Tangan Becca gemetar. Mengapa ini bisa terjadi? Mimpi buruk apa ia semalam?
"Becca! Apa yang telah kamu lakukan?!" teriak Pak Rohan, Manajer Galery, dengan suara lantang.
Becca terdiam mematung, menatap nanar sebuah kalung berlian dengan desain yang indah. Kalung berlian seharga ratusan juta rupiah bisa putus di tangannya. Ia memang tidak sengaja menjatuhkan kalung itu saat akan memasukkannya ke dalam kotak perhiasan yang akan dikirimkan kepada pemesannya. Saat Becca akan mengambil kalung itu, talinya malah menyangkut di handle etalase dan Becca yang tidak berpikir panjang malah menarik kalung itu.
Dan ... terjadilah sudah. Kalung berlian yang indah putus menjadi dua.
"Becca!" teriak Pak Rohan semakin keras, memekakkan telinga siapa pun yang mendengarnya. Memang saat itu galery dalam keadaan sepi. Hari masih pagi sehingga belum ada pengunjung yang datang.
Teman-teman kerja Becca tidak berani bersuara ataupun bergerak, semua takut menghadapi apa yang terjadi. Kalung berlian itu adalah pesanan khusus Tuan Arga Armando, pemilik Jewelry Gallery ini, untuk tunangannya, Sarah Sanjaya.
Dengan ketakutan yang tak dapat disembunyikan, Becca memberanikan diri mendongakkan kepalanya ke arah Pak Rohan dengan wajah ketakutan.
"Ikut saya ke kantor!" perintah Pak Rohan dengan galak, menatap lurus mata Becca.Becca membawa kalung berlian itu di genggaman tangannya. Dengan lunglai ia mengikuti Pak Rohan menuju ruang kantornya.Becca tidak tahu lagi apa yang akan terjadi. Sudah pasti ia akan dipecat, tapi masalah beratnya adalah ia harus mengganti sebuah kalung berlian seharga ratusan juta rupiah. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
Becca adalah seorang anak yatim piatu. Sejak kecil ia sudah tinggal di sebuah panti asuhan di pinggir kota. Yang ia tahu, keluarganya adalah pengasuh dan sesama penghuni panti asuhan.
Becca terkejut saat pintu ditutup oleh Pak Rohan. Becca hanya berdiri dengan lutut gemetar dan mulut yang terkatup. Ia harus mempertanggungjawabkan kecerobohannya dan kebodohannya.
"Becca, bencana apa yang kamu hadirkan di sini?" tanya Pak Rohan yang kini terlihat kecewa.
"Maafkan saya, Pak Rohan." Hanya itu yang bisa keluar dari bibir Becca.
"Kau tahu ... Kalung itu milik siapa?" tanya Pak Rohan dengan suara rendahnya.
"Iya Pak, kalung ini milik tunangan Tuan Arga, pemilik Jewelry Gallery ini," jawab Becca lirih.
Becca meletakkan kalung berlian itu di meja Pak Rohan. Tangan Becca gemetar, keringat dingin keluar di dahinya saat memandangi kalung indah yang sudah rusak.
"Nah ... kau tahu? Lalu kenapa kamu tidak berhati-hati? Biasanya kau tidak seperti ini," kata Pak Rohan bingung, menuntut jawaban.
"Saya sendiri tidak tahu, Pak. Saya bersalah karena tidak berhati-hati. Lalu apa yang akan terjadi pada saya?" tanya Becca takut.
"Kalung ini sudah cacat, tidak bisa disambung begitu saja. Yang ada, kalung ini akan dilebur dan harus dibuat ulang kembali. Saya tidak bisa memutuskan hukumanmu, Becca. Saya harus melapor dulu pada Pak Yandi," ucap Pak Rohan.
Pak Yandi adalah tangan kanan Tuan Arga. Yang semua pegawai tahu, Pak Yandi lebih galak dari Tuan Arga. Mungkin saja karena banyak tanggung jawab yang harus dipikul Pak Yandi. Tuan Arga memiliki kerajaan bisnis yang besar. Jewelry Gallery tempat Becca bekerja ini hanyalah salah satu lini bisnis milik Tuan Arga Armando.
"Lalu saya sekarang harus bagaimana, Pak Rohan?" Becca hanya bisa pasrah. Ia tahu ia memang bersalah.
"Hem ... Kamu tunggu di ruang karyawan dulu saja. Tenangkan pikiranmu dan siapkan dirimu menerima semua konsekuensi dari kesalahan yang telah kamu perbuat. Saya akan menelpon Pak Yandi dulu. Saya janji akan membantu kamu sebisa mungkin." Pak Rohan memang manajer yang mengayomi bawahannya.
"Baik, Pak Rohan. Terima kasih untuk semua bantuannya," kata Becca tulus. Ia memang sangat menyukai atasannya, sangat baik di matanya dan seperti ayah yang tidak pernah Becca miliki.
Keluar dari ruang kantor Pak Rohan, Becca berjalan lesu ke ruang karyawan yang ada di belakang galery. Ruang karyawan ini sepi, jelas saja karena teman-teman kerjanya sedang berada di depan, melayani pengunjung yang datang.
Becca memandangi ruang karyawan yang nyaman ini. Ruang yang luas dengan meja dan kursi untuk para karyawan beristirahat atau untuk makan siang saat jam istirahat mereka.
Terduduk lemas di kursi, air mata Becca akhirnya jatuh juga ke pipi, ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Sedih dan kecewa pada kebodohannya sendiri.
Sedari kecil mengapa nasibku selalu tidak beruntung? Saat mulai bisa mandiri, meninggalkan panti asuhan yang adalah rumahku, mengapa kejadian seperti ini bisa menimpaku?
Becca hanya bisa menyesal dan menyesal. Ia memang masih muda, usianya baru 20 tahun. Sejak bayi, ia sudah tinggal di panti asuhan. Namun nasibnya mulai berubah saat ia mendapatkan pekerjaan di Jewelry Gallery yang eksklusif ini.
Gaji yang diterima Becca lebih dari cukup untuk biaya hidupnya. Ia bisa hidup mandiri, tidak tinggal lagi di panti. Becca baru menjalaninya 5 bulan ini. Dan kini bencana datang padanya.
Terdengar suara langkah kaki dan sebuah tangan mengelus punggungnya.
"Becca, sudahlah. Aku yakin Tuan Arga orang yang baik dan Pak Rohan pasti membantumu," kata Mila menghibur Becca.
Mila adalah sahabat Becca sekaligus rekan kerjanya. Bahkan kos Becca dan Mila bersebelahan.
"Makasih, Mila. Tapi kamu jangan lama-lama di sini, nanti dimarahi Pak Rohan." Becca berusaha tegar dihadapan sahabatnya ini, walaupun pikirannya kacau.
"Iya, Bec. Tapi kamu jangan terlalu memikirkannya, aku yakin semua pasti ada jalan keluarnya. Aku selalu ada di sini untuk membantumu," ucap Mila tulus.
"Sekali lagi makasih, Mila. Kamu memang sahabat terbaikku," kata Becca sambil memeluk Mila.
Setelah kepergian Mila, Becca kembali termenung. Kepalanya berdenyut memikirkan nasib apa yang akan diterimanya. Becca tahu, ia tidak memiliki apa-apa dan ia tidak bisa bersandar di pundak orang lain, tidak bisa meminta bantuan orang lain. Kini ia harus tegar menghadapi semuanya.
Sejak kecil dilatih untuk bisa hidup mandiri di panti asuhan, membuat Becca tegar dan kuat. Ya ... Ia adalah Rebecca Winata, gadis yang kuat walaupun usianya masih belia.
Becca memantapkan hati, ia harus kuat dan bertanggung jawab. Memejamkan matanya, Becca berdoa dalam hati, semoga ia kuat menghadapi semuanya.
-
-
-
Becca tidak punya nafsu makan saat jam istirahat kerja. Namun Mila terus membujuknya sehingga akhirnya ia pun mau makan.Di ruang istirahat galeri ini, beberapa teman Becca juga sedang makan siang. Sementara teman yang lain berjaga di depan, melayani pengunjung. Jam istirahat memang harus dilakukan secara bergantian."Bec, ayolah makan dulu. Aku tahu kamu tidak ingin makan, tapi kamu harus punya tenaga. Kami akan selalu mendukungmu, ya kan teman-teman?!" Mila terus membujuk Becca dan mencari dukungan pada temannya yang lain."Iya terima kasih sekali. Aku akan makan," kata Becca akhirnya.Setelah jam istirahat selesai, Pak Rohan memanggil Becca untuk masuk ke ruangannya."Duduk dulu, Bec," perintah Pak Rohan sambil memeriksa pesan-pesan yang masuk ke ponselnya."Baik, Pak Rohan. Terima kasih," ucap Becca sambil duduk dengan tubuh yang kaku. Walaupun pikirannya mengatakan jika ia siap menerima konsekuensi dari kesalahannya, tapi sepertinya tub
"Becca, ikuti saya!" perintah Yandi tegas."Ba - baik," saut Becca terbata, ia sungguh tidak siap menghadapi apa yang terjadi pada dirinya.Dengan langkah gemetar, Becca memasuki sebuah ruangan yang didesain mewah dan elegan. Jika tidak dalam situasi seperti ini, Becca pasti akan mengagumi ruang kantor Tuan Arga. Tapi untuk saat ini, ruangan ini malah seperti mimpi buruk untuknya.Becca memberanikan diri mendongakkan kepalanya, memandang orang yang selama ini hanya dapat didengar namanya saja, Arga Armando.Aura yang terpancar dari wajah dan matanya terasa berkharismatik. Tidak salah jika ia telah menjadi pengusaha sukses di usianya yang masih muda.Untuk beberapa detik, waktu terasa berhenti saat mata tajam Tuan Arga menatap lekat mata Becca. Deg ... Jantung Becca berdetak kencang, terbius oleh pandangan mata yang tak dapat ia artikan.Becca membuang nafasnya panjang, mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Ia memaki dirinya sendiri, ta
Becca keluar dari kantor Tuan Arga dengan dada terasa sesak menahan marah. Jantungnya berdetak kencang seperti habis berlari maraton. Baru kali ini ia mendapat penghinaan yang menginjak harga dirinya.Becca cepat-cepat menekan tombol lift untuk mengantarnya ke lantai bawah. Saat memasuki lift, untung saja tidak ada orang selain dirinya.Bersandar di dinding lift, Becca mengatur nafasnya. Perasaannya campur aduk, antara marah, kesal tapi juga takut. Ia takut telah menyinggung perasaan Tuan Arga yang sangat berkuasa. Ia tak ada seujung kuku dibanding Tuan Arga.Setelah bisa mengendalikan emosinya, Becca mengambil sebotol air mineral dari dalam tasnya. Dengan perlahan diminumnya hingga habis tak bersisa. Air minum yang membuat dirinya semakin tenang.Saat pintu lift terbuka, Becca segera keluar. Dengan langkah cepat ia keluar dari halaman perkantoran Tuan Arga. Becca tidak tahu jalan pulang. Becca mengamati sekitarnya, lalu ia menemukan sebuah taman kecil. D
Becca mengalihkan pandangannya dari Andre yang menatapnya dengan tajam. Pikirannya berputar mencari alasan agar tidak menceritakan semuanya pada Andre. Ia belum siap."Bec, kenapa? Ada apa? Aku tahu pasti kamu ada masalah. Ayolah ceritakan," desak Andre menatap mata Becca."Ehm ... enggak kok, Kak. Enggak ada, beneran. Suer deh," ucap Becca berusaha meyakinkan Andre.Andre masih menatap mata Becca, menelisik kebenaran akan ucapan Becca."Benarkah?""Iya, Kak. Sudah ah, yuk pulang. Aku agak lelah seharian ini banyak pekerjaan," kata Becca mengalihkan pembicaraan."Baiklah, tapi ingat ya. Kalau kamu ada masalah apapun, jangan ragu untuk menceritakan padaku. Kita akan cari jalan keluarnya sama-sama. Oke?!" Andre masih tidak percaya akan pernyataan Becca, namun ia juga tidak bisa memaksa jika Becca belum ingin berterus terang padanya.Andre dan Becca keluar dari rumah makan, lalu masuk ke dalam mobil. Andre pun melajukan mobilnya dengan kec
Kaki Becca terasa berat melangkah ke galeri tempat kerjanya. Namun bagaimana pun juga ia harus berangkat, mempertanggung jawabkan kesalahannya kemarin. Masih sangat jelas dalam ingatannya saat tadi malam, ia mendapat pesan dari Pak Yandi yang memerintahkannya untuk tetap berangkat kerja seperti biasa hari ini.Tapi yang terutama, Pak Yandi ingin memberitahu Becca soal teknis bagaimana harus membayar kerugian akibat rusaknya kalung berlian itu.Semalam, Becca juga mendapat pesan di ponselnya dari Milla, teman baiknya di galeri. Mila bilang jika ia dan teman-teman lain akan mendukung Becca. Walaupun mereka sendiri tidak tahu hukuman apa yang akan Becca terima.Namun Becca sudah sangat bersyukur dan berterima kasih karena memiliki teman-teman yang ternyata menyayanginya walaupun ia belum lama bekerja di galeri.Langkah Becca terhenti di depan galeri, ia mengumpulkan keberaniannya. Dipandangnya Jewelry Gallery yang nampah megah dan mewah.Becca memejamkan ma
Yandi segera masuk ke dalam ruang kantor saat Becca keluar. Terlihat Tuan Arga tersenyum simpul, matanya memancarkan semangat yang jarang dilihat Yandi.Menghela nafas lega, tak terasa Yandi pun ikut tersenyum. Yandi merasa urusan dengan Becca akan berjalan mudah dan lancar. Yandi berdiri saja di hadapan Tuan Arga, menunggu apa yang akan diperintahkan padanya."Yandi, tolong buatkan perjanjian hutang piutang pada Becca, supaya semuanya jelas. Ada hitam di atas putih," perintah Tuan Arga."Baik, Tuan. Apakah seperti yang Tuan Arga katakan tadi di mobil? Becca bekerja sebagai koki di rumah Tuan selama satu tahun?" tanya Yandi memastikan."Benar.""Apakah ada tambahan yang lain?" tanya Yandi lagi."Hem ... Sepertinya itu sudah cukup. Buatkan draft kontraknya, biar nanti aku periksa," kata Tuan Arga."Baik, Tuan.""Apa jadwalku setelah ini?" tanya Tuan Arga, lalu berdiri dan akan meninggalkan kantor Jewelry Gallery ini. Ia tahu sudah
Malam belum terlalu larut, namun cuaca di luar sana yang masih hujan rintik-rintik membuat kafe ini terasa lengang. Lampu temaram menghiasi setiap sudut kafe, dengan iringan musik lembut terdengar di telinga.Sarah memegang segelas wine di tangannya, meminumnya sedikit demi sedikit berharap bisa menghangatkan tubuhnya. Bibirnya tersenyum manis, terkadang tertawa lebar saat lawan bicaranya membuat lelucon yang membuatnya senang."Sarah, kamu mau tambah wine lagi atau mau makan?" tanya Jerry, teman minum Sarah saat ini."Kita tambah lagi yuk, malam ini harus kita rayakan," sahut Sarah melemparkan senyum manisnya."Oke, Sayang." Senyum Jerry tak kalah senangnya.Malam ini membuat Sarah dan Jerry bahagia. Sarah memang sudah bertunangan dengan Arga, namun malam ini ketika Jerry menawarkan hubungan suka sama suka dengan Sarah, tanpa pikir panjang Sarah langsung menerimanya.Dan yang lebih gila lagi, Jerry adalah teman Arga. Bukan teman dekat, hanya
Becca memasuki kawasan perumahan elit. Matanya takjub melihat rumah-rumah besar nan mewah dengan halaman luas yang tertata apik. Becca membatin dalam hati, pasti setiap rumah dilengkapi kolam renang untuk memanjakan para penghuninya.Becca kembali memeriksa alamat yang Pak Yandi diberikan padanya. Rumah nomor 7 yang bercat putih. Rumah Tuan Arga. Becca pelan-pelan memacu motornya dan akhirnya ia melihat sebuah rumah indah bercat putih. Rumah dengan desain klasik nan mewah.Menghentikan motornya di depan gerbang, Becca dihampiri petugas keamanan."Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satpam dengan wajah ramah."Selamat sore, Pak. Maaf saya mau bertanya, benarkah ini rumah Tuan Arga?" tanya Becca balas tersenyum."Benar. Apakah Nona ini Nona Becca?" tanyanya lagi."Benar, Pak." Becca agak bingung mengapa satpam tahu namanya."Nona Becca, silahkan masuk. Motornya diparkir di dalam saja. Tadi Pak Yandi sudah pesan pada saya
Mobil Arga melaju dengan kecepatan sedang, perlahan menjauh dari vila yang selama dua hari ini mereka tinggali. Becca menatap pemandangan indah yang terhampar didepan matanya dengan mata kosong. Pikirannya melayang tak menentu. Sementara Arga yang menyetir di sebelahnya pun tampak terdiam. Pandangannya fokus menatap jalan aspal yang tampak berkelok di hadapannya. Perlahan menuruni perbukitan dan melaju menuju kota tempat tinggalnya.Becca sama sekali tidak ingin memulai percakapan apapun dengan Arga. Bahkan kepalanya berpaling seakan sedang menikmati pemandangan indah yang mereka lewati sepanjang jalan. Namun siapa sangka jika pikirannya melayang memikirkan diriya sendiri. Entahlah Becca harus marah atau bagaimana. Terus terang ia kecewa dengan sikap Arga yang ingin menjadikannya seperti wanita simpanan. Rasanya ia ingin memaki Arga, namun nyalinya seakan menciut saat ingat siapa Arga. Bagaimanapun Arga adalah bosnya walaupun saat ini statusnya adalah pacar Arga.Heh ... Benarkah a
Ponsel Becca berdering seakan menjerit minta segera diangkat. Dengan setengah hati, Becca pun mengambil ponsel yang masih tersimpan di dalam tasnya.Mila? Ada apa dia telpon? Tanya Becca dalam hati.Segera Becca menggeser tombol hijau di layar ponselnya.- "Hallo, Mila."- "Becca!!! Kamu masih hidup kan?!"- Ha??? Kamu lagi ngigau ya?"- "Enak aja, aku ini lagi di galeri. Kamu kemana sih kok udah 2 hari menghilang? Habis pulang kerja ini rencana aku mau laporin kamu ke polisi loh."- "Aku nggak ngilang, Mila. Aku lagi dalam misi penting."- "Apaan misi-misi! Bec, kalau kamu nggak pulang malam ini, beneran deh aku bakal lapor ke kantor polisi."- "Hahaha ... Kamu kangen sama aku ya, Mil?"- "Becca! Aku nggak bercanda!"- "Iya iya, sabar dong, Mil. Jangan ngegas mulu' ntar kecenya ilang loh. Sabar ntar malem aku pasti pulang kok. Don't worry be happy, okey ... "- "Beneran loh ya ... Awas ntar kalau ka
Tubuh Becca menggeliat, rasa geli mengusik ketenangan tidurnya. Ia merasakan lehernya diciumi dengan mesra. Apakah ini mimpi?"Aaaaaaa ... " Sekuat tenaga Becca bangun dari tidurnya dengan berteriak histeris."Astaga, Becca! Apa-apaan sih kamu?! Kamu mimpi buruk?" tanya Arga terkejut, ia sedang asyik-asyiknya menciumi leher putih mulus milik Becca eh ... yang punya malah berteriak membuat jantungnya serasa melompat."Eh sayang, kamu disini?" tanya Becca kebingungan.Nampaknya ia lupa jika semalam tidur bersama Arga. Dan saat ini mata Arga seketika membeliak dengan pemandangan indah yang terpampang di depan matanya. Becca yang polos tanpa sehelai benang pun.Tanpa sadar, Arga menelan salivanya dan seketika gairah kembali membuncah dalam tubuhnya. Juniornya seketika mendesak ingin dipuaskan."Istigiii!" teriak Becca saat menyadari jika kedua bukit kembarnya terlihat menantang minta dibelai. Reflek tangannya langsung menarik selimut untuk menutupi
Candle light dinner, begitulah kata orang saat melihat Becca dan Tuan Arga makan bersama di balkon villa. Suasana begitu romantis dengan kerlip lilin dan cahaya bulan yang redup.Becca sangat menikmati makan malam yang telah disiapkan Tuan Arga. Bagi Becca tentu saja ini adalah candle light dinner pertamanya. Menu makanan apapun malam ini pasti terasa sangat enak di lidahnya. Selesai makan, Becca meminum segelas lemon tea sambil memandang lampu kerlap kerlip di sekitar villa. Pemandangan malam ini memang sungguh menakjubkan."Kamu suka, Bec?" tanya Tuan Arga yang terus menatap mata Becca."Suka banget, Tuan.""Kenapa panggil 'Tuan' terus sih? Panggil Sayang bisa kan?!" pinta Tuan Arga."Uhuk ... harus ya?""Ah kamu ini, terserahlah kalau gitu," ucap Tuan Arga yang menampakkan wajah cemberut."Hehe ... maaf soalnya lidah saya udah terbiasa panggil 'Tuan', jadi susah ngubahnya.""Iya iya, terserahlah. Tapi yang penting kamu sayan
"Kalau gitu langsung kita nikahkan saja bulan depan, Pak," sahut Bu Rima antusias."Apa?!" teriak Mila dan Yandi berbarengan."Tapi ... " Yandi tergagap, seperti kehilangan kata-kata. Otaknya buntu nggak bisa berpikir."Ah Yandi, kamu ini kok kurang gercep sih," omel Bu Rima gemas.Sementara Mila sudah bisa menguasai diri dan kini hanya menampilkan senyum manisnya."Kok Ibu tau gercep segala?" Yandi sewot sendiri."Jangan salah, tua-tua begini Ibu juga sering nonton sinetron. Tau lah kalau cuma istilah begituan. Memang Ibu tinggal di dalam hutan," balas Bu Rima tidak mau kalah."Gimana Yandi?" tanya Pak Wisnu, mengembalikan ke topik pembicaraan semula."Gimana apanya?" tanya Yandi bingung."Aduh Yandi, kenapa kamu jadi lemot sih! Itu soal nikah bulan depan. Ah ... tanya kamu kelamaan. Nak Mila, gimana menurutmu? Setuju nggak kalau nikah bulan depan?" tanya Bu Rima tersenyum berharap."Ya Bu," sahut Mila santai.
Tuan Arga menghentikan mobilnya di sebuah halaman rumah villa yang terlihat mewah namun tidak terlalu besar."Rumah siapa ini, Tuan?" tanya Becca sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar rumah."Tentu saja rumahku. Kalau sedang butuh rehat, biasanya aku ke sini," ucap Tuan Arga sambil keluar dari mobilnya.Becca pun mengikuti. Mereka langsung disambut pengurus rumah, sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi."Ini beneran rumah Tuan Arga?" tanya Becca terkagum-kagum saat memasuki dalam rumah. Ternyata desain di dalam rumah terasa nyaman, walaupun minimalis."Kamu nggak percaya amat sih kalau aku bisa beli rumah disini? Kamu lupa kalau aku ini kaya?!" ucap Tuan Arga sedikit kesal."Hehe iya lupa. Habis rumahnya bagus banget." Becca hanya bisa melemparkan senyum manisnya agar Tuan Arga tidak semakin kesal padanya."Tuan Arga, Nona, silahkan ke taman belakang. Sudah ada minuman dan makanan kecil," ucap Pak Marto, pengurus r
"Wow!"Mila berseru takjub melihat pantulan wajahnya di cermin. Ia benar-benar berbeda setelah Tuan Gubah make over wajahnya."Ini beneran saya, Tuan?" tanya Mila mengerjapkan matanya tak percaya. Dengan perlahan, tangannya mengelus pipinya yang terpoles licin."Eits jangan dipegang ntar bedaknya luntur," sahut Tuan Igan membuat Mila terhenyak lalu tersenyum."Ah Tuan, bikin kaget aja.""Memang pacar kamu siapa sih, Mila? Kenalin dong," goda Tuan Gubah."Hehe pasti suatu saat nanti akan saya kenalin kok, Tuan. Tapi jangan sekarang, kan saya juga belum resmi banget," ucap Mila cari alasan, karena ia sangat yakin jika Tuan Igan dan Tuan Gubah pasti mengenal sosok Yandi."Oke deh, aku akan tunggu waktunya. Sekarang nih pakai dress yang ini biar penampilan kamu makin mempesona," perintah Tuan Igan sambil menyerahkan sepotong dress berwarna biru langit yang lembut.Mila mengelus dress cantik itu dengan lembut, tak sabar memakainya. Kemu
Mila berulang kali menguap, kantuk dan lelah menderanya. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan Andre masih betah duduk di depan kamar kos Becca, enggan untuk pulang.Mila melirik Andre, menelisik di wajah yang tampak penuh tekad itu."Ehm Kak Andre, ini sudah jam 10 malam. Apa nggak sebaiknya Kakak pulang aja, kan besok bisa ke sini lagi," ucap Mila akhirnya."Kalau kamu sudah ngantuk, tidur aja Mil. Aku akan menunggu sampai Becca pulang.""Tapi kan bentar lagi gerbang kos depan juga ditutup, Kak. Nanti malah diusir sama Pak Satpam, gimana dong," sanggah Mila."Oh iya aku lupa. Ya udah aku tunggu di jalan depan aja kalau gitu, Mil," ucap Andre tersenyum."Kak Andre, kalau mau terima saranku sih mending Kakak pulang aja deh. Besok baru kesini lagi. Aku yakin malam ini Becca nggak pulang."Sebenarnya Mila sudah tahu jika Becca menginap di rumah Tuan Arga malam ini karena baru saja Becca mengirimkan pesan padanya."Becca nggak pula
Becca, Arga dan Andre. Tiga orang yang berdiri tanpa suara, sama-sama terdiam bingung akan apa yang akan mereka lakukan.Arga dan Andre saling menatap tajam, sementara Becca bergantian melihat ke Arga dan Andre. Bingung akan apa yang akan ia putuskan.Namun tarikan di tangan Becca oleh Arga seketika mengejutkannya. Arga menarik kuat tangan Becca lalu membawanya ke mobil dan segera menutup pintunya.Andre yang melihat itu tidak tinggal diam, ia berusaha mencegahnya."Tuan Arga, tidak bisa begitu dong. Becca pulang bersama saya!" ucap Andre tegas menghentikan langkah Arga yang hendak masuk ke dalam mobilnya."Tidak usah repot-repot, Andre. Malam ini dan hari-hari seterusnya, jangan temui Becca lagi! Dia milikku, paham?!" Arga menatap tajam mata Andre.Segera Arga masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobil dengan cepat hingga menimbulkan suara ban yang berdecit.Andre hanya memandangi kepergian mobil Arga dengan tatapan tidak terima.