Elijah menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. Dia mencoba mengumpulkan tenaga nya untuk bisa pulang ke apartemennya. Elijah membersihkan darah yang menetes dari sudut bibirnya. Seketika ia tersenyum di antara perih lukanya sendiri.
“Memang benar kau menyukaiku Dias.”
Samar-samar Elijah mendengar suara ponselnya yang berdering tapi entah di mana ponsel itu terlempar. Sekujur tubuhnya begitu sakit tapi dipaksa untuk mencarinya karena dia takut jika dia mengabaikannya akan ada sesuatu penting yang terlewatkan.
“Ah, di mana?” Elijah meraba di antara semak yang menjulang.
“Akhirnya,” Elijah melihat ke arah layar ponsel di sana tertulis Tuan malaikat. El
Rasa cemas dan bersalah semakin menguasai Emilio. Emilio bangkit dari duduknya ia meraih dompet kunci mobil serta ponselnya lalu berdiri di depan pintu unit Elijah. raut wajahnya benar-benar tidak baik jari tangannya terus menekan bel hingga beberapa kali ia sangat tidak sabaran sampai ketika pintu itu di buka dan terlihatlah penampilan Elijah yang benar-benar babak belur. Emilio termangu sesaat dirinya tidak menyangka jika luka Elijah separah ini. “Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu seperti ini?” Elijah berniat menutup kembali pintu, pergelangan yang terluka terekspos membuat Emilio semakin naik pitam dibuatnya. “Tunggu! Kenapa kau tidak menjawabnya?” Emilio menangkap tangan Elijah. “Ini bukan urusanmu Tuan,&rdq
Semenjak kejadian Emilio tidak pernah mendengar kabar bahwa Dias menagih hutang kepada Elijah lagi. luka yang diberikan Emilio padanya cukup parah dan itu membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyembuhkannya. Belakangan ini Emilio sangat sibuk, dia bahkan beberapa kali pergi ke luar kota dan luar negeri untuk mengurus caban perusahaan miliknya. Di setiap dia meninggalkan Elijah ada perasaan sedih seakan dia sangat tidak ingin jika berada jauh darinya. Emilio selalu merasa cemburu ketika melihat Elijah bersama dengan rekan kerjanya. Di tambah belakangan ini Emilio selalu saja memikirkannya seberapa keras ia membuangnya itu akan semakin kuat. “Aku sangat lelah,” sudah tiga hari Emilio bekerja dan begadang dia hanya tidur selama dua jam setiap harinya. Emilio memang gila kerja karena tidak ada yang mengingatkannya jika lelah maka berhentilah. &nb
“Tuan, apa yang Anda katakan itu benar?” sorot matanya dipenuhi oleh rasa tidak percaya bahwa dirinya sedang mengandung anak dari orang yang telah memperkosanya. Psikis Elijah kembali diobrak-abrik seakan tidak puas dengan apa yang telah dialami oleh Elijah sebelumnya. Rentetan ujian berat menanti Elijah yang malang. “Elijah, tenanglah!” Emilio segera menghampiri Elijah dan memeluknya. “Anak ini... aku mengandung anak dari bajingan itu...Tidak mungkin Tidak!” Elijah berteriak histeris ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya kini sedang mengandung. Trauma yang sempat mereda itu kembali bangkit bersamaan dengan mental Elijah yang terus dihancurkan tanpa tersisa. “Elijah,” Emilio terus mendekapnya dengan erat seraya terus memberinya pengertian. &ldq
Pertengkaran Emilio dan juga Eito sudah terdengar oleh keluarga besar Xavier. Earnest bahkan tidak habis pikir pada Emilio yang tega merusak wajah kakaknya tanpa ampun hingga meninggalkan bekas seumur hidupnya. Emilio di panggil menghadap Eranest bersama Sebastian. Sebastian berdiri di samping Emilio perasaan was-was pun mengintai karena setiap Emilio mendapat masalah yang akan dipukul oleh Earnest lebih dulu adalah Sebastian barulah ke Emilio. “Jadi apa masalahmu hingga kau menghancurkan wajah saudaramu?” Earnest bertanya dengan nada suara yang dingin dan marah. Emilio tidak bicara. Dia hanya menatap ayahnya tajam ia bahkan tidak berkedip sekali pun. Emilio mengalihkan pandangannya pada Jeslyn istri pertama serta ibu dari Alexavier Eito.&n
Langit sore dengan bias kekuningan terpancar dari sela pepohonan Flamboyan warna merah api tampak berjejer rapi di sepanjang pintu masuk hingga ke area mansion. Suasana sepi dan tenang khas daerah pemukiman elit. Tepian kanan kiri sepanjang ruas jalan itu diselimuti warna merah. Emilio sudah cukup lama tidak menginjakkan kakinya ke mansion dimana kakeknya tinggal bersama neneknya. Saat turun dari mobil Emilio dapat mencium wangi semerbak bunga. Di pintu masuk sudah ada kakek dan neneknya yang sudah menunggu kedatangan Emilio dan juga Sebastian. “Kakek, Nenek kenapa menunggu di luar? Suhu di luar begitu dingin ayo segera masuk,” Sebastian memboyong keduanya untuk ke dalam rumah. “Kakek sangat merindukan kalian berdua. Kenapa ba
Hari-hari Elijah mulai berubah, perut rata Elijah semakin terlihat seiring bertambahnya minggu. Emilio senantiasa menemaninya entah itu mencari makanan ataupun sesuatu yang diinginkan oleh Elijah. di unit apartemennya Elijah sering menghabiskan waktunya bersama dengan Emilio terkadang jika Emilio sibuk dia akan meminta Dira untuk menemaninya di rumah. Elijah masih bekerja di toko kue. Ia tidak ingin selalu bergantung pada Emilio. Di kantor Emilio sudah menunjukkan pukul 19:00 ia tidak bisa pulang kali ini karena pekerjaannya begitu banyak dia ingin menyelesaikan pekerjaan agar di hari sabtu dia bisa meluangkan waktunya untuk menemani Elijah berbelanja makanan. Emilio tidak pernah melewatkan kegiatan itu karena ia berpikir jika hal itu dapat membuatnya semakin dekat dengan Elijah. “Aku tidak akan pulang untuk makan malam, pekerjaanku masihlah sangat banyak
Keesokkan harinya Emilio sangat sibuk sekali, persiapan pernikahan dan bulan madu semua itu membutuhkan waktu namun, Emilio meminta untuk menyelesaikannya dalam dua minggu. Sebastian secara intensif mengatur jadwalnya berusaha keras agar jadwal Emilio tidak bentrok dengan yang lainnya. Setelah rapat rutin, Emilio berjalan keluar dari ruang rapat. Tangan kirinya memegang sebuah dokumen. Sambil berjalan, ia berpesan pada Sebastian. Livy yang masih sekretaris Emilio datang dari depan dengan hormat dan sopan berkata. “Presdir, orang dari perusahaan penyelenggara pernikahan sudah datang. Saya sudah mengaturnya di ruang tamu untuk menunggu Anda.” “Uhm,” Emilio mengangguk pelan. Berjalan memasuki ruang tamu diikuti oleh Sebastian
Di samping mobil., bersandar seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, ia mengenakan setelan jas berwarna hitam pekat, dengan gayanya yang sedikit santai, satu tangannya disematkan dalam saku celananya sementara tangan lainnya memegang rokok, asap rokok berkerlap-kerlip di antara langit malam serta sorot lampu yang temaram. Elijah baru saja keluar dari gedung apartemen Dira. Saat dia melihat sosok Emilio matanya langsung bersinar seakan mendapatkan sebongkah berlian. “Tuan, kenapa Anda di sini?” Emilio tidak menjawab, tetapi dia mendekap tubuh Elijah, la menundukkan kepalanya untuk mencium bibir ranum Elijah. keduanya berdiri di bawah cahaya rembulan dan berperlukan. Saat Emilio hendak menciumnya tiba-tiba saja Elijah menghindar suara begitu berat dan tubuhnya sedikit gemetar. Emilio sadar