Hari sudah semakin sore langit juga tampak mendung. Dira masih berada di rumah Elijah. mencoba menyelesaikan pekerjaannya untuk menemani Elijah selama 24 jam. Suhu di luar cukup dingin karena sudah memasuki musim gugur semua orang mulai berpakaian hangat.
Dira mengamati Elijah, di wajahnya masih terlihat bekas luka penganiayaan yang hingga kini Elijah tidak mendapat keadilan untuk hal itu. Elijah tidak melaporkan kejadian malang itu kepada polisi karena dirinya lebih dari tahu diri. Orang yang sedang dilawan oleh dirinya adalah orang yang ber-uang mereka bisa membuat Elijah semakin menderita bahkan kemungkinan terburuknya mereka akan menyingkirkannya tanpa jejak sedikitpun.
Elijah sudah terlalu sering sakit hati dan kecewa maka dari itu ia meredam semua rasa sakitnya sendirian. Ia tidak pernah berharap lebih dalam hidupnya, ia selalu bekerja keras untuk m
Di gelapnya malam Emilio masih berkeliaran di luar. Ia kembali datang ke area lingkungan rumah Elijah. ia melirik ke sekeliling pandangannya tertuju pada jendela rumah Elijah yang padam seakan penghuninya tidak berada di sana. Emilio melirik pada jam tangannya terlihat sudah pukul 21:00 malam tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Elijah berada di rumah. Emilio benar-benar kalut ia mengabaikan pekerjaannya dan memercayakan semuanya pada Sebastian. “Lampunya mati, apa dia ada di rumah atau tidak? Astaga.” Emilio meraih ponselnya dan mencari kontak Dira dengan segera memanggil Dira. Dira sendiri berada di warnet ia sudah berpisah dengan Elijah sejak siang hari. Ia memicingkan ujung matanya saat layar ponselnya menampilkan Emilio lah yang meneleponnya malam-malam.&
Elijah mengingat kembali bagaimana raut wajah ketakutan yang ditunjukkan oleh Emilio terhadapnya. Elijah mencoba menghubungi nomor Emilio. terdengar suara cemas dari balik telepon. “Kau di mana? Apa yang kau lakukan sekarang? Halo?” Emilio mencoba mendengarkan suara Elijah namun, ia tidak mendengar suara apa pun. “Aku hanya menelepon. Tanganmu apakah baik-baik saja?” mendengar hal itu Emilio menghentikan langkahnya saat mencari keberadaan Elijah. “Tanganku? Tentu, tidak apa-apa. Aku sembuh dengan cepat.” “aku minta maaf.” “Maaf untuk apa?” “Aku tidak bisa membayarmu. Aku tidak bisa membayar uang yang kau habiska
Mendengar kabar Emilio masuk rumah sakit membuat Sebastian terkejut pasalnya beberapa jam lalu dia masih meminta informasi tentang keberadaan Elijah. sesampainya di sana Emilio tengah tertidur wajahnya pias keringat memenuhi dahinya yang lebar. Sebastian menghela napasnya lalu membawakan handuk hangat untuk membasuh keringatnya. Di sudut ruangan Sebastian tengah bicara dengan seseorang sambil sesekali ia melirik ke arah Emilio. perlahan Emilio membuka kedua matanya pening di kepala masih terasa. Ia tersadar saat melihat langit-langit yang berbeda dari kamarnya. Emilio memijat kepalanya berharap rasa sakitnya berkurang. Sebastian yang melihat Emilio telah sadar segera menutup teleponnya dan berlari menghampiri Emilio. “Bagaimana keadaanmu? A
Selagi matahari terbenam senja memancarkan cahaya abu-abu serta warna jingga memenuhi langit sore. Elijah menikmati setiap kali udara dingin menyentuh kulitnya. Sekilas tercium aroma perpaduan Cedar wood dan Cypress Elijah menghirupnya dalam-dalam. Aroma parfum itu sangat familier bagi Elijah. ia menikmati aroma yang terbawa oleh angin. “Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?” Elijah menunduk. “Tapi tak bisa aku ungkiri jika Tuan Emilio sangatlah baik. Wanita yang mendapatkannya pastilah sangat bahagia memiliki kekasih atau pun suami yang memiliki perangai seperti Tuan Emilio.” Elijah terus membayangkan ini dan itu, di tengah pikirannya itu kembali terlintas perkataan Emilio yang membuatnya mau bangkit walau hidupnya sudah hancur sejak dulu.&nb
Elijah kembali ke rumahnya. Kali ini Emilio mengizinkannya karena dua hari yang lalu kondisi Elijah sudah stabil ia tidak menunjukkan gejala depresi lagi. Dira selaku teman satu-satunya pun selalu datang untuk mengunjungi serta menemaninya sesuai perintah yang diarahkan oleh Emilio padanya. Elijah sudah sedikit ceria walau terkadang ingatan dan perasaan itu datang menghampirinya secar tiba-tiba. Elijah duduk di depan tv ia sedikit merenungi semua hal yang terjadi dalam hidupnya sembari memanggang sedikit kue. Ia sadar diri jika keberuntungan hidupnya sudah habis tetapi satu hal ada satu orang yang sangat menginginkannya hidup dan mulainya kembali dari awal. Setelah semua yang dilakukan Emilio untuknya sedikit banyak sudah menyentuh hatinya. “Baiklah, untuk sekarang mari hidup.” &nb
Hari ini hari cukup cerah sinar mentari begitu hangat walau di musim gugur, Elijah memutuskan untuk pindah ke sebuah apartement yang cukup layak untuk dirinya. Elijah berdiri di depan pintu masuk untuk menunggu mobil barang yang membawa perabot rumah miliknya. Elijah tampak bahagia senyum terukir indah di wajahnya saat mengarahkan petugas yang membawa barang-barangnya masuk ke area apartement. Elijah membersihkan apartemennya bersama dengan Dira yang membantunya mengemas dan menata ruangan yang akan Elijah tinggali. Hari sudah beranjak gelap keduanya cukup kelelahan karena mengemas unit apartemennya seharian. Tanpa diduga di sebelah unit Elijah ternyata Emilio sudah menunggu dan menempatinya. Emilio tengah beristirahat di tempat tidur sebelum sebastian datang menghampirinya. “Mereka ada di sini.” Emilio m
Seiringnya berjalan waktu Elijah mulai pulih dari trauma. Dia mulai beraktivitas kembali. Elijah bekerja di toko kue di siang hari sedangkan di malam harinya dia akan berada di bar bekerja bersama dengan Dira yang sebagai bartender di sana. Dia sibukan oleh pekerjaan yang tiada henti bukan tanpa sebab dia hanya ingin melupakan segalanya. Waktu telah menunjukkan pukul 03:40 Elijah berjalan gontai karena lelah bekerja. Setiap dini hari ia baru sampai di rumah. Karena ruangan tidak kedap suara Emilio mendengar bahwa Elijah baru saja pulang kerja. Ada rasa iba tapi dia tidak mau meremehkan Elijah. Emilio selalu memehatikan dan menjaganya dari jauh. “Apa kau masih bangun?” “Uhm,” jawab Elijah seraya melepaskan jaket miliknya dan melemparnya ke sembarang arah.&nb
Elijah menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. Dia mencoba mengumpulkan tenaga nya untuk bisa pulang ke apartemennya. Elijah membersihkan darah yang menetes dari sudut bibirnya. Seketika ia tersenyum di antara perih lukanya sendiri. “Memang benar kau menyukaiku Dias.” Samar-samar Elijah mendengar suara ponselnya yang berdering tapi entah di mana ponsel itu terlempar. Sekujur tubuhnya begitu sakit tapi dipaksa untuk mencarinya karena dia takut jika dia mengabaikannya akan ada sesuatu penting yang terlewatkan. “Ah, di mana?” Elijah meraba di antara semak yang menjulang. “Akhirnya,” Elijah melihat ke arah layar ponsel di sana tertulis Tuan malaikat. El