Becca tidak punya nafsu makan saat jam istirahat kerja. Namun Mila terus membujuknya sehingga akhirnya ia pun mau makan.
Di ruang istirahat galeri ini, beberapa teman Becca juga sedang makan siang. Sementara teman yang lain berjaga di depan, melayani pengunjung. Jam istirahat memang harus dilakukan secara bergantian.
"Bec, ayolah makan dulu. Aku tahu kamu tidak ingin makan, tapi kamu harus punya tenaga. Kami akan selalu mendukungmu, ya kan teman-teman?!" Mila terus membujuk Becca dan mencari dukungan pada temannya yang lain.
"Iya terima kasih sekali. Aku akan makan," kata Becca akhirnya.
Setelah jam istirahat selesai, Pak Rohan memanggil Becca untuk masuk ke ruangannya.
"Duduk dulu, Bec," perintah Pak Rohan sambil memeriksa pesan-pesan yang masuk ke ponselnya.
"Baik, Pak Rohan. Terima kasih," ucap Becca sambil duduk dengan tubuh yang kaku. Walaupun pikirannya mengatakan jika ia siap menerima konsekuensi dari kesalahannya, tapi sepertinya tubuhnya tidak siap menerima.
"Becca, saya sudah memberitahu apa yang terjadi pada Pak Yandi. Dan karena ini hal besar, maka Pak Yandi sendirilah yang akan menanganinya," kata Pak Rohan.
"Maksudnya bagaimana, Pak?" tanya Becca tidak mengerti.
"Maksudnya, Pak Yandi sendirilah yang akan datang ke sini untuk memberitahukan kepadamu sendiri. Katanya Pak Yandi akan datang ke galeri sore ini. Sementara itu, kamu kembali bekerja dulu saja. Nanti jika Pak Yandi sudah datang, kamu pasti akan dipanggil lagi," jelas Pak Rohan panjang lebar.
Jantung Becca berdetak kencang, keringat dingin mengalir di keningnya. Ia memang sudah menduga jika hukuman untuknya pasti sangat berat.
Yandi? Mendengar namanya saja sudah membuat bulu kuduknya merinding. Walaupun kata orang ia masih muda, katanya berumur akhir 20an dan berwajah menarik, tapi memang belum pernah sekalipun Becca bertatap muka dengannya. Dan Becca sangat yakin jika Yandi akan memberikan hukuman berat padanya.
"Becca, saya harap sisa hari ini kamu berjaga di galeri tidak kembali menimbulkan masalah. Apakah kamu sanggup?" tanya Pak Rohan membuyarkan lamunan Becca tentang Yandi.
"I iya, Pak Rohan," saut Becca tergagap.
Becca pun pamit keluar dari ruangan Pak Rohan dan berjalan perlahan ke showroom galeri.
Mila terlihat tersenyum menyambut Becca, begitupun dengan rekan-rekan kerjanya yang lain, seakan memberi dukungan untuknya. Becca pun membalas dengan senyuman sebisanya walaupun hatinya sangat galau.Sisa hari yang panjang menanti kedatangan Pak Yandi ke Jewelry Gallery ini. Becca menghabiskan waktunya dengan memandangi berlian-berlian cantik yang terpajang di etalase. Ada yang besar, sedang maupun kecil.
Berlian itu terpasang pada cincin-cincin yang didesain indah dan unik. Ada pula anting, gelang dan kalung. Jewelry Gallery ini memang menyediakan berbagai macam berlian dengan kualitas tinggi.Saat hari menjelang sore, pintu kaca galeri terbuka. Seorang pria dengan setelan jas masuk ke dalam galeri. Dari wajahnya sudah terlihat aura wibawa yang kental. Pria itu mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari seseorang.
Pak Rohan terlihat berjalan tergopoh-gopoh menyambut pria itu yang datang seorang diri.
"Selamat sore, Pak Yandi," sambut Pak Rohan dengan membungkuk hormat.Yandi hanya menganggukkan sedikit kepalanya, dan berjalan tegap menuju ruang kantor galeri.
Becca terdiam, ia hanya menatap seorang Yandi yang ternyata sangat sesuai dengan gambaran yang selama ini ada di kepalanya. Seorang yang berwibawa namun juga tegas, tanpa banyak bicara.Becca memejamkan matanya, menguatkan hati. Ia tahu jika sebentar lagi pasti akan dipanggil menghadap Pak Yandi.
Hampir setengah jam lamanya, akhirnya Pak Rohan mendekati Becca.
"Becca, kamu masuk ke ruangan saya sekarang!" perintah Pak Rohan dengan wajah pucat.Becca takut, ia sangat takut. Bagaimana tidak?! Pak Rohan yang tidak bersalah saja sampai wajahnya memucat seperti itu, apalagi dirinya?!Dengan langkah gemetar, Becca berjalan masuk ke dalam ruangan Pak Rohan. Terlihat Yandi duduk di meja kerja Pak Rohan dengan memegangi kalung berlian yang sudah putus, milik Tuan Arga.
"Jadi kamu yang bernama Rebecca?" tanya Yandi dengan perlahan.
"Benar saya, Pak Yandi," ucap Becca gemetar.
"Ada berapa nyawamu?" tanya Yandi sinis.
"Maksud Pak Yandi?" tanya Becca bingung.
"Besar sekali nyalimu berani menantang Tuan Arga. Kalung berlian ini adalah hadiah Tuan Arga untuk tunangannya. Saya yakin kamu pasti tahu itu!" Yandi kini terlihat marah.
"Saya tidak menantang Tuan Arga. Saya tidak sengaja memutuskan kalung itu, Pak," kata Becca membela dirinya.
"Sudahlah, saya tidak akan bicara panjang lebar. Tantanganmu pada Tuan Arga berhasil. Siapkan dirimu, Rebecca!" ucap Yandi penuh tekanan di setiap kata-katanya.
Becca seakan ingin menghilang saja. Bagaimana mungkin ia dianggap menantang Tian Arga? Siapa dirinya berani menantang seorang Tuan Arga Armando?
Yandi memberi perintah tanpa kata agar Becca mengikutinya. Becca mengikuti Yandi dengan kaki gemetar. Ia merasa lemas, seperti tulang telah dilepaskan dari tubuhnya. Ia sangat takut jika ia dibawa ke kantor polisi. Becca hanya memikirkan mamanya jika ia sampai dipenjara.
Yandi menyuruh Becca masuk ke dalam mobilnya, sementara Yandi sendirilah yang menyetir. Duduk pasrah di dalam mobil, Becca terus memperhatikan jalanan melalui kaca di sampingnya, namun ia menjadi bingung karena saat berada di depan sebuah kantor polisi, Yandi tidak menghentikan mobilnya.
Jantung Becca semakin berdegup kencang, ia sangat takut akan nasibnya. Hendak dibawa kemanakah dirinya? Dengan menelan ludah, akhirnya Becca memberanikan diri bertanya.
"Maaf Pak Yandi, saya mau dibawa kemana?"Namun Yandi diam, seperti tidak mendengar pertanyaan Becca. Ia menatap lurus ke depan, berkonsentrasi mengemudi. Becca semakin takut, ia melirik wajah Yandi yang terlihat menahan marah.
Sekitar setengah jam kemudian, mobil memasuki sebuah gedung perkantoran. Gedung 15 lantai yang terlihat menjulang tinggi dan mewah. Becca tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi padanya. Yandi memarkir mobilnya dan memerintah Becca untuk mengikutinya.
"Saya akan dibawa kemana, Pak?" tanya Becca takut.
"Jangan banyak bicara! Saya akan membawamu menemui Pak Arga untuk mempertanggungjawabkan kesalahanmu. Ingat, jangan sekali-kali membantah apapun yang Pak Arga katakan! Ia bukan orang yang pemaaf," kata Yandi menatap tajam mata Becca.
"Baik, Pak." Becca tidak bisa berpikir lagi, ia sangat ketakutan. Becca memejamkan matanya, menahan air mata yang memenuhi pelupuk matanya. Becca pasrah mengikuti Yandi memasuki lift yang membawa mereka ke lantai paling atas, lantai 15.
Yandi menyuruh Becca untuk duduk di sebuah sofa yang ada di depan ruang kantor Tuan Arga. Sementara Yandi masuk ke dalam kantor. Tak menunggu lama, Yandi memanggil Becca agar masuk ke dalam ruang kantor Tuan Arga.
-
-
-
"Becca, ikuti saya!" perintah Yandi tegas."Ba - baik," saut Becca terbata, ia sungguh tidak siap menghadapi apa yang terjadi pada dirinya.Dengan langkah gemetar, Becca memasuki sebuah ruangan yang didesain mewah dan elegan. Jika tidak dalam situasi seperti ini, Becca pasti akan mengagumi ruang kantor Tuan Arga. Tapi untuk saat ini, ruangan ini malah seperti mimpi buruk untuknya.Becca memberanikan diri mendongakkan kepalanya, memandang orang yang selama ini hanya dapat didengar namanya saja, Arga Armando.Aura yang terpancar dari wajah dan matanya terasa berkharismatik. Tidak salah jika ia telah menjadi pengusaha sukses di usianya yang masih muda.Untuk beberapa detik, waktu terasa berhenti saat mata tajam Tuan Arga menatap lekat mata Becca. Deg ... Jantung Becca berdetak kencang, terbius oleh pandangan mata yang tak dapat ia artikan.Becca membuang nafasnya panjang, mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Ia memaki dirinya sendiri, ta
Becca keluar dari kantor Tuan Arga dengan dada terasa sesak menahan marah. Jantungnya berdetak kencang seperti habis berlari maraton. Baru kali ini ia mendapat penghinaan yang menginjak harga dirinya.Becca cepat-cepat menekan tombol lift untuk mengantarnya ke lantai bawah. Saat memasuki lift, untung saja tidak ada orang selain dirinya.Bersandar di dinding lift, Becca mengatur nafasnya. Perasaannya campur aduk, antara marah, kesal tapi juga takut. Ia takut telah menyinggung perasaan Tuan Arga yang sangat berkuasa. Ia tak ada seujung kuku dibanding Tuan Arga.Setelah bisa mengendalikan emosinya, Becca mengambil sebotol air mineral dari dalam tasnya. Dengan perlahan diminumnya hingga habis tak bersisa. Air minum yang membuat dirinya semakin tenang.Saat pintu lift terbuka, Becca segera keluar. Dengan langkah cepat ia keluar dari halaman perkantoran Tuan Arga. Becca tidak tahu jalan pulang. Becca mengamati sekitarnya, lalu ia menemukan sebuah taman kecil. D
Becca mengalihkan pandangannya dari Andre yang menatapnya dengan tajam. Pikirannya berputar mencari alasan agar tidak menceritakan semuanya pada Andre. Ia belum siap."Bec, kenapa? Ada apa? Aku tahu pasti kamu ada masalah. Ayolah ceritakan," desak Andre menatap mata Becca."Ehm ... enggak kok, Kak. Enggak ada, beneran. Suer deh," ucap Becca berusaha meyakinkan Andre.Andre masih menatap mata Becca, menelisik kebenaran akan ucapan Becca."Benarkah?""Iya, Kak. Sudah ah, yuk pulang. Aku agak lelah seharian ini banyak pekerjaan," kata Becca mengalihkan pembicaraan."Baiklah, tapi ingat ya. Kalau kamu ada masalah apapun, jangan ragu untuk menceritakan padaku. Kita akan cari jalan keluarnya sama-sama. Oke?!" Andre masih tidak percaya akan pernyataan Becca, namun ia juga tidak bisa memaksa jika Becca belum ingin berterus terang padanya.Andre dan Becca keluar dari rumah makan, lalu masuk ke dalam mobil. Andre pun melajukan mobilnya dengan kec
Kaki Becca terasa berat melangkah ke galeri tempat kerjanya. Namun bagaimana pun juga ia harus berangkat, mempertanggung jawabkan kesalahannya kemarin. Masih sangat jelas dalam ingatannya saat tadi malam, ia mendapat pesan dari Pak Yandi yang memerintahkannya untuk tetap berangkat kerja seperti biasa hari ini.Tapi yang terutama, Pak Yandi ingin memberitahu Becca soal teknis bagaimana harus membayar kerugian akibat rusaknya kalung berlian itu.Semalam, Becca juga mendapat pesan di ponselnya dari Milla, teman baiknya di galeri. Mila bilang jika ia dan teman-teman lain akan mendukung Becca. Walaupun mereka sendiri tidak tahu hukuman apa yang akan Becca terima.Namun Becca sudah sangat bersyukur dan berterima kasih karena memiliki teman-teman yang ternyata menyayanginya walaupun ia belum lama bekerja di galeri.Langkah Becca terhenti di depan galeri, ia mengumpulkan keberaniannya. Dipandangnya Jewelry Gallery yang nampah megah dan mewah.Becca memejamkan ma
Yandi segera masuk ke dalam ruang kantor saat Becca keluar. Terlihat Tuan Arga tersenyum simpul, matanya memancarkan semangat yang jarang dilihat Yandi.Menghela nafas lega, tak terasa Yandi pun ikut tersenyum. Yandi merasa urusan dengan Becca akan berjalan mudah dan lancar. Yandi berdiri saja di hadapan Tuan Arga, menunggu apa yang akan diperintahkan padanya."Yandi, tolong buatkan perjanjian hutang piutang pada Becca, supaya semuanya jelas. Ada hitam di atas putih," perintah Tuan Arga."Baik, Tuan. Apakah seperti yang Tuan Arga katakan tadi di mobil? Becca bekerja sebagai koki di rumah Tuan selama satu tahun?" tanya Yandi memastikan."Benar.""Apakah ada tambahan yang lain?" tanya Yandi lagi."Hem ... Sepertinya itu sudah cukup. Buatkan draft kontraknya, biar nanti aku periksa," kata Tuan Arga."Baik, Tuan.""Apa jadwalku setelah ini?" tanya Tuan Arga, lalu berdiri dan akan meninggalkan kantor Jewelry Gallery ini. Ia tahu sudah
Malam belum terlalu larut, namun cuaca di luar sana yang masih hujan rintik-rintik membuat kafe ini terasa lengang. Lampu temaram menghiasi setiap sudut kafe, dengan iringan musik lembut terdengar di telinga.Sarah memegang segelas wine di tangannya, meminumnya sedikit demi sedikit berharap bisa menghangatkan tubuhnya. Bibirnya tersenyum manis, terkadang tertawa lebar saat lawan bicaranya membuat lelucon yang membuatnya senang."Sarah, kamu mau tambah wine lagi atau mau makan?" tanya Jerry, teman minum Sarah saat ini."Kita tambah lagi yuk, malam ini harus kita rayakan," sahut Sarah melemparkan senyum manisnya."Oke, Sayang." Senyum Jerry tak kalah senangnya.Malam ini membuat Sarah dan Jerry bahagia. Sarah memang sudah bertunangan dengan Arga, namun malam ini ketika Jerry menawarkan hubungan suka sama suka dengan Sarah, tanpa pikir panjang Sarah langsung menerimanya.Dan yang lebih gila lagi, Jerry adalah teman Arga. Bukan teman dekat, hanya
Becca memasuki kawasan perumahan elit. Matanya takjub melihat rumah-rumah besar nan mewah dengan halaman luas yang tertata apik. Becca membatin dalam hati, pasti setiap rumah dilengkapi kolam renang untuk memanjakan para penghuninya.Becca kembali memeriksa alamat yang Pak Yandi diberikan padanya. Rumah nomor 7 yang bercat putih. Rumah Tuan Arga. Becca pelan-pelan memacu motornya dan akhirnya ia melihat sebuah rumah indah bercat putih. Rumah dengan desain klasik nan mewah.Menghentikan motornya di depan gerbang, Becca dihampiri petugas keamanan."Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satpam dengan wajah ramah."Selamat sore, Pak. Maaf saya mau bertanya, benarkah ini rumah Tuan Arga?" tanya Becca balas tersenyum."Benar. Apakah Nona ini Nona Becca?" tanyanya lagi."Benar, Pak." Becca agak bingung mengapa satpam tahu namanya."Nona Becca, silahkan masuk. Motornya diparkir di dalam saja. Tadi Pak Yandi sudah pesan pada saya
Sepanjang makan malam berlangsung, Becca hanya menundukkan wajahnya, enggan bertatapan langsung dengan Tuan Arga. Bukan takut, tapi lebih tepatnya ia tak mau mencari masalah.Becca sadar jika harus menahan dan mengalah demi kebebasan dirinya dari hutang karena masalah kalung itu.Sementara Tuan Arga sangat menikmati makanan yang terhidang. Semua kesukaannya dan rasanya sangat enak baginya. Ia memang tak salah menilai orang. Ia yakin Becca seseorang yang pandai memasak.Selesai makan malam, tanpa membuang waktu Becca langsung membereskan meja makan. Saat ke dapur, ternyata Bu Isti tidak ada di sana. Mungkin Bu Isti sudah beristirahat di kamarnya.Becca agak terkejut saat dilihatnya Tuan Arga berdiri bersandar di meja dapur saat ia selesai mencuci piring."Becca, kamu ikut ke ruangan saya!" perintah Tuan Arga pendek tanpa bisa dibantah.Becca hanya pasrah mengikuti Tuan Arga dari belakang. Padahal tadi, ia sudah berencana untuk segera pulang seu