Meski cinta adalah sebuah Anugerah. Nyatanya tak semudah itu untuk mendapatkannya. Meski cinta bersemayam dalam dada dalam waktu yang cukup lama, tapi cinta tak pernah datang membawa orang yang kita cinta untuk bisa bersama kita. Sebuah perjuangan seringnya diperlukan untuk meraih semua itu. Namun, bagaimana jika tak ada keberanian dalam diri untuk bisa melakukannya? Berharap takdir akan menghampiri dan menyatukan cinta suatu hari nanti. Hari demi hari terus berganti tak bisa dipaksa untuk sejenak berhenti. Cinta baru juga datang silih berganti menghampiri. Seiring berjalannya waktu baru tersadari bahwa cinta itu hanya satu ... untuk dirinya yang tak termiliki.
View MorePagi yang cerah menyambutku, secerah senyum seseorang di depanku.Aku mengangguk padanya sebelum masuk ke dalam mobil yang sudah siap.Minivan Putih membawaku, Miles, dua orang teman, salah satu asistenku dengan seorang driver juga barang perlengkapan kami ke tempat tujuan.Aku melirik mereka yang santai menyandarkan tubuh pada sandaran kursi mobil. Sementara aku merasa sedikit gelisah duduk di samping Miles yang mulai sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku.Bagaimana bisa makhluk setampan ini adalah seorang wanita?Bibirnya yang merah alami terlihat menggoda, tampak sedikit glossy oleh sentuhan lip balm. Tanpa sengaja aku menggigit bibirku sendiri.“Hmm ...?” Orang yang sedang ku perhatikan tiba-tiba membuka mata. Dia tersenyum menangkap expresi kagetku yang membuang muka.Asistenku melihat itu, entah sengaja atau tidak. Dia ikut tersenyum menggodaku yang ku balas dengan tatapan mengancam, membuatnya cekikikan.Seiring mobil
Langit cerah siang hari. Semilir angin menggoyangkan pucuk dedaunan di pohon.Aku berjalan di atas pasir di tepi pantai, mengabadikan keindahan alam dengan kamera kecilku.Beberapa orang berbeda usia terlihat sedang bermain pasir. Semuanya tak luput dari pandanganku.“Ahhh, segarnya!” manisnya air kelapa murni menyegarkan tenggorokanku setelah cukup lama berjalan.Mataku kembali menyapu sekeliling. Sesekali rambut panjangku berkibar di terpa angin.“Di sini selalu ramai seperti ini ya, Bang?”“Iya, mbak. Apalagi kalau liburan.”Seorang pria muda pemilik kedai kecil, beberapa kali aku melirik ke arahnya, ‘Manis,’ gumamku. Bibir tipis yang terlihat seksi menurutku apalagi saat tersenyum sempat mengalihkan fokus hingga aku ingin melirik terus.Ini kali pertama aku ke pantai ini, sepertinya aku akan sering ke sini nanti.“Halo,” ucapku menyapa seseorang di telpon.
Toyota yaris berwarna merah favoritku berhenti di pinggir jalan tepat di depan studio foto di tengah kota.Aku mengambil tas ransel besar di dalamnya dan keluar dari mobil itu, lalu berdiri untuk menatap bangunan studio dari depan.Inilah kehidupanku sekarang, menjadi fotografer lepas dan usaha kecil-kecilan. Pekerjaan seperti ini tak pernah terbayang akan aku jalani sebelumnya. Semua datang dengan tiba-tiba. Berawal dari kejadian aku meratapi kesedihanku atas pernikahan Jinan dulu itu.“Bayangkan ada yang lebih baik dari Jinan. Datang menghampiri dan menyambut lu, mendekap lu dengan penuh cinta.”Tracy mengucapkan itu dengan mendorong pelan tangan kanannya, lalu menarik kembali menempelkan didada. Matanya mengecil dengan bibir menciut sexy, di akhiri dengan helaan napas dan memejamkan mata. Aku melirik geli ke arahnya dan kembali menangis kencang.“Nggak! Pokoknya gua cuma mau Jinan!”“Yee, ya udah sana ke ka
“Kamu tahu? Sama saja kamu memberi makan keluargamu dengan uang haram."Kata-kata seperti itu sudah sering aku dengar. Aku hanya malas menanggapi.Aku menutup telinga dan mata, 'Tuhan tahu masalahku!'Aku memang mencari pembenaran pada apa yang aku lakukan. Jika memang aku salah, biar Tuhan yang memutuskan. Mereka yang bahkan tak ada saat aku susah, tak ada hak berkomentar!Aku juga tahu, usiaku tak akan berhenti sampai di situ. Pastinya aku akan menjadi tua dan tak terpakai lagi. Saat ini, saatnya aku mencari uang lebih banyak sebelum datang hari itu. Jika aku berhenti dari pekerjaanku sekarang, memangnya mereka akan membiayai sekolah adikku? Membayar sewa rumah kami? Tidak, kan?Mungkin, itu juga yang membuatku tak mau terlibat kisah cinta lebih dalam lagi ... atau karena hal lain? Entahlah, tak terasa beberapa tahun berlalu, aku tak memiliki kekasih dalam hidupku.‘Jinan ....’ Aku membisikkan namanya di antara
Pemandangan kamar yang berantakan setiap pagi, sudah hal biasa terlihat setiap hari. Sepatu, jaket, tas dan semua yang kami pakai malam harinya, berserak di sekitar tempat tidur. Masih dengan posisi tidur, aku menarik bulu mata palsu yang masih menempel di muka. Bisa di bayangkan betapa joroknya kami, tapi mau bagaimana lagi? Bisa pulang dan tidur di atas kasur ini saja sudah seperti anugrah, setelah mabuk yang membuat kami bahkan tak bisa berdiri di kaki sendiri. Aku menyerosot turun sampai kakiku menyentuh lantai untuk bangun. Lalu, menyenderkan kepalaku pada pinggiran kasur. "Tracy! tres! ... Oh tres!" Aku mulai berteriak-teriak memanggil temanku, yang ku kira masih tidur disitu. Di kasur besar ini, dalam satu kamar, kami tidur bersama. Namun, orang yang ku panggil namanya tak memberi jawaban. Saat itu aku paksakan untuk membuka mata, ternyata dia tak ikut pulang semalam. "Woy, bangun! Bangun, bangun!" Melihat du
"Balik, yuk!" Suara itu kembali menyadarkanku. Tracy, temanku itu mungkin sudah bosan dengan apa yang di lihatnya. Aku mengangguk seraya bangkit dari tempat duduk. Kami berdua berjalan beriringan menuju kasir. Setelah sampai, aku membuka tas untuk mengambil dompet, "Gua yang bayar," ucapnya sambil menepis tanganku, mengisyaratkan untuk memasukkan kembali dompet yang sudah ku keluarkan. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, saat kami berebut menggunakan kamar mandi, "Cepet donk!" Suara temanku yang lain, terdengar nyaring di luar pintu. "Makanya mandi lebih awal," balasku sambil melangkah keluar, di sambut dengan wajahnya yang cemberut. Aku mengatakan itu, karena dia ada di mess seharian. Setelah mandi, aku duduk di depan kaca untuk merias diri. Aku sempat melirik ke arah Tracy yang mondar-mandir keluar, masuk kamar, "Nyari apa, Tres?" tanyaku penasaran. Tracy menoleh ke arahku sambil menjawab, "Stocking gua yang bolong-bolon
Sejak itu, aku tak ingin memberi kesempatan pria manapun untuk melukai hatiku. Jika perlu aku yang membuat mereka terluka. Apalagi aku memiliki teman yang sepemikiran denganku saat itu, membuatku merasa apa yang ku lakukan benar. Kembali pada saat di mana temanku masih curhat di dalam Restoran. Tiba-tiba, aku tak mendengar lagi suaranya. Menoleh ke arahnya, ternyata dia sedang asik memperhatikan seseorang yang berdiri di pinggir kolam dengan celana renangnya. Tubuh tinggi tegap, dengan otot menyembul di beberapa bagian tubuhnya. Dia memang suka pria yang seperti itu, "Cowok kayak gitu, keliatan jantan banget di tempat tidur!" ucap temanku yang masih ku ingat. Tak sadar aku mengernyitkan dahi, masih dengan memperhatikan pria itu. 'Ck,' Aku berdecak dan memalingkan pandangan darinya. Nggak ada bagus-bagusnya, menurutku. Entah kenapa, definisi seksi seorang pria menurutku bukan itu. Menurutku, pria seksi terlihat dari kecerdasannya. Aku m
"Heh! Bengong lagi, lu. Denger nggak, sih, gua ngomong??"Suara cempreng temanku, membawaku kembali dari masa lalu.Aku tersenyum padanya, "Denger," ucapku.Dia melanjutkan ceritanya lagi. Saat itu, meski kembali mengingat masa lalu yang menyedihkan. Tak lagi membuatku menjadi sedih. Mungkin, karena aku sudah melewati dan menerima semuanya.Walaupun kejadian yang berbeda, tapi sama pahitnya masih ku alami setelahnya.Sempat aku menjadi perempuan yang mati rasa. Aku sempat salah langkah, menjadikan semua pria lain yang menyukaiku, sebagai pelampiasan sakit hati pada pria-pria yang telah menyakitiku dulu.Hingga suatu hari aku bertemu seseorang yang ternyata tak seperti yang ku bayangkan.Pria itu sangat tulus padaku, tapi aku masih belum bisa sepenuhnya mencintai dia, karena trauma.Kemudian, aku belajar berubah untuknya. Dia menemaniku untuk mengobati luka hati, dengan mendatangi seorang psikiater di salah satu Ruma
Hari berganti hari hingga bulan. Sikapku itu membuatku akhirnya mendapat teguran dari keluarga.Aku hanya bisa terdiam mendengar semua nasihat yang mereka ucapkan untukku. Rasanya ingin menangis dan berteriak, menyalahkan keadaan yang tak seperti ku inginkan. Dalam hati masih ada keinginan untuk menjalani hari dengan normal. Pergi beribadah seperti yang mereka inginkan. Hanya saja, perasaan tidak layak untuk berada disana sangat kuat. Aku merasa kotor dan menjijikan. Setiap kali berdoa, aku merasa seperti seorang munafik.Nasihat demi nasihat berlalu tanpa ada yang ku lakukan. Dalam hatiku, tak ada seorangpun yang bisa mengerti perasaanku saat itu. Tentu saja karna aku memang tak pernah menceritakan kejadian buruk yang menimpaku.Lalu, aku memutuskan untuk bekerja pada sebuah warnet. Dimana aku mengambil shift malam yang membuatku berfikir, itu bisa jadi alasanku untuk tak perlu pulang dan bertemu dengan keluarga di rumah.Awalnya aku merasa kembali semua
Seorang Pemuda tampan duduk di barisan kedua depan mimbar dalam Gereja. Aku menghampirinya ketika kebaktian pagi ini usai untuk menyapa. Senyum tipis masih seperti dulu, terukir manis di bibirnya. "Apa kabar?" sapaku lagi sambil duduk di kursi kosong di sebelahnya. "Selalu baik." Dia membalas dengan tersenyum kearahku. Sempat beberapa menit kami terdiam, sebelum terdengar lagi Dia berkata, "Kapan pulang?" tanyanya sambil menoleh. "Oh, itu ... dua hari lalu," jawabku. Aku berusaha tersenyum, meski jelas terasa begitu kaku. "Aku duluan, bye!" Dia mengatakan itu bersamaan dengan berdiri dari tempat duduk dan langsung melangkah keluar, tanpa menungguku membalas perkataannya. Masih pada posisiku semula, aku menatap punggungnya yang mulai menghilang dari pandangan. Entah kenapa ada rasa sedih di sini, aku menyentuh dadaku sendiri. *** "So, nggak ada rencana untuk stay di sin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments