Emilio mencari seseorang yang dekat dengan Elijah. dan dia bertemu dengan seorang pria muda yang berusia sekitar 20 tahunan. Dia menemukannya saat dia berada di toko barang bekas saat dirinya sedang menjual sedikit barang. Emilio memerhatikannya sebentar lalu memanggilnya dengan cara melambaikan tangannya yang penuh dengan luka goresan pada Dira satu-satunya pria yang dekat dengan Elijah.
Dira sedikit bingung saat melihat tangan itu. Ia mendekat dan mengikuti arah mobil yang membawanya ke sudut gudang yang cukup sepi. Emilio mondar-mandir seperti setrikaan. Dirinya tidak habis pikir jika ada seorang teman yang tetap bekerja padahal temannya sendiri sedang terpuruk.
“Tidak, bagaimana kau bisa tetap bekerja dan tidak peduli pada temanmu, apa dia sudah makan atau belum?”
“Aku harus mencari nafkah juga, aku tidak bisa berkeliaran di sekitarnya selama 24 jam sehari,” kilahnya. Dira beranjak pergi meninggalkan Emilio.
“Beraninya kau memerintahku?”
“Hei, hei!” Emilio berteriak.
“Apa?” balas Dira.
“Ada di sekitarnya 24 jam sehari. Apa masalahnya? Aku akan membayarmu. Jika kugaji 10 kali lipat, mau melakukannya?” Emilio memberi penawaran pada Dira.
“Kalau... 10 kali lipat... itu.... terlalu berlebihan. Dua atau tiga sudah cukup bagiku,” Dira sedikit memikirkan penawaran yang ditawarkan oleh Emilio padanya.”
Emilio meraih dompet yang ada di balik saku dalam jasnya. Ia mengeluarkan salah satu kartu miliknya. Agar tidak mencolok ia memberikan kartu biasa bukannya BlackCard miliknya.
“Ini...” Emilio menyerahkan sebuah kartu. “Beli saja yang kau butuhkan, makanan yang enak juga. Tetap dengannya 24 jam sehari, lalu laporkan padaku. Ah, jangan bilang aku yang mengirimimu. Dira meraih kartunya dengan perasaan yang tidak percaya.
“Aku sungguh bisa membeli sesuatu?”
“Kenapa kau tiba-tiba jadi sopan?”
“Ah, aku?” Dira kebingungan ia ingin pergi lalu kembali berbalik pada Emilio dirinya mencoba memastikan lagi.
“Aku sungguh bisa membeli makanan mahal juga kan?”
“Cepat pergi!” Emilio berteriak hingga membuat Dira lari tunggang-langgang karena ketakutan.
***
Selesai berbelanja perlengkapan untuk memasak. Mau tidak mau dia datang ke rumah Elijah sesuai permintaan Emilio sebelumnya. Terlihat ada dua pekerja yang sedang memperbaiki kaca jendela yang dipecahkan oleh Emilio. Napas Dira terengah-engah karena membawa banyak bahan makanan dan berjalan menaiki anak tangga yang tidak sedikit.
"Kenapa membeli begitu banyak? Aku sedang tidak nafsu makan juga,” Elijah beralih menatap Dira yang tidak biasanya bersikap seperti itu padanya.
“Kau hanya makan saat kau mau? Kau makan untuk hidup. Baik, sekarang, kita harus apa dulu? Haruskah aku mengukusnya dulu?” Dira bertanya dengan sedikit antusias mencoba menaikkan mood Elijah yang buruk.
“Kau cukup beri perintah, aku akan melakukan apa pun.” Dira pergi ke arah dapur dan membuka box styrofom yang berisi kepiting segar. “Kau tidak tahu betapa segarnya ini. jadi cukup...” belum selesai ia bicara. Dira mengangkat salah satu kepiting yang hidup lalu setengah berteriak.
“Astaga, mereka masih hidup. Dia bergerak.” Dira berjingkrak karena ketakutan padalah dirinya seorang pria.
Elijah bangkit dan berusaha mengurus kepiting yang dibawa oleh Dira. “Biar aku yang urus. Kau bahkan ketakutan saat melihatnya. Jadi mengapa kau membelinya?” Elijah mengangkat salah satu kepiting yang masih bergerak bebas. ia menatapnya sebentar lalu membersihkannya lalu memasaknya dengan perasaan yang tidak karuan.
Di sela Elijah memasak, Dira memotretnya secara diam-diam dan mengirimkannya pada Emilio yang sedang berada di kantor. Emilio yang sedang berada di balik meja melirik ke arah ponselnya yang bergetar karena ada pesan masuk. Emilio memicingkan ujung matanya memastikan siap yang mengirim pesan padanya.
Emilio melihat pesan itu dan terlihat Elijah yang sedang memasak di sana. Emilio langsung bangkit saat melihat hal itu. “Dia pasti sudah gila!” Emilio segera menekan beberapa digit nomor di ponselnya dan menghubungi Dira.
Dira yang sedang mengamati Elijah memasak tiba-tiba sedikit tegang saat ponsel yang ada di tangannya berdering. Di layar tertulis nama Emilio. dia dengan hati-hati dan setengah berbisik saat menjawab teleponnya.
“Hei! Kau yang harus memasak dan menyuapinya! Sekarang kenapa membuatnya memasak? Kau gila? Kau tidak waras?” suara itu terdengar sangat keras hingga Dira sedikit menjauhkan telingannya dari ponsel.
“Ah, Anda cenderung akan lesu jika tidak melakukan apa-apa. Aku melakukannya dengan sengaja. Anda tidak tahu apa-apa,” kilahnya.
“Apa? Lesu? Apa?” Emilio kembali berteriak.
“Siapa itu?” Elijah bertanya pada Dira yang sedang menelepon seseorang.
“Apa?”
“Halo?”
“Oh,” Dira sedikit terkejut. Ia takut ketahuan oleh Elijah.
“Ini penipuan,” jawab Dira.
“Penipuan, apa maksudmu?” Emilio semakin kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh Dira.
“Hei, kau... jangan meneleponku lagi!” Dira segera berlari membantu Elijah memasak.
“Jika tidak kutelepon... Halo? Dia menutupnya.” sambungan telepon pun terputus. Emilio kebingungan dengan situasi yang terjadi sekarang. Ia benar-benar tidak mengerti.
“Terima kasih banyak karena sudah memperbaiki jendela,” Elijah berterima kasih kepada kedua tukang yang telah bekerja memperbaiki jendelanya.
“Aku bukan orang yang memasak. Tapi nikmati makanannya.” Dira mempersilakan kedua tukang untuk ikut makan bersama. Sementara Elijah sibuk mengisi mangkuk yang kosong dengan kepiting yang sudah selesai dimasak.
"Anda sudah repot-repot memasak untuk kami. Terima kasih atas semuanya,” tukang mengucapkan terima kasih.
“Bukankah ini mengesankan?”
“Aku akan makan lebih dulu,” sang tukang pun menyantapnya dengan lahap walau tidak yakin dengan rasanya.
“Dia koki yang luar biasa. Temanku ini,” Dia mengisi mangkok untuk diberikan pada Elijah yang sedari tadi tidak bersemangat.
“Ada apa?”
“Beberapa saat yang lalu dia hidup dan bergerak. Apa dia tahu kalau dia akan mati?” Elijah menatap sendu pada panci yang berisi kepiting.
“Maka dari itu, mari kita menikmatinya dengan baik.”
Di sisi lain Emilio masih gelisah. Ia tidak tahu bagaimana keadaan Elijah sekarang. Dia benar-benar dibuat kelimpungan oleh Elijah. Emilio menyilangkan kedua tangannya di dada. Sorot matanya tidak bisa bohong ia begitu cemas. Kakinya yang panjang terus mengetuk lantai dengan sepatu yang dikenakan olehnya.
“Apa maksudnya tadi? Dia itu sudah makan atau belum makan? Mengapa dia tidak mengabariku lagi? Ah, sumpah ini bocah!” Emilio sedikit kesal karena tak kunjung ada kabar. Tiba-tiba ponselnya kembali bergetar di sana terlihat wajah kusam serta pucat milik Elijah yang berada di meja makan dengan berbagai hidangan tersaji di sana.
Emilio menatap lekat ke arah layar ponselnya. Ia merasa kebingungan saat melihat raut wajah Elijah yang tidak terawat.
“Raut wajahnya kenapa seperti ini?”
Emilio menghela napasnya dia melangkah maju dan bersender pada meja kerjanya. Di jari tangan yang ramping dan lentik itu terselip sebatang rokok. Sesekali ia menghisapnya secara perlahan. Asap rokok mulai memenuhi seisi ruangan kerjanya.
“Elijah, aku harap kau baik-baik saja. Aku tidak ingin kau terluka lebih dalam lagi. Akan aku pastikan jika kakakku Eito mendapatkan ganjaran atas perbuatannya padamu,” Emilio mengepalkan kedua tangannya hingga otot-otot di tangannya timbul keluar.
Hari sudah semakin sore langit juga tampak mendung. Dira masih berada di rumah Elijah. mencoba menyelesaikan pekerjaannya untuk menemani Elijah selama 24 jam. Suhu di luar cukup dingin karena sudah memasuki musim gugur semua orang mulai berpakaian hangat. Dira mengamati Elijah, di wajahnya masih terlihat bekas luka penganiayaan yang hingga kini Elijah tidak mendapat keadilan untuk hal itu. Elijah tidak melaporkan kejadian malang itu kepada polisi karena dirinya lebih dari tahu diri. Orang yang sedang dilawan oleh dirinya adalah orang yang ber-uang mereka bisa membuat Elijah semakin menderita bahkan kemungkinan terburuknya mereka akan menyingkirkannya tanpa jejak sedikitpun. Elijah sudah terlalu sering sakit hati dan kecewa maka dari itu ia meredam semua rasa sakitnya sendirian. Ia tidak pernah berharap lebih dalam hidupnya, ia selalu bekerja keras untuk m
Di gelapnya malam Emilio masih berkeliaran di luar. Ia kembali datang ke area lingkungan rumah Elijah. ia melirik ke sekeliling pandangannya tertuju pada jendela rumah Elijah yang padam seakan penghuninya tidak berada di sana. Emilio melirik pada jam tangannya terlihat sudah pukul 21:00 malam tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Elijah berada di rumah. Emilio benar-benar kalut ia mengabaikan pekerjaannya dan memercayakan semuanya pada Sebastian. “Lampunya mati, apa dia ada di rumah atau tidak? Astaga.” Emilio meraih ponselnya dan mencari kontak Dira dengan segera memanggil Dira. Dira sendiri berada di warnet ia sudah berpisah dengan Elijah sejak siang hari. Ia memicingkan ujung matanya saat layar ponselnya menampilkan Emilio lah yang meneleponnya malam-malam.&
Elijah mengingat kembali bagaimana raut wajah ketakutan yang ditunjukkan oleh Emilio terhadapnya. Elijah mencoba menghubungi nomor Emilio. terdengar suara cemas dari balik telepon. “Kau di mana? Apa yang kau lakukan sekarang? Halo?” Emilio mencoba mendengarkan suara Elijah namun, ia tidak mendengar suara apa pun. “Aku hanya menelepon. Tanganmu apakah baik-baik saja?” mendengar hal itu Emilio menghentikan langkahnya saat mencari keberadaan Elijah. “Tanganku? Tentu, tidak apa-apa. Aku sembuh dengan cepat.” “aku minta maaf.” “Maaf untuk apa?” “Aku tidak bisa membayarmu. Aku tidak bisa membayar uang yang kau habiska
Mendengar kabar Emilio masuk rumah sakit membuat Sebastian terkejut pasalnya beberapa jam lalu dia masih meminta informasi tentang keberadaan Elijah. sesampainya di sana Emilio tengah tertidur wajahnya pias keringat memenuhi dahinya yang lebar. Sebastian menghela napasnya lalu membawakan handuk hangat untuk membasuh keringatnya. Di sudut ruangan Sebastian tengah bicara dengan seseorang sambil sesekali ia melirik ke arah Emilio. perlahan Emilio membuka kedua matanya pening di kepala masih terasa. Ia tersadar saat melihat langit-langit yang berbeda dari kamarnya. Emilio memijat kepalanya berharap rasa sakitnya berkurang. Sebastian yang melihat Emilio telah sadar segera menutup teleponnya dan berlari menghampiri Emilio. “Bagaimana keadaanmu? A
Selagi matahari terbenam senja memancarkan cahaya abu-abu serta warna jingga memenuhi langit sore. Elijah menikmati setiap kali udara dingin menyentuh kulitnya. Sekilas tercium aroma perpaduan Cedar wood dan Cypress Elijah menghirupnya dalam-dalam. Aroma parfum itu sangat familier bagi Elijah. ia menikmati aroma yang terbawa oleh angin. “Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?” Elijah menunduk. “Tapi tak bisa aku ungkiri jika Tuan Emilio sangatlah baik. Wanita yang mendapatkannya pastilah sangat bahagia memiliki kekasih atau pun suami yang memiliki perangai seperti Tuan Emilio.” Elijah terus membayangkan ini dan itu, di tengah pikirannya itu kembali terlintas perkataan Emilio yang membuatnya mau bangkit walau hidupnya sudah hancur sejak dulu.&nb
Elijah kembali ke rumahnya. Kali ini Emilio mengizinkannya karena dua hari yang lalu kondisi Elijah sudah stabil ia tidak menunjukkan gejala depresi lagi. Dira selaku teman satu-satunya pun selalu datang untuk mengunjungi serta menemaninya sesuai perintah yang diarahkan oleh Emilio padanya. Elijah sudah sedikit ceria walau terkadang ingatan dan perasaan itu datang menghampirinya secar tiba-tiba. Elijah duduk di depan tv ia sedikit merenungi semua hal yang terjadi dalam hidupnya sembari memanggang sedikit kue. Ia sadar diri jika keberuntungan hidupnya sudah habis tetapi satu hal ada satu orang yang sangat menginginkannya hidup dan mulainya kembali dari awal. Setelah semua yang dilakukan Emilio untuknya sedikit banyak sudah menyentuh hatinya. “Baiklah, untuk sekarang mari hidup.” &nb
Hari ini hari cukup cerah sinar mentari begitu hangat walau di musim gugur, Elijah memutuskan untuk pindah ke sebuah apartement yang cukup layak untuk dirinya. Elijah berdiri di depan pintu masuk untuk menunggu mobil barang yang membawa perabot rumah miliknya. Elijah tampak bahagia senyum terukir indah di wajahnya saat mengarahkan petugas yang membawa barang-barangnya masuk ke area apartement. Elijah membersihkan apartemennya bersama dengan Dira yang membantunya mengemas dan menata ruangan yang akan Elijah tinggali. Hari sudah beranjak gelap keduanya cukup kelelahan karena mengemas unit apartemennya seharian. Tanpa diduga di sebelah unit Elijah ternyata Emilio sudah menunggu dan menempatinya. Emilio tengah beristirahat di tempat tidur sebelum sebastian datang menghampirinya. “Mereka ada di sini.” Emilio m
Seiringnya berjalan waktu Elijah mulai pulih dari trauma. Dia mulai beraktivitas kembali. Elijah bekerja di toko kue di siang hari sedangkan di malam harinya dia akan berada di bar bekerja bersama dengan Dira yang sebagai bartender di sana. Dia sibukan oleh pekerjaan yang tiada henti bukan tanpa sebab dia hanya ingin melupakan segalanya. Waktu telah menunjukkan pukul 03:40 Elijah berjalan gontai karena lelah bekerja. Setiap dini hari ia baru sampai di rumah. Karena ruangan tidak kedap suara Emilio mendengar bahwa Elijah baru saja pulang kerja. Ada rasa iba tapi dia tidak mau meremehkan Elijah. Emilio selalu memehatikan dan menjaganya dari jauh. “Apa kau masih bangun?” “Uhm,” jawab Elijah seraya melepaskan jaket miliknya dan melemparnya ke sembarang arah.&nb