"Becca, ikuti saya!" perintah Yandi tegas.
"Ba - baik," saut Becca terbata, ia sungguh tidak siap menghadapi apa yang terjadi pada dirinya.
Dengan langkah gemetar, Becca memasuki sebuah ruangan yang didesain mewah dan elegan. Jika tidak dalam situasi seperti ini, Becca pasti akan mengagumi ruang kantor Tuan Arga. Tapi untuk saat ini, ruangan ini malah seperti mimpi buruk untuknya.
Becca memberanikan diri mendongakkan kepalanya, memandang orang yang selama ini hanya dapat didengar namanya saja, Arga Armando.
Aura yang terpancar dari wajah dan matanya terasa berkharismatik. Tidak salah jika ia telah menjadi pengusaha sukses di usianya yang masih muda.Untuk beberapa detik, waktu terasa berhenti saat mata tajam Tuan Arga menatap lekat mata Becca. Deg ... Jantung Becca berdetak kencang, terbius oleh pandangan mata yang tak dapat ia artikan.
Becca membuang nafasnya panjang, mengatur detak jantungnya yang tak beraturan. Ia memaki dirinya sendiri, tak seharusnya ia merasa tertarik dengan Tuan Arga sementara posisinya saat ini seperti di ujung tanduk.
Yandi berdiri tegap di samping Tuan Arga yang semakin membuat Becca merasa terintimidasi.
"Jadi kamu yang merusakkan kalung milikku?" tanya Tuan Arga tenang namun menakutkan.
"Ya, tapi saya tidak sengaja, Tuan. Saya akan berusaha menggantinya," kata Becca dengan berani menatap wajah Tuan Arga.
"Haha ... Kamu membuat saya tertawa." Tuan Arga tertawa keras. Sementara itu, Yandi terlihat berbisik di telinga Tuan Arga, yang Becca tidak bisa mendengarnya. Becca berdiri tegar, mengumpulkan keberaniannya.
"Kau tahu nilai kalung itu? Mungkin seumur hidup, kau tidak akan bisa membayarnya," kata Tuan Arga masih tersenyum di ujung bibirnya.
"Saya akan bertanggung jawab walaupun harus melunasinya seumur hidup saya." Becca berkata tegas. Bagaimanapun juga ini adalah kesalahannya.
"Hem ... Tapi ada satu cara agar kamu bisa membayarnya dalam satu hari." Tuan Arga berdiri, berjalan mendekati Becca.
"Bagaimana caranya, Tuan?" tanya Becca dengan mata berbinar. Mungkin Tuan Arga memang baik hati, tidak seperti perkiraan banyak orang.
"Kamu menemani saya selama sehari," kata Tuan Arga menatap lurus mata Becca.
"Itu saja? Menemani bagaimana?" tanya Becca bingung.
"Haha ... Kau ini memang masih polos atau ingin menggodaku?" Tuan Arga tertawa terbahak-bahak.
"Tuan Arga, tolong jelaskan maksudnya. Saya benar-benar tidak mengerti," kata Becca memohon, berharap ini adalah jalan keluar baginya.
"Haruskah? Kamu akan menyanggupinya?!" Mata Tuan Arga memicing menatap Becca.
"Saya mohon, Tuan. Saya akan berusaha untuk menyanggupinya," ucap Becca memohon.
"Oke, saya akan jelaskan. Kamu hanya menemani makan siang, lalu menunggu sementara saya bermain golf. Malamnya kita makan malam bersama dan setelah itu kamu menemani saya tidur hingga pagi. Sudah jelas?" Tuan Arga tersenyum senang.
"Ti ... Tidur bersama?!" kata Becca menelan ludahnya.
Tuan Arga kini tertawa terbahak-bahak, seakan Becca adalah seorang badut lucu. Sementara Yandi tetap berdiri di tempatnya, mengamati apa yang terjadi.
Namun Becca merasakan amarah mulai naik ke ubun-ubun kepalanya. Becca sadar jika ia orang tidak mampu, tapi ia tidak sudi jika harga dirinya diinjak-injak seenaknya."Tuan Arga, saya sanggup menemani Tuan hingga makan malam. Selebihnya saya tidak bisa," ucap Becca menahan emosinya, berusaha agar suaranya setenang mungkin.
"Haha ... kamu ingin bernegoisasi dengan saya? Kamu ini lucu sekali. Kamu tidak punya apa-apa untuk ditawarkan, saya sudah berbaik hati padamu. Tunangan saya pasti akan mencincangmu jika tahu kalungnya yang indah sudah putus ditanganmu." Tuan Arga tertawa mengejek.
"Maaf Tuan Arga, jika memang begitu, saya menolaknya. Saya masih punya harga diri. Saya akan bekerja lebih keras untuk mengganti kalung berlian itu walaupun harus menghabiskan waktu seumur hidup saya." Becca berkata yakin, ia tidak akan menyesalinya.
"Kamu yakin menolak tawaran saya? Saya ini sudah berbaik hati padamu lho," ucap Tuan Arga terdengar mengejek di telinga Becca.
Becca semakin merasakan darahnya mendidih. Ia ingin memukul Tuan Arga yang berdiri sombong di depannya, seakan Tuan Arga membantu dan berbuat baik padanya.
Berbuat baik dengan tidur dengannya? Apa dia sudah gila jika menerimanya?"Sekali lagi saya sangat berterima kasih untuk kebaikan hati Tuan Arga. Tapi saya tidak sanggup melakukannya. Saya akan membayarnya walaupun harus mencicilnya seumur hidup saya," kata Becca tegas.
Becca berbalik dari hadapan Tuan Arga. Dengan kepala tegak ia berjalan keluar kantor. Dadanya terasa sesak menahan marah. Ia selalu tidak bisa menahan diri jika ada yang menginjak harga dirinya.
Tuan Arga dan Yandi memandangi kepergian Becca dengan bingung. Selama ini belum ada yang berani meninggalkan Tuan Arga tanpa ijin.
"Tuan , apa perlu saya memanggil kembali gadis itu?" tanya Yandi pada Tuan Arga.
"Tidak perlu, biarkan saja. Gadis itu cukup berani menentangku. Sepertinya menarik jika aku bermain-main sebentar dengannya," kata Tuan Arga dengan senyum di sudut bibirnya yang nyaris tak terlihat.
Sebenarnya dalam hati, Tuan Arga merasa ada perasaan aneh karena selama ini belum ada seorang gadis pun yang berani menolak keinginannya. Tapi di hadapan gadis yang terlihat lugu, kenapa ia ditolak mentah-mentah seperti ini?
Tuan Arga berjalan ke jendela besar di samping meja kerjanya. Hari sudah mulai sore, matahari sudah tidak terasa menyengat di kulit. Tuan Arga mengamati pemandangan di bawahnya, namun ia sendiri tidak tahu apa yang dicarinya.
Dahi Yandi mengernyit, heran melihat Tuan Arga yang tidak seperti biasanya. Tuan Arga bukanlah orang yang pemaaf dan sabar seperti yang ditunjukkannya saat ini. Apalagi penampilan gadis itu bukanlah tipe kesukaan Tuan Arga. Dengan bingung, Yandi kembali bertanya," Apa yang hendak Tuan Arga lakukan padanya?"
"Hem ... Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia gadis yang pemberani. Kau lihat tadi? Lututnya gemetar tapi matanya tajam menatapku, seperti mengingatkanku pada seseorang."
Yandi terdiam mencerna apa yang dikatakan Tuan Arga.
"Yan, siapa nama gadis tadi?" tanya Tuan Arga yang masih mengamati pemandangan luar.
"Rebecca, Tuan. Tapi biasanya dia dipanggil 'Becca' saja. Baru 3 bulan ini dia bekerja di Jewelry Gallery. Apa perlu saya menyelidiki latar belakangnya?" tanya Yandi.
"Oke, kamu selidiki saja dia. Tapi aku yakin tidak akan ada hal istimewa. Aku malah curiga dia tidak sepolos yang ditampilkannya tadi. Apa kamu punya pendapat yang sama?"
"Maaf Tuan, tapi saya tidak yakin. Mengetahui jalan pikiran wanita itu suatu kesulitàn buat saya, Tuan," kata Yandi bingung. Ia sendiri belum pernah memiliki pacar, apalagi istri.
"Ah kamu ini. Cari pacar sana lah, Yan."
"Baik, Tuan." Yandi hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan Tuan Arga daripada nanti malah Tuan Arga mencarikannya jodoh. Itu malah akan membuat dirinya dalam bencana.
"Apakah Tuan Arga akan menemui Becca?" tanya Yandi lagi.
"Sepertinya akan menarik, gadis itu lumayan manis tapi bukan tipeku. Hem ... aku sudah tidak sabar melihat matanya yang indah jika marah seperti tadi. Yandi, pastikan gadis itu berangkat ke galeri besok pagi. Aku akan memberi sedikit kejutan untuknya. Haha .... " Tawa Tuan Arga terdengar senang. Yandi hanya mengernyit heran. Tapi ia harus melaksanakan apapun perintah Tuannya.
"Baik, Tuan," kata Yandi, ia akan memastikan Tuan Arga bertemu Becca besok.
-
-
-
Becca keluar dari kantor Tuan Arga dengan dada terasa sesak menahan marah. Jantungnya berdetak kencang seperti habis berlari maraton. Baru kali ini ia mendapat penghinaan yang menginjak harga dirinya.Becca cepat-cepat menekan tombol lift untuk mengantarnya ke lantai bawah. Saat memasuki lift, untung saja tidak ada orang selain dirinya.Bersandar di dinding lift, Becca mengatur nafasnya. Perasaannya campur aduk, antara marah, kesal tapi juga takut. Ia takut telah menyinggung perasaan Tuan Arga yang sangat berkuasa. Ia tak ada seujung kuku dibanding Tuan Arga.Setelah bisa mengendalikan emosinya, Becca mengambil sebotol air mineral dari dalam tasnya. Dengan perlahan diminumnya hingga habis tak bersisa. Air minum yang membuat dirinya semakin tenang.Saat pintu lift terbuka, Becca segera keluar. Dengan langkah cepat ia keluar dari halaman perkantoran Tuan Arga. Becca tidak tahu jalan pulang. Becca mengamati sekitarnya, lalu ia menemukan sebuah taman kecil. D
Becca mengalihkan pandangannya dari Andre yang menatapnya dengan tajam. Pikirannya berputar mencari alasan agar tidak menceritakan semuanya pada Andre. Ia belum siap."Bec, kenapa? Ada apa? Aku tahu pasti kamu ada masalah. Ayolah ceritakan," desak Andre menatap mata Becca."Ehm ... enggak kok, Kak. Enggak ada, beneran. Suer deh," ucap Becca berusaha meyakinkan Andre.Andre masih menatap mata Becca, menelisik kebenaran akan ucapan Becca."Benarkah?""Iya, Kak. Sudah ah, yuk pulang. Aku agak lelah seharian ini banyak pekerjaan," kata Becca mengalihkan pembicaraan."Baiklah, tapi ingat ya. Kalau kamu ada masalah apapun, jangan ragu untuk menceritakan padaku. Kita akan cari jalan keluarnya sama-sama. Oke?!" Andre masih tidak percaya akan pernyataan Becca, namun ia juga tidak bisa memaksa jika Becca belum ingin berterus terang padanya.Andre dan Becca keluar dari rumah makan, lalu masuk ke dalam mobil. Andre pun melajukan mobilnya dengan kec
Kaki Becca terasa berat melangkah ke galeri tempat kerjanya. Namun bagaimana pun juga ia harus berangkat, mempertanggung jawabkan kesalahannya kemarin. Masih sangat jelas dalam ingatannya saat tadi malam, ia mendapat pesan dari Pak Yandi yang memerintahkannya untuk tetap berangkat kerja seperti biasa hari ini.Tapi yang terutama, Pak Yandi ingin memberitahu Becca soal teknis bagaimana harus membayar kerugian akibat rusaknya kalung berlian itu.Semalam, Becca juga mendapat pesan di ponselnya dari Milla, teman baiknya di galeri. Mila bilang jika ia dan teman-teman lain akan mendukung Becca. Walaupun mereka sendiri tidak tahu hukuman apa yang akan Becca terima.Namun Becca sudah sangat bersyukur dan berterima kasih karena memiliki teman-teman yang ternyata menyayanginya walaupun ia belum lama bekerja di galeri.Langkah Becca terhenti di depan galeri, ia mengumpulkan keberaniannya. Dipandangnya Jewelry Gallery yang nampah megah dan mewah.Becca memejamkan ma
Yandi segera masuk ke dalam ruang kantor saat Becca keluar. Terlihat Tuan Arga tersenyum simpul, matanya memancarkan semangat yang jarang dilihat Yandi.Menghela nafas lega, tak terasa Yandi pun ikut tersenyum. Yandi merasa urusan dengan Becca akan berjalan mudah dan lancar. Yandi berdiri saja di hadapan Tuan Arga, menunggu apa yang akan diperintahkan padanya."Yandi, tolong buatkan perjanjian hutang piutang pada Becca, supaya semuanya jelas. Ada hitam di atas putih," perintah Tuan Arga."Baik, Tuan. Apakah seperti yang Tuan Arga katakan tadi di mobil? Becca bekerja sebagai koki di rumah Tuan selama satu tahun?" tanya Yandi memastikan."Benar.""Apakah ada tambahan yang lain?" tanya Yandi lagi."Hem ... Sepertinya itu sudah cukup. Buatkan draft kontraknya, biar nanti aku periksa," kata Tuan Arga."Baik, Tuan.""Apa jadwalku setelah ini?" tanya Tuan Arga, lalu berdiri dan akan meninggalkan kantor Jewelry Gallery ini. Ia tahu sudah
Malam belum terlalu larut, namun cuaca di luar sana yang masih hujan rintik-rintik membuat kafe ini terasa lengang. Lampu temaram menghiasi setiap sudut kafe, dengan iringan musik lembut terdengar di telinga.Sarah memegang segelas wine di tangannya, meminumnya sedikit demi sedikit berharap bisa menghangatkan tubuhnya. Bibirnya tersenyum manis, terkadang tertawa lebar saat lawan bicaranya membuat lelucon yang membuatnya senang."Sarah, kamu mau tambah wine lagi atau mau makan?" tanya Jerry, teman minum Sarah saat ini."Kita tambah lagi yuk, malam ini harus kita rayakan," sahut Sarah melemparkan senyum manisnya."Oke, Sayang." Senyum Jerry tak kalah senangnya.Malam ini membuat Sarah dan Jerry bahagia. Sarah memang sudah bertunangan dengan Arga, namun malam ini ketika Jerry menawarkan hubungan suka sama suka dengan Sarah, tanpa pikir panjang Sarah langsung menerimanya.Dan yang lebih gila lagi, Jerry adalah teman Arga. Bukan teman dekat, hanya
Becca memasuki kawasan perumahan elit. Matanya takjub melihat rumah-rumah besar nan mewah dengan halaman luas yang tertata apik. Becca membatin dalam hati, pasti setiap rumah dilengkapi kolam renang untuk memanjakan para penghuninya.Becca kembali memeriksa alamat yang Pak Yandi diberikan padanya. Rumah nomor 7 yang bercat putih. Rumah Tuan Arga. Becca pelan-pelan memacu motornya dan akhirnya ia melihat sebuah rumah indah bercat putih. Rumah dengan desain klasik nan mewah.Menghentikan motornya di depan gerbang, Becca dihampiri petugas keamanan."Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satpam dengan wajah ramah."Selamat sore, Pak. Maaf saya mau bertanya, benarkah ini rumah Tuan Arga?" tanya Becca balas tersenyum."Benar. Apakah Nona ini Nona Becca?" tanyanya lagi."Benar, Pak." Becca agak bingung mengapa satpam tahu namanya."Nona Becca, silahkan masuk. Motornya diparkir di dalam saja. Tadi Pak Yandi sudah pesan pada saya
Sepanjang makan malam berlangsung, Becca hanya menundukkan wajahnya, enggan bertatapan langsung dengan Tuan Arga. Bukan takut, tapi lebih tepatnya ia tak mau mencari masalah.Becca sadar jika harus menahan dan mengalah demi kebebasan dirinya dari hutang karena masalah kalung itu.Sementara Tuan Arga sangat menikmati makanan yang terhidang. Semua kesukaannya dan rasanya sangat enak baginya. Ia memang tak salah menilai orang. Ia yakin Becca seseorang yang pandai memasak.Selesai makan malam, tanpa membuang waktu Becca langsung membereskan meja makan. Saat ke dapur, ternyata Bu Isti tidak ada di sana. Mungkin Bu Isti sudah beristirahat di kamarnya.Becca agak terkejut saat dilihatnya Tuan Arga berdiri bersandar di meja dapur saat ia selesai mencuci piring."Becca, kamu ikut ke ruangan saya!" perintah Tuan Arga pendek tanpa bisa dibantah.Becca hanya pasrah mengikuti Tuan Arga dari belakang. Padahal tadi, ia sudah berencana untuk segera pulang seu
"Becca, katakan siapa yang tadi bersamamu!" ucap Andre memaksa."Kak Andre, masuk dulu yuk. Nggak enak kan dilihat kalau di jalan begini. Sudah malam lagi," pinta Becca mengalihkan perhatian Andre sambil berpikir alasan yang masuk akal. Terus terang Becca belum ingin menceritakan apa yang dialaminya pada Andre. Ia tidak ingin Andre terus menolongnya."Kita jalan-jalan aja, Bec. Di kos mu nggak enak sama yang lain kan udah malam," kata Andre lalu sedikit mendorong tubuh Becca agar masuk ke dalam mobilnya. Ia sangat penasaran akan cerita Becca, tapi mungkin jika boleh jujur, ia cemburu.Andre menstater mobilnya dan menjalankan mobilnya di kafe yang ia tahu masih buka hingga tengah malam.Sementara Becca hanya terdiam memandang gelapnya malam dari jendela mobil. Otaknya menyusun kata-kata yang hendak ia sampaikan pada Andre."Bec, kamu kok diam aja. Sebenarnya ada apa.sih denganmu? Nggak biasanya kamu begini," tanya Andre yang tidak sabar akan penjelasa