"Wow!"
Mila berseru takjub melihat pantulan wajahnya di cermin. Ia benar-benar berbeda setelah Tuan Gubah make over wajahnya."Ini beneran saya, Tuan?" tanya Mila mengerjapkan matanya tak percaya. Dengan perlahan, tangannya mengelus pipinya yang terpoles licin.
"Eits jangan dipegang ntar bedaknya luntur," sahut Tuan Igan membuat Mila terhenyak lalu tersenyum.
"Ah Tuan, bikin kaget aja."
"Memang pacar kamu siapa sih, Mila? Kenalin dong," goda Tuan Gubah.
"Hehe pasti suatu saat nanti akan saya kenalin kok, Tuan. Tapi jangan sekarang, kan saya juga belum resmi banget," ucap Mila cari alasan, karena ia sangat yakin jika Tuan Igan dan Tuan Gubah pasti mengenal sosok Yandi.
"Oke deh, aku akan tunggu waktunya. Sekarang nih pakai dress yang ini biar penampilan kamu makin mempesona," perintah Tuan Igan sambil menyerahkan sepotong dress berwarna biru langit yang lembut.
Mila mengelus dress cantik itu dengan lembut, tak sabar memakainya. KemuTuan Arga menghentikan mobilnya di sebuah halaman rumah villa yang terlihat mewah namun tidak terlalu besar."Rumah siapa ini, Tuan?" tanya Becca sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar rumah."Tentu saja rumahku. Kalau sedang butuh rehat, biasanya aku ke sini," ucap Tuan Arga sambil keluar dari mobilnya.Becca pun mengikuti. Mereka langsung disambut pengurus rumah, sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi."Ini beneran rumah Tuan Arga?" tanya Becca terkagum-kagum saat memasuki dalam rumah. Ternyata desain di dalam rumah terasa nyaman, walaupun minimalis."Kamu nggak percaya amat sih kalau aku bisa beli rumah disini? Kamu lupa kalau aku ini kaya?!" ucap Tuan Arga sedikit kesal."Hehe iya lupa. Habis rumahnya bagus banget." Becca hanya bisa melemparkan senyum manisnya agar Tuan Arga tidak semakin kesal padanya."Tuan Arga, Nona, silahkan ke taman belakang. Sudah ada minuman dan makanan kecil," ucap Pak Marto, pengurus r
"Kalau gitu langsung kita nikahkan saja bulan depan, Pak," sahut Bu Rima antusias."Apa?!" teriak Mila dan Yandi berbarengan."Tapi ... " Yandi tergagap, seperti kehilangan kata-kata. Otaknya buntu nggak bisa berpikir."Ah Yandi, kamu ini kok kurang gercep sih," omel Bu Rima gemas.Sementara Mila sudah bisa menguasai diri dan kini hanya menampilkan senyum manisnya."Kok Ibu tau gercep segala?" Yandi sewot sendiri."Jangan salah, tua-tua begini Ibu juga sering nonton sinetron. Tau lah kalau cuma istilah begituan. Memang Ibu tinggal di dalam hutan," balas Bu Rima tidak mau kalah."Gimana Yandi?" tanya Pak Wisnu, mengembalikan ke topik pembicaraan semula."Gimana apanya?" tanya Yandi bingung."Aduh Yandi, kenapa kamu jadi lemot sih! Itu soal nikah bulan depan. Ah ... tanya kamu kelamaan. Nak Mila, gimana menurutmu? Setuju nggak kalau nikah bulan depan?" tanya Bu Rima tersenyum berharap."Ya Bu," sahut Mila santai.
Candle light dinner, begitulah kata orang saat melihat Becca dan Tuan Arga makan bersama di balkon villa. Suasana begitu romantis dengan kerlip lilin dan cahaya bulan yang redup.Becca sangat menikmati makan malam yang telah disiapkan Tuan Arga. Bagi Becca tentu saja ini adalah candle light dinner pertamanya. Menu makanan apapun malam ini pasti terasa sangat enak di lidahnya. Selesai makan, Becca meminum segelas lemon tea sambil memandang lampu kerlap kerlip di sekitar villa. Pemandangan malam ini memang sungguh menakjubkan."Kamu suka, Bec?" tanya Tuan Arga yang terus menatap mata Becca."Suka banget, Tuan.""Kenapa panggil 'Tuan' terus sih? Panggil Sayang bisa kan?!" pinta Tuan Arga."Uhuk ... harus ya?""Ah kamu ini, terserahlah kalau gitu," ucap Tuan Arga yang menampakkan wajah cemberut."Hehe ... maaf soalnya lidah saya udah terbiasa panggil 'Tuan', jadi susah ngubahnya.""Iya iya, terserahlah. Tapi yang penting kamu sayan
Tubuh Becca menggeliat, rasa geli mengusik ketenangan tidurnya. Ia merasakan lehernya diciumi dengan mesra. Apakah ini mimpi?"Aaaaaaa ... " Sekuat tenaga Becca bangun dari tidurnya dengan berteriak histeris."Astaga, Becca! Apa-apaan sih kamu?! Kamu mimpi buruk?" tanya Arga terkejut, ia sedang asyik-asyiknya menciumi leher putih mulus milik Becca eh ... yang punya malah berteriak membuat jantungnya serasa melompat."Eh sayang, kamu disini?" tanya Becca kebingungan.Nampaknya ia lupa jika semalam tidur bersama Arga. Dan saat ini mata Arga seketika membeliak dengan pemandangan indah yang terpampang di depan matanya. Becca yang polos tanpa sehelai benang pun.Tanpa sadar, Arga menelan salivanya dan seketika gairah kembali membuncah dalam tubuhnya. Juniornya seketika mendesak ingin dipuaskan."Istigiii!" teriak Becca saat menyadari jika kedua bukit kembarnya terlihat menantang minta dibelai. Reflek tangannya langsung menarik selimut untuk menutupi
Ponsel Becca berdering seakan menjerit minta segera diangkat. Dengan setengah hati, Becca pun mengambil ponsel yang masih tersimpan di dalam tasnya.Mila? Ada apa dia telpon? Tanya Becca dalam hati.Segera Becca menggeser tombol hijau di layar ponselnya.- "Hallo, Mila."- "Becca!!! Kamu masih hidup kan?!"- Ha??? Kamu lagi ngigau ya?"- "Enak aja, aku ini lagi di galeri. Kamu kemana sih kok udah 2 hari menghilang? Habis pulang kerja ini rencana aku mau laporin kamu ke polisi loh."- "Aku nggak ngilang, Mila. Aku lagi dalam misi penting."- "Apaan misi-misi! Bec, kalau kamu nggak pulang malam ini, beneran deh aku bakal lapor ke kantor polisi."- "Hahaha ... Kamu kangen sama aku ya, Mil?"- "Becca! Aku nggak bercanda!"- "Iya iya, sabar dong, Mil. Jangan ngegas mulu' ntar kecenya ilang loh. Sabar ntar malem aku pasti pulang kok. Don't worry be happy, okey ... "- "Beneran loh ya ... Awas ntar kalau ka
Mobil Arga melaju dengan kecepatan sedang, perlahan menjauh dari vila yang selama dua hari ini mereka tinggali. Becca menatap pemandangan indah yang terhampar didepan matanya dengan mata kosong. Pikirannya melayang tak menentu. Sementara Arga yang menyetir di sebelahnya pun tampak terdiam. Pandangannya fokus menatap jalan aspal yang tampak berkelok di hadapannya. Perlahan menuruni perbukitan dan melaju menuju kota tempat tinggalnya.Becca sama sekali tidak ingin memulai percakapan apapun dengan Arga. Bahkan kepalanya berpaling seakan sedang menikmati pemandangan indah yang mereka lewati sepanjang jalan. Namun siapa sangka jika pikirannya melayang memikirkan diriya sendiri. Entahlah Becca harus marah atau bagaimana. Terus terang ia kecewa dengan sikap Arga yang ingin menjadikannya seperti wanita simpanan. Rasanya ia ingin memaki Arga, namun nyalinya seakan menciut saat ingat siapa Arga. Bagaimanapun Arga adalah bosnya walaupun saat ini statusnya adalah pacar Arga.Heh ... Benarkah a
Tangan Becca gemetar. Mengapa ini bisa terjadi? Mimpi buruk apa ia semalam?"Becca! Apa yang telah kamu lakukan?!" teriak Pak Rohan, Manajer Galery, dengan suara lantang.Becca terdiam mematung, menatap nanar sebuah kalung berlian dengan desain yang indah. Kalung berlian seharga ratusan juta rupiah bisa putus di tangannya. Ia memang tidak sengaja menjatuhkan kalung itu saat akan memasukkannya ke dalam kotak perhiasan yang akan dikirimkan kepada pemesannya. Saat Becca akan mengambil kalung itu, talinya malah menyangkut di handle etalase dan Becca yang tidak berpikir panjang malah menarik kalung itu.Dan ... terjadilah sudah. Kalung berlian yang indah putus menjadi dua."Becca!" teriak Pak Rohan semakin keras, memekakkan telinga siapa pun yang mendengarnya. Memang saat itu galery dalam keadaan sepi. Hari masih pagi sehingga belum ada pengunjung yang datang.Teman-teman kerja Becca tidak berani bersuara ataupun bergerak, semua takut menghadapi a
Becca tidak punya nafsu makan saat jam istirahat kerja. Namun Mila terus membujuknya sehingga akhirnya ia pun mau makan.Di ruang istirahat galeri ini, beberapa teman Becca juga sedang makan siang. Sementara teman yang lain berjaga di depan, melayani pengunjung. Jam istirahat memang harus dilakukan secara bergantian."Bec, ayolah makan dulu. Aku tahu kamu tidak ingin makan, tapi kamu harus punya tenaga. Kami akan selalu mendukungmu, ya kan teman-teman?!" Mila terus membujuk Becca dan mencari dukungan pada temannya yang lain."Iya terima kasih sekali. Aku akan makan," kata Becca akhirnya.Setelah jam istirahat selesai, Pak Rohan memanggil Becca untuk masuk ke ruangannya."Duduk dulu, Bec," perintah Pak Rohan sambil memeriksa pesan-pesan yang masuk ke ponselnya."Baik, Pak Rohan. Terima kasih," ucap Becca sambil duduk dengan tubuh yang kaku. Walaupun pikirannya mengatakan jika ia siap menerima konsekuensi dari kesalahannya, tapi sepertinya tub