sahabat serta bosnya itu.

          “Tuan, Kembali. Itu berbahaya! Tuan, Hati-hati.” teriak Sebastian yang panik. Melihat Emilio bergelantungan di samping jendela.

          Emilio masih bersusah payah untuk membuka jendelanya namun ternyata jendela itu terkunci dari dalam. Emilio meraih sapu tangan miliknya lalu membungkus tangannya.

          “Tuan, apa yang Anda lakukan?” Emilio mencoba memecahkan kacanya dengan tangan kosong.

          “Tuan, hentikan. Anda bisa terluka!” Sebastian terus berteriak tanpa henti hingga suaranya serak. Pikiran Emilio sudah tidak karuan ia berharap jika tidak ada sesuatu yang mengerikan terjadi pada Elijah.

          “Oh, itu terlalu berbahaya,” Sebastian bergididik ngeri saat melihat Emilio bergantung dengan berpegang pada kumpulan kabel. Akhirnya Emilio berhasil memecahkan kacanya hingga bisa masuk ke dalam rumah.

          “Tuan, Anda baik-baik saja?”.

          “Astaga, hati-hati!” teriak tetangga kala melihat Emilio menerobos pecahan kaca.

          Napas Emilio tersengal-sengal. Pikirannya sudah tidak jerhih saat mengedarkan pandangannya di dalam rumah Elijah yang sepi seakan tidak ada  kehidupan di sana. Emilio berjalan mendekati pintu kamar dia merasa rapuh saat mendorong pintu. Ia kembali teringat akan masa lalu di mana ia menyaksikan ibunya sendiri bunuh diri dengan cara menggantung dirinya sendiri, di saat yang bersamaan Elijah keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya serta wajah pucat. Emilio terkejut ia mundur beberapa langkah ke belakang saat melihat Elijah ada perasaan lega di dalam dirinya.

          “Apa yang kau lakukan di sini?” Elijah berkata dengan nada suara yang dingin.

          Raut wajah Emilio begitu panik, kedua netra nya berkaca-kaca, Emilio berbicara dengan terbata-bata di hadapan Elijah. “Kau... kau baik-baik saja?”

          “Tentu saja,” jawabnya datar,

          Tubuh Emilio sedikit bergetar ada perasaan haru saat mendapati Elijah masih berdiri di hadapannya sekarang. Elijah melirik ke arah jendela yang pecah. Serpihan kaca berserakan dimana-mana.

          “Apa kau datang lewat sana?”

          Emilio mencoba meredam emosinya tetapi ia tidak bisa menyembunyikan seberapa khawatirnya dia hingga berteriak pada Elijah.

          “Aku khawatir! Kau tidak dengar aku teriak?”

          Elijah membelalak ia menatap Emilio dengan tatapan yang tidak mengerti. “Aku sedang mandi.” Sahutnya.

          “Apa...?”

          “Aku baik-baik saja, jadi pergilah.” Pinta Elijah.

          Kaca-kaca di dalam mata coklat Emilio sedikit berjatuhan. Dari raut wajahnya terlukis ketakutan yang sangat jelas. Ia begitu frustrasi karena terjebak dalam keadaan yang begitu rumit. Emilio beralih pada Elijah bibir tipisnya bergerak-gerak menahan emosi yang kian memuncak saat mendapati Elijah kembali bersikap dingin padanya.

          “Kau sungguh baik-baik saja? Benarkah?”

          “Aku baik-baik saja, jadi pergilah.”

          “Jika baik-baik saja, aku akan...” Sebelum Emilio menyelesaikan perkataannya ia sudah didorong keluar oleh Elijah yang marah.

          “Kubilang keluarlah! Tolong, pergilah! Sana!” Elijah berteriak begitu nyaring hingga membuat Emilio mematung. Ia kembali melihat sosok Elijah yang kesepian.

          Elijah bernapas dengan cepat dan berat. Jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak ingin bersikap kasar pada Emilio. tetapi rasa takut,tidak percaya diri, depresi, dan rasa frustrasi terus menghantuinya. Kejadian itu tidak pernah lepas dalam ingatannya. Air mata Elijah luruh bersamaan dengan tubuhnya yang merosot ke lantai dan meringkuk bagaikan anak kucing yang kehilangan induknya.

          Dengan enggan Emilio keluar. Dirinya benar-benar mengalami frustrasi saat menghadapi Elijah yang kembali bersikap dingin padanya. Emilio berjalan sendirian sementara Sebastian menunggunya di depan mobil.

          “Ah, bagaimana bisa aku melupakan itu?” Emilio menghentikan langkahnya dengan salah satu tangannya di pinggang Emilio kebingungan sendiri.

          Sebastian yang melihat sosok Emilio yang linglung segera menghampirinya. “Apa? Kenapa? Apa yang salah? Apa kau terluka?” Sebastian bertanya dengan cemas, ia memeriksa tangan yang dipakai untuk memukul kaca hingga pecah dan mendapati beberapa luka goresan di sana.

          “Tangan? Astaga!” Sebastian tidak percaya dengan yang dilihatnya sekarang.

          “Bukan soal itu. Aku tidak bertanya, apa dia sudah makan? Itu sebabnya aku datang ke sini.” Emilio sedikit kebingungan. Mengapa dia bisa melewatkan hal itu. Ia berbalik ke arah rumah Elijah yang tampak dari belakang.

          Sementara Elijah ia meringkuk sendirian. Ia menangis sendirian suara tangisnya terdengar begitu pilu tanpa seseorang yang menemani ataupun menghiburnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status