Home / Romansa / Kiki's Journey / SEPARAH ITU.

Share

SEPARAH ITU.

Author: Rut Brielle
last update Last Updated: 2021-10-14 17:47:52

Seseorang duduk di belakang meja, menghadapku yang duduk sendirian di depannya. Sebuah pulpen di tangan dan selembar kertas di atas meja.

Aku menyapu sekeliling ruangan dengan mataku. Tampak beberapa orang dengan seragam ada disana. Terlihat juga dua orang yang tadi membawaku ke tempat ini.

Salah satu dari mereka kemudian menghampiri, dengan segelas minuman di tangannya. Minuman itu lalu di letakkannya di atas meja di depanku, dan berkata,

"Ini di minum dulu."

Aku melirik ke arah dalam gelas itu, mencium aroma wangi teh hangat yang keluar bersama kepulan uap panasnya.

"Jadi, siapa namamu?" Tanya orang yang duduk di depanku.

Aku masih takut menatapnya. Dengan menunduk aku menjawab pertanyaan itu, dan juga pertanyaan lainnya.

Setelah itu, aku meraih gelas di depanku dan meminum isinya perlahan-lahan, dan kembali menundukkan kepala. Hingga sesi tanya jawab berakhir juga.

Di depan sebuah rumah sederhana, disitulah aku berada saat ini. Bersama dua orang yang menemukanku di taman.

Setelah salah satu dari mereka mengetuk pintu beberapa kali, terdengar jawaban dan suara langkah kaki menghampiri dari sang pemilik rumah. 

"Ada apa, ya?" Tanyanya setelah membuka pintu rumah. Seorang perempuan umur empat puluhan berdiri di ambang pintu.

Perempuan itu sempat melirik ke arahku, sebelum mempersilahkan kami masuk.

Disusul kemudian dengan munculnya tiga orang dari dalam rumah. Melihat salah satunya, aku langsung berteriak, 

"Kakek!" Sambil berlari kearahnya. Aku memeluknya dan di sambut dengan mata berkaca-kaca.

Kakek membimbingku masuk ke ruang tengah, meninggalkan Pakde dan Budeku bersama ke dua orang itu di ruang tamu.

Sayup-sayup terdengar suara mereka bercengkrama, meski tak terdengar jelas ucapannya. Tak lama setelah itu terdengar mereka berpamitan.

Bude masuk duluan ke kamarnya tanpa bicara. Setelah itu Pakde muncul dan berkata, "Masuk kamar Ki, tidur," 

Aku menoleh ke arah Kakekku yang mengangguk, memintaku menurut perkataan Pakde. Tanpa bersuara lagi, aku lantas beranjak dan pergi ke kamar yang di maksut.

Pagi hari, kami semua pergi ke Gereja. Pakde bertugas menyiapkan segala sesuatu sebelum acara kebaktian tiba.

Aku berinisiatif untuk membantunya, dan terlihat dia menyukai hasil pekerjaanku.

Tak terasa beberapa haripun telah berlalu. Aku yang selalu memakai baju sepupuku yang lelaki semua, akhirnya di minta Budeku untuk pulang ke rumah Mama mengambil baju milikku.

Rasa takut kembali menghampiri, aku terdiam tak menjawab ucapannya.

"Nanti di temenin sama Pakde," katanya lagi. Sepertinya Bude tahu yang ku pikirkan saat itu. Aku hanya mengangguk perlahan.

Singkat cerita, akhirnya aku tinggal bersama keluarga Pakde. Yaitu Kakak dari Mamaku. Beliau memiliki dua orang putera. Dimana salah satunya seumuran denganku.

Awalnya semua berjalan dengan sangat baik, dan aku berpikir akan selalu baik.

Bersama keluarga Pakde, aku lebih rajin beribadah. Selalu aktif dalam setiap kegiatan yang di selenggarakan oleh Gereja.

Hingga suatu hari, saat sebuah acara. Dimana kami semua para jemaat yang terdaftar dalam acara itu pergi ke sebuah tempat yang di sebut puncak. Itu adalah kali pertama aku pergi kesana.

Pada suatu malam, saat ibadah pelepasan.

Kami diminta berdoa dan mengakui dosa-dosa kami, dan memohon ampunan. Terdengar suara tangis di sekelilingku, termasuk tangisku sendiri.

Saat hamba Tuhan berkata, "Lepaskan!  Keluarkan semua masalahmu, bebanmu, kecewamu, dan sakit hatimu!" 

"Minta Tuhan campur tangan!" Lanjut hamba Tuhan itu.

Aku menangis tersedu-sedu, semua kenangan pahit teringat, dan berputar bergantian di dalam kepalaku. Tak ada kata terucap dari bibir, bahkan hatiku pun diam. Hanya air mata terus bercucuran bersamaan dengan isak tangis.

"Ampuni! Ampuni semua yang membuatmu sakit hati, ampuni yang mengecewakanmu! Ampuni yang menyakiti jiwamu!" 

Suara hamba Tuhan itu terdengar lagi, kali ini perlahan aku tak menangis seperti tadi. Airmata mulai surut, badanku gemetar hingga mengertakkan gigi seperti orang menggigil. Aku tak merasakan kesedihan itu lagi. Setelah itu, tak ada untaian kata terucap dari bibirku. Aku hanya diam menunggu, berharap cepat berakhir acara doa itu. Namun, tiba-tiba aku merasakan pergerakan di sekeliling tempatku berdiri. Dengan membuka sedikit mata, aku melihat para hamba Tuhan mengelilingi barisanku. Dengan mata terpejam, mereka mengucapkan kalimat-kalimat doa dari mulut mereka. Terlihat air mata masih membasahi pipi, dan kedua tangan mereka lalu terangkat keatas.

Aku mulai merasakan ketidak nyamanan pada saat itu. Terlebih ketika hamba Tuhan mulai menghampiri satu persatu orang-orang yang berdiri di sampingku. Hingga tiba giliranku, aku seperti ingin berlari menjauh.

Embusan napasnya keras menerpa wajahku. Dengan ucapan doa kembali memintaku untuk mengikutinya. Namun, aku tak bisa. Ada sesuatu yang menyumbat tenggorokanku. Hanya terdiam tanpa kata dan tangisan, hingga selesai acara doa itu.

Aku tersenyum kecut, melihat semua orang berpelukan. Sampai pada ketika aku juga termasuk orang yang mendapatkan pelukan itu.

Aku bergegas pergi keluar dari ruangan.

Terasa beberapa mata melihat kearahku, atau hanya perasaanku saja. Namun yang pasti, aku melihat dengan jelas. Hamba Tuhan itu tersenyum ke arahku, saat aku menoleh ke arahnya tadi.

'Mungkinkah dia tau, apa yang tersembunyi dalam hatiku?' gumamku.

Terlintas rasa takut, akan tersebarnya aibku. Bagaimanapun, aku ingin menyimpannya sendiri, dan melupakannya selama ini. Hidup normal seakan tak pernah terjadi.

Setelah itu, acara sharing bersama pemuda dan remaja di Gereja itu terjadi pada malan harinya. Mengangkat beberapa topik tentang menjadi terang dalam gelap sesuai Firman Tuhan. Hingga tiba-tiba, seseorang buka suara. Menanyakan tentang pentingnya sebuah keperawanan. Orang yang di tanya melempar pertanyaan itu menjadi topik untuk di komentari oleh siapa saja yang berada disana malam itu. Dan, seseorang kemudian berkomentar, "Keperawanan itu penting! Sebab itu harus dijaga dengan sebaiknya hingga malam pertama dengan suaminya," ucapnya, "Karena itu sama dengan harga dirinya," Lanjut orang itu lagi.

Ada juga yang berpendapat lain. Tapi pendapat orang tadi juga benar menurut sebagian dari mereka. 

"Hayoo, siapa yang gak perawan?" Ucap seseorang di sampingku, bercanda dengan suara hampir berbisik pada temannya.

Tapi, buatku itu seperti tuduhan yang membuatku langsung merasa, dan malu seketika. Aku seperti terintimidasi secara tidak langsung. Itu, membuatku tak ingin lagi berada disana.

"Kak, boleh izin duluan? Aku ngrasa gak enak badan," ucapku pada salah satu orang pembina.

"Oke, istirahat, ya. Jangan lupa do'a," Ujarnya sambil tersenyum, yang ku balas dengan anggukan perlahan.

Sejak itu, aku seperti menarik diri tanpa aku sadari. Entah kapan akhirnya semua terasa aku telah semakin jauhnya.

Aku tak pernah lagi hadir dalam Ibadah minggu, apalagi kegiatan muda mudi. Lambat laun keluargaku mulai menyadari.

Aku terus menghindari tatapan dan mungkin pertanyaan yang akan mereka ajukan padaku. Jika mereka di rumah, aku akan keluar. Aku akan di rumah, saat mereka di luar.

Related chapters

  • Kiki's Journey   SESEORANG YANG LAIN.

    Hari berganti hari hingga bulan. Sikapku itu membuatku akhirnya mendapat teguran dari keluarga.Aku hanya bisa terdiam mendengar semua nasihat yang mereka ucapkan untukku. Rasanya ingin menangis dan berteriak, menyalahkan keadaan yang tak seperti ku inginkan. Dalam hati masih ada keinginan untuk menjalani hari dengan normal. Pergi beribadah seperti yang mereka inginkan. Hanya saja, perasaan tidak layak untuk berada disana sangat kuat. Aku merasa kotor dan menjijikan. Setiap kali berdoa, aku merasa seperti seorang munafik.Nasihat demi nasihat berlalu tanpa ada yang ku lakukan. Dalam hatiku, tak ada seorangpun yang bisa mengerti perasaanku saat itu. Tentu saja karna aku memang tak pernah menceritakan kejadian buruk yang menimpaku.Lalu, aku memutuskan untuk bekerja pada sebuah warnet. Dimana aku mengambil shift malam yang membuatku berfikir, itu bisa jadi alasanku untuk tak perlu pulang dan bertemu dengan keluarga di rumah.Awalnya aku merasa kembali semua

    Last Updated : 2021-10-15
  • Kiki's Journey   TERAKHIR KALINYA.

    "Heh! Bengong lagi, lu. Denger nggak, sih, gua ngomong??"Suara cempreng temanku, membawaku kembali dari masa lalu.Aku tersenyum padanya, "Denger," ucapku.Dia melanjutkan ceritanya lagi. Saat itu, meski kembali mengingat masa lalu yang menyedihkan. Tak lagi membuatku menjadi sedih. Mungkin, karena aku sudah melewati dan menerima semuanya.Walaupun kejadian yang berbeda, tapi sama pahitnya masih ku alami setelahnya.Sempat aku menjadi perempuan yang mati rasa. Aku sempat salah langkah, menjadikan semua pria lain yang menyukaiku, sebagai pelampiasan sakit hati pada pria-pria yang telah menyakitiku dulu.Hingga suatu hari aku bertemu seseorang yang ternyata tak seperti yang ku bayangkan.Pria itu sangat tulus padaku, tapi aku masih belum bisa sepenuhnya mencintai dia, karena trauma.Kemudian, aku belajar berubah untuknya. Dia menemaniku untuk mengobati luka hati, dengan mendatangi seorang psikiater di salah satu Ruma

    Last Updated : 2021-10-22
  • Kiki's Journey   NAPSU BIRAHI

    Sejak itu, aku tak ingin memberi kesempatan pria manapun untuk melukai hatiku. Jika perlu aku yang membuat mereka terluka. Apalagi aku memiliki teman yang sepemikiran denganku saat itu, membuatku merasa apa yang ku lakukan benar. Kembali pada saat di mana temanku masih curhat di dalam Restoran. Tiba-tiba, aku tak mendengar lagi suaranya. Menoleh ke arahnya, ternyata dia sedang asik memperhatikan seseorang yang berdiri di pinggir kolam dengan celana renangnya. Tubuh tinggi tegap, dengan otot menyembul di beberapa bagian tubuhnya. Dia memang suka pria yang seperti itu, "Cowok kayak gitu, keliatan jantan banget di tempat tidur!" ucap temanku yang masih ku ingat. Tak sadar aku mengernyitkan dahi, masih dengan memperhatikan pria itu. 'Ck,' Aku berdecak dan memalingkan pandangan darinya. Nggak ada bagus-bagusnya, menurutku. Entah kenapa, definisi seksi seorang pria menurutku bukan itu. Menurutku, pria seksi terlihat dari kecerdasannya. Aku m

    Last Updated : 2021-10-24
  • Kiki's Journey   SEXY DANCER.

    "Balik, yuk!" Suara itu kembali menyadarkanku. Tracy, temanku itu mungkin sudah bosan dengan apa yang di lihatnya. Aku mengangguk seraya bangkit dari tempat duduk. Kami berdua berjalan beriringan menuju kasir. Setelah sampai, aku membuka tas untuk mengambil dompet, "Gua yang bayar," ucapnya sambil menepis tanganku, mengisyaratkan untuk memasukkan kembali dompet yang sudah ku keluarkan. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, saat kami berebut menggunakan kamar mandi, "Cepet donk!" Suara temanku yang lain, terdengar nyaring di luar pintu. "Makanya mandi lebih awal," balasku sambil melangkah keluar, di sambut dengan wajahnya yang cemberut. Aku mengatakan itu, karena dia ada di mess seharian. Setelah mandi, aku duduk di depan kaca untuk merias diri. Aku sempat melirik ke arah Tracy yang mondar-mandir keluar, masuk kamar, "Nyari apa, Tres?" tanyaku penasaran. Tracy menoleh ke arahku sambil menjawab, "Stocking gua yang bolong-bolon

    Last Updated : 2021-10-28
  • Kiki's Journey   KELUARGAKU, SEGALANYA.

    Pemandangan kamar yang berantakan setiap pagi, sudah hal biasa terlihat setiap hari. Sepatu, jaket, tas dan semua yang kami pakai malam harinya, berserak di sekitar tempat tidur. Masih dengan posisi tidur, aku menarik bulu mata palsu yang masih menempel di muka. Bisa di bayangkan betapa joroknya kami, tapi mau bagaimana lagi? Bisa pulang dan tidur di atas kasur ini saja sudah seperti anugrah, setelah mabuk yang membuat kami bahkan tak bisa berdiri di kaki sendiri. Aku menyerosot turun sampai kakiku menyentuh lantai untuk bangun. Lalu, menyenderkan kepalaku pada pinggiran kasur. "Tracy! tres! ... Oh tres!" Aku mulai berteriak-teriak memanggil temanku, yang ku kira masih tidur disitu. Di kasur besar ini, dalam satu kamar, kami tidur bersama. Namun, orang yang ku panggil namanya tak memberi jawaban. Saat itu aku paksakan untuk membuka mata, ternyata dia tak ikut pulang semalam. "Woy, bangun! Bangun, bangun!" Melihat du

    Last Updated : 2021-11-07
  • Kiki's Journey   SADIS

    “Kamu tahu? Sama saja kamu memberi makan keluargamu dengan uang haram."Kata-kata seperti itu sudah sering aku dengar. Aku hanya malas menanggapi.Aku menutup telinga dan mata, 'Tuhan tahu masalahku!'Aku memang mencari pembenaran pada apa yang aku lakukan. Jika memang aku salah, biar Tuhan yang memutuskan. Mereka yang bahkan tak ada saat aku susah, tak ada hak berkomentar!Aku juga tahu, usiaku tak akan berhenti sampai di situ. Pastinya aku akan menjadi tua dan tak terpakai lagi. Saat ini, saatnya aku mencari uang lebih banyak sebelum datang hari itu. Jika aku berhenti dari pekerjaanku sekarang, memangnya mereka akan membiayai sekolah adikku? Membayar sewa rumah kami? Tidak, kan?Mungkin, itu juga yang membuatku tak mau terlibat kisah cinta lebih dalam lagi ... atau karena hal lain? Entahlah, tak terasa beberapa tahun berlalu, aku tak memiliki kekasih dalam hidupku.‘Jinan ....’ Aku membisikkan namanya di antara

    Last Updated : 2021-11-09
  • Kiki's Journey   BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN

    Toyota yaris berwarna merah favoritku berhenti di pinggir jalan tepat di depan studio foto di tengah kota.Aku mengambil tas ransel besar di dalamnya dan keluar dari mobil itu, lalu berdiri untuk menatap bangunan studio dari depan.Inilah kehidupanku sekarang, menjadi fotografer lepas dan usaha kecil-kecilan. Pekerjaan seperti ini tak pernah terbayang akan aku jalani sebelumnya. Semua datang dengan tiba-tiba. Berawal dari kejadian aku meratapi kesedihanku atas pernikahan Jinan dulu itu.“Bayangkan ada yang lebih baik dari Jinan. Datang menghampiri dan menyambut lu, mendekap lu dengan penuh cinta.”Tracy mengucapkan itu dengan mendorong pelan tangan kanannya, lalu menarik kembali menempelkan didada. Matanya mengecil dengan bibir menciut sexy, di akhiri dengan helaan napas dan memejamkan mata. Aku melirik geli ke arahnya dan kembali menangis kencang.“Nggak! Pokoknya gua cuma mau Jinan!”“Yee, ya udah sana ke ka

    Last Updated : 2021-11-13
  • Kiki's Journey   HANDSOME GIRL

    Langit cerah siang hari. Semilir angin menggoyangkan pucuk dedaunan di pohon.Aku berjalan di atas pasir di tepi pantai, mengabadikan keindahan alam dengan kamera kecilku.Beberapa orang berbeda usia terlihat sedang bermain pasir. Semuanya tak luput dari pandanganku.“Ahhh, segarnya!” manisnya air kelapa murni menyegarkan tenggorokanku setelah cukup lama berjalan.Mataku kembali menyapu sekeliling. Sesekali rambut panjangku berkibar di terpa angin.“Di sini selalu ramai seperti ini ya, Bang?”“Iya, mbak. Apalagi kalau liburan.”Seorang pria muda pemilik kedai kecil, beberapa kali aku melirik ke arahnya, ‘Manis,’ gumamku. Bibir tipis yang terlihat seksi menurutku apalagi saat tersenyum sempat mengalihkan fokus hingga aku ingin melirik terus.Ini kali pertama aku ke pantai ini, sepertinya aku akan sering ke sini nanti.“Halo,” ucapku menyapa seseorang di telpon.

    Last Updated : 2021-11-23

Latest chapter

  • Kiki's Journey   DALAM HIDUP ADA PILIHAN

    Pagi yang cerah menyambutku, secerah senyum seseorang di depanku.Aku mengangguk padanya sebelum masuk ke dalam mobil yang sudah siap.Minivan Putih membawaku, Miles, dua orang teman, salah satu asistenku dengan seorang driver juga barang perlengkapan kami ke tempat tujuan.Aku melirik mereka yang santai menyandarkan tubuh pada sandaran kursi mobil. Sementara aku merasa sedikit gelisah duduk di samping Miles yang mulai sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku.Bagaimana bisa makhluk setampan ini adalah seorang wanita?Bibirnya yang merah alami terlihat menggoda, tampak sedikit glossy oleh sentuhan lip balm. Tanpa sengaja aku menggigit bibirku sendiri.“Hmm ...?” Orang yang sedang ku perhatikan tiba-tiba membuka mata. Dia tersenyum menangkap expresi kagetku yang membuang muka.Asistenku melihat itu, entah sengaja atau tidak. Dia ikut tersenyum menggodaku yang ku balas dengan tatapan mengancam, membuatnya cekikikan.Seiring mobil

  • Kiki's Journey   HANDSOME GIRL

    Langit cerah siang hari. Semilir angin menggoyangkan pucuk dedaunan di pohon.Aku berjalan di atas pasir di tepi pantai, mengabadikan keindahan alam dengan kamera kecilku.Beberapa orang berbeda usia terlihat sedang bermain pasir. Semuanya tak luput dari pandanganku.“Ahhh, segarnya!” manisnya air kelapa murni menyegarkan tenggorokanku setelah cukup lama berjalan.Mataku kembali menyapu sekeliling. Sesekali rambut panjangku berkibar di terpa angin.“Di sini selalu ramai seperti ini ya, Bang?”“Iya, mbak. Apalagi kalau liburan.”Seorang pria muda pemilik kedai kecil, beberapa kali aku melirik ke arahnya, ‘Manis,’ gumamku. Bibir tipis yang terlihat seksi menurutku apalagi saat tersenyum sempat mengalihkan fokus hingga aku ingin melirik terus.Ini kali pertama aku ke pantai ini, sepertinya aku akan sering ke sini nanti.“Halo,” ucapku menyapa seseorang di telpon.

  • Kiki's Journey   BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN

    Toyota yaris berwarna merah favoritku berhenti di pinggir jalan tepat di depan studio foto di tengah kota.Aku mengambil tas ransel besar di dalamnya dan keluar dari mobil itu, lalu berdiri untuk menatap bangunan studio dari depan.Inilah kehidupanku sekarang, menjadi fotografer lepas dan usaha kecil-kecilan. Pekerjaan seperti ini tak pernah terbayang akan aku jalani sebelumnya. Semua datang dengan tiba-tiba. Berawal dari kejadian aku meratapi kesedihanku atas pernikahan Jinan dulu itu.“Bayangkan ada yang lebih baik dari Jinan. Datang menghampiri dan menyambut lu, mendekap lu dengan penuh cinta.”Tracy mengucapkan itu dengan mendorong pelan tangan kanannya, lalu menarik kembali menempelkan didada. Matanya mengecil dengan bibir menciut sexy, di akhiri dengan helaan napas dan memejamkan mata. Aku melirik geli ke arahnya dan kembali menangis kencang.“Nggak! Pokoknya gua cuma mau Jinan!”“Yee, ya udah sana ke ka

  • Kiki's Journey   SADIS

    “Kamu tahu? Sama saja kamu memberi makan keluargamu dengan uang haram."Kata-kata seperti itu sudah sering aku dengar. Aku hanya malas menanggapi.Aku menutup telinga dan mata, 'Tuhan tahu masalahku!'Aku memang mencari pembenaran pada apa yang aku lakukan. Jika memang aku salah, biar Tuhan yang memutuskan. Mereka yang bahkan tak ada saat aku susah, tak ada hak berkomentar!Aku juga tahu, usiaku tak akan berhenti sampai di situ. Pastinya aku akan menjadi tua dan tak terpakai lagi. Saat ini, saatnya aku mencari uang lebih banyak sebelum datang hari itu. Jika aku berhenti dari pekerjaanku sekarang, memangnya mereka akan membiayai sekolah adikku? Membayar sewa rumah kami? Tidak, kan?Mungkin, itu juga yang membuatku tak mau terlibat kisah cinta lebih dalam lagi ... atau karena hal lain? Entahlah, tak terasa beberapa tahun berlalu, aku tak memiliki kekasih dalam hidupku.‘Jinan ....’ Aku membisikkan namanya di antara

  • Kiki's Journey   KELUARGAKU, SEGALANYA.

    Pemandangan kamar yang berantakan setiap pagi, sudah hal biasa terlihat setiap hari. Sepatu, jaket, tas dan semua yang kami pakai malam harinya, berserak di sekitar tempat tidur. Masih dengan posisi tidur, aku menarik bulu mata palsu yang masih menempel di muka. Bisa di bayangkan betapa joroknya kami, tapi mau bagaimana lagi? Bisa pulang dan tidur di atas kasur ini saja sudah seperti anugrah, setelah mabuk yang membuat kami bahkan tak bisa berdiri di kaki sendiri. Aku menyerosot turun sampai kakiku menyentuh lantai untuk bangun. Lalu, menyenderkan kepalaku pada pinggiran kasur. "Tracy! tres! ... Oh tres!" Aku mulai berteriak-teriak memanggil temanku, yang ku kira masih tidur disitu. Di kasur besar ini, dalam satu kamar, kami tidur bersama. Namun, orang yang ku panggil namanya tak memberi jawaban. Saat itu aku paksakan untuk membuka mata, ternyata dia tak ikut pulang semalam. "Woy, bangun! Bangun, bangun!" Melihat du

  • Kiki's Journey   SEXY DANCER.

    "Balik, yuk!" Suara itu kembali menyadarkanku. Tracy, temanku itu mungkin sudah bosan dengan apa yang di lihatnya. Aku mengangguk seraya bangkit dari tempat duduk. Kami berdua berjalan beriringan menuju kasir. Setelah sampai, aku membuka tas untuk mengambil dompet, "Gua yang bayar," ucapnya sambil menepis tanganku, mengisyaratkan untuk memasukkan kembali dompet yang sudah ku keluarkan. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, saat kami berebut menggunakan kamar mandi, "Cepet donk!" Suara temanku yang lain, terdengar nyaring di luar pintu. "Makanya mandi lebih awal," balasku sambil melangkah keluar, di sambut dengan wajahnya yang cemberut. Aku mengatakan itu, karena dia ada di mess seharian. Setelah mandi, aku duduk di depan kaca untuk merias diri. Aku sempat melirik ke arah Tracy yang mondar-mandir keluar, masuk kamar, "Nyari apa, Tres?" tanyaku penasaran. Tracy menoleh ke arahku sambil menjawab, "Stocking gua yang bolong-bolon

  • Kiki's Journey   NAPSU BIRAHI

    Sejak itu, aku tak ingin memberi kesempatan pria manapun untuk melukai hatiku. Jika perlu aku yang membuat mereka terluka. Apalagi aku memiliki teman yang sepemikiran denganku saat itu, membuatku merasa apa yang ku lakukan benar. Kembali pada saat di mana temanku masih curhat di dalam Restoran. Tiba-tiba, aku tak mendengar lagi suaranya. Menoleh ke arahnya, ternyata dia sedang asik memperhatikan seseorang yang berdiri di pinggir kolam dengan celana renangnya. Tubuh tinggi tegap, dengan otot menyembul di beberapa bagian tubuhnya. Dia memang suka pria yang seperti itu, "Cowok kayak gitu, keliatan jantan banget di tempat tidur!" ucap temanku yang masih ku ingat. Tak sadar aku mengernyitkan dahi, masih dengan memperhatikan pria itu. 'Ck,' Aku berdecak dan memalingkan pandangan darinya. Nggak ada bagus-bagusnya, menurutku. Entah kenapa, definisi seksi seorang pria menurutku bukan itu. Menurutku, pria seksi terlihat dari kecerdasannya. Aku m

  • Kiki's Journey   TERAKHIR KALINYA.

    "Heh! Bengong lagi, lu. Denger nggak, sih, gua ngomong??"Suara cempreng temanku, membawaku kembali dari masa lalu.Aku tersenyum padanya, "Denger," ucapku.Dia melanjutkan ceritanya lagi. Saat itu, meski kembali mengingat masa lalu yang menyedihkan. Tak lagi membuatku menjadi sedih. Mungkin, karena aku sudah melewati dan menerima semuanya.Walaupun kejadian yang berbeda, tapi sama pahitnya masih ku alami setelahnya.Sempat aku menjadi perempuan yang mati rasa. Aku sempat salah langkah, menjadikan semua pria lain yang menyukaiku, sebagai pelampiasan sakit hati pada pria-pria yang telah menyakitiku dulu.Hingga suatu hari aku bertemu seseorang yang ternyata tak seperti yang ku bayangkan.Pria itu sangat tulus padaku, tapi aku masih belum bisa sepenuhnya mencintai dia, karena trauma.Kemudian, aku belajar berubah untuknya. Dia menemaniku untuk mengobati luka hati, dengan mendatangi seorang psikiater di salah satu Ruma

  • Kiki's Journey   SESEORANG YANG LAIN.

    Hari berganti hari hingga bulan. Sikapku itu membuatku akhirnya mendapat teguran dari keluarga.Aku hanya bisa terdiam mendengar semua nasihat yang mereka ucapkan untukku. Rasanya ingin menangis dan berteriak, menyalahkan keadaan yang tak seperti ku inginkan. Dalam hati masih ada keinginan untuk menjalani hari dengan normal. Pergi beribadah seperti yang mereka inginkan. Hanya saja, perasaan tidak layak untuk berada disana sangat kuat. Aku merasa kotor dan menjijikan. Setiap kali berdoa, aku merasa seperti seorang munafik.Nasihat demi nasihat berlalu tanpa ada yang ku lakukan. Dalam hatiku, tak ada seorangpun yang bisa mengerti perasaanku saat itu. Tentu saja karna aku memang tak pernah menceritakan kejadian buruk yang menimpaku.Lalu, aku memutuskan untuk bekerja pada sebuah warnet. Dimana aku mengambil shift malam yang membuatku berfikir, itu bisa jadi alasanku untuk tak perlu pulang dan bertemu dengan keluarga di rumah.Awalnya aku merasa kembali semua

DMCA.com Protection Status