Butuh beberapa detik bagi Audry untuk bangun dari ketermanguannya. Ia kemudian mengambil kantong makanan yang jatuh di lantai sebelum memutar tubuh.Dypta dan Audi sudah lenyap dari jangkauan matanya. Tadi entah berapa lama Audry termenung sehingga keduanya menghilang secepat itu. Audry kemudian melangkah ke luar meninggalkan North Apartment. Begitu melihat sekuriti ia pun mendekat. “Pak, ini untuk Bapak.”“Apa ini, Mbak?” Penjaga keamanan tersebut terheran-heran melihat kantong makanan yang diberikan Audry padanya.“Ini ada macaroni schotel, sarapan untuk Bapak.” Audry menjawab sambil tersenyum.Sekuriti masih tidak mengerti kenapa Audry memberikan padanya. Sebelum ia sempat berterima kasih Audry sudah pergi meninggalkannya.Audry berdiri sendiri di depan gedung tanpa tahu harus ke mana. Tangannya menggenggam ponsel dan mengutak-atik sejenak sebelum kemudian memutuskan untuk memesan taksi.***Dypta menyetir dengan pelan. Di sebelahnya Audi duduk manis sambil menyilangkan kaki hing
Meninggalkan ruangan Audry, Dypta kembali ke area utama cafe. Di sana Audi duduk menunggu. Piring di atas mejanya sudah kosong, begitu pun matcha latte-nya sudah tandas karena kelamaan menunggu Dypta.Audi memberengut ketika melihat Dypta muncul. “Udah kayak di toilet umum aja antrinya sampai setengah jam,” ocehnya setelah Dypta duduk.Dypta memandang arlojinya guna memastikan kebenaran perkataan Audi. “Apanya yang setengah jam, baru juga sepuluh menit. Tadi kan udah kubilang kalau di sana lagi antri.”Audi mengesahkan napas tidak ingin berdebat dan memutuskan untuk percaya. Lagi pula apa alasannya tidak memercayai Dypta? Dypta adalah laki-laki baik dan tidak akan aneh-aneh. Audi kemudian memerhatikan Dypta menyesap teh dari cangkir. Ia tidak mengerti kenapa laki-laki itu minumnya itu-itu saja, seakan tidak ada minuman lain di dunia ini.”Yuk, Di!”Audi yang serius memerhatikan Dypta tanpa kedip pun mengerjap. Dypta telah berdiri dan mengajaknya pergi.“Sekarang aku antar kamu ke man
Audry tiba di North Apartment. Ia tidak langsung turun dari mobil. Berkaca di spion dalam, Audry memerhatikan wajahnya.Mukanya polos tanpa riasan apa-apa. Tadi saking terburu-buru, ia tidak sempat berdandan.Audry baru saja akan turun dari mobil ketika sebuah pick up double cabin melintas di depannya dan parkir tak jauh di depan mobilnya. Audry tahu persis itu mobil siapa. Audry sudah menghafal nomor polisi, ciri-ciri dan detail kendaraan tersebut. Kendaraan dengan bak belakang terbuka tersebut adalah mobil Dypta.Dugaan Audry pun terbukti kebenarannya ketika sesaat kemudian Dypta keluar dari sana. Lagi-lagi dia tidak sendiri melainkan dengan Audi.Audry membeku dan lagi-lagi rasa insecure melingkupinya ketika melihat penampilan perempuan itu. Mengenakan hot pants dan crochet top berwarna kuning, Audi terlihat cantik dan seksi. Perut dan pusarnya terekspos dengan jelas. Kulit putihnya nampak bertambah terang sebagai efek dari warna baju yang dikenakannya. Audry kembali membandingkan
Audry memandang Dypta tidak mengerti. Puluhan detik lamanya ia kehilangan kata-kata dan hanya bisa memandangi Dypta dengan penuh tanda tanya."Membunuh gimana maksudmu, Dyp?" Audry ingin diperjelas."Aku akan jelasin semua tapi nggak di sini. Kita ke apartemenku sekarang."Audry menurut. Ia masuk ke mobilnya setelah Dypta menyuruh. Audry memutar arah kembali ke North Apartment. Dypta mengiringinya dari belakang.Begitu tiba di sana Dypta keluar dari mobil dan langsung memeluk Audry dan menciumi kepalanya.Audry diam saja sampai Dypta melepaskannya dari dekapan. Laki-laki itu kemudian merangkulnya membawa naik ke unit apartemennya.Setelah membuka pintu Dypta membawa Audry ke kamar."Minum dulu, Ry." Dypta memberi segelas air putih. Ia tahu setelah pengakuan mengejutkannya tadi Audry pasti sangat syok.Audry tidak menolak. Setelah meneguk air itu hingga tandas ia langsung mengejar penjelasan Dypta."Gimana, Dyp? Aku beneran nggak ngerti maksudmu apa."Dypta memosisikan dirinya di sebel
Pertama kali yang Dypta rasakan saat pertama membuka mata kala itu adalah kepalanya yang berat. Sekujur tubuhnya juga remuk redam. Sakit. Tidak hanya fisik, namun juga batin.Audry ... Mana dia? Dia baik-baik saja kan?Audry adalah orang pertama yang Dypta ingat.Lalu Dypta memindai ruangan tempatnya berada sekarang dengan tatapannya yang redup. Warna putih yang mendominasi serta aroma obat-obatan khas rumah sakit memberinya informasi tentang eksistensinya saat ini.Lamat-lamat ingatannya pun terkumpul sedikit demi sedikit. Adegan demi adegan mengerikan itu saling tumpang tindih di kepalanya, silih berganti berkelabat di depan matanya. Namun di ujung semua itu Dypta sangat bersyukur karena ternyata ia masih bernyawa.Seorang laki-laki bersnelli putih kemudian masuk ke ruangan ditemani dua orang perempuan tenaga medis lainnya.“Bagaimana keadaan anda?” tanya laki-laki itu.Dypta diam saja. Tidak sepatah kata pun meluncur dari bibirnya. Sementara pikirannya bekerja keras. Ia tidak mun
“Jadi begitu ceritanya, Yang …” Dypta mengakhiri penuturan panjangnya sambil mengusap punggung Audry yang berada di sebelahnya.Sedangkan Audry diam saja. Tidak sepatah kata pun lolos keluar dari mulutnya. Semua ini tidak hanya membuatnya syok, namun juga sedih.“Ry, Yang, kamu kenapa?” tanya Dypta melihat Audry membisu.“Aku nggak nyangka akan begini jadinya. Jadi ini semua sampai kapan, Dyp? Sampai kapan kamu harus berpura-pura dan mengaku sebagai orang lain?””Sampai Om Jeff nerima pembalasan atas perbuatannya. Sampai dia ngerasain apa yang kurasain dulu.””Dan selama itu kamu harus menyamar jadi orang lain lalu pura-pura jadi tunangan Audi?”Dypta menganggukkan pelan kepalanya.“Aku nggak setuju,” kata Audry tidak terima sambil melipat kedua tangannya di depan dada.”Kenapa nggak setuju? Om Jeff udah bikin kita menderita, Ry. Nggak hanya aku, tapi kamu juga.”“Tapi bukan begini caranya kalau kamu mau balas perbuatan Jeff. Kamu lapor ke polisi, serahkan semua pada pihak yang berwaj
Malam semakin menua saat Audry melintasi jalan raya. Tadi Dypta ingin mengawalnya dari belakang, namun Audry menolak. Audry tidak ingin mengambil risiko. Bisa saja Jeff mengendus keberadaannya. Jadi tidak salah kalau mereka berjaga-jaga.Semakin mendekati rumah, Audry bertambah galau. Kalau saja Dypta tidak memintanya untuk bertahan Audry sudah kabur dari rumah itu."Cuma sebentar, Yang. Kamu harus tetap di sana sampai aku berhasil. Kalau kamu pergi misi kita akan gagal. Kamu nggak usah ngelawan sama Om Jeff. Kamu bersikap biasa aja kayak dulu." Itu yang dikatakan Dypta tadi saat mengantar Audry ke parkiran apartemen. "Ingat kan image kamu tuh gimana?""Gimana?" tanya Audry."Kamu tuh istri yang lugu, patuh dan sedikit bodoh."Audry langsung mencubit lengan Dypta mendengar kata-kata terakhir laki-laki itu.Dypta lalu tertawa melihat ekspresi Audry. "Sorry, aku becanda," bisiknya sambil mengecup pipi Audry.Audry tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi. Cara Dypta mencumbunya membuat
Audry menghempaskan badannya ke ranjang. Jeff benar-benar membuatnya marah.Selagi Audry bergumul dengan rasa frustasi, Jeff sudah meninggalkan kamar.Jeff menuju kamar Tania. Melalui celah pintu laki-laki itu melambaikan tangan memanggil Nora yang masih berada di sana."Pak, saya nggak enak sama Ibu Audry," kata Nora pada Jeff. "Ibu Audry pasti marah saya ada di sini. Saya pulang saja ya, Pak." Ia merasa tidak enak hati, terlebih ketika mengingat tadi Audry menyaksikan adegan kissing mereka."Kamu kerja untuk saya atau Ibu Audry?""Untuk Bapak," jawab Nora pelan."Kalau begitu kamu dengarkan saya. Patuhi semua perintah saya. Malam ini saya memerintahkan kamu untuk menginap di sini!" ucap Jeff tegas. Ia tidak ingin perkataannya dibantah.Nora mengekor ketika Jeff menggiringnya ke kamar tamu. Pria itu sengaja tidak mengunci pintu kamar.Jeff menarik Nora ke atas tubuhnya setelah lebih dulu merebahkan diri di ranjang."Pak Jeff mau apa?" tanya Nora."Mau gigit telinga kamu." Dan detik i