Pertama kali yang Dypta rasakan saat pertama membuka mata kala itu adalah kepalanya yang berat. Sekujur tubuhnya juga remuk redam. Sakit. Tidak hanya fisik, namun juga batin.Audry ... Mana dia? Dia baik-baik saja kan?Audry adalah orang pertama yang Dypta ingat.Lalu Dypta memindai ruangan tempatnya berada sekarang dengan tatapannya yang redup. Warna putih yang mendominasi serta aroma obat-obatan khas rumah sakit memberinya informasi tentang eksistensinya saat ini.Lamat-lamat ingatannya pun terkumpul sedikit demi sedikit. Adegan demi adegan mengerikan itu saling tumpang tindih di kepalanya, silih berganti berkelabat di depan matanya. Namun di ujung semua itu Dypta sangat bersyukur karena ternyata ia masih bernyawa.Seorang laki-laki bersnelli putih kemudian masuk ke ruangan ditemani dua orang perempuan tenaga medis lainnya.“Bagaimana keadaan anda?” tanya laki-laki itu.Dypta diam saja. Tidak sepatah kata pun meluncur dari bibirnya. Sementara pikirannya bekerja keras. Ia tidak mun
“Jadi begitu ceritanya, Yang …” Dypta mengakhiri penuturan panjangnya sambil mengusap punggung Audry yang berada di sebelahnya.Sedangkan Audry diam saja. Tidak sepatah kata pun lolos keluar dari mulutnya. Semua ini tidak hanya membuatnya syok, namun juga sedih.“Ry, Yang, kamu kenapa?” tanya Dypta melihat Audry membisu.“Aku nggak nyangka akan begini jadinya. Jadi ini semua sampai kapan, Dyp? Sampai kapan kamu harus berpura-pura dan mengaku sebagai orang lain?””Sampai Om Jeff nerima pembalasan atas perbuatannya. Sampai dia ngerasain apa yang kurasain dulu.””Dan selama itu kamu harus menyamar jadi orang lain lalu pura-pura jadi tunangan Audi?”Dypta menganggukkan pelan kepalanya.“Aku nggak setuju,” kata Audry tidak terima sambil melipat kedua tangannya di depan dada.”Kenapa nggak setuju? Om Jeff udah bikin kita menderita, Ry. Nggak hanya aku, tapi kamu juga.”“Tapi bukan begini caranya kalau kamu mau balas perbuatan Jeff. Kamu lapor ke polisi, serahkan semua pada pihak yang berwaj
Malam semakin menua saat Audry melintasi jalan raya. Tadi Dypta ingin mengawalnya dari belakang, namun Audry menolak. Audry tidak ingin mengambil risiko. Bisa saja Jeff mengendus keberadaannya. Jadi tidak salah kalau mereka berjaga-jaga.Semakin mendekati rumah, Audry bertambah galau. Kalau saja Dypta tidak memintanya untuk bertahan Audry sudah kabur dari rumah itu."Cuma sebentar, Yang. Kamu harus tetap di sana sampai aku berhasil. Kalau kamu pergi misi kita akan gagal. Kamu nggak usah ngelawan sama Om Jeff. Kamu bersikap biasa aja kayak dulu." Itu yang dikatakan Dypta tadi saat mengantar Audry ke parkiran apartemen. "Ingat kan image kamu tuh gimana?""Gimana?" tanya Audry."Kamu tuh istri yang lugu, patuh dan sedikit bodoh."Audry langsung mencubit lengan Dypta mendengar kata-kata terakhir laki-laki itu.Dypta lalu tertawa melihat ekspresi Audry. "Sorry, aku becanda," bisiknya sambil mengecup pipi Audry.Audry tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi. Cara Dypta mencumbunya membuat
Audry menghempaskan badannya ke ranjang. Jeff benar-benar membuatnya marah.Selagi Audry bergumul dengan rasa frustasi, Jeff sudah meninggalkan kamar.Jeff menuju kamar Tania. Melalui celah pintu laki-laki itu melambaikan tangan memanggil Nora yang masih berada di sana."Pak, saya nggak enak sama Ibu Audry," kata Nora pada Jeff. "Ibu Audry pasti marah saya ada di sini. Saya pulang saja ya, Pak." Ia merasa tidak enak hati, terlebih ketika mengingat tadi Audry menyaksikan adegan kissing mereka."Kamu kerja untuk saya atau Ibu Audry?""Untuk Bapak," jawab Nora pelan."Kalau begitu kamu dengarkan saya. Patuhi semua perintah saya. Malam ini saya memerintahkan kamu untuk menginap di sini!" ucap Jeff tegas. Ia tidak ingin perkataannya dibantah.Nora mengekor ketika Jeff menggiringnya ke kamar tamu. Pria itu sengaja tidak mengunci pintu kamar.Jeff menarik Nora ke atas tubuhnya setelah lebih dulu merebahkan diri di ranjang."Pak Jeff mau apa?" tanya Nora."Mau gigit telinga kamu." Dan detik i
Pagi ini Audry bangun lebih lambat dari hari-hari sebelumnya. Semalam tidurnya cukup nyenyak meskipun aura di rumahnya semakin panas.Bahkan tadi kalau bukan Tania yang membangunkannya mungkin hingga saat ini Audry belum akan membuka mata.Audry mengurus Tania, mulai dari memandikan, menyiapkan pakaian sekolah, membantu merapikannya serta menyisir rambut anak itu. Setelah semua siap mereka langsung menuju ruang makan.Audry tidak perlu merasa terkejut karena begitu tiba di sana Nora sudah duduk manis bersama Jeff.“Selamat pagi, Bu Audry.” Nora menyapa Audry dengan ramah.“Pagi, Nora. Gimana tidurnya semalam? Nyenyak?” Audry tak kalah ramah membalas sapaan itu seakan tidak terjadi apa-apa.Nora tampak kikuk. Sikap yang ditunjukkan Audry membuatnya merasa berdosa. Bagaimana mungkin tidurnya bisa nyenyak setelah mendapatkan siksaan dari Jeff?Tadi malam setelah selesai bercinta, Jeff melepaskan Nora dari ikatannya. Begitu Jeff membuka lakban dari mulutnya, Nora langsung menceracau, meng
Masuk ke mobilnya, Dypta tidak langsung melaju. Ia berkaca di spion tengah sambil mengamati penampilannya saat ini.Rambut panjang bergelombang, kacamata minus, kumis dan jenggot yang tumbuh rapi di area atas bibir, dagu, serta sebagian rahang menyamarkan bentuk asli wajahnya. Behel yang kini kembali memagari giginya membuat segalanya semakin sempurna.Pagi ini Dypta akan menemani Tjakra menghadiri meeting. Mereka memperebutkan sebuah tender yang diikuti oleh beberapa perusahaan freight forwarding. Dan salah satu kompetitor mereka adalah Radian Group, perusahaan milik Jeff. Hari ini adalah pengumuman pemenangnya.Dypta tiba di kantor tidak lama kemudian. Setelah bertemu dengan Tjakra, pria itu mengajaknya ke pelabuhan cargo sebelum menghadiri pertemuan.Tidak semua orang bisa masuk ke pelabuhan cargo. Aksesnya sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memilikinya. Sedangkan di Eternity (perusahaan milik Tjakra) sendiri, hanya bagian operasional yang diizinkan masuk. Itu pun aks
Dypta dan Tjakra akhirnya tiba di Nusantara Tower sekitar dua puluh menit kemudian. Di kantor itulah pertemuan diadakan antara user, buyer, serta para stakeholders lainnya.Mereka langsung menuju lantai sepuluh. Saat sedang menunggu antrian di depan lift, notifikasi ponsel Dypta berdenting. Ada pesan masuk dari Audry.Audry: Dyp, aku udah mulai masak. Kamu jadi makan siang di sini kan?Dypta: Jadi dong. Kamu masak apa?Audry: Rahasia pokoknya. Nggak seru kalau dikasih tahu sekarang.Dypta: Pake rahasia-rahasia segala sama aku.Audry: Hehe ... Dyp, kalau aku bawa Tania ke sini pulang sekolah gimana?Dypta: Jangan dulu ya, terlalu berisiko. Aku takut Tania keceplosan dan semua rencana kita gagal total.Audry: Oke kalau gitu.Dypta: Udah dulu ya, ini meeting udah mau dimulai. Love you. Kamu hati-hati di sana.Audry: Love you too. Kamu juga hati-hati.Dypta menyimpan ponsel bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Setelah orang-orang dari dalam lift keluar, Dypta dan Tjakra masuk bersama
Dypta membuka pintu apartemeen dengan gerakan perlahan. Seketika aroma bawang goreng menguar ke udara dan terhirup oleh hidungnya. Membuat perutnya semakin lapar.Dypta tersenyum. Ia meneruskan langkahnya ke belakang, tepat ke arah dapur dengan gerakan seperlahan mungkin agar tidak menghasilkan suara sehalus apa pun. Di sana ia melihat Audry sedang berdiri di depan kompor membelakanginya.“Lagi masak apa, Yang?”Audry terperanjat ketika tubuhnya tiba-tiba dipeluk dari belakang. Ia tidak perlu bertanya itu siapa.”Ih, pulang kok nggak bilang-bilang?” ujarnya sambil memutar kepala dan mengusap pipi Dypta.”Tadi pagi aku kan udah bilang,” jawab laki-laki itu sambil melabuhkan kecupan lembut di pipi Audry.”Iyaaa, tapi maksudku yang sekarang lho, Dyp, kamu tuh pulangnya diam-diam, tau-tau meluk aku kan bikin aku kaget.”Dypta tertawa pelan. Bibirnya kemudian menyapu leher Audry dari belakang yang membuat perempuan itu meremang.“Tadi aku lihat banyak banget bahan di kulkas sampai bingung