Keesokan harinya Elijah datang ke kantor dengan menggunakan kaca mata hitam yang besar untuk menutupi semua lebam di wajahnya. Ia bekerja seperti biasanya tidak ada yang peduli terhadapnya. Bahkan untuk bertanya keadaannya saja mereka tidak bertanya.
Tidak terasa sekarang sudah waktunya pulang kerja. Elijah bersiap mengemas barang-barangnya. Kali ini dia akan bekerja paruh waktu di sebuah hotel bintang lima, tempat di mana orang-orang beruang menghabiskan malam.
Elijah bekerja dengan begitu giat dan keras, ia bahkan tidak memedulikan perkataan orang lain terhadapnya. Elijah yang kelelahan berhenti sejenak ia menatap langit gelap di luar gedung.
“Apakah jika aku dilahirkan dari kalangan orang kaya itu, aku akan bisa menikmati hidupku? Tidak seperti ini,” Elijah meremas kaleng minuman yang sudah ia tegak habis.
“Elijah, kau bahkan tidak tahu siapa orang tuamu, mengapa kau berani bermimpi seperti itu?” Elijah menampar pipinya sendiri hingga ia tersadar dari lamunannya.
Dari sudut lorong ada tiga orang pria yang mabuk dengan seorang wanita bersama mereka. Tatapan mata mereka begitu tajam saat melirik ke arah Elijah yang berdiri mengenakan seragam yang cukup seksi dan mengundang hasrat. Mereka bertiga menyeringai melirik ke kiri dan ke kanan memastikan tidak ada orang yang akan mengganggu rencana mereka.
Elijah yang menyadari dirinya dalam situasi yang berbahaya itu pun memundurkan tubuhnya. Rasa takut dan jijik menghantui Elijah.
“Tuan, Anda sedang mabuk. Sebaiknya saya memanggil security untuk membawa Tuan kembali ke kamar.” Elijah terus berjalan mundur secara perlahan.
“Ayo tangkap dia,” perintah seorang pria.
“Tidak, Tidak!” Elijah berlari menuju lorong yang panjang. Ia berusaha melarikan diri dari pria hidung belang.
Dan sialnya lagi ternyata pintu tangga daruratnya tidak berfungsi dengan baik, sehingga Elijah kembali tertangkap oleh pria mabuk. Mereka menarik dan menyeret tubuh Elijah membawanya masuk ke dalam sebuah kamar.
“Aku mohon lepaskan aku!” Elijah berusaha melepaskan diri saat tubuh kecilnya ditarik tanpa ampun.
Elijah terus berontak, ia bahkan mencengkeram kusen pintu begitu erat. Sementara pria hidung belang terus berusaha melepaskan pegangan Elijah. rasa putus asa kian membesar kala kedua lengannya terlepas dari pegangan sorot matanya redup saat pintu kamar telah tertutup.
Elijah dilemparkan ke tempat tidur dengan kasar, kepalanya sedikit pusing. Ia tidak bisa mengenali wajah orang yang telah menyeretnya ke dalam kamar. Ia hanya bisa menangis saat seseorang tengah meraba tubuh kurusnya. Air mata luruh bersamaan dengan hilangnya kehormatan miliknya.
Lebam di wajahnya kian bertambah karena menerima pukulan dari pria yang merenggut kehormatannya dengan begitu brutal hingga tak memikirkan bagaimana luka Elijah.
Elijah terisak, ketika gelak tawa memenuhi ruangan. Elijah menatap ke arah lain ada seorang wanita yang bernasib sama seperti dirinya tetapi wanita itu tampak menikmati setiap sentuhan yan diberikan oleh pria hidung belang itu.
Entah berapa lama ia dipaksa untuk melayani nafsu bejat seorang pria yang bahkan tidak dikenalnya. Tubuhnya yang sudah lemah tak bisa lagi berontak untuk melawan.
“Eito, apa kau sudah selesai dengan wanita itu?”
“Ya,” sahut pria yang bertubuh kekar itu.
Hanya kalimat itu yang masih terngiang-ngiang di telinganya. Elijah berbalik ia menatap pada pria yang berada tepat di sampingnya senyum penuh kemenangan itu terlukis begitu jelas dari wajah tampan yang tak begitu terlihat karena penerangan kamar yang begitu redup.
“Beli lah apa pun yang kau mau, dan ingat jika kau lapor polisi aku akan mengejarmu sampai mati. Bahkan jika kau melawan itu tidak akan ada gunanya. Ingat itu baik-baik,” si pria melemparkan segepok uang kepada Elijah yang masih terkapar di tempat tidur.
Elijah menatapnya sinis, tangisnya bahkan sudah tidak terdengar lagi. Si pria pun pergi meninggalkan Elijah di kamar sendirian. Elijah mencoba bangkit dan memungut semua pakaian miliknya yang berserakan di lantai. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Di bawah guyuran shower Elijah menangis dengan begitu pilu, suaranya terdengar parau karena terus menerus menangis. Seorang pria berdiri di luar pintu kamar mandi ia mendengar isak tangis wanita yang berada di dalam sana hatinya ikut hancur kala jeritan itu terdengar hingga ke luar.
Elijah keluar dari kamar mandi dan betapa kagetnya ia saat mendapati seorang pria yang lain ada di dalam kamar.
“Si-apa kau? Apa kau belum puas mempermainkan aku?” teriak Elijah histeris.
“Nona, saya akan mengurus nona,” ujar Sebastian dengan sopan.
“Apa lagi yang kau inginkan? Aku sudah kehilangan segalanya. Aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Jadi ku mohon tinggalkan aku!” Elijah terus berteriak histeris di depan Sebastian. Elijah bahkan tidak bisa melihat rupa Sebastian dengan jelas karena memar di matanya.
Sebastian menatap wajah Elijah yang lebam lalu turun ke pakaian yang sudah robek dimana-mana membuatnya seakan tahu dan mengerti bagaimana penderitaan wanita yang ada di hadapannya ini. Sebastian berjalan menghampiri Elijah dengan perlahan ia melepas jas miliknya lalu menutupi tubuh Elijah yang beringsut di sudut kamar.
Seketika air mata itu kembali berjatuhan melewati wajah piasnya. Perasaan Sebastian sudah tidak karuan dan kejadian malam ini membuatnya jengkel mengapa tidak? Baru saja dia datang tapi sudah membuat masalah sebesar ini, walau keluarganya memiliki banyak uang bagaimana bisa dia berbuat sebejat ini? Sebastian tidak habis pikir dibuatnya. Melihat Elijah yang terus histeris Sebastian pun keluar untuk menghubungi seseorang.
Sebastian menekan beberapa nomor di ponselnya lalu menghubunginya.
“Tuan, Tuan Eito membuat masalah dengan seorang wanita. Dan wanita itu...” Sebastian menghentikan kata-katanya.
“Ada apa? Apa yang terjadi dengan wanita itu?”
“Tuan Eito, telah memperkosa seorang wanita di hotel. Wanita itu salah satu pekerja paruh waktu.”
“Brengsek! Baru kembali sudah membuat masalah sebesar ini. Lalu, apa kau sudah mengurusnya?” dengan acuh dia bertanya.
“Wanita itu sepertinya mengalami trauma tuan, ia sangat ketakutan saat saya menghampirinya. Dan wanita itu adalah nona Diora Elijah, salah seorang pegawai kontrak di perusahaan kita yang tempo hari berkelahi.”
“Apa?” suara di seberang telepon terdengar sangat terkejut.
Mendengar hal itu Emilio segera mengambil jas miliknya dan berlari dari kantornya menuju hotel tempat di mana Elijah mendapat penyerangan.
Elijah memeluk tubuhnya sendiri yang gemetar, rasa jijik saat orang itu menyentuh tubuhnya semakin membuatnya takut dan trauma. Air mata terus meleleh. Ia menatap ke arah Sebastian yang sedang sibuk menelepon seseorang. Elijah memberanikan diri untuk berjalan keluar dengan tubuh yang gemetar ia melarikan diri dari Sebastian. Setelah dirasa lepas dari pengawasan Sebastian, Elijah menaiki tangga darurat untuk sampai ke atap hotel. Langkahnya yang tertatih semakin dirasa menyakitkan. “Apa yang aku lakukan sekarang?” Elijah beringsut di balik pintu atap hotel. Elijah berjalan ke tepi pembatas ia dapat melihat bagaimana tingginya tempat dia berdiri sekarang. Ia menatap sendu sorot matanya memancarka
Di dalam kamar ini, suasana ruangannya selalu redup dan temaram. Warna cat abu-abu menghiasi seluruh dinding kamar tidak banyak barang di sana hanya tersedia sofa serta sedikit furniture sehingga menampilkan kesan sederhana namun sangat megah. Emilio membuka matanya perlahan ada rasa pening di kepala membuatnya sedikit mengernyitkan dahinya yang putih. Setelah mengingat apa yang terjadi semalam Emilio tiba-tiba saja bangkit berusaha untuk pergi dari tempat tidur padahal tubuhnya masihlah sangat lemah. “Tuan, apa yang Anda lakukan? Tuan, hentikan!” seorang pelayan wanita berseru panik saat Emilio berusaha bangkit dari tempat tidurnya. “Menyingkirlah,” seru Emilio. &ldqu
Sebastian datang sembari membawakan makanan serta obat milik Emilio ke kamar tamu, Sebastian sedikit penasaran tentang Emilio yang begitu perhatian pada Elijah. wanita yang baru saja ditemui secara langsung dan terlibat dalam kejadian yang rumit. Sebelumnya Sebastian mendapati keduanya sedang berbincang di antara pagar pembatas seakan keduanya sedang berdiskusi tentang hidup yang sulit serta kematian yang selalu menghantui. Sebastian tidak pernah berpikir jika Elijah mampu menarik minat Emilio. Dan Emilio sendiri seakan membuka kedua tangannya untuk menerima Elijah masuk ke dalam kehidupannya yang sunyi. “Kau harus makan dan meminum obatmu, kau sendiri sedang sakit. Jangan berlagak sok kuat,” Sebastian menyerahkan nampan yang berisi makanan. 
Satu Bulan kemudian. Pagi hari tepatnya minggu pertama di musim gugur Emilio berangkat ke kantor untuk mengurus sedikit masalah yang terjadi di sana. Matahari sudah semakin tinggi tanda hari sudah beranjak siang tetapi udaranya tetap terasa dingin. Emilio melirik ke arah jam tangan vintage patek Philippe yang dikenakan olehnya. Terlihat di sana sudah pukul 13.00 siang waktunya Emilio makan siang tetapi dia tidak melakukannya. Emilio menunggu di balik meja kerjanya, pakaiannya sudah tidak karuan. Ikatan dasinya sudah melonggar menyisakan leher jenjang dan berurat terekspos bebas memanjakan mata yang melihatnya. Jari tangannya yang lentik dan ramping terus memainkan pulpen dengan cara memutarnya. Emilio terus menunggu seseorang dari balik pintu ia ingin segera menyelesa
Seorang pria tengah duduk sembari menatap layar laptop, raganya berada di kantor tetapi pikirannya terus melayang. Di dalam benaknya selalu terlintas senyuman tipis yang terukir di wajah pias Elijah. Emilio selalu melirik ke arah ponselnya berharap Elijah menghubunginya. Sudah tiga hari sejak Elijah keluar dari rumah Emilio yang megah tanpa kabar. Kekhawatiran Emilio akan Elijah semakin kuat. Karena seorang suruhannya melaporkan bahwa Elijah tidak terlihat di area tempat tinggalnya. Ia sangat gelisah saat mendapati kabar itu dirinya bahkan sudah tidak fokus lagi akan pekerjaan yang sudah menunggunya. “Sebastian, datanglah ke ruanganku. Sekarang!” Emilio menghubungi Sebastian agar menemuinya. Setelah menunggu sebentar akhirnya Sebastian datang menghampiri Emilio. raut wajahnya sedikit kebingungan k
Emilio mencari seseorang yang dekat dengan Elijah. dan dia bertemu dengan seorang pria muda yang berusia sekitar 20 tahunan. Dia menemukannya saat dia berada di toko barang bekas saat dirinya sedang menjual sedikit barang. Emilio memerhatikannya sebentar lalu memanggilnya dengan cara melambaikan tangannya yang penuh dengan luka goresan pada Dira satu-satunya pria yang dekat dengan Elijah. Dira sedikit bingung saat melihat tangan itu. Ia mendekat dan mengikuti arah mobil yang membawanya ke sudut gudang yang cukup sepi. Emilio mondar-mandir seperti setrikaan. Dirinya tidak habis pikir jika ada seorang teman yang tetap bekerja padahal temannya sendiri sedang terpuruk. “Tidak, bagaimana kau bisa tetap bekerja dan tidak peduli pada temanmu, apa dia sudah makan atau belum?” “Aku harus men
Hari sudah semakin sore langit juga tampak mendung. Dira masih berada di rumah Elijah. mencoba menyelesaikan pekerjaannya untuk menemani Elijah selama 24 jam. Suhu di luar cukup dingin karena sudah memasuki musim gugur semua orang mulai berpakaian hangat. Dira mengamati Elijah, di wajahnya masih terlihat bekas luka penganiayaan yang hingga kini Elijah tidak mendapat keadilan untuk hal itu. Elijah tidak melaporkan kejadian malang itu kepada polisi karena dirinya lebih dari tahu diri. Orang yang sedang dilawan oleh dirinya adalah orang yang ber-uang mereka bisa membuat Elijah semakin menderita bahkan kemungkinan terburuknya mereka akan menyingkirkannya tanpa jejak sedikitpun. Elijah sudah terlalu sering sakit hati dan kecewa maka dari itu ia meredam semua rasa sakitnya sendirian. Ia tidak pernah berharap lebih dalam hidupnya, ia selalu bekerja keras untuk m
Di gelapnya malam Emilio masih berkeliaran di luar. Ia kembali datang ke area lingkungan rumah Elijah. ia melirik ke sekeliling pandangannya tertuju pada jendela rumah Elijah yang padam seakan penghuninya tidak berada di sana. Emilio melirik pada jam tangannya terlihat sudah pukul 21:00 malam tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Elijah berada di rumah. Emilio benar-benar kalut ia mengabaikan pekerjaannya dan memercayakan semuanya pada Sebastian. “Lampunya mati, apa dia ada di rumah atau tidak? Astaga.” Emilio meraih ponselnya dan mencari kontak Dira dengan segera memanggil Dira. Dira sendiri berada di warnet ia sudah berpisah dengan Elijah sejak siang hari. Ia memicingkan ujung matanya saat layar ponselnya menampilkan Emilio lah yang meneleponnya malam-malam.&